BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Lembaga perbankan merupakan salah satu tulang punggung perekonomian suatu negara, karena memiliki fungsi intermediasi atau sebagai perantara antara
pemilik modal fund supplier dengan pengguna dana fund user. Bank dengan kinerja keuangan yang sehat menjadi tujuan penting, agar fungsi intermediasi
dapat berjalan lancar. Krisis moneter yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997, telah mengakibatkan krisis perbankan yang parah di Indonesia. Kondisi ini
mendorong dilakukannya restrukturisasi perbankan. Salah satu tumpuan program ini adalah adanya aturan tentang Rasio Kecukupan Modal, yakni Capital
Adequacy Ratio CAR dengan tujuan agar bank dapat mengembangkan aktivanya secara aman sehingga dapat mendorong pemberdayaan bank.
Tingkat kesehatan bank dapat dinilai dari beberapa indikator, yakni permodalan, kualitas aset, manajemen, rentabilitas, likuiditas, sensitivitas terhadap
resiko. CAR merupakan salah satu indikator kesehatan permodalan bank. Penelitian aspek permodalan suatu bank lebih dimaksudkan untuk mengetahui
bagaimana atau apakah modal bank tersebut telah memadai untuk menunjang kebutuhan. Adapun kriteria yang dikeluarkan Bank Indonesia dalam Arsitektur
Perbankan Indonesia 2004 untuk sebuah bank bisa menjadi bank jangkar anchor bank adalah :
1. rasio kecukupan modal CAR minimum 12 dari Aktiva Tertimbang Menurut Resiko ATMR dengan rasio modal inti minimum 6,
Universitas Sumatera Utara
2. rasio Return On Asset ROA minimal 1,5, 3. pertumbuhan kredit riil sedikitnya 22 dengan Loan to Deposit Ratio LDR
sedikitnya 50 dan rasio kredit bermasalah Non Performing Loan dibawah 5,
4. merupakan perusahaan publik atau berencana dalam waktu dekat menjadi perusahaan publik dan memiliki kemampuan menjadi konsolidator.
Dalam perhitungan kecukupan permodalan bank, bobot kategori risiko ATMR berperan dalam menentukan jumlah minimum permodalan yang harus
dimiliki oleh bank. Semakin kecil ATMR yang dikenakan pada satu debitur kelompok debitur maka jumlah modal minimum yang harus disediakan bank akan
semakin kecil. Singkatnya, dengan jumlah modal yang ada, penurunan ATMR akan memberikan keleluasaan bagi bank untuk melakukan ekspansi pembiayaan
financing kepada debitur. Jadi kalau ATMR bank semakin besar maka bank juga harus meningkatkan modalnya kalau tidak presentase CAR nya akan menurun.
Perbandingan sederhana antara porsi modal terhadap kekayaan bank bisa dilihat dari rata-rata CAR pada bulan Maret 2006 sebesar 21,84. Nilai tersebut
jauh diatas CAR minimal 8. Nilai CAR tersebut lebih disebabkan nilai ATMR yang masih rendah. Perhitungan bobot ATMR yang diturunkan, menyebabkan
nilai CAR akan semakin kurang sensitif terhadap pertumbuhan pinjaman tersebut. Jadi ada kecenderungan nilai CAR tersebut disebabkan bank mencari penyaluran
dana yang aman-aman saja. Hal ini dilakukan dengan mengalokasikasikan penyaluran dananya ke alternatif aktiva yang beresiko rendah, misalnya
penempatan pada Sertifikat Bank Indonesia SBI Obligasi pemerintah, atau
Universitas Sumatera Utara
dengan kata lain bank bisa saja mengurangi penyaluran kredit agar bisa menjaga nilai CAR-nya tetap tinggi.
Berdasarkan laporan keuangan perbankan di Indonesia, laba perbankan pada tahun 2005 mengalami penurunan sebesar 23.56 dan NPL kredit macet
mengalami peningkatan menjadi 7,56 pada tahun 2005. Pertumbuhan kredit yang tinggi menjadi hal yang menonjol pada tahun 2008. Gejala pertumbuhan
kredit yang pesat sebenarnya sudah mulai terlihat sejak tahun 2007. Waktu itu pertumbuhan kredit mencapai 25 atau lebih tinggi dari target sebesar 22. Pada
tahun 2008, sesuai Rencana Bisnis, perbankan menargetkan pertumbuhan kredit sekitar 24. Sebelum tahun 2008 berakhir, target kredit tersebut sudah terlampaui
hingga mencapai puncaknya pada bulan Oktober 2008 dengan pertumbuhan 37. Sejalan dengan meningkatnya tekanan karena memburuknya perekonomian, sejak
bulan November 2008 pertumbuhan kredit mulai melambat sehingga mencapai 29,5 pada akhir tahun.
