Nilai Moral Dalam Komik Naruto Kajian : Sosiologi Sastra

(1)

NILAI MORAL DALAM KOMIK NARUTO :

KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA

TESIS

OLEH

HENNILAWATI

097009024/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2 0 1 1


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena atas rahmar dan hidayah-Nya tesis ini dapat diselesaikan. Tesis ini berjudul “Nilai Moral Dalam Komik Naruto Kajian : Sosiologi Sastra.” Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk mencapai derajat magister pada Program Studi Magister (S2) Linguistik, Konsentrasi Analisis Wacana Kesusastraan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Penulis juga tidak lupa mengucapkan salawat dan salam pada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW.

Selama proses, pengerjaan tesis ini, penulis memperoleh bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, selayaknyalah penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Asmyta Surbakti, M.Si., sebagai Pembimbing Akademik, dan Bapak Prof. Dr. Ikhwanuddin Pembimbing I. Selama penulis menjadi mahasiswa di Program Studi Magister, Program Studi Linguistik beliau telah banyak memberikan pelajaran yang berharga. Dengan selesainya tesis ini juga memberikan pelajaran yang berharga bagi penulis, karena telah banyak arahan, masukan, dan motivasi yang diberikan beliau kepada penulis dalam penyempurnaan tesis ini.

Terima kasih yang tulus juga penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Thyrhaya Zein, M.A, yang telah bersedia menjadi pembimbing II. Beliau dengan penuh ketelitian dan perhatian memberikan bimbingan, masukan, dan motivasi


(3)

yang sangat berharga demi perbaikan tesis ini. Perhatian beliau memberikan dorongan semangat bagi penulis untuk segera mungkin menyelesaikan tesis ini.

Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Rektor Universitas Sumatera Utara, Direktur Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Dekan Fakultas Ilmu Budaya Sastra, serta Ketua dan Sekretaris Program Magister Linguistik Universitas Sumatera Utara, beserta staf dan karyawan, yang telah memberikan peluang dan berbagai kemudahan kepada penulis sejak awal perkuliahan hingga menyelesaikan tesis ini.

Secara khusus, penulis rasa terima kasih yang tak terhingga kepada ayahanda, ibunda, adik, dan orang-orang tersayang di keluarga penulis, sahabat terdekat yang selalu memberikan dorongan dan bantuan selama penulis kuliah. Juga tidak lupa, penulis ucapkan terima kasih kepada teman-teman satu stambuk di sekolah Pascasarjana Studi Linguistik Universitas Sumatera Utara, serta kepada Yayasan Al-Iman dan STKIP “Tapanuli Selatan” Padang Sidimpuan, yang turut memberikan motivasi kepada penulis untuk dapat menyelesaikan tesis ini.

Medan, Juni 2011

Penulis,


(4)

DAFTAR ISI

Halaman JUDUL

PERSETUJUAN KOMISI PEMBIMBING PANITIA PENGUJI

PERNYATAAN RIWAYAT HIDUP

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 12

1.3 Tujuan Penelitian ... 12

1.4 Manfaat Penelitian ... 13

1.4.1 Manfaat Teoretis ... 13

1.4.2 Manfaat Praktis ... 13

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORETIS ... 14

2.1 Kajian Pustaka... 14

2.2 Konsep... 15


(5)

2.2.2 Kebudayaan Jepang... 21

2.2.3 Pandangan Moral Bagi Jepang... 23

2.2.4 Komik Sebagai Genre ... 28

2.3 Landasan Teoretis ... 30

2.3.1 Sastra Anak ... 30

2.3.2 Genre Sastra Anak ... 31

2.3.3 Sosiologi Sastra... 33

2.3.4 Resepsi Sastra ... 34

BAB III METODE PENELITIAN ... 36

3.1 Metode Penelitian... 36

3.2 Lokasi Penelitian ... 39

3.3 Teknik Pegumpulan Data ... 39

3.4 Teknik Analisis Data... 40

3.5. Sumber Data... 41

3.6 Model Penelitian ... 44

BAB IV GAMBARAN UMUM KOMIK NARUTO... 46

4.1 Strukturalisasi Komik Naruto ... 46

4.2 Tokoh Dalam Komik Naruto ... 64

4.3 Latar Tempat Di Dalam Komik Naruto ... 72

4.3.1 Negara Utama dan Desa Tersembunyi Dalam Komik Naruto ... 72

4.4 Tema... 78

BAB V BENTUK / WUJUD NILAI MORAL DALAM KOMIK NARUTO ... 80

5.1... Arti Moralitas dalam Karya Sastra ... 80


(6)

1. Empati ... 84

2. Menghargai dan Menghormati Orang Lain... 92

3. Kontrol Diri... 97

4. Keadilan ... 103

BAB VI RESEPSI PEMBACA ANAK INDONESIA TERHADAP NILAI MORAL DALAM KOMIK NARUTO... 110

6.1...Makna Nilai Moral dalam Komik Naruto ... 110

6.1.1. Nilai Kekerasan dalam Komik Naruto... 112

6.1.2. Menumbuhkan Rasa Kebersamaan ... 127

6.1.3. Membangun Jiwa Kebangsaan... 120

6.2 Temuan Nilai Moral dalam Komik Naruto ... 127

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN... 132

7.1...Simpula n... 132

7.2...Saran ... 135


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Daftar Tokoh dan Karakterisasi dalam Komik Naruto ... 71 Tabel 2. Nilai moral empati berupa Ucapan dan tindakan orang yang

memiliki empati... 91 Tabel 3. Nilai moral menghargai dan menghormati yang ditunjukkan

dalam bentuk perkataan dan tindakan orang yang memiliki

rasa hormat ... 96 Tabel 4. Nilai moral dalam bentuk kontrol diri baik berupa perkataan dan

perbuatan orang yang memiliki kontrol diri ... 102 Tabel 5. Nilai moral dalam bentuk keadilan baik ucapan atapun tindakan


(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Glossarium ... 141

Lampiran 2. Sinopsis Naruto ... 150

Lampiran 3. Pengarang Komik Naruto ... 157

Lampiran 4. Gambar Sampul Komik Naruto ... 162

Lampiran 5. Angket Terhadap Pembaca Anak Tentang Nilai Moral Yang Ada Dalam Komik Naruto ... 167


(9)

ASBTRAK

Nilai Moral dalam Komik Naruto : Kajian Sosiologi Sastra

Kerangka pikir dari penelitian itu dimulai dengan sastra anak yang dikaitkan dengan nilai moral dalam komik Naruto. Penelitian ini bertujuan mengungkapkan bagaimana nilai moral serta hasil resepsi pembaca anak Indonesia terhadap komik Naruto. Bentuk dan wujud nilai moral merupakan struktur dari komik Naruto diamati secara totalitasdipadukan dengan latar dan sejumlah tokoh sehingga tergambarlah kedudukan mereka sebagai pusat dari struktur itu. Ditinjau berdasarkan teori sosiologi sastra oleh Wellek dan Warren, yakni dengan menekankan pada sosiologi karya. Sedangkan untuk resepsi pembaca anak Indonesia ditinjau berdasarkan teori resepsi Iser setelah dipadukan dengan hasil sebaran angket terhadap pembaca anak.

Komik Naruto volume 1 sampai volume 10 karya Masashi Kisimoto ini merupakan sumber data penelitian yang dianalisis dengan menggunakan teknik analisis konten dan studi pustaka. Berdasarkan hasil analisis dalam pembahasan, diperoleh temuan nilai moral, yaitu, (1) Empati, (2) Rasa menghargai dan menghormati orang lain, (3) Kontrol diri serta (4) Rasa keadilan. Temuan tersebut mengindikasikan bahwa dari ke 10 nilai moral yang ada dalam komik Naruto, ternyata hanya empat yang berterima bagi anak Indonesia. Dalam arti tidak semua nilai moral produk Jepang bisa diterima oleh pembaca anak Indonesia.

Temuan berikutnya adalah ditemukannya Resepsi Pembaca Anak Indonesia setelah membaca komik Naruto berupa (1) Nilai kekerasan, (2) Menumbuhkan rasa kebersamaan, (3) Membangun jiwa kebangsaan. Temuan-temuan ini tidak bisa dilepaskan dari fakta dan makna cerita yang saling melengkapi dalam kemaknaan tesk sastra.


(10)

ABSTRACT

The Moral Value in Naruto Comic: A Study On Sociological Literature

The consideration in this research is begin by the children literature that related to the moral value in Naruto Comic. This research aims to expose how the moral value and the reading perception of the Indonesia child to the Naruto comic. The form and manifestation of the moral value is a structure of the Naruto Comic that observed totally and integrated to the background and the number of figures that manifest their position as the center of the structure. This review is based on the literature sociology theory by Wellek and Warren, i.e. by focus to the work sociological work. While for the reading perception of the child of Indonesia is reviewed based on the perception theory of Iser after be integrated to the questionnaire on the child reading.

The Naruto Comic volume 1 up to volume 10 by Masashi Kisimoto is a source of data that analyzed by using the content analysis method and library research. Based on the results of analysis in discussion, it found the moral value, i.e. (1) empathy. (2) respect to the other people, (3) self control and (4) Justness sense. These results indicated that of 10 moral values in Naruto comic, only four of them that accepted by the Child of Indonesia. It means that did not all of the moral value of Japan product can be accepted by the child of Indonesia.

The next results is the reading perception of the child of Indonesia after to read the Naruto Comic are (1) Harshness value, (2) Build the togetherness value, (3) to build the nationality spirit. These conditions can not be separated from the fct and meaning of the story that support in the literature text meaning.


(11)

ASBTRAK

Nilai Moral dalam Komik Naruto : Kajian Sosiologi Sastra

Kerangka pikir dari penelitian itu dimulai dengan sastra anak yang dikaitkan dengan nilai moral dalam komik Naruto. Penelitian ini bertujuan mengungkapkan bagaimana nilai moral serta hasil resepsi pembaca anak Indonesia terhadap komik Naruto. Bentuk dan wujud nilai moral merupakan struktur dari komik Naruto diamati secara totalitasdipadukan dengan latar dan sejumlah tokoh sehingga tergambarlah kedudukan mereka sebagai pusat dari struktur itu. Ditinjau berdasarkan teori sosiologi sastra oleh Wellek dan Warren, yakni dengan menekankan pada sosiologi karya. Sedangkan untuk resepsi pembaca anak Indonesia ditinjau berdasarkan teori resepsi Iser setelah dipadukan dengan hasil sebaran angket terhadap pembaca anak.

Komik Naruto volume 1 sampai volume 10 karya Masashi Kisimoto ini merupakan sumber data penelitian yang dianalisis dengan menggunakan teknik analisis konten dan studi pustaka. Berdasarkan hasil analisis dalam pembahasan, diperoleh temuan nilai moral, yaitu, (1) Empati, (2) Rasa menghargai dan menghormati orang lain, (3) Kontrol diri serta (4) Rasa keadilan. Temuan tersebut mengindikasikan bahwa dari ke 10 nilai moral yang ada dalam komik Naruto, ternyata hanya empat yang berterima bagi anak Indonesia. Dalam arti tidak semua nilai moral produk Jepang bisa diterima oleh pembaca anak Indonesia.

Temuan berikutnya adalah ditemukannya Resepsi Pembaca Anak Indonesia setelah membaca komik Naruto berupa (1) Nilai kekerasan, (2) Menumbuhkan rasa kebersamaan, (3) Membangun jiwa kebangsaan. Temuan-temuan ini tidak bisa dilepaskan dari fakta dan makna cerita yang saling melengkapi dalam kemaknaan tesk sastra.


(12)

ABSTRACT

The Moral Value in Naruto Comic: A Study On Sociological Literature

The consideration in this research is begin by the children literature that related to the moral value in Naruto Comic. This research aims to expose how the moral value and the reading perception of the Indonesia child to the Naruto comic. The form and manifestation of the moral value is a structure of the Naruto Comic that observed totally and integrated to the background and the number of figures that manifest their position as the center of the structure. This review is based on the literature sociology theory by Wellek and Warren, i.e. by focus to the work sociological work. While for the reading perception of the child of Indonesia is reviewed based on the perception theory of Iser after be integrated to the questionnaire on the child reading.

