Pola ekspresi emosi anak yatim piatu (studi kasus pada dua anak yatim piatu di Yogyakarta)

(1)

POLA EKSPRESI EMOSI ANAK YATIM PIATU

(Studi Kasus pada Dua Anak Yatim Piatu di Yogyakarta)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh: Larisa Patrisia Prista

131114032

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2017


(2)

i

POLA EKSPRESI EMOSI ANAK YATIM PIATU

(Studi Kasus pada Dua Anak Yatim Piatu di Yogyakarta)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh: Larisa Patrisia Prista

131114032

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2017


(3)

(4)

(5)

iv

HALAMAN MOTTO

Ketika Tuhan beri mereka kepintaran, dan aku tidak. Aku sadar bahwa Tuhan memberi aku semangat, dan kesempatan untuk bisa lebih baik dari yang terbaik.

Tuhan adalah segalanya, orang tua adalah yang terpenting, sahabat adalah penyemangat, tetapi aku adalah pondasi dan penggerak dalam hidupku.

“Jika kegagalan adalah sukses yang tertunda, berarti bisa kita harapkan kebohongan adalah jujur yang tertunda. Mengapa kalian pesimistis?”.

― Sujiwo Tejo,

“Hidup itu seperti pergelaran wayang, dimana kamu menjadi dalang atas naskah semesta yang dituliskan oleh Tuhan mu”.

― Sujiwo Tejo


(6)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan untuk: Tuhan Yesus sumber kekuatanku

Elisius Pujung dan Katrina sumber kebahagiaanku Semua dosen dan teman angkatan 2013


(7)

(8)

(9)

viii ABSTRAK

POLA EKSPRESI EMOSI ANAK YATIM PIATU DI YOGYAKARTA (Studi Kasus pada Dua Anak Yatim Piatu di Yogyakarta)

Larisa Patrisia Prista Universitas Sanata Dharma

2017

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) cara anak yatim piatu mengekspresikan emosi positif; 2) cara anak yatim piatu mengekspresikan emosi negatif; 3) pola-pola ekspresi emosi positif anak yatim piatu; 4) dampak yang ditimbulkan dari ekspresi emosi positif anak; 5) pola-pola ekspresi emosi negatif anak yatim piatu; 6) dampak yang ditimbulkan dari ekspresi emosi negatif anak; 7) cara mengatasi dampak negatif dari pola ekspresi emosi negatif; 8) Faktor-faktor yang mempengaruhi pola ekspresi anak yatim piatu.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dalam bentuk studi kasus. Tempat penelitian ini adalah salah satu Panti Asuhan Swasta di Yogyakarta. Sumber data penelitian ini adalah dua anak yatim piatu. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, dan wawancara. Teknik analisa data kualitatif yang digunakan adalah membuat verbatim, membuat koding verbatim, mengelompokkan tema, menyaring data, dan interpretasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak yatim piatu mampu mengekspresikan emosi positif ketika mengalamai kejadian tertentu. Anak yatim piatu cenderung mengekspresikan emosi positif dengan tertawa, bermain bersama teman, menyalurkan bakat yang dimiliki. Cara anak yatim piatu mengekspresikan emosi negatif dengan menangis, menjauhi teman, menyendiri, raut wajah yang murung. Dampak bagi anak yatim piatu ketika mengekspresikan emosi positif, anak yatim piatu menjadi lebih termotivasi, merasa disayang. Dampak negatif dari pola ekspresi emosi negatif yaitu menjadi pemurung, dan dijauhi oleh teman-teman. Faktor yang mempengaruhi pola ekspresi emosi anak yatim piatu adalah dukungan dari dalam diri anak dan keadaan lingkungan sekitar anak.


(10)

ix ABSTRACT

EMOTIONAL EXPRESSION PATTERNS OF ORPHANED CHILDREN IN YOGYAKARTA

(Case Study on Two Orphaned children in Yogyakarta) Larisa Patrisia Prista

Sanata Dharma University 2017

This study aims to determine: 1) how orphaned children express positive emotions; 2) how orphaned children express negative emotions; 3) patterns of expression of positive emotions among orphaned children; 4) the impact of a child's expression of positive emotions; 5) patterns of expression of negative emotions orphaned children; 6) the impact of negative emotional expression of children; 7) how to overcome the negative effects of the pattern of expression of negative emotions; 8) The factors that influence the expression pattern of orphaned children.

