mendapatkan teman baru seorang Shinobi bernama Shumaru. Hal ini bisa dilihat pada komik volume 8, volume 9.
4.4 Tema
Aspek tema dalam komik, juga dalam berbagai bacaan cerita fiksi, merupakan aspek isi yang ingin disampaikan kepada pembaca. Sebagai bacaan masyarakat komik
sering dicurigai sebagai tidak memberikan “ajaran” yang baik, sehingga orang cenderung tidak menyetujui anak-anaknya membaca komik. Dilihat dari sudut
pandang pendidikan, selain kualitas isi tersebut, komik dipandanga sebagai tidak baik, karena menyebabkan anak menjadi malas membaca buku karena terbiasa
membaca tulisa singkat dan hanya melihat gambar-gambar saja. Menurut Nurgiyantoro 2005: 430 kandungan unsur tema dalam komik anak
dapat menyangkut kategori tema dan moral yang berupa hubungan manusia dengan manusia lain, hubungan manusia dengan lingkungan, dan hubungan manusia dengan
Tuhan. Adanya kedua kelompok hubungan antar manusia tersebut, yaitu dalam konotasi baik dan sebaliknya, mencerminkan realitas kehidupan yang nyata sepanjang
kehidupan manusia. Karena adanya bermacam-macam konflik dan alur dapat dikembangkan secara lebih menarik. Antara tema, alur, dan tokoh cerita memiliki
hubungan erat untuk secara bersama membentuk satu kesatuan cerita yang padu.
Universitas Sumatera Utara
Dalam komik Naruto fakta-fakta cerita yang memperlihatkan terjadinya konflik adalah, tes demi tes yang dilalui dalam memperebutkan gelar ninja terkuat,
hal ini bisa kita dapati pada penggalan komik volume 8 : 143, volume 9 : 176.
Dalam gambar telah menunjukkan untuk dapat menjadi Chuunin dalam ninja harus mengikuti tes, gambar Sakura vs Ino Yamanaka dan Gaara vs Rock Lee menandakan
bentuk tes yang harus dilewati para ninja untuk mendapatkan gelar ninja terhebat, gambar ini mengindikasikan bahwa komflik berawal dari tes dan lewat tes ini para
tokoh diuji kemampuannya sehingga hubungan antara komflik dan tokoh dapat dijadikan sebuah tema tentang ninja remaja.
Universitas Sumatera Utara
BAB V BENTUK WUJUD NILAI MORAL DALAM KOMIK NARUTO
5.1 Arti Moralitas dalam Karya Sastra
Moralitas adalah kualitas dalam perbuatan manusia yang menunjukkan bahwa perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk. Moralitas mencakup pengertian
tentang baik buruknya perbuatan manusia. Poespoprodjo, 1999: 118. Moralitas itu objektif atau subjektif, apabila tidak diperhatikan ciri-ciri pribadi
si pelaku atau memperhatikannya dan menjadikannya moralitas itu intrinsik atau ekstrinsik, sejauh menemukan benar dan salahnya dalam hakihat perbuatan atau
dalam ketentuan ketetapan hukum positif. Positivisme moral adalah teori yang mengatakan bahwa semua moralitas itu
konvensional, bahwasanya tidak terdapat perbuatan yang menurut hakikat baik buruknya. Menurut Poespoprodjo 1999: 130-131 menyatakan bahwa, ada tiga
sumber konvensi tentang moral, yaitu adat kebiasaan, Negara, dan dekrit Tuhan. 1.
Adat kebiasaan : Pendapat ini dipegang oleh para filsut seperti Spenser, Nietzsche, Comte, dan Marx. Adat kebiasaan bisa mendapatkan kekuatan hukum,
dan memberi moralitas ekstrinsik pada jenis perbuatan yang indiferen sifatnya. Tetapi tidak semua moralitas dapat didasarkan atas adat kebiasaan karena
sebagian adat kebiasaan tidak dapat dihapuskan dan beberapa jenis perbuatan tidak pernah dapat dijadikan adat kebiasaan. Satu-satunya alasan untuk
80
Universitas Sumatera Utara
bergantung pada adat kebiasaan apa pun, dan adat kebiasaan bukanlah sumber semua moralitas.
2. Negara : Hobbes dan Rouseau dalam poesprodjo 1999 mengatakan bahwa,
“sebelum pembentukan negara tidak terdapat moralitas. Moralitas adalah penataan atau ketidaktaatan kepada hukum sipil. Argumentasi melawan gagasan
ini sama dengan yang terdapat di atas : negara dapat memberikan moralitas ekstrinsik kepada jenis perbuatan yang indiferen sifatnya, tetapi tiada negara yang
sepenuhnya semau-maunya dalam hukum-hukumnya”. Terdapat perbuatan- perbuatan yang setiap negara harus memerintahnya, dan terdapat perbuatan-
perbuatan lain yang setiap negara harus melarangnya, karena kehidupan manusia sendiri menuntut hal ini. Perbuatan-perbuatan ini telah bermoral atau tidak
bermoral sebelum ada negara. 3.
Dekrit Tuhan : Meskipun moralitas bergantung pada kehendak Tuhan, juga Tuhan tidak dapat sepenuhnya semau-mau-Nya dalam hal yang Dia hendaki.