The Naruto Comic volume 1 up to volume 10 by Masashi Kisimoto is a source of data that analyzed by using the content analysis method and library research. Based on the results of analysis in discussion, it found the moral value, i.e. (1) empathy. (2) respect to the other people, (3) self control and (4) Justness sense. These results indicated that of 10 moral values in Naruto comic, only four of them that accepted by the Child of Indonesia. It means that did not all of the moral value of Japan product can be accepted by the child of Indonesia.

The next results is the reading perception of the child of Indonesia after to read the Naruto Comic are (1) Harshness value, (2) Build the togetherness value, (3) to build the nationality spirit. These conditions can not be separated from the fct and meaning of the story that support in the literature text meaning.


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perkembangan kognisi, emosi, dan keterampilan anak tidak bisa lepas dari peran karya sastra. Buktinya, sekalipun dalam gempuran budaya elektronik (Barat), sampai saat ini sastra masih digunakan guru dan orangtua, sebagai media untuk menanamkan nilai-nilai edukasi dan moral pada anak. Sastra anak merupakan salah satu jenis satra yang ditujukan kepada anak. Sebagai media tersebut, cenderung dilupakan karena anak sering disuguhkan dengan televisi, yang secara langung dapat menarik perhatian anak. Sastra anak yang meliputi beragam jenis dan bentuk, baik syair maupun prosa, contohnya hikayat, beragam pantun, dongeng, legenda, dan mitos. Ternyata karya-karya itu telah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Berikut pernyataan yang menyatakan bahwa Indonesia kaya akan karya sastra,

“Kita sudah mempunyai pengalaman bersastra yang lama, paling tidak selama seribu tahun kita sudah memiliki sastra tulis. Jika bertolak dari kehidupan sastra lisan, pengalaman kita lebih panjang lagi. Jadi, kita sudah bersastra mulai pada milenium pertama, dan terus berlangsung pada milenium kedua. Dalam sepanjang pengalaman itu kita sudah memiliki hasil sastra yang cukup banyak. Kita memiliki khasanah sastra klasik yang tersimpan dalam berbagai bahasa daerah di seluruh Indonesia”(Rusyana,1999:2).


(14)

Berdasarkan survey terhadap penjualan buku anak di Tokoh Buku Gramedia Matraman Jakarta, dari 100 persen buku anak dan remaja, 52 persen penjualan komik dan sisanya buku fiksi anak. Buku fiksi ini belum terbagi lagi menjadi fiksi modern, terjemahan, dan klasik. Penjualan komik bisa mencapai 32.000 eksemplar setiap bulan meskipun terkadang turun menjadi 12.000. Menurut pengelola toko, hampir 80 persen dari total komik yang laku terjual adalah komik Jepang (Kulsum, 2008:1 dalam www.kompas.com).

1

Kenyataan di atas menunjukkan bahwa karya sastra merupakan bagian penting yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan anak. Anak dengan dunianya yang penuh imajinasi menjadi begitu bersahabat dengan sastra (cerita), karena dengan cerita, dunia imajinasi anak bisa terwakili. Oleh karena itu Nurgiyantoro (2005: vi) mengatakan,” bahwa penyediaan buku bacaan sastra kepada anak-anak yang tepat sejak dini, sejak masih bernama anak, diyakini akan membantu literasi dan kemauan membaca anak pada perkembangan usia lanjut.”

Sebagai karya ciptaan manusia, hakikatnya karya sastra itu berfungsi sebagai media komunikasi antara penulis (writer) dengan pembaca (reader). Hal ini berarti, sastra sebagai karya mempunyai isi (content), yang berupa pesan-pesan dan makna yang digambarkan dalam kehidupan (dunia dalam kata) dengan media bahasa yang estetis, yaitu bahasa yang indah dan berbeda dengan bahasa sehari-hari.

Bahasa yang digunakan dalam sastra anak adalah bahasa yang mudah dipahami oleh anak, yaitu bahasa yang sesuai dengan tingkat perkembangan dan


(15)

pemahaman anak. Pesan yang disampaikan berupa nilai-nilai moral dan pendidikan yang disesuaikan pada tingkat perkembangan dan pemahaman anak.

Dengan demikian, sastra anak adalah sastra yang dari segi isi dan bahasa sesuai dengan tingkatan perkembangan intelektual dan emosional anak, karena anak masih mempunyai tingkatan keterbatasan kreativitas berhubungan dengan mencipta dan memahami kehidupan. Pada aspek pembaca, sastra anak boleh, bahkan mengharuskan untuk dibaca orang dewasa, khususnya para orangtua, guru, atau pemerhati anak. Dengan dibaca oleh orangtua dan orang yang berhubungan dengan anak, maka mereka bisa lebih memahami dunia anak dan bisa menyampaikan isi karya itu sebagai bahan pengajaran.

Tentunya, dengan apresiasi yang baik, maka masyarakat akan semakin bisa memahami dan meningkatkan kemampuan kognisi, emosi, dan psikomotorik anak. Sastra bisa dijadikan sebagai salah satu media untuk mendidik dan mencerdaskan anak karena anak dan cerita seperti dunia yang tidak terpisahkan. Dalam perkembangannya anak selalu menyukai cerita (karya sastra) karena dengan cerita anak bisa mengembangkan kemampuan imajinasi intelektual, emosional, dan belajar mengidentifikasi dirinya.

Sosiologi dan karya sastra memiliki hubungan yang erat. Yakni sosiologi adalah ilmu yang objek studinya adalah manusia, sedangkan sastra merupakan hasil ekspresi kehidupan manusia yang tidak lepas dari akar masyarakatnya (Endraswara, 2008: 78). Oleh karena itu, studi sosiologi sastra hakikatnya adalah menerapkan


(16)

seperangkat cara pandang dan paradigma sosiologi untuk menganalisis dan memaknai karya sastra.

Salah satu aspek yang menjadi objek realitas peneliti disini adalah hasil karya sastra yang ditujukan kepada anak. Sebagaimana halnya sastra dewasa, sastra anak juga mengenal apa yang disebut genre, maka pembicaraan mengenai genre sastra anak juga diberlakukan, karena sastra anak diyakini memiliki kontribusi yang besar bagi kepribadian anak dalam proses menuju kedewasaan sebagai manusia yang mempunyai jati diri yang jelas. Komik dapat dikategorikan sebagai kesastraan jenis sastra anak populer yang memiliki keunikan tersendiri karena adanya gambar (Nurgiyantoro,2005 : 409). Gambar-gambar komik berbeda dengan gambar-gambar dalam cerita yang disebut dengan buku cerita bergambar (picture-books).

Di abad ke-21 ini, masyarakat terbiasa menikmati atau mengapresiasi suatu karya dengan mudah. Karya fenomenal William Shakespeare Romeo and Juliet kini jarang diapresiasi di gedung opera, tetapi di gedung bioskop atau melalui Dividi Compact Disk (DVD) yang bisa diapresiasi secara pribadi. Cerita-cerita rakyat bisa diapresiasi melalui sarana sinetron atau film layar lebar. Bahkan, salah satunya melalui media komik.

Mengenai komik, sejak lama, menurut Bonnef, komik merupakan bacaan ‘terlarang’. Komik tabu dibaca oleh kalangan dewasa bahkan anak-anak karena dianggap merusak moral dan mentalitas pembacanya (2008:3). Terlebih catatan


(17)

silat yang menonjolkan kekerasan dan cerita roman remaja yang menonjolkan kisah percintaan (2008:37).

Penelitian wajib menunjukkan sebuah penelitian serius terhadap perkembangan komik Indonesia yang dilkukan Marcell Bonneff. Penelitian lawas pada tahun 1971 yang dilakukan Marcel Bonnef pada bulan April dan Juli ini, menunjukkan bahwa komik Indonesia lebih didominasi oleh komik dewasa. Kategori komik dewasa itu adalah komik silat 48,75 persen (427 judul), roman remaja 36,75 persen (322 judul), dagelan 6,40 persen (55 judul), fiksi ilmiah dan cerita fantastik 4,20 persen (37 judul), dan lain-lain seperti komik koboi dan detektif 2,20 persen (20 judul). Kategori komik yang dapat di baca anak-anak seperti komik dongeng dan legenda anak-anak hanya terhadap komik khusus anak-anak sangatlah minim, jauh lebih sedikit daripada komik dewasa ( Bonnef, 2008 : 50 ).

Setelah 37 tahun kemudian, kondisi komik Indonesia tidak jauh berbeda, tetapi persentasenya semakin menyusut. Komik dewasa dan komik anak-anak lebih didominasi oleh komik manga dari Jepang. Data Buku Laris Pustakaloka Kompas menyatakan sebagai berikut,

“Sejak tahun 2003 hingga kini, komik Jepang yang diterbitkan Elex Media Komputindo menempati urutan teratas atau lima best seller. Ini membuktikan bahwa komik manga sangat digemari masyarakat. Dominannya komik manga dalam industri komik Indonesia diakui oleh Sari, redaksi komik Elex Media Komputindo. Setiap bulan, Elex menerbitkan 60 judul komik, dengan proporsi 52 komik Jepang, 7 komik korea, dan 1 komik Indonesia (Kulsum, 2008 dalam www.kompas.com).”


(18)

Data lain dari penerbit M&C, penerbit komik terkemuka memunculkan data bahwa dari 40 volume yang diterbitkan setiap bulan, 70 persen adalah komik Jepang. Selebihnya diisi oleh komik Hongkong, Amerika, Eropa, Korea, Mandarin, dan Indonesia. Jika dalam setiap volume rata- rata dicetak 15.000-20.000, maka setiap bulan paling tidak M&C memproduksi sekitar 420.000 eksemplar komik manga (Kulsum,2008 dalam www.kompas.com). Sastra diyakini mampu dipergunakan sebagai salah satu sarana untuk menanam, memupuk, mengembangkan dengan melestarikan nilai-nilai yang diyakini baik dan berharga oleh keluarga, masyarakat, dan bangsa.

Salah satu sarana sastra yang diyakini melestarikan nilai-nilai baik dan berharga tersebut adalah nilai moral. Menurut Nurgiyantoro (2005 : 265) Moral, amanat, atau messages dapat dipahami sebagai sesuatu yang ingin disampaikan kepada pembaca. Moral berurusan dengan masalah baik dengan masalah baik dan buruk, namun istilah moral itu selalu dikonotasikan dengan hal-hal yang buruk.

Moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang yang bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran, dan hal itulah yang ingin disampaikan kepada pembaca.

Sebuah karya fiksi ditulis oleh pengarang antara lain, untuk menawarkan model kehidupan yang diidealkannya fiksi mengandung penerapan moral dalam sikap dan tingkah laku para tokoh-tokoh itulah pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah dari pesan-pesan moral yang disampaikan.


(19)

Karya sastra, fiksi, senantiasa menawarkan pesan moral yang berhubungan dengan sifat-sifat luhur kemanusiaan tersebut pada hakikatnya bersifat universal. Artinya, sifat-sifat itu memiliki dan diyakini kebenarannya oleh manusia sejagad. Ia tidak hanya bersifat kesebangsaan, apalagi keseorangan, walaupun terdapat ajaran moral kesusilaan yang hanya berlaku dan diyakini oleh kelompok tertentu.

Moral dalam karya sastra, atau hikma yang diperoleh pembaca lewat sastra, selalu dalam pengertian yang baik. Jika dalam sebuah karya ditampilkan sikap dan tingkah laku tokoh-tokoh yang kurang terpuji, baik mereka berlaku sebagai tokoh antagonis maupun protagonis, tidaklah berarti bahwa pengarang menyarankan kepada pembaca untuk bersikap dan bertindak secara demikian. (Nurgiyantoro, 2009: 232). Dengan demikian, kehadiran unsur moral dalam sebuah cerita fiksi, apalagi fiksi anak merupakan sesuatu yang mesti ada. Sebagai cerita fiksi bacaan komik merupakan jenis bacaan yang digemari pembaca anak-anak tetapi juga orang dewasa. Bacaan komik hadir dengan keunikannya.