This type of research is qualitative research in the form of case studies. The place of this study is one of the private orphanage in Yogyakarta. The data source of this research is two orphaned children. Data collection techniques used were observation, and interviews. Qualitative data analysis techniques used are making verbatim, making verbatim coding, grouping theme, filtering the data, and interpreting.

The results showed that orphaned children are able to express positive emotions when experiencing a particular event. Orphaned children tended to express positive emotions by laughing, playing with friends, or equipping talents. How to orphaned children express their negative emotions by crying, away from friends, alone, face somber. The impact for orphaned children when expressing positive emotions, orphaned children become more motivated, feel loved. The negative impact of the pattern of expression of negative emotions that become moody, and shunned by friends. Factors affecting the pattern of expression of emotions orphaned children is the support of the child and the environment around the child.


(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan rahmat yang selalu dilimpahkan kepada peneliti sehingga peneliti dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi ini merupakan tugas akhir sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Peneliti menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan selesai dan berjalan dengan baik tanpa bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terimakasih kepada:

1. Tuhan Yesus yang selalu campur tangan dalam hidup saya.

2. Rohandi, Ph.D selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

3. Dr. Gendon Barus, M.Si. selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma.

4. Juster Donal Sinaga, M.Pd. selaku Wakil Ketua Program Studi Bimbingan dan konseling Universitas Sanata Dharma dan selaku dosen pembimbing yang selalu bersedia membantu, mendampingi, memberi motivasi, dan mendukung peneliti dengan waktu, pikiran, dan tenaga dalam proses penulisan skripsi hingga selesai.

5. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling yang telah membimbing penulis selama empat tahun penulis menempuh pendidikan di Program Studi Bimbingan dan Konseling.


(12)

xi

6. Mas Moko yang selalu sabar membantu penulis dalam hal administrasi selama penulis menempuh pendidikan di Program Studi Bimbingan dan Konseling.

7. Elisius Pujung dan Katrina, orang tua yang selalu memberi dukungan dan doa tanpa henti.

8. Dominikus, teman yang selalu mendampingi dalam proses penelitian hingga selesai.

9. Fransiskus Kebry dan Gladiyo, abang dan adik yang selalu setia mendukung dan mendoakan saya.

10.Fransiska Claudia Unsai yang selalu memberi dukungan dan doa untuk saya.

11.Sta, Depi, Amiknah, Titin, Pinah, Niak, Plori, Yitno, Induch, yang setia menghibur ketika mumet

12.Elizabeth Novenia dan Elliana Hastuti yang selalu memberi dukungan dan terkadang mengajak saya pergi untuk menghilangkan penat.

13.Subjek penelitian saya yang bersedia menjadi responden dalam penelitian saya.

14.Panti Asuhan yang bersedia memperbolehkan saya melakukan penelitian. 15.Semua teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang turut


(13)

xii

Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan. Namun demikian penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi dunia Bimbingan dan Konseling serta memberikan referensi bagi pendidik dan mahasiswa yang membacanya.

Penulis


(14)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... Error! Bookmark not defined. HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... Error! Bookmark not defined. LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ... Error! Bookmark not defined. PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Error! Bookmark not defined. ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Batasan Masalah... 5

D. Fokus Penelitian ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 7

G. Definisi Istilah ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 10

A. Pola Ekspresi Emosi ... 10

1. Pengertian Pola Ekspresi Emosi ... 10

2. Bentuk-bentuk Emosi ... 12

3. Pola Ekspresi Emosi Positif ... 12


(15)