Kehendaknya bergantung pada intelek-Nya, sedangkan baik intelek maupun kehendak-Nya bergantung pada esensi-Nya. Tuhan tidak dapat berlawanan
dengan diri-Nya sendiri. Karena Dia sendiri tidak dapat berbuat menurut cara yang berlawanan dengan essensi-Nya yang tak terbatas, Dia juga tidak dapat
memerintahkan atau mengizinkan makhluk-Nya berbuat seperti itu.” Pendekatan yang bertolak dari dasar pemikiran bahwa karya sastra dapat
menjadi media paling efektif untuk membina moral dan kepribadian suatu kelompok masyarakat. Pada awalnya proses pembacaan karya sastra dilakukan secara sendiri-
Universitas Sumatera Utara
sendiri, pembinaan moral itu berlangsung pada individu-individu. Akan tetapi, haruslah pembinaan moral itu berproses setahap demi setahap dari individu-individu
ke masyarakat. Adapun yang dimaksudkan dengan moral disini adalah suatu norma etika,
suatu konsep tentang kehidupan yang dijunjung tinggi oleh sebagian besar masyarakat. Moral terutama berkaitan dengan pengertian baik dan buruk. Apa yang
baik dianggap sebagai bermoral, sedangkan yang buruk dianggap sebagai tidak bermoral atau amoral.
Seperti yang dijelaskan Darma 1984 dalam Wiyatmi 2009: 110 anggapan bahwa apa saja yang disampaikan dalam sastra identik dengan moral tentu saja
bukannya tanpa alasan. Karena, seperti halnya filsafat dan agama, sastra juga mempelajari masalah manusia. Bila filsafat mencoba menjelaskan manusia dengan
dogma-dogma, sedangkan sastra menjelaskan manusia dengan pendekatan penghayatan. Dengan cara yang berbeda-beda filsafat, agama, dan sastra dianggap
sebagai sarana untuk menumbuhkan jiwa humanitat, yaitu jiwa yang halus, manusiawi, dan berbudaya.
Moral terhadap karya sastra, perlu dipahami bagaimana hubungan antara karya sastra dengan pembacanya karena pembacalah yang nantinya akan menemukan
dan memamfaatkan moral yang ada didalamnya. Dalam hal ini Budi Darma 1984 dalam Wiyatmi 2010: 114 menjelaskan bahwa “karya sastra yang baik akan
mengajak pembaca untuk melihat karya tersebut sebagai cermin dirinya sendiri. Ada resiprokal dalam pembacaan karya sastra”. Dengan jalan menimbulkan “pathos”,
Universitas Sumatera Utara
yaitu simpati terhadap dan merasa terlibat dalam peristiwa mental yang terjadi dalam karya yang dibacanya, maka pembaca dapat mengadakan hubungan langsung dengan
karya tersebut, untuk kemudian akan lebih mudah menangkap gagasan dan maksud pengarang dan sekaligus menangkap pesan moral yang terdapat dalam karya tersebut.
Ajaran moral dalam karya sastra seringkali tidak secara langsung disampaikan, tetapi melalui hal-hal yang seringkali sifatnya amoral dulu. Hal ini
sesuai dengan apa yang dikenal dengan tahap katarsis pada pembaca karya sastra. Katarsis catharsis adalah pencucian jiwa yang dialami pembaca atau penonton
drama. Meskipun sebelum mengalami katarsis pembaca dan penonton dipersilahkan untuk menikmati dan menyaksikan peristiwa-peristiwa yang sebetulnya tidak
dibenarkan secara moral, yaitu adegan semacam pembunuhan atau banjir darah yang menyebabkan penonton senang tetapi juga sekaligus muak. Jadi untuk menuju moral,
seringkali penonton harus melalui proses menyaksikan adegan yang tidak sejalan dengan kepentingan moral Wiyatmi, 2009: 111.
Sesuai dengan pengertian moral di atas, maka pendekatan moral berusaha mengkaji dan membahas moral atau etika yang berlaku dalam masyarakat.
Salah satu nilai moral dalam Komik Naruto yang bernilai positif, bagi anak- anak Indonesia adalah dapat diwujudkan dalam bentuk perbuatan yang baik. Oleh
karena itu kecerdasan moral perlu dibentuk agar setiap anak memiliki keyakinan etika yang dan bertindak berdasarkan keyakinan tersebut, sehingga orang bersikap benar
dan terhormat. Kecerdasan ini mencakup karakter-karakter utama, seperti kemampuan untuk memahami penderitaan orang lain dan tidak bertindak jahat;
Universitas Sumatera Utara
mampu mengendalikan dorongan dan menunda pemuasan, mendengarkan dari berbagai pihak sebelum memberikan penilaian, menerima dan menghargai perbedaan,
bisa memahami pilihan yang tidak baik, dapat berempati, memperjuangkan keadilan, dan menunjukkan kasih sayang dan rasa hormat terhadap orang lain.
Dalam Komik Naruto, yang diciptakan oleh Masashi Kishimoto kita akan melihat adanya kebersamaan dalam sebuah tim. Misalnya, Naruto Uzumaki
merupakan tokoh utama dalam komik ini, dia menjadi bagian dari tim 7 bersama dengan Sasuke, dan Sakura, dan Sasuke dibawah bimbingan Kakashi.