Menurut Franz dan Meier dalam Nurgiyantoro (2005 : 410), “Komik adalah cerita yang bertekanan pada gerak dan tindakan yang ditampilkan pada urutan gambar yang dibuat secara khas dengan paduan kata-kata.” Dewasa ini Indonesia kebanjiran komik produk mancanegara khususnya dari Jepang seperti Serial Ninja Hadori, Kapten Tsubasa, Dora Emon, Crayon Sinchan, dan lain-lain. Istilah komik di Jepang disebut sebagai “manga” dan di Cina “Man Hua”(Mustaqin, 2004, dalam www.cesb.net.my/va/Lbelakang.asp.


(20)

Aspek visual dan verbal dalam komik dapat dipandang sebagai media representasi yang menyebabkan komik hadir dihadapan pembaca, yang memiliki unsur-unsur struktural sebagaimana halnya cerita fiksi. Unsur-unsur struktural yang dimaksud adalah penokohan, alur, latar, tema, pesan, bahasa dan lain-lain. Aspek sudut pandang lebih ditekankan pada siapa yang berbicara dan bukan sudut pandang persona karena tokoh komik mirip dengan tokoh drama. Unsur-unsur struktural penokohan tersebut ditemukan pada komik. Adapun yang menjadi objek kajian peneliti adalah Komik Naruto.

Komik Naruto merupakan karya Mashashi Kishimoto, yang cukup fenomenal. Komik Naruto pertama kali diterbitkan di Jepang oleh Shueisha pada tahun 1999 dalam edisi ke-43 majalah Shonen Jump. Di Indonesia komik ini diterbitkan oleh Elex Media Komputindo. Popularitas Naruto (terutama di Jepang) menyaingi Dragon Ball karya Akira Toriyama. Karena keberhasilan komik Naruto di Jepang, dibuat versi animasi dan versi layar lebar, serta dan permainan game.

Sejak awal penerbitannya, Naruto telah memancing munculnya ribuan situs penggemar yang berisi tentang informasi rinci, panduan dan forum internet tentang komik ini. Beberapa situs terkenal muncul setelah versi Inggrisnya di terbitkan pada Agustus 2003. Selain itu muncul pula situs-situs yang menyediakan pindaian komik versi Jepang yang telah diterjemahkan dalam bahasa Inggris yang dapat di unduh secara gratis. Volume 7 dari serial ini berhasil memenangkan Quill Award untuk kategori best graphic novel di Amerika Utara. Sementara, dalam sebuah poling 100


(21)

Sejatinya, Naruto Uzumaki hanyalah seorang tokoh utama dalam komik Jepang. Karya masterpiece Masashi Khisimoto, yang mempunyi potensi besar untuk mempengaruhi pola hidup siapapun, maka Naruto menjelma menjadi salah satu referensi hidup, karena mengandung berbagai nilai, baik positif maupun negatif. Kisah petualangan yang berliku itu ditulis secara menarik, melibatkan banyak tokoh dan karakter, dengan alur cerita yang kompleks.

Pada waktu menciptakan karakter Naruto, Masashi Kishimoto membayangkan seorang laki-laki yang nakal, tetapi tidak gampang menyerah seperti dirinya. Masashi juga terkenal sebagai salah satu mangaka (pengarang komik) terhebat sepanjang sejarah, hanya dalam beberapa tahun, dengan komiknya yang sangat disukai dan populer yaitu Naruto. Komik Naruto lantas menjadi salah satu komik yang terpopuler dan best seller, dibaca oleh jutaan pembaca diberbagai belahan dunia. Karena dapat dinikmati dalam berbagai ragam produk, baik berupa komik, animasi, film, suvenir, poster dan lain-lainnya maka Naruto menjadi salah satu karya yang paling digemari di seluruh dunia (Alfi Satiti, 2009:12).

Dibalik kemunculan yang fenomenal ini, ternyata karya fiksi Masashi Kishimoto tersebut mulai mendapatkan berbagai reaksi positif maupun reaksi negatif dari berbagai macam kalangan masyarakat luas. Dari sisi positif, komik dan animasi Naruto di dalamnya banyak mengajarkan nilai moral, menyangkut kebersamaan atau kekompakan suatu tim. Selain itu, juga mengenalkan tentang berbagai macam karakter tertentu dari anak. Salah satu nilai moral yang bisa diambil dari komik


(22)

Naruto adalah semangat hidup. Semangat hidup merupakan alasan mendasar bagi seseorang untuk tetap bertahan hidup dan memperjuangkan cita-cita hidupnya di dunia ini.Dalam komik Naruto pelajaran tentang semangat hidup ditampilkan oleh tokoh-tokoh protagonis berkarakter baik, dalam porsi yang relatif besar. Misalnya, Sang Tokoh utama, Naruto Uzumaki, sosok yang mempunyai semangat hidup.

Sejak kecil, Naruto telah menjadi anak yatim piatu. Mayoritas penduduk Konohagakure membencinya karena ditubuhnya bersemayam monster Kyuubi (Rubah Ekor Sembilan). Selain itu mereka membecinya karena Naruto merupakan pribadi yang cenderung hiperaktif, ambisius dan identik dengan karakter negatif, seperti banyak bicara/berisik, gegabah/tidak sabaran, sok tahu dan sok usil. Naruto sering membuat keributan di desanya karena ingin mendapatkan perhatian dari penduduk setempat, yang membenci dan menjauhinya karena di dalam tubuhnya bersemayam monster Kyuubi.

Namun, Naruto tidak mengeluh dengan semua keadaan itu. Justru, dengan segala kelemahan yang dimilikinya, dia tetap mempunyai semangat hidup, yang mampu memperteguh tekadnya untuk terus memperjuangkan cita-citanya, yaitu menjadi hokage di desanya (Naruto, volume 1).

Adapun dari sisi negatifnya, karya fiksi Naruto ini banyak mengandung kekerasan, sehingga anak yang notabene masih sulit membedakan antara rekayasa dan fakta, mereka biasanya akan mudah meniru gaya Naruto yang didalamnya ada kekerasan ataupun persaingan. Inilah hal yang dikhawatirkan sebagian orang yang


(23)

menganggap bahwa komik bisa berdampak buruk bagi perkembangan jiwa anak. (Musbikin, 2009: 7).

Pada dasarnya, komik Naruto bercerita tentang kehidupan tokoh utamanya, Naruto Uzumaki yaitu ninja remaja dan liku-liku petualangannya dalam mencapai cita-cita memperoleh gelar Hokage, yakni posisi ninja terkuat di desanya.

Fenomena merebaknya kebiasaan membaca komik di kalangan anak-anak dan remaja menjadi dasar bagi peneliti untuk melakukan penelitian tentang nilai moral pada komik Naruto, disamping itu dapat dijadikan celah sarana apresiasi satra. Lewat resepsi pembaca anak, yang peneliti lakukan khususnya pecinta komik Naruto, yang peneliti klasifikasikan berdasarkan gender yaitu anak laki-laki dan anak perempuan ternyata dari sepuluh nilai moral yang disebarkan dalam bentuk angket yang terdapat dalam komik Naruto ditemukan nilai moral tentang semangat hidup memiliki persentase yang cukup tinggi yakni 100 persen, baik pembaca anak laki-laki maupun anak perempuan setujuh bahwa semangat hidup merupakan nilai moral yang bisa diambil oleh pembaca komik anak Indonesia. Sedangkan persentase terendah bagi pembaca anak laki-laki adalah nilai moral kebencian sebesar 50 persen, sedangkan persentase terendah bagi pembaca anak perempuan adalah nilai moral balas dendam sebesar 63 persen. Jadi dari hasil resepsi pembaca anak dapat diambil kesimpulan bahwa nilai moral yang ada dalam komik Naruto banyak memberikaan contoh yang positif bagi anak.

Dengan memusatkan perhatian pada nilai moral dalam Komik Naruto, mengarahkan penulis untuk menguraikan nilai moral dalam karya yang mungkin


(24)

saja bertentangan dengan teori sosiologi sastra serta bagamana hasil resepsi pembaca anak Indonesia tentang komik Naruto, melihat nilai moral yang ada dalam komik Naruto yang ditulis oleh mangaka Jepang mendapat respon yang positif jika dibandingkan dengan pembelajaran lewat televisi. Komik Naruto yang akan dianalisis pada kesempatan ini adalah Naruto Uzumaki (Vol.1), The Worst Client (Vol. 2), For Your Dreams (Vol. 3), dan Heroes Brid (Vol.4), Para Peserta Ujian (Vol. 5), Sakura’s Decision (Vol. 6), Jalan yang harus Kau tempuh (Vol. 7), Pertarungan mempertaruhkan nyawa (Vol. 8), Neji and Hirarki (Vol. 9), dan a great Ninja (Vol. 10). Adapun alasan penulis memilih ke 10 jenis volume komik tersebut, karena selain sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, ke 10 komik tersebut sudah dapat mewakili nilai moral dan cukup representatif untuk memahami bentuk nilai moral yang terdapat dalam sastra anak dengan genre komik.

1.2 Perumusan Masalah

1. Bagaimanakah bentuk/wujud nilai moral dalam komik Naruto?

2. Bagaimanakah resepsi pembaca anak Indonesia terhadap nilai moral dalam komik Naruto?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan : 1. Bentuk/wujud nilai moral dalam komik Naruto.


(25)

2. Resepsi pembaca anak Indonesia terhadap nilai moral dalam komik Naruto.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis penelitian sebagai berikut :

1. Untuk dapat mengembangkan ilmu pengetahuan karya sastra pada umumnya, dan memperkenalkan Komik sebagai genre sastra anak.

2. Sebagai salah satu sumbangan pemikiran untuk menambah khazanah penerapan kajian sosiosastra terhadap karya sastra Indonesia dengan menggunakan teori sosiosastra dan semiotika, khususnya pada genre sastra anak jenis komik.

3. Penelitian ini juga diharapkan bermanfaat bagi penelitan-penelitian berikutnya, baik penelitian genre sastra anak Komik Naruto maupun genre sastra lainnya.

1.4.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis penelitian ini sebagai berikut :

1. Membantu masyarakat, khusus orangtua agar dapat memahami aspek moral anak, yang dikembangkan lewat komik anak khususnya nilai moral dalam Komik Naruto.

2. Sarana komunikasi yang bersifat evolusi kepada masyarakat tentang bagaimana konsep dan visi kehidupan yang dikemas dalam gambar dan balon teks verbal.


(26)

(27)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORETIS

2.1 Kajian Pustaka

Pada kajian pustaka ini dilakukan penelusuran atas penelitian-penelitian sebelumnya dan sebagian laporan itu telah dimuat dalam bentuk buku ataupun jurnal. Adapun beberapa kajian pustaka yaitu penelitian yang terkait dengan judul ini akan dikemukakan sebagai berikut. Dalam bentuk jurnal dilakukan oleh Siti Hariti Sastriyani, dengan judul “Studi Gender dalam Komik-komik Perancis Terjemahan”, dalam Diksi Jurnal Ilmiah bahasa dan Sastra , dan Pengajarannya, Volume 16, Nomor 2, halaman 123-132. Jurnal ini sangat membantu penulis dalam memahami karakter tokoh lewat gender dalam komik.

Penulisan dalam bentuk Buku dilakukan oleh (1) Alfi Satiti yang berjudul Mewaspadai Misteri Gila Naruto terbit 2009. Buku ini merupakan panduan praktis menonton Naruto. Panduan tersebut merinci dan mengatur jadwal harian anak, mempelajari, membimbing dan mengarahkan bakat serta minat anak.