xiv

5. Aspek-aspek Kematangan Emosi ... 14

6. Perkembangan Emosi Pada Remaja ... 16

7. Bentuk-Bentuk Ekspresi Emosi ... 17

8. Faktor yang Mempengaruhi Ekspresi Emosi Positif dan Negatif... 19

9. Dampak Emosi Terhadap Kepribadian ... 21

B. Anak Yatim Piatu ... 25

C. Upaya Pengembangan Emosi Ke Arah Positif... 25

1. Lingkungan Keluarga ... 25

2. Lingkungan Pendidikan ... 26

3. Lingkungan Masyarakat ... 26

D. Penelitian yang Relevan ... 27

BAB III METODE PENELITIAN ... 28

A. Jenis Penelitian ... 28

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 29

C. Responden Penelitian ... 29

D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 30

E. Keabsahan Data ... 33

F. Teknik Analisis Data ... 34

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 36

A. Deskripsi Data ... 36

B. Pembahasan ... 67

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 84

A. Simpulan ... 84

B. Keterbatasan Penelitian ... 88

C. Saran ... 88

DAFTAR PUSTAKA ... 89


(16)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Panduan Pertanyaan Wawancara ... 31 Tabel 2. Tempat dan Jadwal Penelitian... 37


(17)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Verbatim Responden Tria... 91

Lampiran 2 : Verbatim Responden Wati ... 104

Lampiran 3 : Verbatim Significant Other Teman Tria... 116

Lampiran 4 : Verbatim Significant Other (Pengasuh Panti Asuhan) untuk Responden Tria ... 117

Lampiran 5 : Verbatim Teman Wati ... 119

Lampiran 6 : Verbatim Significant Other (Pengasuh Panti Asuhan) untuk Responden Wati ... 121

Lampiran 7 : Hasil Observasi Responden Tria dan Wati ... 122

Lampiran 8 : Hasil Koding Responden Tria ... 125

Lampiran 9 : Hasil Koding Responden Wati ... 136

Lampiran 10 : Hasil Koding Significant Other Teman Tria ... 145

Lampiran 11 : Hasil Koding (Pengasuh Panti Asuhan) untuk Responden Tria ... 146

Lampiran 12 : Hasil Koding Significant Other Teman Wati ... 148

Lampiran 13 : Hasil Koding (Pengasuh Panti Asuhan) untuk Responden Wati ... 150


(18)

1 BAB I PENDAHULUAN

Bab ini memuat latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.

A. Latar Belakang Masalah

Emosi terkait bagaimana anak bersikap dalam tingkah laku yang dipengaruhi oleh pengalaman anak dalam menyesuaikan kondisi keadaan mental dan fisik, seperti marah, sedih, gembira, bahagia dan sebagainya. Sangat penting bagi orang tua, guru atau pengasuh seorang anak untuk mampu memahami perkembangan emosi anak sejak dini. Banyak kita dapati berbagai persoalan terkait dengan masalah emosi pada anak dan merupakan suatu hal yang mendasar bagi kita semua bahwa emosi akan memberikan pengaruh yang besar bagi tingkah laku, sikap/afektif anak dalam kesehariannya. Sarwono (2010) mendefinisikan emosi sebagai reaksi penilaian (positif atau negatif) yang kompleks dari sistem syaraf seseorang terhadap rangsangan dari luar atau dari dalam dirinya sendiri. Definisi itu menggambarkan bahwa emosi diawali dengan adanya suatu rangsangan, baik dari luar (benda, manusia, situasi, cuaca), maupun dari dalam diri kita (tekanan darah, kadar gula, lapar, ngantuk, segar dan lain-lain), pada indra-indra kita.

Dalam survei yang dilakukan oleh Goleman (2007), ada kecenderungan yang sama di seluruh dunia, yaitu generasi sekarang lebih banyak mengalami kesulitan emosional dibandingkan generasi sebelumnya. Mereka menampilkan sikap-sikap, seperti: (1) lebih kesepian


(19)

2

dan pemurung, (2) lebih beringasan dan kurang menghargai sopan santun, (3) lebih gugup dan mudah cemas, dan (4) lebih impulsif (mengikuti kemauan naluriah atau instinktif tanpa pertimbangan akal sehat) dan agresif.

