Perumusan Masalah Pembatasan Masalah Riwayat Hidup Hassan Hanafi

manusiawi yang universal. Sehingga suatu penafsiran bisa bersifat obyektif, bisa membaca kebenaran obyektif yang sama pada setiap ruang dan waktu. Asumsi dasar dari pandangan teologi semacam ini adalah bahwa Islam, dalam pandangan Hassan Hanafi, adalah protes, oposisi dan revolusi. Baginya, Islam memiliki makna ganda. Pertama, Islam sebagai ketundukan; yang diberlakukan oleh kekuatan politik kelas atas. Kedua, Islam sebagai revolusi, yang diberlakukan oleh mayoritas yang tidak berkuasa dan kelas orang miskin. Jika untuk mempertahankan status-quo suatu rezim politik, Islam ditafsirkan sebagai tunduk. Sedang jika untuk memulai suatu perubahan sosial politik melawan status-quo, maka harus menafsirkan Islam sebagai reformasi.

1.2. Perumusan Masalah

Perumusan masalah merupakan penjelasan mengenai mengapa masalah yang dikemukakan dalam penelitian itu dipandang menarik, penting dan perlu untuk diteliti. Perumusan masalah juga merupakan suatu usaha yang menyatakan pertanyaan-pertanyaan penelitian apa saja yang perlu dijawab atau dicari jalan pemecahannya. Atau dengan kata lain perumusan masalah merupakan pertanyaan yang lengkap dan rinci mengenai ruang lingkup masalah yang akan diteliti didasarkan pada identifikasi masalah dan pembatasan masalah. 3 Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan dalam latar belakang masalah diatas, maka dalam penelitian ini yang menjadi rumusan masalah adalah : “Bagaimana Pemikiran Politik Hassan Hanafi tentang Pemikiran Kiri Islam?” 3 Husaini Usman dan Purnomo. Metodologi Penelitian Sosial, Bandung : Bumi Aksara, 2004, hal.26 Universitas Sumatera Utara

1.3. Pembatasan Masalah

Dalam melakukan penelitian, peneliti perlu membuat pembatasan masalah terhadap masalah yang akan dibahas, agar hasil yang diperoleh tidak menyimpang dari tujuan yang dicapai yaitu menghasilkan uraian yang sistematis dan tidak melebar. Maka batasan masalah dalam penelitian ini, adalah : “Pemikiran Hassan Hanafi tentang pemikiran Kiri Islam.” 1.4. Tujuan Dan Manfaat Penelitian 1.4.1. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengungkap pemikiran Hassan Hanafi sebagai salah seorang pemikir kontemporer terhadap pemikiran Kiri Islam. 2. Untuk mengetahui landasan Kiri Islam Hassan Hanafi.

1.4.2. Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Bagi peneliti hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut atas permasalahan yang relevan. 2. Memperkaya khazanah pemikiran tentang tokoh pemikir Islam. Universitas Sumatera Utara 3. Diharapkan berguna bagi para pemikir politik Islam di Indonesia tentang wacana Islam dan pemikiran kiri.

1.5. Kerangka Pemikiran

Bagian ini merupakan salah satu unsur yang penting dalam penelitian, karena pada bagian ini peneliti mencoba menjelaskan pemikiran yang sedang diamati dengan menggunakan teori-teori yang relevan dengan penelitiannya. Kerangka pemikiran berusaha menjelaskan arahan yang akan diteliti dan berkait dengan landasan teori atau penelitian yang sebelumnya. Teori menurut Masri Singarimbun dan Sofian Effendi dalam buku Metode Penelitian Sosial mengatakan, teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstrak, definisi dan preposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep. 4 Sebelum membahas tentang konsep yang dipergunakan maka peneliti akan mendefinisikan hal-hal terkait dalam penelitian ini. Suatu konsep adalah abstraksi. Konsep adalah sepatah kata yang menyatakan kesamaan-kesamaan diantara peristiwa-peristiwa dan situasi-situasi lain. 5 Oleh karena itu, dalam skripsi ini, untuk menggambarkan masalah penelitian yang menjadi objek penelitian, peneliti menggunakan konsep Kiri Islam. Dalam menjelaskan Kiri Islam, peneliti menggunakan tahapan : pertama, pembentukan teori turas dan tajdid. Kedua, analitika hermeneutika, oksidentalisme dan, ketiga, teori vis a vis realitas dunia Islam. 4 Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Sosial. Jakarta : LP3ES, 1998, hal.37. 5 Komaruddin Sastradipoera, Mencari Makna dibalik Penelitian Skripsi, Tesis, dan Disertasi. Bandung : Kappa Sigma, 2005, hal 248. Universitas Sumatera Utara