Penelitian ini sangat bermanfaat bagi penulis dalam memahami dampak psikologi anak lewat komik. (2) Selanjutnya Imam Musbikin menulis buku dengan judul Anakku Diasuh Naruto. Buku ini memberikan informasi tentang bagaimana kepedulian terhadap kesehatan dan kecerdasan jiwa generasi muda dengan


(28)

menyajikan uraian memikat dan menyeluruh tentang fenomena komik/animasi Naruto bagi kesehatan dan psikologi (mentalis) anak. Buku yang ditulis Imam Musbikin sangat membantu penulis dalam memahami manga atau komik tentang Naruto. Dengan demikian diketahui bahwa pembicara tentang Nilai moral dalam komik Naruto, sejauh pengetahuan penulis belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melanjutkan penelitian tentang Nilai Moral dalam Komik Naruto dalam pendekatan sosiologi sastra.

2.2 Konsep

2.2.1 Nilai Moral

Nilai moral mencerminkan siapa diri kita yang sebenarnya, nilai moral merefleksikan siapa diri kita yang seharusnya. Nilai moral itu mendemonstrasikan bagian terbaik atau terburuk dari diri kita. Pertama, kita harus mengembalikan masalah ke tempat kedudukan semula yakni perbedaan nilai moral yang seharusnya. Kita harus tahu apa tolak ukur nilai moral.

Moral adalah nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasysrakat secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat. Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam berinteraksi dengan manusia. Moral adalah produk dari budaya dan agama. Setiap budaya memiliki standar moral yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku dan telah terbangun sejak lama.


(29)

Dilihat dari segi bentuk isi karya sasra moral merupakan unsur isi yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca, berupa makna yang terkandung dalam sebuah karya. Makna moral biasanya menyarankan pengertian ajaran tentang baik buruk berupa perbuatan, sikap, kewajiban dan sebagainya.

Namun tidak jarang pengertian baik buruk itu sendiri dalam hal-hal tertentu bersifat relatif. Artinya, suatu hal yang dipandang baik oleh orang yang satu atau bangsa pada umumnya, belum tentu sama bagi orang lain, atau bangsa yang lain. Padangan seseorang tentang moral, nilai-nilai, dan kecenderungan-kecenderungan, biasanya dipengaruhi oleh pandangan hidup bangsanya.

Velazquez memberikan pemaparan pendapat para ahli etika tentang lima ciri yang berguna untuk menentukan hakikat standar moral (2005: 9-10).

Kelima ciri tersebut adalah :

1) Standar moral berkaitan dengan persoalan yang dianggap akan merugikan secara serius atau benar-benar menguntungkan manusia. Contoh standar moral yang dapat diterima oleh banyak orang adalah perlawanan terhadap pencurian, pemerkosaan, perbudakan, pembunuhan, dan pelanggaran hukum.

2) Standar moral ditetapkan atau diubah oleh keputusan dewan otoritatif tertentu. Meskipun demikian, validitas standar moral terletak pada kecukupan nalar yang digunakan untuk mendukung dan membenarkannya.

3) Standar moral harus lebih diutamakan dari pada nilai lain termasuk kepentingan diri. Contoh pengutamaan standar moral adalah ketika lebih memilih menolong


(30)

orang yang jauh di jalan, ketimbang ingin cepat sampai tempat tujuan tanpa menolong orang tersebut.

4) Standar moral berdasarkan pada pertimbangan yang tidak memihak. Dengan kata lain, pertimbangan yang dilakukan bukan berdasarkan keuntungan atau kerugian pihak tertentu, melainkan memandang bahwa setiap masing-masing pihak memiliki nilai yang sama.

5) Standar moral diasosiakan dengan emosi tertentu dan kosa kata tertentu. Emosi yang mengasumsikan adanya standr moral adalah perasaan bersalah, sedangkan kosakata atau ungkapan yang mempresentasikan adanya standar moral yaitu “ini salah saya”, “saya menyesal”, dan sejenisnya.

Dari kelima standar moral tersebut, nilai moral dalam komik Naruto lebih ditekankan pada standar moral yang keempat yang tidak memihak. Moral dalam karya sastra seperti komik Naruto biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang, tentang nilai-nilai kebenaran. Ia berupa petunjuk yang sengaja diberikan oleh pengarang tentang berbagai hal yang berhubungan dengan masalah kehidupan, melalui cerita, sikap dan tingkah-tingkah tokohnya.

Dalam kamus psikologi Chaplin (2001), disebutkan bahwa “Moral mengacu pada akhlak yang sesuai dengan peraturan sosial, atau menyangkut hukum adat kebiasaan yang mengatur tingkah laku.

Sementara Kohlberg dalam Monks dan Rahayu Hotituna (2006 : 312) meneliti penilaian moral dalam perkembangannya, jadi apa yang dianggap baik


(31)

(seharusnya dilakukan) dan tidak baik (tidak pantas dilakukan) oleh anak dalam stadium yang berbeda-beda.

Berdasarkan defenisi di atas, dapatlah disimpulkan bahwa “Moral adalah suatu keyakinan tentang benar salah, baik dan buruk yang sesuai dengan kesepakatan sosial, yang mendasari tindakan atau pemikiran.Nilai moral tidak terpisah dari nilai-nilai jenis lainnya. Setiap nilai dapat memperoleh suatu “bobot moral”, bila diikutsertakan dalam tingkah laku moral. Kejujuran, misalnya, merupakan suatu nilai moral, tetapi kejujuran itu sendiri “kosong”, bila tidak diterapkan pada nilai lain, seperti nilai ekonomis. Kesetiaan merupakan suatu nilai moral yang lain, tapi harus diterapkan pada nilai manusiawi lebih umum, misalnya, cinta antara suami-istri. Jadi, nilai-nilai yang disebut sampai sekarang bersifat “pramoral”. Nilai-nilai itu mendahului tahap moral, tapi bisa mendapat bobot moral.

Walaupun nilai moral biasanya menumpang pada nilai-nilai lain, namun ia tampak sebagai suatu nilai baru, bahkan sebagai nilai yang paling tinggi. Menurut Bertens (2007: 142-147) nilai moral mempunyai ciri-ciri (1) berkaitan dengan tanggung jawab, (2) berkaitan dengan hati nurani, (3) mewajibkan, (4) bersifat formal.

1. Berkaitan dengan Tanggung Jawab Kita

Nilai moral berkaitan dengan pribadi manusia tetapi hal yang sama dapat dikatakan juga tentang nilai-nilai lain. Khusus menandai nilai moral bahwa nilai ini berkaitan dengan pribadi manusia yang bertanggung jawab. Nilai-nilai moral mengakibatkan bahwa seseorang bersalah atau tidak bersalah, karena ia


(32)

bertanggung jawab. Nilai moral hanya bisa diwujudkan dalam perbuatan-perbuatan yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab orang bersangkutan. Karena itu harus kita katakan bahwa manusia itu sendiri menjadi sumber nilai moralnya. Manusia sendiri membuat tingkah lakunya menjadi baik atau buruk dari sudut moral. Hal itu tergantung pada kebebasannya. Misalnya, keadilan sebagai nilai moral, tidak lagi merupakan nilai sungguh-sungguh, kalau tidak berasal dari keputusan bebas manusia. Tentu saja, dalam keadaan normal nilai-nilai lain juga mengandaikan peranan manusia sebagai pribadi yang bebas. Misalnya nilai-nilai intelektual dan estetis.

2. Berkaitan dengan Hari Nurani

Semua nilai minta untuk diakui dan diwujudkan. Nilai selalu mengandung semacam undangan atau imbauan. Nilai estetis, misalnya, seolah-olah “minta” supaya diwujudkan dalam bentuk lukisan, komposisi musik, atau cara lain. Kalau sudah jadi, lukisan “minta” untuk dipamerkan dan musik “minta” untuk diperdengarkan. Tapi pada nilai-nilai moral tuntutan ini lebih mendesak dan lebih serius. Mewujudkan nilai-nilai moral merupakan “imbauan” dari hati nurani. Salah satu ciri khas nilai moral adalah bahwa hanya nilai ini menimbulkan “suara” dari hati nurani yang menuduh kita bila meremehkan atau menetang nilai-nilai moral dan memuji kita bila mewujudkan nilai-nilai-nilai-nilai moral.


(33)

suatu perbuatan buruk. Menurut Poespoprodjo (1999:243). Ada tiga hal yang tercakup dalam hati nurani, yaitu:

”a. Intelek sebagai kemampuan yang membentuk keputusan-keputusan tentang perbuatan-perbuatan individual benar dan salah. b. Proses pemikiran yang di tempuh secara intelek guna mencapai keputusan semacam itu. c. Keputusannya sendiri merupakan kesimpulan proses pemikiran.”

Hati nurani dapat menjadi penuntun bagi perbuatan-perbuatan yang akan datang, mendorong kita untuk melakukannya atau menghindarinya, karena keputusan hati nurani adalah keputusan intelek dan keintelekan bias salah karena memakai premis-premis yang menarik sebuah kesimpulan yang tidak logis.

3. Mewajibkan

Berhubungan erat dengan ciri mewajibkan adalah bahwa nilai-nilai moral mewajibkan kita secara absolute dan dengan tidak bisa ditawar-tawar. Nilai-nilai lain sepatutnya diwujudkan atau seyogyanya diakui. Nilai estetis, umpamanya. Orang yang berpendidikan dan berbudaya akan mengakui serta menikmati nilai estetis yang terwujud dalam sebuah lukisan yang bermutu tinggi.

Orang yang tidak mempunyai nilai-nilai ini tetap merupakan manusia yang sungguh-sungguh dan lengkap. Tetapi diharapkan dan malah dituntut bahwa setiap orang menjunjung tinggi dan mempraktekkan nilai-nilai moral. Orang yang tidak mempunyai nilai moral mempunyai cacat sebagai manusia. Apalagi, setiap orang diharapkan menerima semua nilai moral dan menolak nilai moral lainnya. Tidak mungkin, misalnya, seseorang mengatakan: “saya menerima kejujuran dan


(34)

kesetiaan sebagai nilai dalam hidup saya, tetapi keadilan saya tolak.” Nilai-nilai moral mewajibkan manusia dengan cara demikian agar setiap orang harus menerima semuanya.

4. Bersifat Formal

Nilai moral tidak merupakan suatu jenis nilai yang bisa ditempatkan begitu saja di samping jenis-jenis nilai lainnya. Biarpun nilai-nilai moral merupakan nilai-nilai tertinggi yang harus dihayati di atas semua nilai lain, seperti yang sudah menjadi jelas dari analisis sebelumnya, namun itu tidak berarti bahwa nilai-nilai ini menduduki jenjang teratas dalam suatu hierarki nilai-nilai. Nilai-nilai moral tidak membentuk suatu kawasan khusus yang terpisah dari Nilai-nilai-Nilai-nilai lain. Jika kita mewujudkan nilai-nilai moral, kita tidak perbuat sesuatu yang lain dari biasa. Seorang pedagang berperilaku moral bernilai ekonomis. Seorang seniman berperilaku moral pada saat ia berkecimpung dalam nilai-nilai estetis.

2.2.2 Kebudayaan Jepang

Dalam kenyataan yang sesungguhnya kebudayaan Jepang dan Indonesia merupakan suatu bangsa Asia yang kurang lebih memiliki kesamaan sifat. Salah satunya adalah masyarakat Jepang juga menilai budaya gotong royong, serta memiliki suatu mentalitas yang berorientasi vertikal kearah atasan, yaitu kearah orang-orang senior dan orang-orang berpangkat tinggi. Tetapi perbandingannya


(35)

kebudayaan Jepang mempunyai beberapa sifat yang tidak ada dalam kebudayaan Indonesia, sedangkan suatu persentase besar orang Jepang mempunyai sifat-sifat yang jelas tidak atau belum dimiliki oleh suatu persentase besar orang Indonesia. Koentjaraningrat (1990 : 91). Sifat-sifat itu adalah :

“1) Keseragaman amat besar dari kebudayaan Jepang, 2) Pendorong Psikologis yang memberi motivasi kepada orang Jepang untuk membangun suatu abad yang lalu, 3) Kesiap-siagaan mental orang Jepang pada saat pembangunan dimulai terutama karena sifat hemat mereka, 4) Sistem hukum adat waris dalam masyarakat Jepang sesuai untuk memecahkan masalah tenaga kerja pada permulaan pembangunan, 5) Agama Shinto yang amat mendorong kekuatan manusia dalam dunia yang panah ini cocok untuk pembangunan.”

