seharusnya dilakukan dan tidak baik tidak pantas dilakukan oleh anak dalam stadium yang berbeda-beda.
Berdasarkan defenisi di atas, dapatlah disimpulkan bahwa “Moral adalah suatu keyakinan tentang benar salah, baik dan buruk yang sesuai dengan
kesepakatan sosial, yang mendasari tindakan atau pemikiran.Nilai moral tidak terpisah dari nilai-nilai jenis lainnya. Setiap nilai dapat memperoleh suatu “bobot
moral”, bila diikutsertakan dalam tingkah laku moral. Kejujuran, misalnya, merupakan suatu nilai moral, tetapi kejujuran itu sendiri “kosong”, bila tidak
diterapkan pada nilai lain, seperti nilai ekonomis. Kesetiaan merupakan suatu nilai moral yang lain, tapi harus diterapkan pada nilai manusiawi lebih umum, misalnya,
cinta antara suami-istri. Jadi, nilai-nilai yang disebut sampai sekarang bersifat “pramoral”. Nilai-nilai itu mendahului tahap moral, tapi bisa mendapat bobot moral.
Walaupun nilai moral biasanya menumpang pada nilai-nilai lain, namun ia tampak sebagai suatu nilai baru, bahkan sebagai nilai yang paling tinggi. Menurut
Bertens 2007: 142-147 nilai moral mempunyai ciri-ciri 1 berkaitan dengan tanggung jawab, 2 berkaitan dengan hati nurani, 3 mewajibkan, 4 bersifat
formal.
1. Berkaitan dengan Tanggung Jawab Kita
Nilai moral berkaitan dengan pribadi manusia tetapi hal yang sama dapat dikatakan juga tentang nilai-nilai lain. Khusus menandai nilai moral bahwa nilai
ini berkaitan dengan pribadi manusia yang bertanggung jawab. Nilai-nilai moral mengakibatkan bahwa seseorang bersalah atau tidak bersalah, karena ia
Universitas Sumatera Utara
bertanggung jawab. Nilai moral hanya bisa diwujudkan dalam perbuatan- perbuatan yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab orang bersangkutan. Karena
itu harus kita katakan bahwa manusia itu sendiri menjadi sumber nilai moralnya. Manusia sendiri membuat tingkah lakunya menjadi baik atau buruk dari sudut
moral. Hal itu tergantung pada kebebasannya. Misalnya, keadilan sebagai nilai moral, tidak lagi merupakan nilai sungguh-sungguh, kalau tidak berasal dari
keputusan bebas manusia. Tentu saja, dalam keadaan normal nilai-nilai lain juga mengandaikan peranan manusia sebagai pribadi yang bebas. Misalnya nilai-nilai
intelektual dan estetis.
2. Berkaitan dengan Hari Nurani
Semua nilai minta untuk diakui dan diwujudkan. Nilai selalu mengandung semacam undangan atau imbauan. Nilai estetis, misalnya, seolah-olah “minta”
supaya diwujudkan dalam bentuk lukisan, komposisi musik, atau cara lain. Kalau sudah jadi, lukisan “minta” untuk dipamerkan dan musik “minta” untuk
diperdengarkan. Tapi pada nilai-nilai moral tuntutan ini lebih mendesak dan lebih serius. Mewujudkan nilai-nilai moral merupakan “imbauan” dari hati nurani.
Salah satu ciri khas nilai moral adalah bahwa hanya nilai ini menimbulkan “suara” dari hati nurani yang menuduh kita bila meremehkan atau menetang nilai-
nilai moral dan memuji kita bila mewujudkan nilai-nilai moral. Hati nurani dapat diberi batasan sebagai keputusan praktis akalbudi yang
mengatakan bahwa suatu perbuatan individual adalah baik dan harus dikerjakan
Universitas Sumatera Utara
suatu perbuatan buruk. Menurut Poespoprodjo 1999:243. Ada tiga hal yang tercakup dalam hati nurani, yaitu:
”a. Intelek sebagai kemampuan yang membentuk keputusan- keputusan tentang perbuatan-perbuatan individual benar dan salah.
b. Proses pemikiran yang di tempuh secara intelek guna mencapai keputusan semacam itu. c. Keputusannya sendiri merupakan
kesimpulan proses pemikiran.” Hati nurani dapat menjadi penuntun bagi perbuatan-perbuatan yang akan
datang, mendorong kita untuk melakukannya atau menghindarinya, karena keputusan hati nurani adalah keputusan intelek dan keintelekan bias salah karena
memakai premis-premis yang menarik sebuah kesimpulan yang tidak logis.
3. Mewajibkan