1.5.1. Kiri Islam

Istilah “kiri” dalam wacana global seolah terinspirasi dari gerakan kaum sosialis maupun pemikiran Herbert Marcuse yang disebut member ruh bagi New Left yang menginspirasi revolusi mahasiswa 1968. Ini seakan-akan menunjukkan bahwa “kiri” selalu bersentuhan dengan hal-hal yang bersifat revolusioner. Kiri Islam merupakan sintesa dan tafsir ulang terhadap khazanah keilmuan Islam dan juga analisis konsep Marxian atas kondisi obyektif serta tradisi yang mengakar dalam rakyat, tradisi yang dimaksud adalah tradisi keagamaan yang membentuk medan kebudayaan massa 6 . Berbicara tentang kiri maka tak terlepas dari kata kanan, maka dalam konteks ini adakah yang disebut dengan kanan Islam? Secara tersirat Hanafi menjelaskan tidak ada kanan Islam dan yang ada hanya kiri Islam. ini dikarenakan Islam tidak patut ataupun boleh bertindak sebagai penindas karena Islam adalah agama pembebasan. Bahkan posisi kaum tertindas dijelaskan dalam Al-Qur’an surah Al-Qasas 28 : 5, yang berbunyi : Dan kami hendak member karunia kepada orang-orang tertindas di bumi itu dan hendak menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi bumi. Hassan Hanafi, seperti dikatakan Issa J Boulatta dikutip dari Listiyono Santoso 7 , berkeyakinan bahwa Kiri Islam dapat berhasil setelah realitas masyarakat, politik, ekonomi, khazanah Islam dan tantangan barat dapat dianalisis. Dalam beberapa hal, Kiri Islam bertumpu dalam tiga tatanan metodologi : pertama, tradisi atau sejarah Islam; kedua, fenomenologi; ketiga, analisis sosial Marxian. 6 Muhammad Mustafied, dalam Muhidin M. Dahlaned, Sosialisme Religius Suatu Jalan Keempat?, Yogyakarta : Kreasi Wacana, 2000, hal.177. 7 Listiyono Santoso. Epistemologi Kiri. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2003, hal.276. Universitas Sumatera Utara Kiri Islam, menurut Hassan Hanafi sebagaimana dikutip Shimogaki, lahir setelah melihat berbagai kegagalan dalam masyarakat dunia TimurIslam dalam beberapa generasi dalam mengentaskan keterbelakangan dan kemiskinan 8 . Ini disebabkan karena : pertama, berbagai tendensi keagamaan yang terkooptasi kekuasaan yang menjadikan agama Islam hanya sekedar ritus dan kepercayaan-kepercayaan ukhrawi. Padahal itu bukanlah pencerminan dari system Islam. Sementara kecenderungan keagamaan yang tidak terkooptasi, terjebak dalam fanatisme primordial, kejumudan dan berorientasi kekuasaan. Kedua, liberalisme yang pernah berkuasa sebelum masa-masa revolusi berakhir, jelas didikte oleh kebudayaan barat, berperilaku seperti penguasa kolonial dan hanya melayani kelas-kelas elite yang menguasai asset negara. Ketiga, Marxisme yang berpretensi mewujudkan keadilan sosial dan menantang kolonialisme ternyata tidak diikuti dengan pembebasan rakyat dan pengembangan khazanah mereka sebagai energi untuk mewujudkan tujuan-tujuan kemerdekaan nasional. Keempat, nasionalisme revolusioner yang berhasil melakukan perubahan-perubahan radikal dalam sistem politik dan ekonomi ternyata tidak berumur lama karena banyak mengandung kontradiksi dan tidak mempengaruhi kesadaran mayoritas rakyat. Itu sebabnya Kiri Islam dimunculkan dalam rangka merealisasikan tujuan- tujuan pergerakan nasional dan prinsip-prinsip sosialis dengan cara mengembangkan khazanah intelektual klasik yang berdimensikan revolusioner dan berpijak pada kesadaran rakyat. Kiri Islam al-Yasar al-Islamiy merupakan bentuk idiologisasi Islam untuk mewujudkan pemihakannya kepada kepentingan rakyat. Tugas Kiri Islam adalah mendefinisikan kuantitas Barat, yakni mengembalikannya ke batas alamiahnya dan mengakhiri mitosnya yang mendunia. Barat berada pada pusat peradaban dunia, dan