Sebagai wujud nilai moral dalam komik Naruto yaitu dalam bentuk kebersamaan ini terlihat melalui kecerdasan moral anak yang terbangun dari beberapa
kebajikan utama yang dikemukakan Borba, 2008: 7 yaitu, 1 empati, 2 rasa hormat, 3 kontrol diri, dan 4 keadilan yang dijelaskan sebagai berikut:
1. Empati
Empati merupakan hal yang menjadi kebajikan utama yang akan menjaga sikap baik seumur hidup pada anak. Karena manusia lahir sebagai makhluk
individual yang juga makhluk sosial. Bahkan manusia selalu berada dalam lebih dari satu lingkungan sosial, misalnya lingkungan sekitar rumah tetangga,
sekolah, kursus. Dalam berinteraksinya dengan lingkungan inilah, manusia mengemban harapan-harapan sosial yang ditujukan pada dirinya, dan harus
dipenuhi olehnya, bilamana ia ingin diterima dalam lingkungan sosial tersebut. Harapan-harapan ini kemudian disebut sebagai nilai-nilai moral yang harus
dimiliki manusia sebagai konsekuensinya menjadi makhluk sosial.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Borba 2008: 7, “Empati merupakan inti emosi moral yang membantu anak memahami perasaan orang lain”. Kebajikan ini membuatnya
menjadi peka terhadap kebutuhan dan perasaan orang lain, mendorongnya menolong orang kesusahan atau kesakitan, serta menuntutnya memperlakukan
orang dengan kasih sayang. Empati berperan meningkatkan sifat kemanusiaan, keadaan dan moralitas.
Empati merupakan emosi yang mengusik hati nurani sehingga anak dapat menunjukkan toleransi dan kasih sayang, dan memahami kebutuhan orang lain.
Hal tersebut juga yang membuat anak dapat menunjukkan toleransi dan kasih sayang, memahami kebutuhan orang lain, serta mau membantu orang yang
sedang kesulitan. Anak yang belajar berempati akan jauh lebih pengertian dan penuh kepedulian, dan biasanya lebih mampu mengendalikan kemarahan. Dengan
belajar menunjukkan empati terhadap orang lain, anak-anak dapat menjadikan dunia ini sebagai tempat yang penuh toleransi dan kedamaian.
Kapasitas berempati dapat berkembang jika dipupuk dengan baik. Jika tidak, empati tidak akan berkembang. Menurut Borba 2008: 24, ada tiga langkah
membangun aspek penting dari kecerdasan moral ini yaitu : 1.
Membantu anak memahami emosi dan meningkatkan perbendaharaan kata yang berkaitan dengan emosi.
2. Meningkatkan kepekaan anak terhadap perasaan orang lain, sehingga
memahami kebutuhan dan kekhawatiran mereka.
Universitas Sumatera Utara
3. Membantu anak lebih memahami perspektif orang lain selain sudut
pandangnya sendiri. Setelah itu barulah anak dapat memahami perasaan orang lain.
Pada prosesnya, empati tidak saja melibatkan perasaan, tapi juga pemikiran dan fleksibilitas. Karena, dalam empati, seseorang dituntut untuk dapat
bersikap fleksibel, mencoba melihat permasalahan dari sudut pandang orang lain. Masa krisis perkembangan empati pada anak-anak adalah 0-36 bulan
pertama kehidupannya. Pada masa-masa inilah, peran orang tua untuk memberi contoh sangat penting. Karena contoh yang paling tepat dan efektif untuk anak,
terutama yang berusia dini, adalah dari orang yang sangat berpengaruh bagi anak. Sekarang ini tampaknya hal yang biasa ketika orang tua meninggalkan
anak yang sedang sakit, orang tua tidak mengambil rapor anak, orang tua tidak mendampingi anak belajar; dengan alasan sibuk bekerja. Faktor lain yang juga
mempengaruhi adalah alasan kurangnya penghasilan dan kebutuhan untuk aktualisasi diri. Kondisi ini berdampak pada kurangnya waktu berkualitas untuk
bersama-sama anak-anak. Untuk lebih memperjelas nilai moral dibuat dalam batasan brupa ujaran dan tindakan.
Hal ini pun terlihat jelas dalam komik Naruto, yang bercerita seputar kehidupan tokoh utamanya, Naruto Uzumaki, seorang ninja remaja yang berisik,
hiperaktif, dan ambisius. Perhatikan penggalan komik berikut :
Universitas Sumatera Utara
Komik Naruto Volume 1 dengan judul Naruto Uzumaki hal: 4-5 sebagai tokoh utama,semasa kecilnya, hidup dalam kesendirian. Dia tumbuh tanpa kasih
sayang orang tua dan perhatian orang sekitarnya. Oleh karena itu ia berusaha mencari perhatian orang-orang disekitarnya dengan berbuat jahil. Dia berusaha agar dirinya
diperhatikan dan keberadaannya diakui. Dia tidak segan-segan mengorbankan segalanya untuk hal tersebut.
Di dalam volume 1 ini, terlihat bagaimana krisis rasa empati, seorang anak tanpa pola asuh orang tua. Rasa empati yang yang telah ada dari lahir tidak akan
berkembang tanpa adanya peranan orang tua dalam pemberian efektivitas teladan terhadap anak-anak.
Universitas Sumatera Utara
Pernyataan, yang mendukung rasa krisis, rasa empati pada anak dalam komik dapat dilihat pada pernyataan :
“Hokage Ada apa? Apa Naruto berbuat onar lagi” gbr. 1 “Iya Naruto mencoret-coret wajah patung para Hokage” gbr. 2
“dan kali ini dia memakai cat.” gbr. 2
Pernyataan-pernyataan di atas memperlihatkan, bagaimana Naruto sering melakukan keonaran dengan ditekankan pada kata lagi, yang berarti dia tidak hanya
sekali melakukan keonaran tersebut. Tindakan Naruto yang mencoret wajah patung para hokage, mengindikasikan bahwa,
rasa empati yang seharusnya diperoleh dari peran orang tua semasa kecil, menyebabkan Naruto melakukan tindakan-tindakan yang menyebabkan orang
disekitarnya marah. Pernyataan ini dapat kita lihat pada komik : “SRET” gbr. 3
“FUH” gbr. 3
Hokage, pemimpin di negara ninja mengerutkan dahinya, dan menahan rasa marahnya yang dapat diekspresikan dengan kata-kata “stret”, “fuh”.