Penyaluran kredit tidak hanya berpotensi meningkatkan laba, tapi juga sering disertai peningkatan kredit macet NPL. Peningkatan NPL juga akan
mempengaruhi bank dalam penyaluran kredit pada periode berikutnya. Sepandai apapun analis kredit dalam menganalisis setiap permohonan kredit, kemungkinan
kredit tesebut macet pasti ada Kasmir, 2003:115. NPL merupakan variabel yang sensitif karena sebagian besar memperlihatkan keburukan kinerja manajer dalam
mengelola kredit bermasalah Nasser, 2003. Selama semester II 2008, kenaikan nominal NPL cenderung meningkat sejalan dengan meningkatnya tekanan
perlambatan perekonomian. Kenaikan nominal NPL perlu diwaspadai apalagi
Universitas Sumatera Utara
kondisi ekonomi tengah kurang menggembirakan. Dilihat dari sisi rasio NPL, dibandingkan dengan posisi akhir semester I 2008, rasio NPL gross menurun
menjadi 3,76. Rendahnya rasio NPL dipengaruhi oleh tingginya peningkatan kredit yang jauh melebihi peningkatan nominal NPL.
Perbankan mengalami peningkatan laba pada tahun 2006 Rp 28,82 triliun setelah sempat mengalami penurunan pada tahun 2005 Rp 22,65 triliun.
Besarnya laba ini bukan merupakan hal yang sepenuhnya baik, diakibatkan : 1 masih tingginya laba yang diciptakan melalui penempatan dana dalam
Sertifikat Bank Indonesia SBI dan obligasi pemerintah. Ini merupakan bagian dari laba perbankan yang diambil dari kantong masyarakat dan bukan
karena aktivitas bisnis perbankan seperti intermediasi antara kelompok masyarakat penabung dan kelompok dunia,
2 menyangkut semunya data bahwa non performing loan NPL senantiasa mengalami penurunan pada tahun-tahun terakhir ini. Tentu saja dana yang
tidak dipinjamkan perbankan kepada masyarakat dan malahan ditempatkan dalam bentuk SBI dan obligasi pemerintah hampir tidak mungkin tergelincir
menjadi berstatus kredit macet. Dimana aset dalam SBI, bobot resikonya dinilai sebesar nol nol perseratus. Selama manfaat yang diperoleh perbankan
dari penempatan dana di SBI dan obligasi pemerintah masih relatif tinggi, kesulitan penyaluran kredit pada dunia usaha akan senantiasa menghadang.
Peningkatan laba yang masih sangat mengandalkan SBI, jika dikaitkan dengan tujuan diluncurkannya API yakni menciptakan perbankan yang membantu
pertumbuhan ekonomi nasional, maka terlihat jelas bahwa peningkatan laba
Universitas Sumatera Utara
dengan cara membeli SBI tidak sejalan dengan ide diluncurkannya API. Bunga yang diperoleh dari SBI amat jauh berbeda karakternya dibandingkan dengan
bunga yang diperoleh dari peminjaman oleh masyarakat. Selama semester II 2008, pendapatan bunga bersih perbankan lebih tinggi
dibandingkan semester I 2008 sebagai akibat dari penyaluran kredit yang masih tinggi, namun ke depan hal ini berpotensi mengurangi profitabilitas. Profitabilitas
yang dihasilkan dari pendapatan bunga tersebut tidak seluruhnya dapat langsung menjadi laba bersih bank. Hal tersebut karena perbankan mengantisipasi
memburuknya kualitas kredit terkait melambatnya pertumbuhan ekonomi ke depan dengan meningkatkan beban Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif
PPAP. Akibatnya, terjadi penurunan laba operasional sekitar 30,6, yaitu dari Rp17,6 triliun Juni2008 menjadi Rp12,2 triliun Desember 2008.