ingin 8 Kazuo Shimogaki. Kiri Islam : Antara Modernisme dan Posmodernisme, Telaah Kritis Pemikiran Hassan Hanafi, Yogyakarta : LKiS, 1993. Hal 84 Universitas Sumatera Utara mengekspor peradabannya kepada bangsa-bangsa lain. Barat menyediakan model pembangunan sebagai alat untuk menguasai dan menghilangkan kekhasan bangsa-bangsa lain. Akibatnya bangsa- bangsa non-Barat tidak mampu menentukan nasib dan menguasai kekayaan mereka sendiri. Krisis abad ke-20 di Barat bagi kita adalah awal reformasi. Tugas Kiri Islam adalah mengembalikan peradaban Barat pada tempat kelahiran, lingkungan dan sejarahnya. Ini untuk menghilangkan hambatan bagi berkembangnya peradaban non-Barat. Dan model-model bagi kemajuan, dengan demikian, bisa menjadi banyak dan berviariasi. Tugas Kiri Islam adalah mendorong peradaban Barat kembali ke Barat; menjadikan Barat sebagai tema studi khusus bagi peradaban non-Barat. Lebih jauh ia akan melahirkan suatu disiplin baru, “Orientalisme”, untuk menandingi “Oksidentalisme”. Orientalisme sendiri menghadirkan alam pikiran, pandangan dunia dan motivasi Barat yang terselubung ketimbang studi tentang objeknya. Kiri Islam memberikan suatu gambaran situasi di dunia Islam tanpa mengikuti suatu metode bimbingan atau nasehat. Realitas menampakan dirinya, seperti statistik. Pemikiran keagamaan kita bersandar pada metode yang mentransfer teks ke realitas. Kiri Islam juga berfungsi guna meneliti unsur-unsur revolusioner dalam agama. Agama adalah apa yang kita miliki dalam tradisi yang asli; revolusi adalah hasil zaman kita. Dan dalam agama sendiri ada revolusi. Para nabi adalah para revolusioner dan sekaligus reformis. Revolusi tauhid menentang kemusyrikan dibawa Nabi Ibrahim; revolusi semangat oleh Nabi Isa, revolusi orang miskin, budak, dan orang-orang yang malang dibawa Nabi Muhammad. Kiri Islam sepenuhnya bebas dari Timur atau pun Barat. Ia bukan Marxisme baru, liberalisme revolusioner atau gerakan Syi’ah. Konsepsi ini hadir dari kecenderungan budaya ideologis yang berakar dari warisan klasik kita, al-Qurtan dan Sunnah. Kiri Islam Universitas Sumatera Utara mempertimbangkan politik dalam budaya ummah dan renaissans ummah, dan perjuangannya adalah pada tingkat kesadaran budaya dan peradaban ummah. Ia bertujuan melampaui pemecahan-pemecahan yang parsial untuk mencapai pandangan yang menyeluruh. Hassan Hanafi berpandangan bahwa Kiri Islam bukan hanya semangat yang berapi-api dalam pikiran masyarakat, tapi bertujuan untuk mentransformasikan semangat itu ke dalam akal, dialog dan pencerahan untuk mempertahankan kebaikan Islam. Konsep Islam nasionalis berbentuk solusi riil problem umat Islam saat ini, seperti keadilan sosial, lintas etnik, toleransi beragama, membangun etos kerja, menolak penjarahan tanah, dan praktik kekerasan berdarah. Saya ingin memperkenalkan Islam modern, yang memberi penafsiran baru terhadap teks-teks ajaran Islam hingga mampu menghadapi tantangan modernitas, tanpa harus taklid pada Barat dan juga ulama klasik Arab. Islam yang saya maksud mendorong bangkitnya budaya nasional serta melestarikan identitas bangsa Indonesia, paparnya. Dalam pandangannya, Islam yang dibutuhkan Indonesia bukan konservatif yang hanya terbuai dengan syiar-syiar agama dan bukan pula sekuler Barat yang belum tentu cocok dengan budaya bangsa Indonesia. Apa yang dibutuhkan Indonesia dan juga dunia Islam lainnya sesungguhnya sama, yaitu memelihara dua legitimasi dalam satu waktu, yakni teritorial dan identitas budaya, serta nasionalisme, dan khasanah warisan di satu sisi dan legitimasi modernitas yang ditandai dengan keterbukaan, kebebasan, keadilan, supremasi hukum di sisi lain.