Universitas Sumatera Utara
Selain itu pernyataan-pernyataan yang mendukung rasa empati dapat dilihat pada komik Naruto volume 3
Adapun tindakan yang menyatakan orang yang berempati dapat dilihat pada pernyataan :
“Kau itu kuat” gbr. 1 “Padahal aku sudah memutuskan untuk takkan menangis lagi.” gbr. 5
“Kalau menangis nanti dipanggil bocah cengeng oleh Kak Naruto.”
Pernyataan pertama pada gbr. 1 dan gbr. 5 merupakan ucapan orang yang berempati. Karena Ucapan itu diperkuat dengan usapan tangan Naruto kepada Inari,
saat Inari menangis. Usapan tangan merupakan tindakan orang yang berempati. Karena dengan usapan tangan dapat menenangkan orang lain.
Universitas Sumatera Utara
Pernyataan lain yang mendukung rasa empati dapat dilihat dalam komik Naruto volume 8 hal: 10-11
“Di tes kedua ini . . . kalian bertiga lulus selamat, ya” gbr. 1 “Berhasilll ”
gbr. 3 “Senangnya ”
gbr. 6 “Haaah . . .”
gbr. 7 “Yeeeii ”
gbr. 9 Pernyataan gbr. 3, gbr. 6, gbr. 7, dan gbr. 9 merupakan ucapan orang
yang berempati. Hal ini diperkuat dengan kecengangan yang ditunjukkan dalam mimik Naruto, Sasuka dan Sasuke yang ada dalam gbr. 1 menunjukkan rasa deg-
degan dari tim 7 tersebut tergambar dari rawut ketiganya. Apakah timnya lulus atau tidak.
Sedangkan tindakan Naruto yang meloncat-locat penuh kegirangan dan memeluk guru Hikura, luapan rasa gembira karena timnya lulus. Luapan ikut
bergembira merupakan tindakan orang yang berempati.
Universitas Sumatera Utara
Dari ilustrasi penggalan komik serta pernyataan-pernyataan dalam komik, dapat ditemui bentuk nilai moral yang berupa rasa empati baik ucapan maupun
tindakan. Hal ini dapat lebih rinci dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2. Nilai moral empati berupa Ucapan dan tindakan orang yang memiliki empati
Ucapan orang yang berempati Tindakan orang yang berempati
“Hogake ketiga, aku minta maaf” “gawat, itu guru Hiruka”
Hokage, pemimpin di negara ninja mengerutkan dahinya, menahan rasa kesal
yang diekspresikan dengan kata-kata “stret”, dan “fuh”. Rasa kesal ditahan karena masih
menggangap Naruto tumbuh tampa kasih sayang.
“Kau itu
kuat” Usapan tangan di atas kepala, untuk
menenangkan perasaan orang lain. “Berhasilll ”
“Senangnya ” “Haaah . . .”
“Yeeeii ” -
Meloncat-loncat penuh kegirangan -
Tercengang, ikut senang ketika timnya dinyatakan lulus.
Dalam tabel di atas dapat diambil, bahwa nilai moral dalam bentuk empati lebih, berupa tindakan dan penuturan.
2. Menghargai dan Menghormati Orang Lain
Menghargai dan menghormati orang lain berarti memperlakukan orang lain dengan baik dan manusiawi. Kedua sikap ini merupakan sikap yang harus
Universitas Sumatera Utara
dimiliki setiap individu bila ia ingin diterima lingkungan tempatnya berada, sekaligus dihargai dan dihormati orang lain. Jadi, dapat dikatakan menghargai dan
menghormati orang lain merupakan sikap wajib setiap manusia dalam kehidupannya.
Sikap menghargai dan menghormati orang lain tidak tumbuh begitu saja dalam diri seorang anak. Sikap ini muncul ketika anak sudah tumbuh besar dan
sudah mulai dapat mengerti hal-hal yang sifatnya abstrak. Namun proses pembelajaran kemampuan moral ini dapat dimulai sejak kecil, yaitu dengan
memberi teladan pada anak, mengenai apa yang disebut dengan menghargai dan menghormati orang lain.
Proses pengajaran dengan teladan mencakup beberapa bagian, yang tampak sederhana, namun sangat penting artinya dalam mencapai kemampuan
anak untuk menghormati dan menghargai orang lain. Penting untuk diingat, bahwa seorang anak akan menghormati orang lain
ketika ia merasa orang lain dalam hal ini orang tua, maka anak menumbuhkan rasa menghormati diri sendiri.
Menurut Borba 2008: 150,” rasa hormat merupakan kebajikan yang mendasari tata krama. Jika kita memperlakukan orang lain sebagaimana kita
mengharapkan orang lain memperlakukan kita, dunia ini akan menjadi bermoral.” Anak-anak yang sehari-hari menunjukkan rasa hormat cenderung lebih
menghargai hak orang lain. Karena melakukan hal tersebut, berarti mereka juga
Universitas Sumatera Utara
menghargai diri sendiri. Para guru juga menyukai anak-anak seperti itu karena mereka bisa memandang orang lain dengan cara positif dan penuh perhatian.