Berbeda dengan kebudayaan Indonesia yang terdiri dari banyak kebudayaan suku-suku bangsa yang amat berbeda satu dengan yang lain, yang mengenal banyak agama yang berbeda-beda, yang mengenal banyak bahasa dan logat yang sulit dipahami oleh orang yang tidak memakainya, maka kebudayaan, agama dan bahasa Jepang adalah seram dan dipahami oleh semua orang Jepang. Sifat keanekaragaman yang dimiliki bangsa Indonesia satu sisi sangat menguntungkan, tetapi untuk dapat memudahkan penyusunan rencana kebijaksanaan sangat sulit. Sejalan dengan apa yang dikemukakan Koentjiraningrat (1990 : 91), “Suatu bangsa yang seragam kebudayaannya lebih dapat mengembangkan suatu tujuan nasional yang satu; sebaliknya suatu bangsa dengan suatu tujuan nasional yang seragam dan jelas akan lebih mudah untuk dikembangkan identitasnya, dan identitas jelas


(36)

memudahkan pengembangan motivasi yang perlu untuk mendorong dan memberi semangat kepada usaha jerih payahnya dalam membangun.”

2.2.3 Pandangan Moral Bagi Jepang

Dalam pergaulannya dengan bangsa-bangsa di Asia, bangsa Jepang berambisi untuk menjadi pemimpin. Mereka pada umumnya menganggap dirinya berhak untuk memegang peranan sebagai satu-satunya bangsa di Asia yang telah mencapai masyarakat yang makmur. Ambisi tersebut sudah mereka miliki sejak lama dan sulit dihapuskan oleh kekalahan besar yang dialami dalam perang dunia ke-II. Serta cendekiawan Jepang ambisi tersebut hidup, walaupun mereka mencita-citakan suatu kepemimpinan yang bertanggung jawab dan kooperatif. (Koenjtraningrat, 1990 : 99). Umumnya mereka juga mengerti semua bangsa di Asia ingin mencapai suatu perbaikan dari taraf kemakmuran mereka melalui pembangunan ekenomi, bahkan ada beberapa cendekiawan Jepang begitu progresif mengemukakan agar bangsa-bangsa dan Negara-negara begitu yang sedang berkembang hendaknya jangan didorong dengan bantuan ekonomi, melainkan justru dengan ajakan untuk ikut serta sebagai teman dalam usaha.

Sebaliknya, gagasan-gagasan yang progresif dan praktis tidak akan pernah dapat dilaksanakan. Dalam Koentjaningrat (1990 : 100) “Bangsa Jepang menganggap bahwa bangsa-bangsa yang sedang berkembang sangat sulit untuk dijadikan patner karena mentalitasnya yang tidak sesuai dengan irama kehidupan


(37)

telah maju seperti Jepang.” Sejalan dengan itu Koentjaningrat (1990 : 10) mengatakan :

”Paham moral pada orang Jepang berbeda isinya dengan apa yang diasosiasikan dengan istilah moral tersebut. Menurut orang Jepang faham “moral” mengandung unsur-unsur sebagai berikut : a) Bertanggung jawab sampai sejauh-jauhnya, kalau perlu ia dengan diri sendiri terhadap suatu tugas yang telah disanggupi, b) Loyalitas mutlak terhadap kesatuan sosial yang sudah dipilih untuk diikuti.”

Jepang mengenal moral pengabdian diri bushi sesuai dengan pendapat Situmorang (2011 : 90) pengabdian diri bushi dibagi dua periode, yaitu ; a. moral pengabdian diri bushi periode awal zaman feodal dan b. moral pengabdian periode akhir feodalisme di jepang.

a. Moral pengabdian diri bushi perioe awal feodalisme muncul untuk membedakan arti dengan petani. Dimana pada awalnya mereka hidup dengan masyarakat Kizoku (bangsawan) pekerjaan sehari-hari mereka adalah menbidangi seni. Sedangkan bushi memiliki profesi sebagai ahli perang.

Pada zaman Kamakura dan Muromachi istilah bushido belum dikenal. Istilah yang dikenal pada masa itu adalah “tsumanomo nomichi” yang berarti keterampilan berperang.

Menurut Situmorang (2011 : 91) kesetiaan bushi periode awal ini, dipengaruhi atas : “a. Ikatan yang didasarkan pada perjanjian tuan dan pengikutnya, b. Ikatan yang didasarkan pada hubungan darah / keluarga dan wilayah (Ie).”


(38)

Adapun isi dari perjanjian tuan dan pengikutnya adalah Ongko (pemberian) dengan hook (pelayanan) di pihak lain, yang melahirkan kekuatan kelompok. “Ongko” sebagai tuan berarti berkah, dan “hoko” sebagai pengikut mengandung makna pengabdian yang mempunyai warna, “mujoken” (tidak abadi).

Selain itu pandangan bushi oleh Watsuji Tetsuro (1976) dalam Situmorang (2011: 93) mengatakan, bahwa pandangan bushi akan adanya reinkarnasi, mengakibatkan bushi mempunyai cita-cita menjadi abadi tuannya selama tujuh kali dalam reinkarnasi tersebut, sehingga melahiran pengabdian yang mutlak dari anak buah terhadap tuan. Wujud dari pengabdian mutlak ini adalah keberanian mengorbankan jiwa raga tuan.

Di negara Jepang, keluarga bushi yang berani mengabdikan jiwa raga terhadap tuannya sangat disegani. Karena bushi yang disegani tersebut tidak hanya hebat di medan tempur, tetapi juga setia terhadap tuannya. Kesetiaan tersebut adalah kesetiaan mengabdikan jiwa raga termasuk kesetiaan melakukan bunuh diri karena kematian tuannya. Jika tuan meninggal tetapi anak buah tidak ada yang berani mengikuti kematian tuannya, maka bushi itu disebut pengecut, sehingga akan menimbulkan rasa malu bagi keturunan bushi tersebut dan akhirnya bushi tersebut memilih untuk bunuh diri mengikuti kematian tuannya dalam masyarakat bushi disebut Junshi.


(39)

Edo merupakan perpaduan dari kesetiaan pengaabdian diri bushi, zaman feudal dengan Keshogunan Tokugama.

Ajaran Tokugawa ini menuntut para bushi anak buah lebih berpikir rasional melakukan pengabdiannya. Hal ini sesuai dengan yang dipaparkan Hamzon Situmorang (2011 : 105), bahwa kesetiaan bushi yang diajarkan Tokugawa melalui Kangakusha adalah menyadari kesadaran hubungan atas dan bawah, dimana Shogun adalah puncak penerima pengabdian yang tertinggi. Kemudian bushi diajarkan untuk berpikir rasionil.” Artinya bushi dilarang elakukan junshi dan adauchi, apabila bushi melakukan junshi maka wilayah akan direbut oleh Keshogunan.

Pelajaran konfusionisme untuk dasar kekuasaan, sebagai konsep dipilih untuk menciptakan struktur kekuasaan, dimana Shogun berada pada posisi tertinggi, juga sebagai pusat pengabdian seluruh masyarakat Jepang. Pelajaran tersebut disebut Kangaku, kemudian disempurnakan dengan Sushigaku. Mereka mengembangkan ajaran dotoku (moral), yang mengajarkan pasrah untuk menerima bagian masing-masing itu disebut gorin (lima etika) yaitu hubungan tuan dan anak buah, orang tua dan anak, suami dan istri, abang dan adik, dan juga menjelaskan hubungan orang yang sederajat (Hamzon Situmorang, 2011 : 105).

Selain itu, masyarakat Jepang sekarang tidak mempercayai satu ajaran agama, mereka mempercayai banyak Tuhan. Yang paling dominan adalah pengaruh budhist dan ajaran konfusius dan shintois. Sampai sekarang kesetiaan yang


(40)

berisikan “chu” dan balasnya “giri” masih beriaku di Jepang, yaitu pengabdian bawah terhadap atas masih kuat di Jepang. Hal ini dapat dilihat dalam dunia usaha di Jepang, yaitu “Karoshi” (mati karena kebanyak bekerja).

Penelitian tentang pengaruh karya sastra Jepang di Indonesia, dalam hal ini komik Naruto terhadap pembaca anak-anak di Indonesia. Dalam karya sastra walaupun bersifat fiksi namun juga menggambarkan pikiran dan budaya dimana karya sastra tersebut dibuat. Oleh karena itu ukuran nilai baik buruk yang ada dalam karya manga adalah ukuran Jepang. Oleh karena itu banyak hal yang tidak cocok dengan ukuran nilai bangsa Indonesia. Untuk mengetahui pengaruh baik buruk atau untuk rugi dari mangga Naruto apabila dikonsumsi anak-anak Indonesia, maka harus diadakan penelitian lapangan di kalangan anak-anak Indonesia khususnya pecinta Naruto. Apalagi sekarang teknologi semakin maju maka manga tersebut bukan hanya disampaikan berupa bahan bacaan tetapi juga sudah disiarkan di TV dan bahkan sudah dikemas berupa kaset Playstation. Sehingga banyak anak-anak baik di perkotaan maupun di pedesaan dapat setiap saat menonton/membacanya. Setelah dilakukan penyebaran angket secara tertutup kepada pembaca anak Indonesia, dari komik Naruto. Setelah angket disebar maka didapat hasil , bahwa nilai moral semangat hidup mendapat respon paling banyak dari kalangan pembaca anak.

Dari hasil angket dapat diambil suatu temuan dari komik Naruto ini. Ternyata komik Naruto memberikan nilai yang positif yang cukup tinggi terhadap pembaca anak Indonesia, disamping efek negatif lainnya. Selain itu jika dibandingkan dengan


(41)

diri, dapat memberikaan kontribusi yang positif bagi anak Indonesia, sehingga nilai yang positif ini, memberikan motivasi yang tinggi kepada pembaca anak untuk dapat meniru apa yang pantas dan di pertahankan guna mengembangkan kecerdasan moral anak, yang terbentuk dari empati, rasa saling menghargai dan menghormati orang lain, kontrol diri, dan rasa keadilan.

2.2.4 Komik sebagai genre

Berhadapan dengan komik selama ini terkonotasikan sebagai sesuatu yang berkaitan dengan hal-hal yang tidak serius, hiburan ringan, lucu, dan lain-lain yang tidak selalu memberatkan. Apalagi saat sekarang ini komik merupakan salah satu bacaan yang paling digemari, bukan saja oleh pembaca anak-anak, tetapi juga orang dewasa.

Sebagai sebuah bacaan, komik hadir dengan keunikannya sendiri, tampil deretan gambar dalam panel-panel anak (kotak) dengan sedikit tulisan yang ditempatkan dalam balon-balon.

Menurut Franz dan Meier (dalam Nurgiyantoro 2005 : 410) “Komik adalah cerita bertekanan pada gerak dan tindakan yang ditampilkan lewat urutan gambar yang dibuat secara khas dengan paduan kata-kata. Hampir seluruh teks komik tersusun dari hubungan antara gambar (lambang) visual dan kata-kata (lambang verbal).


(42)

Sejalan dengan itu Nurgiyantoro (2005 : 409) komik dapat dikategorikan sebagai kesusastraan (Sastra anak) popular yang memiliki keunikan tersendiri karena gambar-gambar.