1.6. Metode Penelitian

Universitas Sumatera Utara Metode penelitian secara umum membahas bagaimana penelitian dilakukan. Metode penelitian dalam karya tulis ilmiah ini sebenarnya lebih bersifat refleksi, sekalipun disana-sini menggunakan sumber rujukan. Hal ini peneliti lakukan setelah melihat dan mengamati perjalanan intelektual seorang tokoh yakni Hassan Hanafi.

1.6.1. Jenis Penelitian

Metodologi yang dibutuhkan dalam studi tokoh adalah kualitatif. Akan tetapi, metodologinya berbeda dengan penelitian-penelitian bidang sosial lainnya. Dalam penelitian pemikiran tokoh kerangka yang dipakai dalam meneliti adalah kualitatif. Menurut Arief Furchan dan Agus Maimun dalam bukunya “Studi Tokoh : Metode Penelitian Mengenai Tokoh,” melalui metode kualitatif, peneliti dapat mengenal sang tokoh secara pribadi dan melihat dia mengembangkan definisinya sendiri tentang dunia dengan berbagai pemikiran, karya, dan perilaku yang dijalaninya. Di samping itu, metode kualitatif dapat dipergunakan untuk menyelidiki lebih mendalam mengenai konsep-konsep atau ide-ide. Konsep dan ide yang pernah ditulis dalam karya-karya tokoh akan dapat dikaji dengan melihat kualitas dari tulisan-tulisannya yang mempunyai pengaruh terhadap perkembangan pemikiran selanjutnya. Pengaruh tersebut tidak hanya dalam perkembangan teori, tetapi juga dalam hal praktek sehingga akan dapat dikatakan apakah pemikiran tokoh tersebut dapat dikatakan ilmiah dan memenuhi criteria ilmu pengetahuan. Dari pengaruh terhadap perkembangan pemikiranlah akan terlibat kekuatan dari pemikiran tokoh tersebut. Penelitian ini bersinggungan dengan wacana keagamaan kontemporer dan objek wacana penelitian adalah pemikiran seorang tokoh. Universitas Sumatera Utara Penelitian studi tokoh, seperti yang dikatakan oleh Arief Furchan dan Agus Maimun, dikategorikan kedalam jenis penelitian kualitatif, yang menelusuri pemikiran melalui karya- karya, peristiwa yang melatarbelakangi lahirnya karya tersebut dan pengaruh dari karya yang dihasilkan. Data kualitatif terdiri dari kutipan-kutipan orang dan deskripsi keadaan, kejadian, interaksi dan kegiatan. Dengan menggunakan jenis data kualitatif, memungkinkan peneliti mendekati data sehingga mampu mengembangkan komponen-komponen keterangan yang analitis, konseptual dan kategoris dari data itu sendiri.

1.6.2. Sumber Data

Penelitian jenis ini berisi satu topik yang didalamnya memuat beberapa gagasan dan atau proposisi yang berkaitan yang harus didukung oleh data yang diperoleh dari sumber pustaka atau dokumentasi. Ada dua sumber data yang dibutuhkan yaitu data primer dan data sekunder. Sumber data primer yang berkaitan dengan pemikiran tokoh adalah karya-karya yang pernah ia tulis semasa hidupnya. Dan untuk sumber data sekunder berasal dari teoritisi sosial lainnya yang pernah menginterpretasikan pemikiran Hassan Hanafi dalam pemikiran Kiri Islam.

1.6.3. Teknik Analisa Data

Universitas Sumatera Utara Teknik yang digunakan melalui tahapan pengumpulan data, klasifikasi data yang relevan dengan subjek penelitian, analisa, lalu menarik kesimpulan. Data primer dan data sekunder dikumpulkan untuk memperoleh hasil yang mendalam in-depth dan tidak melebar out-depth. Setelah data yang diperoleh dirasa memadai untuk mendukung proses analisa, maka tahapan selanjutnya adalah analisa data. Analisa data yang dilakukan dalam penelitian pemikiran tokoh disini, mempergunakan pendekatan sejarah historical approach. Menurut Tolfsen, ada dua unsur pokok yang dihasilkan oleh analisa sejarah. Pertama, kegunaan dari konsep periodesasi atau derivasi lainnya. Kedua, rekonstruksi proses genesis, perubahan dan perkembangan. Dengan cara demikianlah, manusia dapat dipahami secara kesejarahan. Melalui analisa sejarah, baru dapat dilacak asal mula situasi yang melahirkan suatu ide dari seseorang tokoh. Melalui analisa sejarah pula, dapat diketahui bahwa seseorang tokoh dalam berbuat atau berpikir sesungguhnya dipaksa oleh keinginan-keinginan dan tekanan-tekanan yang muncul dari dirinya sendiri. Kita dapat melihat tindakan-tindakan secara mendalam dipengaruhi tidak cuma oleh dorongan internal yang berupa ide. Keyakinan, konsepsi-konsepsi awal yang tertanam dalam dirinya, tetapi juga oleh keadaan eksternal Abdullah dan Karim, 1990:73. BAB II Universitas Sumatera Utara BIOGRAFI INTELEKTUAL HASSAN HANAFI