Kebajikan dari kecerdasan moral ini tidak hanya berlaku dalam lingkungan rumah, menumbuhkan rasa hormat juga perlu untuk membentuk
warga negara yang baik dan hubungan interpersonal yang positif. Karena rasa hormat tersebut menuntut agar semua orang sama-sama dihargai dan dihormati,
ini dapat mencegah tindak kekerasan, ketidakadilan, dan kebencian. Bahkan, kebajikan ini sangat penting bagi keberhasilan anak dalam berbagai bidang
kehidupan, baik saat ini maupun di masa mendatang. Berbicara tentang moral secara umum, berarti juga membicarakan moral orang
tua. Kondisi sekarang ini, sebagian besar orang tua sibuk dengan pekerjaannya, sehingga luput mengajarkan tentang moral pada anak, baik secara perilaku
ataupun nasihat. Jadi anak kehilangan kesempatan untuk belajar moral dari orang nomor satu dalam hidupnya.
Penghormatan anak kepada orang lain dimulai dari adanya penghargaan atas dirinya dan lingkungannya. Jadi, ketika anak tidak dihargai, dan tidak
diperhitungkan, maka sulit untuk diharapkan ia dapat menghargai dan menghormati orang lain.
Dalam Komik Naruto, wujud rasa menghormati orang lain terdapat pada penggalan Naruto volume 2 episode The Worst Client hal: 9 – 15, berupa rasa
kesetiakawanan dalam hal kerjasama.
Universitas Sumatera Utara
Kerjasama adalah kesepakatan yang terjalin untuk mendapatkan sebuah hasil. Karena untuk mendapatkan sebuah keberhasilan diperlukan kekompakan
dalam satu timkelompok. Dalam komik Naruto volume 2 ini, tim 7 yang beranggotakan Naruto, Sakura, Sashuke, diberikan ujian untuk merebut lonceng
yang di uji oleh guru. Adapun pernyataan yang mendukung kerjasama dalam komik adalah :
“Kenapa harus kerjasama kalau loncengnya hanya ada dua”. gbr. 1 “Walaupun kami bertiga berhasil merebut lonceng. Tapi kalau salah satunya harus
jadi korban, daripada bekerja sama, pasti kami bertarung dengan teman kami” gbr. 2
Pernyataan-pernyataan tersebut memberikan makna bahwa, kekompakan yang dibina oleh Naruto, Sakura, dan Sasuke dalam memperebutkan lonceng
yang berjumlah dua, tidak menjadikan mereka lantas terpecah. Mereka lebih
Universitas Sumatera Utara
memilih kalah memperebutkan lonceng daripada salah satu dari mereka terbunuh, ataupun bertarung dengan teman sendiri.
Pernyataan lain yang mendukung rasa menghormati dalam komik Naruto ini ditunjukkan dalam vol. 3 hal. 28
“Tajuna boleh bicara sebentar . . .” gbr. 1
“Ada apa Giichi ?” gbr. 2
“Setelah mempertimbangkan banyak hal bolehkah aku berhenti dari pembangunan jembatan ini . . . ?”
gbr. 3 “Aku ingin membantumu, tapi kalu bertindak sembangan gerakan kita
bisa ketahuan Gato.” gbr. 6
Pernyataan-pernyataan pada gbr. 1, gbr. 2, gbr. 3, dan gbr. 6 merupakan perkataan orang yang memiliki rasa hormat, sedangkan tindakan
orang yang memiliki rasa hormat adalah sikap Tajuna yang mendengarkan panggilan Giichi serta meletakkan beban yang dipanggulnya, dan beralih
mengahdap Giichi.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan ilustrasi penggalan komik dan pernyataan-pernyataan di atas dapat ditemui bentuk nilai moral dalam hal ini. Menghargai dan menghormati
orang lain yang ditunjukkan dalam tabel berikut :
Tabel 3. Nilai moral menghargai dan menghormati yang ditunjukkan dalam bentuk
ucapan dan tindakan orang yang memiliki rasa hormat Ucapan orang yang memiliki rasa
hormat Tindakan orang yang memiliki rasa
hormat
“Walapun kami bertiga berhasil merebut lonceng. Tapi kalau salah
satunya harus jadi korban, daripada bekerjasama, pasti kami bertarung
dengan teman.” Hiruka dengan raut wajah berpikir sejenak,
seraya menansehati tim 7.
Tajuna boleh bicara sebentar” “Setelah mempertimbangkan banyak
hal bolehkah aku berhenti dari pembangunan jembatan itu ?”
“Aku ingin membantumu ? . . .” -
Sikap Tajuna mendengarkan, pendapat lawan bicaranya dengan penuh
perkalian.
- Meletakkan beban yang dipanggulnya,
dan beralih menghadap Giichi.
Dari tabel ditemukan bentuk nilai moral berupa saling menghargai lebih
dalam bentuk perkataan daripada tindakan.
3. Kontrol Diri
Universitas Sumatera Utara
Termasuk di dalam kontrol diri adalah ekspresi emosi. Ekspresi emosi termasuk pada keterampilan moral anak yang berhubungan dengan relasi anak
dengan lingkungan sosialnya, karena ekspresi emosi erat kaitannya dengan penerimaan lingkungan.
Daniel Goleman, mengatakan dalam penelitiannya Emotional Intelligence, dilakukan secara acak pada pertengahan tahun 1970 Borba, 2008: 104. Pada
survei itu anak-anak Amerika usia tujuh hingga empat belas tahun diberi penilaian oleh orang tua dan guru mereka. Kemudian survei yang sama diulang kembali
pada akhir tahun 1980. Riset menunjukkan adanya gejala yang mengkhawatirkan rata-rata anak mengalami penurunan dalam 42 indikator dasar emosi dan tak satu
pun yang meningkat. Penelitian ini mirip dengan data yang dinyatakan dokter anak bahwa masalah kesulitan belajar dan sifat hiperaktif mengalami
peningkatan, dari 1,4 persen menjadi 9,2 persen dalam dua dekade. Anak-anak zaman sekarang dibandingkan dengan generasi sebelumnya lebih impulsif dan
tidak patuh, lebih mudah tersinggung dan kasar, serta lebih pencemas dan penakut. Kontrol diri mereka jelas menghambat pertumbuhan moral mereka.