Fungsi kata-kata adalah untuk menjelaskan melengkapi dan memperdalam penyampaian gambar dan teks secara keseluruhan, maka antara gambar dan kata erat – padu serta merupakan satu kesatuan. Kata-kata biasanya ditampilkan dalam gelembung-gelembung yang dikreasikan sedemikian rupa sehingga serasi dengan gambar-gambar. Balon-balon teks itu dapat berupa ujaran atau pikiran dan perasaan tokoh (teks gelembung bicara dan gelembung pikiran).

Macam komik menurut Nurgiyantoro (2005: 434-438) dibagi atas (1) komik strip dan komik buku, (2) komik umur dan komik petualangan, (3) komik biografi dan komik ilmiah.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, komik adalah kategori kesusastraan sastra anak yang memiliki keunikan tersendiri karena gambar-gambar yang ditekankan pada gerak dan tindakan yang ditampilkan lewat urutan gambar yang dibuat secara khas dengan paduan kata-kata yang berfungsi untuk menjelaskan, melengkapi dan memperdalam penyampaian gambar dan teks secara keseluruhan.


(43)

2.3 Landasasan Teoretis

2.3.1 Sastra Anak

Sastra anak adalah sastra yang dibaca anak-anak “dengan bimbingan dan pengarahan anggota dewasa suatu masyarakat, sedang penulisannya juga dilakukan oleh orang dewasa” (Sarumpaet 1976:23). Dengan demikian, secara praktis, sastra anak adalah satra terbaik yang mereka baca dengan karateristik berbagai ragam, tema, dan format. Dilihat dari temanya, karya sastra anak juga beragam. Ditinjau dari ukurannya, kita menemukan bacaan anak dari berukuran mini terkecil hingga raksasa terbesar. Gaya ilustrasi juga menambah variasi pada sastra anak. Stewig (1980) dalam Nurgiyantoro (2005:4) sebelumnya juga menegaskan bahwa salah satu alasan mengapa anak diberi buku bacaan sastra adalah agar mereka memperoleh kesenangan. Selain itu, bacaan sastra juga mampu menstimulasi imajinasi anak, mampu membawa ke pemahaman terhadap diri sendiri dan orang lain bahwa orang tersebut sama dengan kita.

Isi kandungan sastra anak dibatasi oleh pengalaman dan pengetahuan anak, pengalaman dan pengetahuan yang dapat dijangkau dan dipahami oleh anak, pengalaman dan pengetahuan anak sesuai dengan dunia anak sesuai dengan perkembangan emosi dan kejiwaanya. Nurgiyantoro (2005:6) mengatakan, “satra anak adalah sastra yang secara emosional psikologis dapat ditanggapi dan dipahami oleh anak dan pada umumnya berangkat dari fakta yang kongret dan mudah diimajinasikan.” Anak sebagai pusat pemilik kebutuhan dan pusat perhatian harus


(44)

mewarnai buku bacaan yang memang ditulis dan disediakan untuknya. Sastra anak tidak harus berkisah tentang anak, tentang dunia anak, tentang berbagai peristiwa yang mesti melibatkan anak. Satra anak dapat berkisah tentang apa saja yang menyangkut kehidupan, baik kehidupan manusia, binatang, tumbuhan, maupunkehidupan yang lain termasuk makhluk dari dunia lain.

2.3.2 Genre Sastra Anak

Dalam penulisan ini apa yang disebut dengan genre mengacu kepada jenis, tipe, atau kelompok dalam sastra berdasarkan pada bentuknya : ragam sastra (KBBI, 2003:354). Selain berdasarkan pada bentuk, pengelompokan genre sastra ini juga didasarkan pada bahasa dan isinya. Antara bentuk dan bahasa sepertinya mengandung pengertian yang sama, tetapi dalam hal ini, penulis membedakannya. Bentuk ini mengacu kepada tipografi, sedangkan bahasa mengacu pada gaya bahasa yang digunakan dalam sastra.

Lukens (2003) dalam Nurgiyantoro (2005:13) mendefenisikan genre sebagai suatu macam atau tipe kesastraan yang memilki seperangkat karakteristik secara umum. Genre penting diungkapkan dalam sastra anak. Selanjutnya Lukens memaparkan bahwa : 1) untuk memberi kesadaran kepada kita bahwa kenyataannya terdapat berbagai genre sastra anak selain cerita atau lagu-lagu bocah yang telah familiar, telah dikenal, dan diakrabi, 2) elemen struktural sastra dalam tiap genre berbeda; 3) memperkaya wawasan terhadap adanya kenyataan


(45)

sastra yang bervariasi, yang kemudian dapat dimanfaatkan memilihkannya untuk anak (Nurgiyantoro, 2005 : 13-14).

Dengan demikian, munculnya genre dalam sastra anak ini terjadi karena sastra anak ini jumlahnya sangat beragam secara karakteristik, sehingga genre sastra anak dengan sastra dewasa tentu saja berbeda. Akan tetapi, dalam genre yang penulis uraikan ini menggunakan dasar genre sastra dewasa, yang pengelompokannya cenderung berdasarkan pada ragam bentuk dan bahasanya. Harus diakui bahwa sastra anak yang tumbuh dan berkembang di negeri ini sebenarnya sangat beragam, tetapi penelitian genre setiap karakteristik dalam sastra anak masih sangat kurang, bahkan belum ada. Oleh karena itu, untuk memudahkan dalam mengidentifikasi ragam dan jenisnya, penulis menggunakan genre sastra dewasa untuk mengelompokkan ragam dalam sastra anak

Sebagai sebuah bacaan komik hadir dengan keunikannya sendiri, tampil dengan deretan gambar dalam panel-panel kotak gambar dengan sedikit tulisan tangan yang ditempatkan dalam balon-balon. Gambar-gambar komik itu sendiri pada umumnya sudah “berbicara”, dan dibuat menjadi deretan gambar yang menampilkan alur cerita. Bagi pembaca anak hal itu terlihat menguntungkan karena tidak harus terfokus membaca tulisan dan lebih banyak menatap gambar-gambarnya daripada tulisannya. Genre satra anak dalam berbagai hal berbeda dengan satra dewasa , dan salah satunya adalah masih dominannya unsur gambar dalam sastra anak, dan salah satunya adalah masih sangat dominannya unsur gambar dalam sastra anak. Mengingat buku-buku yang “penuh” gambar tersebut pada umumnya bertujuan untuk


(46)

merangsang membaca, mengembangkan daya imajinasi, dan mengembangkan rasa keindahan, sedangakan hal yang kurang lebih sama juga terjadi pada komik, maka komik pun dapat dikategorikan sebagai salah satu genre sastra anak.

Selain itu, di samping untuk menyajikan cerita, komik juga mampu untuk mengekspresikan berbagai gagasan, pemikiran atau maksud-maksud tertentu sebagai mana halnya dengan karya sastra. Gagasan yang di ungkapkan juga dapat bervariasi: cerita fiksi, cerita binatang, cerita faktual dan historis, biografi, dan ide-ide faktual untuk menyindir atau menempilkan cerita lucu. Kesemua itu dikemas dalam gambar-gambar yang berisi tulisan tangan singkat yang ditampilkan secara menarik. Jadi, menikmati komik berarti menikmati gambar dan sekaligus cerita verbal dan keduanya bersifat saling menguatkan dan melengkapi.

2.3.3 Sosiologi Sastra

Kajian sosiologi sastra dilatarbelakangi oleh fakta bahwa, keberadaan karya sastra tidak terlepas dari realita sosial yang terjadi dalam masyarakat. Sesuai dengan pendapat Sapardi Djoko Damono (1979: 38), bahwa karya tidak jatuh begitu saja dari langit, tetapi selalu ada hubungan antara sastrawan, sastra dan masyarakat.

Sebagai salah satu kajian dalam kritik sastra, sosiologi sastra dapat mengacu pada cara memahami dan menilai sastra dengan menilai sastra dari segi kemasyarakatan. Sejalan dengan itu pandangan Swingewood dalam Sapardi Djoko Damono (2002:11) bahwa dalam melakukan sosiologi terhadap karya sastra, kritikus


(47)

harus berhati-hati mengartikan “slogan” sastra cerminan masyarakat. Selanjutnya slogan itu merupakan pengarang, kesadaran, dan tujuannya.

Selanjutnya Wellek dan Warren (1993: 111) juga membuat tiga tipe dalam pendekatan sosiologi sastra, yaitu :

1. Sosiologi pengarang, yang mempermasalahkan status sosial, ideologi sosial, dan lain-lain yang menyangkut pengarang.

2. Sosiologi karya sastra, yang mempermasalahkan karya sastra itu sendiri. 3. Sosiologi sastra, yang mempermasalahkan pembaca dan dampak sosial karya

sastra.

Teori ini ditekankan pada tipe kedua yaitu sosiologi karya, karena teori ini mendukung bagaimana nilai moral yang ada dalam komik Naruto dan yang ada dalam sebuah karya sastra.

2.3.4 Resepsi Sastra

Resepsi sastra berasal dari kata rezeptionnaesthetik yang sejajar sebagai penerimaan estetik. Istilah itu pada mulanya digunakan oleh Franco Maregalli pada tahun 1980.

Mana Sikana (2009:304) mengatakan, “Teori resepsi bermakna pembaca memberikan makna terhadap karya sastra yang dibacanya sehingga dapat memberikan reaksi atau tanggung terhadap bacaannya.” Artinya teori ini berhubungan dengan cara dan teknik membaca, melihat tanggapan pembaca, dan


(48)

reaksi pembaca yang pada akhirnya pembaca dapat memahami makna dari bacaannya.

Dalam teori respon pembaca atau resepsi ini, Mana Sikana (2009:312) merumuskan beberapa faktor penerimaan tentang teori resepsi yang bisa diterima oleh masyarakat pembaca, seperti : (1) faktor intelektual, (2) faktor perasaan atau emosi, dan (3) faktor gender. Dalam hubungannya dengan hakekat karya dan hakekat pembaca memerlukan adanya suatu cara penerimaan tertentu. Umar Junus (1985:115) membuat dua klasifikasi pembaca yaitu : (1) Pembaca biasa dan (2) Pembaca ideal.

Sejalan dengan hal di atas, Iser dalam Umar Junus (1985:36) membuat tiga langkah bagaimana hubungan teks dan pembaca, yaitu :

1. Sketsa tentang kelainan suatu teks yang membedakannya dengan teks-teks sebelumnya;

2. Pengenalan dan penganalisaan kesan dasar dari suatu teks;

3. Pembaca memiliki kekuasaan sendiri dalam menafsirkan sendiri apa yang dibacanya lewat teks.

Teori Iser ini peneliti jadikan untuk dapat mengetahui hasil resepsi pembaca anak Indonesia.


(49)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Penelitian terhadap komik Naruto Karya Mashashi Khisimoto akan dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. “Metode kualitatif memberikan perhatian terhadap data alamiah, data dalam hubungannya dengan konteks keberadaannya.” (Ratna, 2004 : 47). Dalam metode ini dikenal dua strategi analisis, yaitu model strategi deskriptif dan model strategi verifikatif kualitatif (Bungin, 2003 : 83). Kedua model analisis ini dapat dilakukan secara bersama-sama ataupun terpisah.

Model kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini akan disejajarkan dengan metode hermeneutika, yakni dengan cara menafsirkan atau menginterpretasikan teks sastra. Hasil penafsiran tersebut akan dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif analitik, yaitu metode dengan cara menguraikan sekaligus menganalisis.

Sejalan dengan pendapat diatas Moleong (1994 : 5) mengatakan bahwa metode kualitatif menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dengan responden. Dalam arti metode ini menggunakan cara-cara yang disajikan


(50)

dalam bentuk deskripsi dan dibatasi oleh fakta-fakta sosial serta gejala sosial yang relevan.

Selanjutnya Muhadjir (2002 : 120-121) mengatakan bahwa sosok penelitian kualitatif berupaya melepaskan diri dari pola pikir kualitatif. Artinya teori ini berupaya menemukan teori berdasarkan data empirik, bukan membangun teori secara deduktif logis. Sehingga penemuan dari data empirik yang diperoleh secara sistematis.