Perolehan laba selama semester II 2008 turun 33,9 setelah memperhitungkan pajak, yaitu dari Rp18,4 triliun menjadi Rp12,2 triliun. Penting
dicatat bahwa penurunan laba yang terjadi pada paruh kedua tahun 2008 ini, merupakan kecenderungan tahunan yang juga terjadi pada tahun 2007 yang lalu.
Hanya saja, meningkatnya tekanan terhadap kondisi perbankan pada tahun 2008, menyebabkan perolehan laba berjalan menjadi lebih menurun, yaitu dari sebesar
Rp35,0 triliun pada akhir 2007 menjadi Rp30,6 triliun pada akhir 2008. Pada periode yang sama total aset perbankan juga mengalami peningkatan. Hal ini
kemudian menyebabkan ROA perbankan juga menjadi menurun. Penurunan laba operasional sepanjang tahun 2008 tampaknya juga dipicu oleh tingkat efisiensi
Universitas Sumatera Utara
yang ikut berkurang. Penurunan efisiensi ini tercermin pada rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional BOPO yang meningkat.
Beberapa penelitian mengenai kecukupan modal telah dilakukan, seperti yang dilakukan oleh Harry Sukamto 2009 melakukan penelitian mengenai
pengaruh tingkat penyaluran kredit dan pemamfaatan aktiva terhadap kecukupan modal perusahaan perbankan yang go public. Secara parsial, LDR kurang
berpengaruh terhadap tingkat CAR dan ROA berpengaruh terhadap CAR. Secara simultan, LDR dan ROA berpengaruh terhadap CAR perbankan.
Fatma Zuleira Sinaga 2008 melakukan penelitian pengaruh profitabilitas dan likuiditas terhadap kecukupan modal pada bank umum nasional. Hasilnya,
secara parsial, ROE, IML, NPM berpengaruh signifikan terhadap CAR. LDR dan QR berpengaruh, tetapi tidak signifikan. Secara simultan, profitabilitas dan
likuiditas berpengaruh signifikan terhadap CAR. Pane 2007 melakukan penelitian untuk menguji hubungan profitabilitas
dan likuiditas dengan CAR pada bank BRI. Hasil penelitian menunjukan rasio profitabilitas seperti ROE, IML dan rasio likuiditas LDR punya hubungan positif
dan tidak signifikan terhadap CAR. Rasio likuiditas yang lain seperti QR punya hubungan negatif dan tidak signifikan terhadap CAR.
Sitanggang 2006 melakukan penelitian untuk menguji pengaruh timbal balik antara profitabilitas dan likuiditas dengan permodalan. Profitabilitas diwakili
oleh ROE dan IML. Likuiditas diwakili oleh LDR dan QR. Permodalan diwakili oleh CAR. Hasil penelitian menunjukan bahwa secara parsial rasio IML
berpengaruh signifikan terhadap CAR, sedangkan rasio ROE dan QR berpengaruh
Universitas Sumatera Utara
tetapi tidak signifikan terhadap CAR. Secara simultan, rasio profitabilitas dan likuiditas berpengaruh secara signifikan terhadap CAR. Analisis yang dilakukan
Ayu 2003 tentang pengaruh kecukupan modal terhadap profitabilitas dan likuiditas pada bank umum yang go public di BES. Penelitian ini menghasilkan
kesimpulan bahwa ada pengaruh positif antara kecukupan modal terhadap profitabilitas dan pengaruh negatif antara kecukupan modal terhadap likuiditas.
Melihat fenomena yang terjadi pada industri perbankan, khususnya di tahun 2005 – 2008, dan masih beragamnya hasil – hasil penelitian terdahulu mengenai
pengaruh rasio keuangan tertentu terhadap kecukupan modal, mendorong peneliti untuk mereplikasi penelitian Harry Sukamto 2009, dengan menambah 2 variabel
independen, yaitu NPL dan BOPO. Berdasarkan pertimbangan tersebut, peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh LDR Loan to Deposit Ratio, NPL Non Performing Loan ROA Return On Asset dan
BOPO Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional Terhadap Kecukupan Modal Perbankan Pada Bank Yang Terdaftar Di BEI”.
B. Perumusan Masalah