Empati membantu anak memahami perasaan orang lain, hati nurani membantu mereka membedakan antara benar dan salah, dan kontrol diri membuat
anak mampu menahan diri dari dorongan hawa nafsu sehingga ia dapat melakukan sesuatu yang benar berdasarkan hati dan pikirannya. Jika anak
mempunyai kontrol diri. Ia tahu dirinya punya pilihan dan dapat mengontrol tindakannya. Ini merupakan kebijakan yang menjadikan anak baik dan murah
Universitas Sumatera Utara
hati. Mereka mengesampingkan hal-hal yang sifatnya memuaskan diri sendiri serta mengarahkan hati nurani melakukan sesuatu untuk orang lain. Kontrol diri
juga membekali anak dengan karakter yang luar biasa, karena menahan mereka memanjakan diri untuk bersenang-senang dan justru memusatkan pada tanggung
jawab. Kontrol diri juga menyadarkan anak akan adanya konsekuensi berbahaya atas tindakan yang dilakukannya, sehingga dengan kesadaran tersebut anak dapat
mengontrol emosinya. Selain itu Borba 2008: 107 mengatakan bahwa ada langkah penting
dalam membangun kontrol diri pada anak-anak, yaitu : 1
Beri contoh kontrol diri dan jadikan hal tersebut sebagai prioritas. 2
Doronglah agar anak memotivasi diri. 3
Ajarkan cara mengontrol dorongan agar berpikir sebelum bertindak. Semangat hidup merupakan wujud dalam kontrol diri anak, yang
ditampilkan oleh tokoh-tokoh protagonis berkarakter baik, dalam porsi yang relatif besar. Misalnya, Sang Tokoh Utama, Naruto Uzumaki. Hal ini bisa kita
lihat pada penggalan komik Naruto volume 1 : 34-35
Universitas Sumatera Utara
Pernyataan yang mendukung kecenderungan Naruto pribadi yang hiperaktif bisa kita dapati pada :
“Dia anak yang tak mendapatkan kasih sayang orang tua, dan dibenci oleh penduduk desa karena peristiwa itu.” gbr. 7
“Dengan cara apapun dia ingin orang-orang mengakui keberadaannya.” gbr. 10
“Memang dia kelihatannya tegar, tapi Naruto menderita . . .” gbr. 12
Pernyataan-pernyataan di atas, khususnya pada gbr. 12 dapat mempretasikan bahwa seorang anak yang tidak mendapat perhatian dari orangtua sejak kecil akan beda
dengan anak-anak yang sedari kecil sudah mendapatkan kasih sayang. Kecenderungan anak yang tidak mendapatkan kasih sayang akan tampak pada sikap
anak yang dengan kelakuan-kelakuan yang membuat kekesalan pada orang lain seperti, hiperaktif, untuk mengakui keberadaan diri anak tersebut gbr. 10.
Tujuannya tidak lain, karena seorang anak yang tumbuh tanpa kasih sayang akan
Universitas Sumatera Utara
cenderung mencari perhatian dari orang lain disekitarnya. Walaupun tumbuh tanpa kasih sayang, Naruto tetap memiliki semangat hidup untuk menjadi ninja sejati.
Semangat hidup merupakan alasan mendasar bagi seseorang untuk tetap bertahan hidup dan memperjuangkan cita-cita hidupnya di dunia. Dalam Komik
Naruto pelugaran tentang semangat hidup ditampilkan oleh tokoh-tokoh protagonis berkarakter baik, dalam porsi yang relatif besar. Misalnya, Sang tokoh utama Naruto
Uzumaki, termasuk sosok yang mempunyai semangat hidup tinggi. Sejak kecil, Naruto telah menjadi anak yatim piatu. Mayoritas penduduk
Konohagakure membencinya karena ditubuhnya bersemayam moster Kyuubi Rubah Ekor Sembilan. Selain itu, mereka membencinya karena Naruto merupakan pribadi
yang cenderung hiperaktif, ambisius dan identik dengan beberapa karakter negatif. Namun Naruto tidak mengeluh dengan semua keadaan itu. Justru, dengan segala
kelemahan yang dimilikinya, dia tetap mempunyai semangat hidup, yang mampu memperteguh tekadnya untuk terus memperjuangkan cita-citanya, yaitu menjadi
Hokage di masa depan. Pada kehidupan nyata, semangat hidup harus terus ditanamkan dan dipupuk
dalam lubuk hati anak-anak, agar mereka mempunyai kekuatan untuk berjuang mencapai cita-cita.
Sedangkan perbuatan orang yang memiliki kontrol diri dapat dilihat dari : “”Hentikan” gbr.
2 “Huuk” gbr.
7
Universitas Sumatera Utara
Pernyataan yang ada pada gbr. 2 dan gbr. 7 merupakan perkataan orang yang memiliki kontrol diri. Pernyataan tersebut diperkuat dengan tindakan guru
Hiruka yang ada pada gbr. 2 dengan mengepalkan tangannya, sembari mengambil nafas saat merasa tertekan. Hal ini mendukung perbuatan orang yang memiliki
kontrol diri. Pernyataan-pernyataan lain yang mendukung perbuatan yang memiliki kontrol
diri ada pada volume 3 hal. 161.
“Hentikan Sakura, jangan memancing mereka ” gbr. 4 “Eh ?”