Hermeneutika merupakan pemahaman secara mendasar dan mendalam pada sebuah karya, dengan prinsip interpretasi atau penafsiran. Proses ini oleh Heidegger dan Gadamer disebut lingkaran hermeneutik. Dalam praktiknya, lingkaran itu dipecahkan secara dialektik, sistem bertangga, atau dengan gerak spiral. (Ratna, 2004 :46)

Tujuan hermenutika adalah untuk mencari dan menemukan makna yang terkandung dalam objek penelitian yang berupa fenomena kehidupan manusia, melalui pemahaman dan interpretasi.

Pada dasarnya, paradigma hermeneutik telah menempatkan metode “tafsir sastra”. Pertama, metode dialektik antara masa lalu dengan masa kini, dan kedua metode yang memperhatikan persoalan antara bagian dengan keseluruhan. Kedua metode itu mengharuskan peneliti untuk melakukan tafsir berdasarkan kesadarannya sendiri atas konteks histories-kultural.


(51)

“makna kata” dan makna bahasa. Menurut (Djojo Suroto, 2007 : 243) mengatakan bahwa, makna kata lebih berhubungan dengan konsep-konsep semantik teks sastra dan makna bahasa lebih bersifat kultural. Makna kata akan membantu pemahaman makna bahasa.”

Oleh karena itu, seorang penafsir tidak boleh bersikap pasif, ia harus berusaha mengubah makna yang terdapat dalam sebuah karya. Berusaha menginterpretasikan pesan dan tujuan dari si pengarang. Sejalan dengan pernyataan di atas Palmer (2003 : 48) mengatakan bahwa, hermeneutik adalah proses menelaah isi dan maksud yang mengejewantah dari sebuah karya kepada makna yang terdalam, laten dan tersembunyi.

Palmer juga menambahkan (2003 :277) bahwa, apa yang dibutuhkan dalam interprestasi sastra adalah penalaran dialektis yang tidak menginterogasi teks tetapi menyediakan sesuatu yang dikatakan pada teks untuk menginterogasi balik, kemudian mengajak penafsir ke dalam pertanyaan dan melakukan transformasi pemahaman seseorang terhadap subjek.

Jadi, hermeneutika adalah metode yang lebih menekankan keterlibatan seorang penafsir terhadap objek yang diteliti. Metode hermenutik merupakan, metode yang dilakukan secara diakletik, artinya peneliti harus bolak-balik dari ekstrinsik ke instrinsik. Kesemuanya itu membentuk lingkaran yang berupa spiral, sehingga menghasilkan inti dari apa yang akan dianalisis. Pemahaman dan interprestasi objek dilakukan untuk mendapatan tingat objektivitas yang sebaik-baiknya. Dengan demikian, metode hermeneutik tersebut sangat dibutuhkan dalam penelitian ini.


(52)

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian lebih ditekankan pada penelitian kepustakaan oleh karena itu lokasi penelitian ini lebih banyak diperpustakaan, baik perpustakaan pribadi maupun perpustakaan lembaga. Perpustakaan lembaga yang dimaksud adalah perputakaan S2 dan S3 Sekolah Pascasarjana Linguistik Universitas Sumatera Utara.

3.3 Teknik Pegumpulan Data

Pengumpulan data penelitian ini menggunakan teknik studi pustaka (library research). Teknik ini digunakan karena sumber data yang bersifat tertulis lebih dominan. Teknik studi pustaka adalah penelitian atau penyelidikan terhadap semua buku, karangan, dan tulisan mengenai suatu bidang ilmu, topik, gejala kejadian (Moeliono, 1990 : 713).

Metode pengumpulan data secara hermeutik dimulai dengan membaca komik-komik tentang Naruto, karena sumber data yang dominan ada pada karya sastra. Untuk itu peneliti membaca langsung karya sastra tersebut. Langkah selanjutnya dapat dilakukan dengan :

1. Dengan pengetahuan, wawasan, kemampuan, dan kepekaan yang dimiliki peneliti membaca sekritis-kritisnya, secermat-cermatnya, dan seteliti-telitinya seluruh sumber data.


(53)

2. Membaca sumber data secara berulang-ulang sesuai dengan prinsip dialektika sehingga diperoleh pengertian antara bagian dan keseluruhan dari objek yang diteliti.

3. Setelah langkah kedua, peneliti membaca sekali lagi sumber data untuk memberi tanda bagian-bagian yang diangkat menjadi data yang akan dianalisis lebih lanjut.

Dengan langkah-langkah tersebut,dapat diperoleh data penghayatan dan pemahaman arti dan makna tentang karya sastra yang diteliti secara mendalam dan mencukupi.

Sehubungan dengan itu, peneliti akan mengadakan analisis terhadap data utama, yaitu komik Naruto. Untuk membantu dan melngkapi data utama tersebut maka dikumpulkan juga buku-buku yang berhubungan dengan penelitian ini

3.4 Teknik Analisis Data

Setelah data terkumpul, kemudian diolah dengan menggunakan teknik analisis konten (Content Analysis). Analisis konten digunakan peneliti untuk mengungkap, memahami, manangkap pesan karya sastra. Pemahaman tersebut mengandalkan tafsir sastra yang rigid. Artinya, peneliti telah membangun konsep yang akan diungkap, baru memasuki karya sastra. Aspek penting dari analisis konten adalah bagaimana hasil analisis tersebut dapat diimplikasikan pada siapa saja (Endraswara, 2008 : 161).


(54)

Pada proses pengolahan data dilakukan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Peneliti membaca komik-komik Naruto yang menjadi objek peneliti

secara beruang-ulang agar diperoleh pemahaman yang lebih mendalam. Membaca hermenutik berlangsung dalam dua tataran (tingkat). Pertama, membaca heuristik, yaitu membaca dengan dasar pemahaman pada konversi bahasa.

2. Peneliti mengidentifikasi dan mengklasifikasikan seluruh data serta memfokuskan interpretasi pada objek yang berkaitan dengan masalah yang telah dirumuskan.

3. Kemudian peneliti menafsirkan kembali seluruh data yang teridentifikasi dan terklasifikasi untuk menemukan kepaduan, kesatuan, dan hubung antar data sehingga diperoleh pengetahuan secara utuh-bulat dan menyeluruh tentang hal-hal yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini.

3.5 Sumber Data

Sumber data primer dalam penelitian ini adalah 10 Komik Naruto, kesepuluh komik tersebut diterbitkan oleh PT. Elex Media Komputindo, tahun terbit 1999 dengan ukuran 12,5 cm x 18 cm yaitu :

1. Judul : Naruto Uzumaki

Volume : 1


(55)

2. Judul : The Worst Client

Volume : 2

Jumlah halaman : 203

Cover : Gambar Tim 7 yaitu Naruto, Sasuke, dan Sakura

3. Judul : For Your Dreams

Volume : 3

Jumlah halaman : 203

Cover : Gambar Naruto dan Guru Kakashi duduk berdekatan sambil Membaca

4. Judul : Heroes Bridge

Volume : 4

Jumlah halaman : 177

Cover : Gambar Sasuke dan Naruto berdiri saling membelakangi di antara Kabuto

5. Judul : Para Peserta Ujian

Volume : 5

Jumlah halaman : 186

Cover : Gambar Tim 7 dengan posisi Naruto memegang gulungan Berada ditengah dan saling membelakangi dengan Guru Kakashi

6. Judul : Sakura’s Decision

Volume : 6

Jumlah halaman : 181

Cover : Gambar Sakura dalam posisi duduk dan berdiri dengan memegang pedang samurai

7. Judul : Jalan yang harus Kau tempuh

Volume : 7

Jumlah halaman : 186

Cover : Gambar Naruto dalam posisi jongkok dan dibelakangi oleh Sasuke


(56)

8. Judul : Pertarungan mempertaruhkan nyawa

Volume : 8

Jumlah halaman : 181

Cover : Gambar Naruto dengan gaya silatnya sambil memegang Samurai

9. Judul : Neji and Hirarki

Volume : 9

Jumlah halaman : 179

Cover : Gambar Naruto sambil meledek dengan menjulurkan lidahnya yang menunjukkan sifat hiperaktifnya 10.Judul : a great Ninja

Volume : 10

Jumlah halaman : 171

Cover : Gambar Naruto duduk dekat kura-kura didampingi oleh Rock Lee

Dipilih ke 10 komik ini, telah dapat menggambarkan perilaku moral, yakni menonjolkan perilaku tokoh dalam penceritaannya.

Disamping itu sumber data sekunder diperoleh dari buku-buku, dokumen-dokumen yang berhubungan dengan penelitian ini.


(57)

3.6 Model Penelitian

KOMIK NARUTO Peneliti/Pengamat

SASTRA ANAK

Pengarang

Resepsi pembaca Anak Indonesia Bentuk Nilai Moral

 Empati

 Menghormati orang lain  Kontrol diri

 Keadilan

SOSIOLOGI SASTRA

 Nilai kekerasan dalam komik Naruto

 Menumbuhkan rasa kebersamaan  Membangun jiwa kebangsaan Volume 1 s.d. Volume 10

Keterangan :

Hubungan langsung


(58)

Model penelitian merupakan kerangka berpikir dari suatu penelitian. Kerangka pikir dari penelitian ini dimulai dengan sastra anak yang dikaitkan dengan nilai moral yang ada dalam komik Naruto.

Pengarang yang berasal dari Jepang (Masashi Kisimoto) merupakan penulis komik Naruto yang menginspirasikan tokoh Naruto sejatinya merupakan gambaran jati diri pengarang yaitu Masashi Kisimoto seorang mangaka (pencipta komik) Jepang.

Peneliti atau pengamat menginterpretasikan komik Naruto volume 1 sampai dengan volume 10 dalam bentuk nilai/wujud moral dan resepsi pembaca anak Indonesia sebagai suatu kajian yang berkaitan dengan sastra anak. Oleh karena hubungan realitas nilai moral yang ada dalam komik Naruto bukanlah hubungan langsung maka untuk memahami bentuk/wujud nilai moral serta hasil resepsi pembaca anak Indonesia dipergunakan teori sosiologi sastra.

Bentuk dan wujud nilai moral merupakan struktur dari komik Naruto diamati secara totalitas dipadukan dengan latar dan sejumlah tokoh sehingga tergambarlah kedudukan mereka sebagai pusat dari struktur itu

Resepsi pembaca anak Indonesia setelah dipadukan dengan hasil sebaran angket kepada 20 pembaca anak ternyata ditemukan temuan adanya resepsi pembaca tentang nilai kekerasan dalam komik Naruto, menumbuhkan rasa kebersamaan, dan membangun rasa kebangsaan.


(59)

BAB IV

GAMBARAN UMUM KOMIK NARUTO

4.1 Strukturalisasi Komik Naruto

Secara umum struktur komik Naruto terdiri atas : (1) latar, (2) alur/plot, (3) tokoh, dan (4) tema. Dalam penciptaan karya sastra, sering terdapat hubungan yang erat antara kepribadian dan kehidupan pengarang dengan karya sastra yang dihasilkannya. Sering pula sebuah karya sastra diciptakan untuk mewakili suasana hati pengarang terkait dengan pemikiran-pemikirannya. Sehingga pendekatan pemahaman atas biografi dan pendekatan diluar teks sastra seringkali menjadi hal yang penting dan dapat memudahkan pembaca dalam memahami idak mampu melepaskan diri dari aspek psikis. Jiwa pula yang berkecamuk dalam sastra. Pendek kata, memasuki sastra akan terkait dengan psikologi karya itu, sehingga sastra itu lahir dari hasil ekspresi pengalaman yang telah mengalami proses pengolahan jiwa secara mendalam melalui proses berimajinasi.

Sebagaimana halnya dengan buku bacaan fiksi, komik hadir untuk menyampaikan cerita. Namun, berbeda halnya dengan bacaan fiksi dan nonfiksi yang menyampaikan cerita dengan teks verbal dan nonverbal, komik hadir lewat gambar dan bahasa, lewat teks verbal dan nonverbal sekaligus.


