Pengerian Yatim Piatu Pandangan Islam Terhadap Yatim dan Piatu

xxxvii harus dilaksanakan secara intensif di rumah tangga, sekolah dan masyarakat. 32 Yatim Piatu

1. Pengerian Yatim Piatu

Kata yatim berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata: - - ﻳ Dimana artinya: Telah menyendiri, menyendiri. 33 Sedangkan pada kamus Al-Munjid yatim adalah : Artinya: “Anak yang kehilangan ayahnya sedangkan ia belum sampai pada batas orang dewasa”. 34 Adapun pengertian yatim menurut istilah adalah tidak berbapak atau tidak beribu, atau tidak beribu bapak, tetapi sebagian orang memakai kata yatim untuk anak yang bapaknya meninggal dunia. 35 Kemudian dipertegaskan lagi oleh Hasan Shadaly bahwa yatim adalah anak yang belum dewasa dan yang tidak berbapak lagi. 36 Sedangkan dalam Kamus Bahasa Indonesia, makna yatim adalah anak yang beribu dan tidak berbapak; setengah orang memakai kata yatim untuk anak yang bapaknya meninggal, sedangkan piatu adalah anak yang tidak yatim saja, juga tidak ada yang mmeliharanya. 37 Dengan demikian, anak yatim adalah anak yang ditinggal wafat ayahnya sedangkan ia masih belum berada dalam usia balig dan belum dapat mengurus dirinya dengan baik. Dalam ajaran Islam, balig adalah batas usia dari masa kanak-kanak kepada masa dewasa. Untuk dapat mengetahui tanda-tanda balig dan batas umur seorang anak yang disebut yatim adalah sebagai berikut : a Telah berumur 15 tahun. b Telah keluar mani. 32 Ibid., h.72 33 Muhammad bin Abi Bakar bin Abd. Qodir Ar-Razi, Muhtarus Shihab, h.741 34 Luis Al-Ma’luf, Al-Munjid Fill Lughat Wal-A’lam, Beirut. Libanon: Dar El. Masyrek, 1986, Cet ke-28, h.923 35 Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus B. Indonesia Kontemporer, Jakarta: Modern English, 1991, h. 1727 36 Hasan Shadaly, Ensiklopedi Indonesia, Jakarta: Ikhtisar Baru Van Hoeve, 1984,, Jilid 7, h.3977 37 W.J.S. Poerwadarminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta : PN. Balai Pustaka, 1985, h.1152 xxxviii c Telah haid bagi anak perempuan. 38

2. Pandangan Islam Terhadap Yatim dan Piatu

Anak yatim adalah anak yang patut diperhatikan dan dikasihihani serta disayangi, terutama mereka yang keluarganya kurang mampu, sebab mereka telah kehilangan kasih sayang dan perhatian dari orang tuanya yang telah meninggal dunia. Selain itu mereka membutuhkan bimbingan dan pengawasan untuk kemajuan bagi masa depannya. Karena kedudukan anak yatim mendapatkan tempat yang sangat istimewa di ajaran Islam, ayat-ayat al-Qur’an maupun hadits-hadits Nabi Muhammad Saw banyak menyinggung dan mencontohkan tentang bagaimana tata cara memperlakukan dan menyantuninya anak yatim. Memperlakukan dan menyantuninya akan mendapatkan pahala yang sangat besar. Menurut Prof. Dr. Mutawalli As-Sya’rawi dalam bukunya yang berjudul “Dosa-dosa Besar” mengemukakan bahwa anak yatim adalah individu yang kehilangan keluarganya dan oleh karena itu dikatakan sebagai Durratun Yatiimah”, yang artinya seseorang yang sendirian. Dengan demikian, anak yatim merupakan simbol dari kelemahan dalam kehidupan manusia yang perlu mendapatkan pertolongan. Maka dari itu, harus menyayangi mereka, sebagaimana dalam firman Allah Swt dalam surat Al-Maun, ayat 1-4 yang berbunyi : Artinya : “Tahukah kamu orang yang mendustakan Agama ? itulah orang-orang yang menghardik anak yatim dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka kecelakaanlah bagi bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya”, Q.S. Al-Ma’un; 1-4. 39 38 Sulaiman Rasyid, Fiqih Islam, Bandung: Sinar Batu Al-gensindo, 1994, Cet. Ke- 27, h.316 39 Al-Qur’an dan Terjemahannya, Ayat 1-7, h.1108 xxxix Ayat di atas menjelaskan bahwa setiap muslim harus memperhatikan dan menyayangi anak-anak yatim karena mereka merupakan titipan kepada umat yang harus diberikan santunan, diurus, dan didik dengan baik, sehingga mereka dapat merasakan yang sama sewaktu masih ada orang tuanya. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw : ﻭ ﻡ ﻥ , ﻭ ﻧ Artinya : “Orang yang paling baik kepada anak yatim laki-laki atau perempuan, maka saya dengan orang itu di kemudian hari didalam surga seperti jari telunjuk dan jari tengah”, H.R. Hakim dari Anas. 40 Dari hadits di atas dapat diambil kesimpulan bahwa agama islam begitu besar perhatiannya terhadap anak-anak yatim, sehingga Nabi Muhammad dengan sendirinya menegaskan bahwa orang yang menyantuni dan melindungi anak-anak yatim maka mereka akan masuk surga bersama beliau, dan kedekatannya bagaikan jari telunjuk dan jari tengah. Artinya tidak akan terpisahkan. Jadi, demikian sangat besar penghargaan Nabi terhadap mereka umat yang menyantuninya. Akan tetapi sebaliknya, jika ada yang memperlakukan sewenang- wenang, melantarkan, dan memakan harta anak yatim, maka Allah Swt akan memasukan mereka kedalam api neraka. 40 As-Sayyid Ahad Al-Hasyimiy, Terjemah Muhktarul Ahadits, Hikamil Muhammadiyah, Bandung: Alma’arif, 1996, Cet. ke-6, h.734 xl Sebagaimana Firman Allah Swt dalam surat An-Nisaa, ayat 10 yang berbunyi: Artinya : “Sesugguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api neraka yang menyala-nyala”. 41 Kutipan-kutipan ayat suci al-Qur’an diatas menunjukan betapa besarnya perhatian Allah Swt kepada anak yatim dan tentunya merupakan tuntunan yang harus dipatuhi oleh manusia. Betapapun beratnya menyantuni atau menyayangi anak yatim, tetapi lebih berat lagi bahaya yang ditimbulkan akibat membiarkannya hidup terlantar tanpa ada seorang pun yang memperdulikannya. Karena menyantuni anak yatim identik dengan membangun masa depan bangsa secara nyata, yaitu dengan menanamkan harapan para anak yatim di masa kini agar dapat menuai masa depan mereka yang lebih cerah. Selain itu, pemerintah harus bertanggung jawab terhadap nasib- nasib mereka karena bagaimanapun pemerintah adalah bagian yang tak dapat dipisahkan dari anggota masyarakat di suatu negara. Sebagaimana yang tertera dalam UUD 1945 yang berbunyi : “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”. 42

3. Pembinaan Yatim Dan Piatu Menurut Ajaran Islam