“Walau mungkin saja bisa mengalahkan jurus itu, mereka takkan menang melawan pemuda itu . . .” gbr. 5
Pernyataan-pernyataan yang ada pada gbr. 4 dan gbr. 5 merupakan perkataan orang yang memiliki kontrol diri. Kemudian didukung dengan tindakan guru hikura,
Universitas Sumatera Utara
yang memberi pernyataan “hentikan Sakura . . .” walau didesak karena tahu itu pilihan yang buruk, karena pernyataan Sasuke yang ada pada gbr. 3. Sikap Hikura
pada gbr. 4 dengan tindakan tenang, tidak lepas kontrol walaupun dalam keadaan marah atau kecewa.
Berdasarkan ilustrasi penggalan komik serta pernyataan-pernyataan dapat ditemui bentuk nilai moral dalam kontrol diri. Hal ini bisa kita lihat dalam tabel, baik
berupa perkataan ataupun perbuatan.
Tabel 4. Nilai moral dalam bentuk kontrol diri baik berupa ucapan dan tindakan orang
yang memiliki kontrol diri Ucapan orang yang memiliki
kontrol diri Tindakan orang yang memiliki kontrol
diri
“Hentikan” “Huuk”
Mengepalkan tangan, sembari mengambil nafas saat merasa tertekan.
Mendengar, semua ocehan walaupun merasa tertekan
“Hentikan Sakura, jangan memancing mereka ”
“Walau mungkin saja bisa mengalahkan jurus itu, mereka takkan
menang melawan pemuda itu . . .” Tidak lepas kontrol walalupun dalam
keadaan marah atau kecewa .
Universitas Sumatera Utara
4. Keadilan
Biasanya, anak yang memiliki perasaan adil menjadi peka terhadap unsur- unsur moral lainnya dan selalu membela yang benar. Menurut Borba 2008: 267,
“keadilan adalah sesuatu yang mendorong kita untuk berpikiran terbuka dan jujur serta bertindak benar.”
Cara terbaik dalam memberi pelajaran tentang moral, termasuk tentang keadilan adalah dengan memberi contoh dari perilaku orang tua sendiri. Anak akan
memerhatikan dan menyerap nilai-nilai keadilan yang dicontohkan orang tua, lebih dari yang dijelaskan. Karena itu, berhati-hatilah dengan perbuatan orang tua,
apa yang orang tua lakukan, begitulah yang dicontoh anak. Dengan teladan, orang tua juga berkesempatan untuk membuat anak lebih peka terhadap masalah-
masalah keadilan. Semakin banyak generasi muda yang melakukan perbuatan curang. Gejala
ini menunjukkan bahwa banyak anak-anak yang belum memahami makna etika standar, yaitu mematuhi aturan yang berlaku fair play. Mereka tidak bermain
sesuai aturan, tidak bersikap adil terhadap lawan, dan tidak menerapkan nilai-nilai kebenaran, seperti integritas, kesetaraan, dan kejujuran. Mereka lebih
mementingkan diri sendiri tanpa mempertimbangkan moralitas atau akibat tindakan mereka terhadap orang lain. Taktik yang mereka terapkan biasanya
tergolong jahat, kasar, tidak bermoral, dan selalu tidak adil.
Universitas Sumatera Utara
Untunglah, keadilan dapat ditumbuhkan, dipupuk, diajarkan, serta dipelajari. Penelitian menunjukkan bahwa kita memulainya sejak anak-anak
masih usia balita. Pengajaran kebajikan ini dapat memperbaiki moralitas, bukan hanya di lapangan dan ruang kelas melainkan juga dikeluarga, tempat tinggal,
tempat kerja, dan masyarakat. Keadilan membuat kita memperlakukan orang lain dengan pantas, tidak
memihak, dan benar. Karena itu, keadilan merupakan kebjikan utama dari kecerdasan moral. Masalahnya, masyarakat kita sangat mengagungkan nilai-nilai
kompetisi, individualisme, dan materialisme, yang kadang-kadang berlawanan dengan prinsip-prinsip keadilan. Di sinilah letak persoalannya: karena nilai
keegoisan sedemikian berakarnya dalam hidup kita, anak-anak pun mau menangkap pesan yang salah: kemenangan itu di atas segalanya, keserakahan
mendapat pujian. Mengutip pendapat dari Dr. T. Berry Brazelton, profesor bidang anak di
Fakultas Kedokteran Harvad dalam Borba, 2008: 201 mengatakan, “bahwa berbagi penting untuk diajarkan pada anak, paling tidak mulai usia 2 – 3 tahun.”
Karakteristik lain dari anak yang juga mungkin sulit untuk berbagi adalah mereka yang kurang beruntung anak jalanan, anak di penampungan, atau anak
yang kesulitan secara ekonomi. Ketika mereka mendapat apa yang mereka inginkan, mungkin akan sulit jika kemudian mereka dihadapkan pada kenyataan
bahwa mereka harus membagi apa yang mereka dapatkan itu dengan orang lain.