2.1. Riwayat Hidup Hassan Hanafi

Hassan Hanafi, sebagaimana disebutkan oleh Abad Badruzzaman, lahir di Kairo, ibukota Republik Arab Mesir Jumhuriyyat Mishr al-‘Arabiyah, pada tanggal 13 Februari 1935. 9 Keluarganya berasal dari provinsi Banu Swaif, salah satu provinsi di Mesir bagian selatan. Namun kemudian mereka kemudian pindah ke Kairo. Kakek Hassan Hanafi berasal dari al-Maghrib Maroko, sedangkan neneknya berasal dari kabilah Bani Mur. Kakek Hassan Hanafi yang orang Maroko itu memutuskan untuk menetap di Mesir ketika ia singgah di negeri itu sepulang menunaikan ibadah haji. Dalam persinggahan itu pula ia menikah dengan seseorang yang kemudian menjadi nenek Hassan Hanafi. Pada usia sekitar lima tahun. Hassan Hanafi mulai menghafal Al-Qur’an dibawah bimbingan Syaikh Sayyid. Sentuhan awal Hassan Hanafi dengan Al-Qur’an itu berlangsung di jalanan al-Banhawi kompleks bab al-Sya’riyah, pinggiran kota Kairo bagian selatan. Pendidikan dasarnya ia selesaikan selama lima tahun di Madrasah Sulayman Ghawish, Bab al-Futuh, suatu daerah yang berbatasan dengan Benteng Salahuddin. Setamat dari sekolah itu, Hassan Hanafi masuk ke sekolah pendidikan guru Al-Mu’allimin. Namun ketika hendak memasuki tahun kelima, tahun terakhir pendidikan di sekolah tersebut, ia pindah mengikuti jejak kakaknya ke sekolah Silahdar. Sekolah barunya itu berada di komplek Al-Hakim bi 9 Abad Badruzaman. Kiri Islam Hassan Hanafi : Menggugat Kemapanan Agama dan Politik, Yogyakarta : Tiara Wacana, 2005, hal.41. Universitas Sumatera Utara Amrillah. Di sekolah itu pula Hassan Hanafi banyak belajar bahasa asing. Pendidikan menengah atasnya ditempuh di Sekolah Menengah Atas Khalil Agha 10 . Sewaktu masih kanak-kanak, pada waktu libur musim panas, Hassan Hanafi bersama keluarga selalu meluangkan waktu untuk pulang kampung asal mereka, Banu Sweif. Di kampung asalnya itu, Hanafi sekeluarga menenangkan diri dari kebisingan kota Kairo. Belum lagi kebisingan yang bersumber dari bentrokan antara tentara nasional pembela kemerdekaan Mesir dengan kekuatan kolonial Inggris yang masih ingin menguasai negeri itu. Di Banu Sweif, mereka masih dapat menikmati indahnya pemandangan alam yang masih murni dengan suasana masyarakat desa yang bersahaja 11 . Saat kanak-kanak, Hassan Hanafi sangat senang berolahraga dan bermain musik. Renang menjadi olahraga yang paling digemarinya meski sering dilarang keluarganya. Larangan ini karena mereka khawatir Hassan Hanafi menjadi tuli, karena telinganya kemasukan air, atau mati tenggelam. Kegemaran Hassan Hanafi untuk bermain musik pun kurang disetujui keluarganya dengan alasan alat musik mahal harganya. Ketika keluarganya berusaha mencegahnya berenang, Hanafi selalu berkilah dan “melawan”, dengan mengatakan bahwa renang, memanah dan berkuda merupakan olah raga yang dianjurkan agama. “Menjaga kesegaran jasmani sama pentingnya dengan merawat kesehatan jiwa,” demikian Hassan Hanafi berkilah. Seringkali ketika Hassan Hanafi ngotot dengan hobinya, dan keluarganya pun sama ngotot dengan larangannya, Hassan Hanafi pun berinisiatif mogok makan untuk melunakkan hati orang tuanya. Mereka akhirnya dapat mengabulkan keinginan Hassan Hanafi setelah 10 Ibid. 11 Ibid. hal 46 Universitas Sumatera Utara kakak iparnya turun tangan dan berhasil membuat orang tua Hassan Hanafi memahami bahwa setiap orang mempunyai watak dan kecenderungan tersendiri. Pada tahun 1946, memasuki usia sekitar sebelas tahun, Hassan Hanafi sudah ikut serta dalam demonstrasi bersama buruh dan mahasiswa. Di usianya masih relatif muda, ia sudah memandang perlunya tindakan turun ke jalan, tidak cukup hanya duduk belajar di bangku sekolah. Ilmu yang dimiliki di sekolah harus didedikasikan untuk membela tanah air. Pada tahun 1948, Hanafi mencoba mendaftarkan diri ke Organisasi Pemuda Islam Jam’iyah Syubban al-Muslimin untuk bergabung dengan para prajurit sukarelawan yang membantu perjuangan bangsa Palestina melawan kaum Zionis. Namun permohonannya ditolak. Usia masih terlalu muda untuk menjadi pejuang. Itulah alasan penolakan tersebut. 