(60)

Karena hakikat komik adalah perpaduan antara gambar dan bahasa, teks visual dan teks verbal, pembicaraan struktur komik juga tidak dapat dilepaskan dari dua unsur yang secara langsung mendukungnya.

Keterkaitan antara teks verbal dan nonverbal dalam komik sedemikian erat dan tidak dapat dipisahkan tanpa kehiangan roh cerita. Cerita dan pesan yang ingin disampaikan juga diungkapkan lewat gambar dan bahasa. Disisi lain, lewat panel-panel gambar ada banyak deskripsi verbal yang dapat dihindari. Berdasarkan teks visual dan verbal itu pula kita dapat menafsirkan karakter tokoh dan perkembangan alur cerita.

Aspek visual dan verbal dalam komik dapat dipandang sebagai media representasi yang mneyebabkan komik hadir dihadapkan pembaca. Hal ini berarti sebagai sebuah cerita, komik juga tediri atas unsure-unsur structural sebagaimana halnya cerita fiksi. Menurut Dwi Koendoro (2007 : 31-40) memaparkan bahwa elemen-elemen utama yang membentuk sebuah komik ada 4 elemen utama yang membangun wujud sebuah komik yaitu (1) sosok gambar atau ilustrasi (2) unsur tulisan atau teks, (3) unsur kotak (frame), dan (4) balon kata. Sejalan dengan itu Nurgiyantoro (2005 : 419) mengatakan struktural dalam komik antara lain : penokohan, alur, latar, tema, pesan, bahasa dan lain-lain. Tetapi dalam komik Naruto yang menjadi objek kajian peneliti hanya menekankan pada unsur, latar, alur, penokohan serta tema saja.


(61)

Oleh karena itu, analisis sosiologi sastra terhadap karya sastra dapat dimulai dari sisi manapun yang dianggap menarik dan menonjol, dengan tetap menjaga aspek kepaduannya. Dalam hal ini, analisis sosiologis dalam komik Naruto akan dimulai pada fakta sosial sebagai komponen latar. Fakta sosial di sini adalah latar tempat, “sosial” yang dijadikan sebagai tempat terjadinya semua peristiwa cerita. Dalam Komik Naruto ini, fakta sosial bergerak dalam dua latar : Hokage sebuah negara, bagi para Hokage tempat bagi pemimpin ninja dan jalanan sebagai luar kage (negara ninja). Dengan demikian, fakta sosial masyarakat akan direalisasikan meliputi lingkungan sosial anak saat berada dalam Hokage (negara tempat pemimpin ninja tersebut) dan diluar (Hokage).

Analisis ini arahnya melihat hubungan dalam keberadaan anak yang hidup dalam kesendirian. Dia tumbuh tanpa kasih orang tua dan dijauhi oleh orang-orang disekitarnya dengan yang sebenarnya terjadi pada masyarakat, sehingga dengan menganalisis struktur sosial ceritanya, bisa memahami anak-anak dalam kehidupannya yang tanpa kasih sayang kedua orangtua dari kecil baik tumbuh kembang dalam Hokage dan diluar Hokage yang sebenarnya. Inilah dasar cerita dari perjalanan Naruto.

Fakta sosial dalam Komik Naruto, yang terdiri atas fakta sosial dalam sebuah hokage dan diluar hokage, bergerak dengan alur lurus :


(62)

1. Fakta sosial dalam volume 1. Mengisahkan seorang anak bernama Naruto Uzumaki. Naruto adalah salah satu murid di Akademi Ninja yang suka berbuat onar. Impian Naruto adalah menjadi seorang Hokage. Tetapi, naruto memiliki rahasia sejak lahir karena di dalam tubuhnya terdapat siluman rubah, yang disegel. Inilah awal dari petualangan Naruto untuk mewujudkan impiannya. (volume 1: 8-9)

Perbuatan onar dapat dilihat dari sikap Naruto yang ditunjukkan pada pernyataan berikut :

“Ada apa Naruto berbuat onar lagi !” (gbr. 1)

“Iya Naruto mencoret-coret wajah patung para Hokage !” (gbr. 2) “Hei lagi-lagi kamu membuat onar !!” (gbr. 4)

Ketiga pernyataan tersebut menunjukkan sikap Naruto yang suka berbuat onar, penekanan kata lagi-lagi pada gambar 4 berarti Naruto tidak hanya sekali berbuat keonaran.


(63)

Nilai moral yang dapat kita ambil atau fakta-fakta sosial ini adalah sikap semangat hidup ,merupakan alasan mendasar bagi seseorang untuk tetap bertahan hidup dan memperjuankan cita-cita hidupnya. Naruto sering membuat keributan di desanya karena ingin mendapatkan perhatian dari penduduk setempat yang memenci dan menjauhinya karena di dalam tubuhnya bersemayam monster Kyuubi.

Namun, Naruto tidak mengeluh dengan semua keadaan itu, justru dengan seala kelemahan yang dimiliki dia tetap mempunyai semangat hidup, yang mampu memperteguh tekadnya untuk terus memperjuangkan cita-citanya menjadi Hokage di masa depan.

Latar ini bergerak dari dalam menuju ke luar Hokage, yaitu Desa Konohagakure sebagai (latar sosial), pernyataan ini sesuai dengan penggalan komik (volume 1 : 59), berikut.


(64)

2. Fakta sosial dalam volume 2. Naruto, Sasuke, dan Sakura berhasil lulus dari ujian yang diberikan oleh guru Kakashi Genin, mereka melaksanakan berbagai macam misi. Kali ini, misi yang ditugaskan adalah mengawal Tazuna, si pembuat jembatan. Tanpa disadari, ada pembunuh yang sedang mengincar mereka (volume 2 : 72-75).

Penanda keberhasilan kelulusan mereka ditandai dengan pernyataan : “Dengan ini latihan selesai, semuanya lulus !!” (gbr. 7)

“Baiklah mulai besok kelompok 7 akan melaksanakan misi !!!” (gbr. 7)

Pelaksanaan misi yang ditugaskan oleh Guru Kakashi pada pernyataan gambar 7, menandakan kelulusan mereka melewati les


(1)

(2)

(3)

ANGKET TERHADAP PEMBACA ANAK TENTANG NILAI MORAL YANG ADA DALAM KOMIK NARUTO

1. Ketika membaca komik Naruto, yang telah menjadi anak yatim piatu sejak kecil dan dibenci penduduk Konohogakure karena ditubuhnya bersemayam monster Kyuubi (Rubah Ekor Sembilan) sehingga dengan segala kelemahannya itu ia cap bisa bertahan hidup demi cita-citanya.

Setujukah anda, karakter Naruto dalam komik memiliki semangat hidup yang tinggi?

a. Setuju b. Tidak setuju c. Ragu-ragu

2. Dalam komik Naruto volume 2 banyak terjadi pertarungan misalnya oleh Shikamaru ketika menghadap salah seorang anggota organisasi Ninja Akatsuki yang tidak bisa mati, Hidan, Shikamaru dengan penuh jiwa keberanian bertarung melawan Hidan, sehingga ia berhasil membelit tubuh Hidan dengan kertas ledakan.

Setujukah anda, Shikamaru memiliki jiwa pemberani?

a. Setuju b. Tidak setuju c. Ragu-ragu

3. Guru Iruka sangat menyayangi Naruto, karena pada masa kecilnya, guru Iruka tumbuh tanpa kasih sayang orang tua. Setujukah anda dengan sikap yang diberikan guru Iruka yaitu “kasih sayang” akan tumbuh keselarasan dalam kehidupan sehari-hari.

a. Setuju b. Tidak setuju c. Ragu-ragu

4. Dalam komik Naruto, terbentuknya aliansi militer antara 2 klan ninja yaitu Klan Sinju dan Klan Uchiha, mereka bersepakat untuk menjadi kekuatan militer bagi Negara Api. Untuk melakukan sebuah perjuangan bagi negaranya. Setujukah anda, terbentuknya aliansi militer antara klan ninja tersebut menanyakan wujud rasa cinta tanah air.

a. Setuju b. Tidak setuju c. Ragu-ragu


(4)

5. Setujukah anda, pada saat Minato tewas dalam penyegelan Monster Kyuubi dalam tubuh anak kandungnya sendiri demi keselamatan masyarakat Konohagakure, merupakan wujud rasa pengorbanan.

a. Setuju b. Tidak setuju c. Ragu-ragu

6. Setujukah anda, bahwa dalam komik Naruto lebih banyak imajinasi liar dalam karakter tokoh-tokohnya?

a. Setuju b. Tidak setuju c. Ragu-ragu

7. Setujukah anda, karena masa lalunya yang kelam, Sasuke memiliki rasa kebencian pada semua gadis?

a. Setuju b. Tidak setuju c. Ragu-ragu

8. Tindakan penuh kekerasan dalam komik Naruto, sangat berdampak buruk bagi pembaca anak-anak Indonesia. Apakah Anda setuju dengan pernyataan ini?

a. Setuju b. Tidak setuju c. Ragu-ragu

9. Tragedi pembantaian seluruh keluarga, menyebabkan Sasuke berobserasi hanya pada satu hal, yaitu melampiaskan balas dendam kepada anak kandungnya, Itachi Uehiha.

Setujukah anda, bahwa sikap demikian merupakan hal yang wajar?

a. Setuju b. Tidak setuju c. Ragu-ragu

10. Pembatantaian adalah segala bentuk tindakan mencederai fisik dan psikis seseorang sehingga mengancam hilangnya nyawa. Seharusnya tindakan demikian tidak pantas dibaca komik Naruto.


(5)

HASIL ANGKET RESEPSI ANAK LAKI-LAKI TERHADAP NILAI MORAL DALAM KOMIK NARUTO

Nomor item

No Nilai Moral 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Total

Rata-rata

Persen (%)

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12 (13) (14) (15)

1 Semangat hidup 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 30 3,0 100

2 Pemberani 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 30 3,0 100

3 Kasih Sayang 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 30 3,0 100

4 Cinta Tanah Air 2 2 2 3 3 2 2 2 2 2 22 2,2 73

5 Pengorbanan 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 29 2,9 97

6 Imajinasi Liar 1 1 1 3 3 3 3 1 3 2 21 2,1 70

7 Kebencian 1 1 1 2 3 1 1 1 2 2 15 1,5 50

8 Kekerasan 2 2 2 2 3 2 1 2 2 2 20 2,0 67

9 Balas Dendam 2 2 2 2 3 3 3 2 2 2 23 2,3 77

10 Pembantaian 2 3 2 2 3 2 2 2 2 2 22 2,2 73

Jumlah 22 23 22 25 30 25 24 22 25 24 242 24,2 807

Rata-rata 24,2 24,2 80,7


(6)

HASIL ANGKET RESEPSI ANAK PEREMPUAN TERHADAP NILAI MORAL DALAM KOMIK NARUTO

Nomor item

No Nilai Moral 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Total Rata-rata Persen (%)

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12 (13) (14) (15)

1 Semangat hidup 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 30 3,0 100

2 Pemberani 3 3 3 3 3 3 3 1 3 2 27 2,7 90

3 Kasih Sayang 3 3 3 3 1 3 3 1 3 3 26 2,6 87

4 Cinta Tanah Air 3 3 2 2 2 3 3 2 2 2 24 2,4 80

5 Pengorbanan 3 2 2 3 2 3 3 2 2 2 24 2,4 80

6 Imajinasi Liar 2 3 2 1 2 3 3 2 3 2 23 2,3 77

7 Kebencian 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 21 2,1 70

8 Kekerasan 2 3 2 2 2 2 3 2 3 2 23 2,3 77

9 Balas Dendam 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 19 1,9 63

10 Pembantaian 2 2 1 2 2 2 3 2 3 2 21 2,1 70

Jumlah 25 26 22 23 21 26 28 19 26 22 238 23,8 794

Rata-rata 23,8 23,8 79,4