Universitas Sumatera Utara
Hal ini didukung dengan pernyataan-pernyataan : “Hei kalau aku biar tak makan juga tak apa-apa” gbr. 1
Dalam pernyataan ini, tampak bahwa, Naruto murid yang dihukum tidak mendapatkan makan, tetapi Sasuke tidak tega membiarkan Naruto tidak makan
sehingga dia memberikan bagian makanannya kepada Naruto gbr. 4 Sikap Sasuke, menunjukkan bahwa rasa keadilan yang mewujudkan dalam
berbagi sangat diperlukan dalam kesetiakawanan. Dalam penggalan komik Naruto Volume 2 The Worst Client hal:15 di
atas ajaran berbagi yang ditampilkan lewat gambar, dapat mengajarkan anak bahwa rasa berbagi dengan sesama itu penting. Ketika guru Kakashi ingin
memecah belah tim 7 ini yaitu Naruto, Sashuke, dan Sakura dalam tes ujian kelulusan, tujuan dari tes ini adalah untuk melihat bagaimana rasa keadilan yang
dicontohkan lewat berbagi dengan sesama. Dimana salah satu anggota tidak boleh memberikan makanannya dengan teman satu tim. Naruto adalah murid yang tidak
Universitas Sumatera Utara
mendapatkan bekal makanan, tetapi pada saat Sakura dan Sasuke makan tiba-tiba Sashuke memberikan sebagian dari makanannya kepada Naruto. Walaupun
tantangan Sashuke gagal dalam ujian. Pernyataan-pernyataan lain yang merujuk dalam nilai moral bentuk
keadilan dapat dilihat pada ilustrasi komik volume 8 hal. 32-33.
“Kalau begitu, sekarang hokage akan menjelaskan “tes ketiga” dengarkan baik- baik ” gbr. 2
“Ya baiklah, silahkan hokage ” gbr. 3 “Mem . . . aku tak mau kalian keliru menafsirkan arti sebenarnya dari ujian
ini . . .” gbr. 10 Pernyataan tersebut baik pada gbr. 2, gbr. 3, dan gbr. 10 merupakan
ucapan orang yang adil, karena pernyataan tersebut menggambarkan seorang hokage pemimpin sangat dihargai dan dihormati, dan yang berhak memberi
aturan dalam sebuah tes. Selanjutnya tindakan para peserta Chiuunin yang mendengarkan aturan tes yang diberlakukan oleh Hokage gbr. 3, dimana semua
peserta mendengar dengan pikiran terbuka merupakan tindakan orang adil.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya dalam ilustrasi komik volume 8 hal. 39-40 ditemukan juga bentuk nilai moral dalam wujud rasa keadilan.
Pernyataan-pernyataan tersebut ada pada “Emm . . . sebelum memulai tes ketiga . . . ada hal yang harus kulakukan . . .”
gbr. 1 “Emm . . . kali ini karena tes pertama dan kedua sepertinya terlalu muda, jadi
terlalu banyak jumlah peserta yang tersisa . . .” gbr. 7 “Untuk mengurangi jumlah peserta dalam tes ketiga, berdasarkan peraturan ujian
Chuunin, kita harus melaksanakan babak penyisihan . . .” Pernyataan-pernyataan pada gbr. 1, gbr. 7, dan gbr. 8 merupakan
ucapan orang yang adil, kemudian penyertaan ini didukung oleh tindakan semua peserta yang berkompromi untuk melaksanakan tes ketiga agar semua peserta
mendapat bagian yang sama, hal itu dikarenakan tes kedua terlalu mudah untuk dilalui, maka dibuat kesepakatan untuk diberlakukannya babak penyisihan.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan ilustrasi penggalan komik dan pernyataan-pernyataan di atas akan dipaparkan wujud nilai moral berupa perkataan ataupun tindakan orang yang
adil. Hal ini bisa kita lihat dalam tabel :
Tabel 5. Nilai moral dalam bentuk keadilan baik ucapan atapun tindakan
orang yang adil Ucapan orang yang adil
Tindakan orang yang adil
“Hei kalau aku biar tak makan juga tak apa-apa”
“Ini sembari menawarkan sesuatu” Tindakan Sasuke yang membela orang
lain yaitu temannya Naruto, yang diberlakukan tidak adil karena tidak
diberi makan
“Kalau begitu, sekarang Hokage akan menjelaskan ‘tes ketiga’ dengankan
baik-baik” “Aku tak mau keliru manafsirkan arti
sebenarnya dari ujian ini” “Emm . . . sebelum memulai tes ketiga
ada hal yang harus kulakukan . . .” “Untuk mengurangi jumlah peserta
dalam tes ketiga, berdasarkan peraturan ujian Chuunin . . .”
- Semua peserta bermain sesuai aturan
yang diberlakukan oleh Hokage.
- Semua peserta mendengar, aturan
yang diberlakukan oleh Hokage sebelum memberi penilaian.
- Semua peserta berkompromi, untuk
mencari cara, agar tes ketiga dapat dimulai, sehingga semua peserta
mendapat bagian yang sama.
Dari tabel di atas bentuk nilai moral dalam keadilan lebih dominan berupa ucapan daripada tindakan berlaku adil.
Berdasarkan hasil analisis di atas wujud nilai moral yang ada dalam komik Naruto lebih menonjolkan bentuk ucapan dan tindakan. Hal ini sangat positif bagi
anak, dimana dengan membaca komik Naruto, mengenalkan bentuk nilai moral
Universitas Sumatera Utara
kepada anak bisa ditunjukkan dengan cara bertutur kata. Selain itu dengan adanya temuan ini, ternyata komik Naruto produk Jepang layak dijadikan bacaan anak,
karena secara tidak langsung budaya Jepang yang menganut faham moral diribushi, atau pengorbanan diri membela tuannya, dapat dijadikan motivasi bagi pembaca anak
Indonesia karena dengan adanya pengajaran moral sedini mungkin dapat membimbing anak ke arah lebih baik karena memiliki mental yang kuat seperti
halnya negara Jepang.
Universitas Sumatera Utara
BAB VI RESEPSI PEMBACA ANAK INDONESIA TERHADAP NILAI MORAL
DALAM KOMIK NARUTO
6.1 Makna Nilai Moral dalam Komik Naruto