1.5.1. Kiri Islam
Istilah “kiri” dalam wacana global seolah terinspirasi dari gerakan kaum sosialis maupun pemikiran Herbert Marcuse yang disebut member ruh bagi New Left yang
menginspirasi revolusi mahasiswa 1968. Ini seakan-akan menunjukkan bahwa “kiri” selalu bersentuhan dengan hal-hal yang bersifat revolusioner. Kiri Islam merupakan sintesa dan
tafsir ulang terhadap khazanah keilmuan Islam dan juga analisis konsep Marxian atas kondisi obyektif serta tradisi yang mengakar dalam rakyat, tradisi yang dimaksud adalah tradisi
keagamaan yang membentuk medan kebudayaan massa
6
. Berbicara tentang kiri maka tak terlepas dari kata kanan, maka dalam konteks ini
adakah yang disebut dengan kanan Islam? Secara tersirat Hanafi menjelaskan tidak ada kanan Islam dan yang ada hanya kiri Islam. ini dikarenakan Islam tidak patut ataupun boleh
bertindak sebagai penindas karena Islam adalah agama pembebasan. Bahkan posisi kaum tertindas dijelaskan dalam Al-Qur’an surah Al-Qasas 28 : 5, yang berbunyi :
Dan kami hendak member karunia kepada orang-orang tertindas di bumi itu dan hendak menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi bumi.
Hassan Hanafi, seperti dikatakan Issa J Boulatta dikutip dari Listiyono Santoso
7
, berkeyakinan bahwa Kiri Islam dapat berhasil setelah realitas masyarakat, politik, ekonomi,
khazanah Islam dan tantangan barat dapat dianalisis. Dalam beberapa hal, Kiri Islam bertumpu dalam tiga tatanan metodologi : pertama, tradisi atau sejarah Islam; kedua,
fenomenologi; ketiga, analisis sosial Marxian.
6
Muhammad Mustafied, dalam Muhidin M. Dahlaned, Sosialisme Religius Suatu Jalan Keempat?, Yogyakarta : Kreasi Wacana, 2000, hal.177.
7
Listiyono Santoso. Epistemologi Kiri. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2003, hal.276.
Universitas Sumatera Utara
Kiri Islam, menurut Hassan Hanafi sebagaimana dikutip Shimogaki, lahir setelah melihat berbagai kegagalan dalam masyarakat dunia TimurIslam dalam beberapa generasi
dalam mengentaskan keterbelakangan dan kemiskinan
8
. Ini disebabkan karena : pertama, berbagai tendensi keagamaan yang terkooptasi kekuasaan yang menjadikan agama Islam
hanya sekedar ritus dan kepercayaan-kepercayaan ukhrawi. Padahal itu bukanlah pencerminan dari system Islam. Sementara kecenderungan keagamaan yang tidak
terkooptasi, terjebak dalam fanatisme primordial, kejumudan dan berorientasi kekuasaan. Kedua, liberalisme yang pernah berkuasa sebelum masa-masa revolusi berakhir, jelas
didikte oleh kebudayaan barat, berperilaku seperti penguasa kolonial dan hanya melayani kelas-kelas elite yang menguasai asset negara. Ketiga, Marxisme yang berpretensi
mewujudkan keadilan sosial dan menantang kolonialisme ternyata tidak diikuti dengan pembebasan rakyat dan pengembangan khazanah mereka sebagai energi untuk mewujudkan
tujuan-tujuan kemerdekaan nasional. Keempat, nasionalisme revolusioner yang berhasil melakukan perubahan-perubahan radikal dalam sistem politik dan ekonomi ternyata tidak
berumur lama karena banyak mengandung kontradiksi dan tidak mempengaruhi kesadaran mayoritas rakyat. Itu sebabnya Kiri Islam dimunculkan dalam rangka merealisasikan tujuan-
tujuan pergerakan nasional dan prinsip-prinsip sosialis dengan cara mengembangkan khazanah intelektual klasik yang berdimensikan revolusioner dan berpijak pada kesadaran
rakyat. Kiri Islam al-Yasar al-Islamiy merupakan bentuk idiologisasi Islam untuk
mewujudkan pemihakannya kepada kepentingan rakyat. Tugas Kiri Islam adalah mendefinisikan kuantitas Barat, yakni mengembalikannya ke batas alamiahnya dan
mengakhiri mitosnya yang mendunia. Barat berada pada pusat peradaban dunia, dan ingin
8
Kazuo Shimogaki. Kiri Islam : Antara Modernisme dan Posmodernisme, Telaah Kritis Pemikiran Hassan Hanafi, Yogyakarta : LKiS, 1993. Hal 84
Universitas Sumatera Utara
mengekspor peradabannya kepada bangsa-bangsa lain. Barat menyediakan model pembangunan sebagai alat untuk menguasai dan menghilangkan kekhasan bangsa-bangsa
lain. Akibatnya bangsa- bangsa non-Barat tidak mampu menentukan nasib dan menguasai kekayaan mereka sendiri.