12 Gagal ikut berjuang ke Palestina, Hanafi menyalurkan semangat revolusionernya ke dalam gerakan-gerakan politik-keagamaan di negaranya. Ia berkenalan dengan pemikiran dan aktivitas Ikhwan al-Muslimin Moslem Brothers di Khalil Agha. Pada tahun 1952 ia tercatat sebagai anggota resmi gerakan itu. Ketika menjadi mahasiswa di Universitas Kairo, Hassan Hanafi terus terlibat aktif dalam berbagai aktivitas Ikhwan hingga organisasi itu dilarang oleh Pemerintah Mesir 13 . Pada tahun 1951, Hassan Hanafi mendapat kesempatan untuk ikut dalam perjuangan pembebasan al-Qanat terusan Suez. Waktu itu ia sempat belajar memegang senjata di Fakultas Teknik di Abbasiyah, Kairo bagian selatan. Dalam perjuangan pembebasan itu Hassan Hanafi ikut mengantar dan mensholatkan jenazah para syahid di masjid al-Kukhya dengan mengenakan pakaian kumal sambil membawa tongkat yang dibuat mirip senapan. Pada bulan Januari 1952 di kota Kairo terjadi kebakaran hebat. Kebakaran itu konon 12 Ibid. hal 47 13 Ilham B.Saenong, Hermeneutika Pembebasan…, hal.71 Universitas Sumatera Utara disengaja guna mengalihkan perhatian gerakan nasionalisme Mesir yang anti pemerintah yang bersekongkol dengan kolonialis Inggris. Dalam hal itu, Hassan Hanafi jelas berada di pihak kaum nasionalis yang memperjuangkan nasib kaum lemah. Ia tidak suka dengan kekuasaan kaum istana yang bersekongkol dengan Inggris. Bagi Hassan Hanafi tahun 1952 merupakan tahun transisi – perpindahan jenjang pendidikan dari pendidikan menengah atas menuju bangku kuliah. Saat itu ia harus memilih antara pendidikan sains atau pendidikan sastra; antara ilmu eksakta atau filsafat. Hassan Hanafi memilih keduanya. Ia memilih eksakta karena ia menyukai matematika. Ia pernah bercita-cita menjadi seorang insinyur. Ia juga memilih filsafat, karena ia menemukan kebebasan berpikir didalamnya. Ia pernah mengikuti lomba karya tulis tentang orientasi filsafat, dan ia menjadi juara satu dalam lomba itu. Selain ilmu eksak dan filsafat, seni lukis juga ia gemari. Dalam suatu lomba melukis, Hassan Hanafi keluar sebagai juara. Beethoven, Muhammad Abduh, Raja Farouk adalah tokoh yang pernah ia lukis. Lukisan-lukisannya dipajang disekolahnya. Dalam diri Hassan Hanafi ternyata berpadu minat dan bakat dalam seni lukis, musik, logika dan filsafat. Pada musim panas Juli 1952 terjadi peristiwa penting dalam sejarah pergerakan politk di Mesir. Peristiwa itu kemudian dikenal dengan nama “Revolusi Juli” – suatu revolusi yang telah merubah konstelasi sosial, politik dan kulturah yang cukup mendasar. Dan agama termasuk pula di dalamnya. Revolusi itu telah merubah bentuk pemerintahan Mesir dari Monarki-Kerajaan menjadi Republik-Demokrasi. Oleh Hassan Hanafi, Revolusi Juli dijadikan sebagai titik awal untuk membahas pergulatan pemikiran dan pergolakan politik dalm kaitannya dengan agama di Mesir. Pikiran-pikiran Hassan Hanafi tersebut kemudian Universitas Sumatera Utara dibukukan dengan judul Al-Din wa al-Tsawrah fi Mishr 1952-1981, yang dicetak dalam delapan volume 14 . Bagi Hassan Hanafi, di Mesir tidak ada gerakan-gerakan politik yang revolusioner dan mempunyai koordinasi organisasi yang baik dan murni. Umumnya organisasi-organisasi itu dihuni oleh orang-orang yang munafik dam oportunis belaka. Satu-satunya organisasi yang masih ia nilai baik dan bersih adalah Al-Ikhwan al-Muslimun Ikhwan. Selain Ikhwan, di Mesir saat itu ada Partai Hay’ah al Tahrir Gerakan Pembebasan, Partai Wafd dan partai yang berhaluan Sosialis-Marxis. Hassan Hanafi pun kemudian menjadi anggota