Krisis abad ke-20 di Barat bagi kita adalah awal reformasi. Tugas Kiri Islam adalah mengembalikan peradaban Barat pada tempat kelahiran, lingkungan dan sejarahnya. Ini untuk
menghilangkan hambatan bagi berkembangnya peradaban non-Barat. Dan model-model bagi kemajuan, dengan demikian, bisa menjadi banyak dan berviariasi. Tugas Kiri Islam adalah
mendorong peradaban Barat kembali ke Barat; menjadikan Barat sebagai tema studi khusus bagi peradaban non-Barat. Lebih jauh ia akan melahirkan suatu disiplin baru, “Orientalisme”,
untuk menandingi “Oksidentalisme”. Orientalisme sendiri menghadirkan alam pikiran, pandangan dunia dan motivasi Barat yang terselubung ketimbang studi tentang objeknya.
Kiri Islam memberikan suatu gambaran situasi di dunia Islam tanpa mengikuti suatu metode bimbingan atau nasehat. Realitas menampakan dirinya, seperti statistik. Pemikiran
keagamaan kita bersandar pada metode yang mentransfer teks ke realitas. Kiri Islam juga berfungsi guna meneliti unsur-unsur revolusioner dalam agama. Agama adalah apa yang kita
miliki dalam tradisi yang asli; revolusi adalah hasil zaman kita. Dan dalam agama sendiri ada revolusi. Para nabi adalah para revolusioner dan sekaligus reformis. Revolusi tauhid
menentang kemusyrikan dibawa Nabi Ibrahim; revolusi semangat oleh Nabi Isa, revolusi orang miskin, budak, dan orang-orang yang malang dibawa Nabi Muhammad.
Kiri Islam sepenuhnya bebas dari Timur atau pun Barat. Ia bukan Marxisme baru, liberalisme revolusioner atau gerakan Syi’ah. Konsepsi ini hadir dari kecenderungan budaya
ideologis yang berakar dari warisan klasik kita, al-Qurtan dan Sunnah. Kiri Islam
Universitas Sumatera Utara
mempertimbangkan politik dalam budaya ummah dan renaissans ummah, dan perjuangannya adalah pada tingkat kesadaran budaya dan peradaban ummah. Ia bertujuan melampaui
pemecahan-pemecahan yang parsial untuk mencapai pandangan yang menyeluruh. Hassan Hanafi berpandangan bahwa Kiri Islam bukan hanya semangat yang berapi-api dalam pikiran
masyarakat, tapi bertujuan untuk mentransformasikan semangat itu ke dalam akal, dialog dan pencerahan untuk mempertahankan kebaikan Islam.
Konsep Islam nasionalis berbentuk solusi riil problem umat Islam saat ini, seperti keadilan sosial, lintas etnik, toleransi beragama, membangun etos kerja, menolak penjarahan
tanah, dan praktik kekerasan berdarah. Saya ingin memperkenalkan Islam modern, yang memberi penafsiran baru terhadap teks-teks ajaran Islam hingga mampu menghadapi
tantangan modernitas, tanpa harus taklid pada Barat dan juga ulama klasik Arab. Islam yang saya maksud mendorong bangkitnya budaya nasional serta melestarikan identitas bangsa
Indonesia, paparnya.
Dalam pandangannya, Islam yang dibutuhkan Indonesia bukan konservatif yang hanya terbuai dengan syiar-syiar agama dan bukan pula sekuler Barat yang belum tentu
cocok dengan budaya bangsa Indonesia. Apa yang dibutuhkan Indonesia dan juga dunia Islam lainnya sesungguhnya sama, yaitu memelihara dua legitimasi dalam satu waktu, yakni
teritorial dan identitas budaya, serta nasionalisme, dan khasanah warisan di satu sisi dan legitimasi modernitas yang ditandai dengan keterbukaan, kebebasan, keadilan, supremasi
hukum di sisi lain.
1.6. Metode Penelitian