Ikhwan, dan dibawah paying organisasi ini dia mengkoordinir Persatuan Pelajar Mesir. Ikhwan dikenal semakin kental dengan gerakan revolusi. Ketika terjadi perundingan antara Inggris dan Mesir tentang Terusan Suez pada bulan Maret 1954 – di mana di antara salah satu butir perundingan dinilai sangat merugikan bangsa Mesir karena memberi peluang bagi Inggris untuk kembali menguasai Terusan Suez, Ikhwan mengkritik sangat tajam atas hasil perundingan itu. Hanafi bertugas mengedarkan selebaran kritik Ikhwan itu. Gelar kesarjanaannya ia raih pada tanggal 11 Oktober 1956 dari Kulliyat al-Adab Fakultas Sastra Jurusan Filsafat Universitas Kairo. Setelah itu Hassan Hanafi pergi ke Perancis untuk memperdalam filsafat di Universitas Sorbonne, dengan spesialisasi Filsafat Barat Modern dan Pra-Modern. Selama kurang dari sepuluh tahun Hassan Hanafi tinggal di Perancis, salah satu Negara tempat orientalis berada. Dalam rentang waktu tersebut, tradisi, pemikiran, dan keilmuan barat dikuasainya. Ia sempat pula mengajar Bahasa Arab di Ecole des Langues Orientales di Paris. 14 Op.cit. hal.49 Universitas Sumatera Utara Pada tahun-tahun awal keberadaannya di Perancis, Hassan Hanafi sempat mengikuti kursus musik di salah satu sekolah tinggi musik di Paris. Hal itu tak lain karena Hassan Hanafi memiliki minat pada dunia seni. Keluarganya pun terkenal sebagai keluarga musisi. Begitu seriusnya ia menekuni bidang itu sampai-sampai ia pernah bercita-cita menjadi musisi dan komponis dunia. Pagi hari kursus musik, siangnya kuliah, dan sore hari ia gunakan untuk membaca atau mencipta suatu simponi musik. Ia harus membagi waktu untuk kursus musik, kuliah, membaca dan menggubah. Setelah dua tahun, dengan kesibukan seperti itu, Hassan Hanafi sempat terserang TBC akibat kelelahan. Dokter menyarankan untuk menentukan pilihan antara musik atau filsafat. Hassan Hanafi akhirnya memilih filsafat, sebab dalam filsafat ia masih dapat menemukan pandangan yang apresiatif terhadap aspek estetis kehidupan. Pandangan itu ia temukan dalam aliran Filsafat Romantisme. Hassan Hanafi menyusun disertasi yang berjudul Essai sur la methode d’Exegese Esei Tentang Metode Penafsiran. Disertasi setebal 900 halaman tersebut memperoleh penghargaan untuk penulisan karya ilmiah terbaik di Mesir pada tahun 19615. Karya yang tebal dan monumental tersebut merupakan upaya Hassan Hanafi dalam menghadapkan Ilmu Ushul Fiqh Filsafat Hukum Islam kepada suatu madzhab filsafat modern, yaitu fenomenologi yang dirintis oleh Edmud Husserl. Upaya Hassan Hanafi itu merupakan suatu eksperimen yang menarik, sebab infinitas dari rangkaian fenomena kehidupan, yang sama sekali tidak memiliki pretensi kelanggengan, diterapkan pada ketangguhan kerangka berpikir yang dimaksudkan untuk mendukung keabadian Al-Qur’an. Setelah meraih gelar Doktor, Hassan Hanafi kembali ke almamaternya, Universitas Kairo, Mesir, dan mengajar di Fakultas Sastra, Jurusan Filsafat. Ia mengajar mata kuliah Pemikiran Kristen Abad Pertengahan dan Filsafat Islam. 15 Abdurrahman Wahid, Hassan Hanafi dan eksperimentasinya…, hal.xi. Universitas Sumatera Utara Reputasi internasionalnya sebagai pemikir ternama mengantarkan Hassan Hanafi untuk merengkuh beberapa jabatan guru besar luar biasa di berbagai perguruan tinggi diluar Mesir. Pada tahun 1969, Hassan Hanafi menjadi professor tamu di Perancis. Kecuali itu, Hassan Hanafi pernah mengajar di Belgia 1970, Amerika Serikat 1971-1975, Kuwait 1979, Maroko 1982-1984, Jepang 1984-1985 dan Uni Emirat Arab 1985 16 . Hassan Hanafi juga pernah berkunjung ke negeri Belanda, Swedia, Portugal, Spanyol, India, Sudan, Saudi Arabia, dan juga Indonesia. Kunjungan-kunjungan itu berlangsung antara 1980-1987. Dalam berbagai kunjungan tersebut, Hassan Hanafi banyak bertemu dengan para pemikir ternama, yang kemudian memberi sumbangan pada keluasan tentang persoalan hakiki yang dihadapi oleh umat manusia umumnya, dan umat Islam khususnya. Kunjungan-kunjungan tersebut juga digunakan Hassan Hanafi untuk mengamati secara langsung berbagai kontradiksi dan penderitaan kaum lemah yang terjadi di berbagai belahan dunia. Hassan Hanafi sempat menyaksikan agama revolusioner di Amerika Serikat. Di Amerika Latin, ia menyaksikan berkembangnya gerakan teologi pembebasan, yang kemudian membuka pikiran Hassan Hanafi bahwa agama Islam sudah saatnya dikembalikan kepada hakikat yang sebenarnya, yaitu sebagai agama pembebasan, agama yang sangat peduli pada persoalan-persoalan kemanusiaan. Teologi Islam harus segera direkonstruksi dari bentuk lamanya yang bersifat teosentris menjadi suatu kerangka ilmu yang dapat memajukan umat Islam, membela kaum lemah, dan berdiri tegak melawan kekuatan apa pun yang mempertahankan rezim tiran dan status quo yang merampas hak hidup dan kebebasan hakiki karunia Tuhan. Teologi Islam harus berbicara tentang manusia dengan sejumlah persoalannya : masalah sosial, ekonomi, politik, dan kebudayaan. 16 Ilham B.Saenong, Hermeneutika Pembebasan, Metodologi Tafsir Al-Qur’an Menurut Hassan Hanafi, Jakarta : Penerbit TERAJU, cet.I, 2002, hal.69 Universitas Sumatera Utara Kepergiannya ke Amerika Serikat untuk mengajar di Universitas Temple 1971-1975 sebenarnya merupakan pilihan Hassan Hanafi ketika pemerintah Mesir memberikan pilihan kepadanya antara tetap tinggal di Mesir dengan syarat menghentikan aktivitas intelektual dan gerak-geriknya yang membuat gerah dan merah kuping pemerintah, atau pergi keluar negeri. Di Amerika Serikat, Hassan Hanafi mempertajam penguasaannya atas filsafat Anglo-Saxon dan studi tentang agama-agama. Pada periode itu ia menulis tentang agama Yahudi, Kristen dan Islam dalam rangka membangun dialog antar agama. Pada tahun 1975, Hassan Hanafi kembali ke Mesir dengan membawa obsesi lamanya, yaitu membangun kesadaran diri al-wa’y lewat penelusuran dan pengkajian serta penafsiran ulang atas tradisi klasik turats di satu sisi, dan menjadikan Barat sebagai objek kajian sekaligus mitra sejajar dalam hubungan Timur Islam – Barat. Ia pun mulai menulis buku Al- Turats al-Tajdid. Namun, naskah buku tersebut belum sempat selesai ditulis, karena ia kemudian antara tahun 1976-1981 ikut aktif dalam gerakan anti-pemerintahan Presiden Anwar Sadat yang dinilainya pro Barat dan bersedia untuk berdamai dengan Israel, musuh bebuyutan bangsa Arab. Keterlibatan Hassan Hanafi pada gerakan anti-pemerintahan Presiden Anwar Sadat, menjadikannya dipecat dari Universitas Kairo dengan tuduhan menentang penguasa. Hassan Hanafi pun kemudian banyak menulis di berbagai surat kabar dan majalah. Tulisan- tulisannya merupakan refleksi Hassan Hanafi atas sejumlah persoalan agama, sosial dan politik di Mesir. Ia kemudian mengumpulkan tulisan-tulisannya tersebut dan menerbitkannya dalam bentuk buku berjudul Al-Din wa al-Tsawrah fi Mishr 1952-1981 Agama dan Revolusi di Mesir 1952-1981. Buku itu dikemas dalam delapan volume – Vol.I: Agama dan Kebudayaan Bangsa; Vol.II: Agama dan Pembebasan Kebudayaan; Vol.III: Agama dan Perjuangan Nasional; Vol.IV: Agama dan Pembangunan Bangsa; Vol.V: Gerakan-gerakan Universitas Sumatera Utara Keagamaan Kontemporer; Vol.VI: Fundamentalisme Islam; Vol.VII: Kanan dan Kiri dalam Pemikiran Islam; dan Vol.VIII: Kiri Islam dan Kesatuan Nasional. Hassan Hanafi tercatat sebagai pelopor berdirinya organisasi perhimpunan para filosof Mesir yang berdiri tahun 1986. Perhimpunan itu diketuai oleh Dr. Abu Al-Wafa al- Taftazani, dan selanjutnya digantikan oleh Dr. Mahmud Hamdi Zaqzuq. Hassan Hanafi sendiri memegang jabatan sekretaris jendral.

2.2. Pemikiran – Pemikiran yang Mempengaruhi Hassan Hanafi