Pikiran emosional jauh lebih cepat daripada pikiran rasional dan langsung bertindak tanpa adanya pertimbangan. Pikiran emosional dapat membaca realitas emosi (ia marah padaku, ia berdusta) dalam sekejap, membuat penilaian singkat secara naluriah yang bisa menunjukkan apa yang perlu dicurigai, siapa yang harus dipercaya, siapa yang menderita. Pikiran emosional merupakan radar terhadap bahaya apabila menunggu pikiran rasional untuk membuat keputusan-keputusan yang membuat keliru. Penilaian-penilaian naluriah karena dibuat tanpa pikir panjang maka dapat keliru atau salah arah. Paul Ekman (dalam Goleman, 2002), berpendapat bahwa emosi menyiapkan kita untuk menanggapi peristiwa-peristiwa mendesak tanpa membuang waktu untuk merenungkan apakah kita harus bereaksi atau bagaimana kita harus merespon.

Peneliti melakukan observasi saat melaksanakan KKN pada bulan Agustus selama satu bulan di Panti Asuhan di Yogyakarta, peneliti melihat dua anak yatim piatu yang sering bersama dan mereka adalah kakak adik. Terlihat bahwa responden Tria (nama samaran) sering menunggu kakaknya pulang sekolah dan selalu ingin bersama kakaknya. Ketika ditanya oleh peneliti, responden Tria mengatakan “iya aku mau deket terus dengan mbak aku”. Ketika responden Tria ada masalah dengan teman


(20)

3

sebayanya, dan responden memarahi temannya kemudian kakak responden langsung menasihati responden Tria. Ketika ada masalah responden Wati (nama samaran) menjadi lebih diam dan menyendiri. Ketika kejadian yang tertentu yaitu saat responden mengalami masalah dengan temannya, responden Tria cenderung menjauhi dan tidak mau berteman dengan temannya tersebut.

Berbeda dengan responden Wati, ketika mengalami masalah dengan temannya, responden cenderung menenangkan diri kemudian ketika responden merasa siap maka responden akan mengajak temannya untuk menyelesaikan masalah yang mereka alami. Kedua responden yang dipilih oleh peneliti berbeda dengan anak-anak yang berada di Panti Asuhan tersebut. Jumlah anak yang tinggal di Panti sekitar lima puluh orang anak, dan terdapat dua anak yang sudah tidak memiliki orang tua yaitu Tria dan Wati. Perbedaan sikap yang terlihat antara Tria dan Wati dengan anak-anak di Panti tersebut yaitu Tria dan Wati selalu mencari perhatian pada orang-orang sekitarnya, bahkan orang-orang yang baru dikenal.

Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti peroleh, anak yatim piatu memiliki pola ekspresi beragam. Ketika mengalami kejadian menyenangkan, responden mengekspresikan emosi positif. Ketika mengalami kejadian menyedihkan, responden mengekspresikan emosi negatif. Ketika menegekspresikan emosi negatif pada kejadian tertentu, dampak bagi teman-teman responden yaitu menjauhi responden. Berikut hasil petikan wawancara yang peneliti peroleh dari responden.


(21)

4

“Karena hanya aku yang boleh diperhatiin sama mbak aku. Kan aku cuma punya dia, mereka punya keluarga banyak. Aku nggak ada lagi. Kalo mbak aku dekat sama mereka nanti aku sama siapa?”.

“Ya yang saya punya cuma dia, yang ngerti dan sayang sama saya juga ctabeuma dia. Apalagi setelah saya tidak punya orang tua lagi, hanya mbak yang saya punya”.

“Ya yang saya rasakan tentang mereka itu senang. Saya merasa senang bisa punya teman, senang bisa punya orang lain yang masih peduli dan sayang sama saya. Saya merasa dicintai juga mbak. Apalagi setelah bapak pergi dan ibu meninggal, saya jadi yatim piatu dan hanya punya kakak, simbah”.

Ketika anak yatim piatu mengalami kejadian tertentu, cenderung mengekspresikan emosi positif atau ekspresi negatif. Seperti hasil petikan wawancara berikut.

“Yang aku lakuin waktu senang itu ketawa sama teman, terus aku kadang ngajak jajan atau tak jajanin, trus aku bantuin mereka kalo mereka minta bantuan sama aku”.

“Cuma diem sih, kalo ditanya nggak jawab. Jawab ya sekali-sekali tapi sinis”.

“Iya mba kesal. Jadinya aku menjauh dari dia”.

Hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa ada anak yatim piatu yang mengekspresikan emosi negatif dengan menyendiri, menjauhi teman yang memiliki masalah dengan responden dan menjawab pertanyaan dengan nada yang sinis. Hal tersebut bisa mengakibatkan responden dijauhi oleh teman-temannya dan hubungan dengan lingkungan menjadi kurang baik. Anak yatim piatu ketika mengekspresikan emosi positif dengan tertawa dan mau membantu temannya.

Berdasarkan kenyataan tersebut, peneliti tertarik menggali pola ekspresi emosi anak yatim piatu pada dua anak yatim piatu di Panti Asuhan Yogyakarta.


(22)

5 B. Identifikasi Masalah

Setelah melakukan observasi awal, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah yang akan dijadikan dasar untuk mengetahui lebih jauh pola ekspresi emosi anak yatim piatu sebagai berikut:

1. Ada anak yatim piatu yang cenderung mengekspresikan emosi secara negatif.

2. Kurangnya kemampuan anak yatim piatu mengekspresikan emosi secara positif.

3. Kurangnya usaha-usaha anak yatim piatu untuk mengenal emosinya.

4. Ditemukan dampak negatif dari emosi yang diekspresikan secara negatif.

C. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini, fokus diarahkan pada menjawab masalah-masalah yang teridentifikasi di atas, khususnya pola ekspresi emosi anak yatim piatu di Panti Asuhan Yogyakarta.

D. Fokus Penelitian

Dari latar belakang masalah dalam penelitian ini tersusun secara operasional yang berbentuk pertanyaan. Setiap pertanyaan disusun dengan mengaitkan tema yang sesuai, yakni “Pola Ekspresi Emosi Anak yatim piatu”. Berikut ini adalah rumusan masalah yang disusun secara operasional, yaitu:


(23)

6

2. Bagaimana cara anak yatim piatu mengekspresikan emosi negatif? 3. Bagaimana pola-pola ekspresi emosi positif anak yatim piatu? 4. Apa dampak yang ditimbulkan dari ekspresi emosi positif anak? 5. Bagaimana pola-pola ekspresi emosi negatif anak yatim piatu? 6. Apa dampak yang ditimbulkan dari ekspresi emosi negatif anak

yatim piatu?

7. Bagaimana cara anak yatim piatu mengatasi ekspresi emosi negatif?

8. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pola ekspresi anak yatim piatu?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan utama yang akan dibahas adalah pola ekspresi emosi anak yatim piatu, dirinci dalam tujuan-tujuan yang lebih khusus sebagai berikut:

1. Medeskripsikan cara anak yatim piatu mengekspresikan emosi positif?

2. Mendeskripsikan cara anak yatim piatu mengekspresikan emosi negatif?

3. Mendeskripsikan pola-pola ekspresi emosi positif anak yatim piatu?

4. Mendeskripsikan dampak yang ditimbulkan dari ekspresi emosi positif anak?


(24)

7

5. Mendeskripsikan pola-pola ekspresi emosi negatif anak yatim piatu?

6. Mengetahui dampak yang ditimbulkan dari ekspresi emosi negatif anak yatim piatu?

7. Mendeskripsikan cara anak yatim piatu mengatasi ekspresi emosi negatif?

8. Mendeskripsikan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pola ekspresi emosi anak yatim piatu?

F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis

Secara teoretis penelitian ini memerkaya pengetahuan tentang pola ekspresi emosi anak yatim piatu. Memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang ilmu bimbingan dan konseling sehingga hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi peneliti selanjutnya pada kajian yang sama tetapi pada ruang lingkup yang lebih luas dan lebih mendalam.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini memberikan manfaat bagi pengelola Panti Asuhan, dan pengasuh Panti Asuhan agar mampu menjadi bahan refleksi untuk mengetahui pola ekspresi anak yatim piatu dan bisa menambahkan pendampingan atau bimbingan kepada anak yatim piatu yang memiliki pola ekspresi emosi positif atau negatif.


(25)

8 G. Definisi Istilah

Supaya tercapai kesepahaman antara pembaca dengan penulis tentang isi skripsi ini, maka perlu dijelaskan beberapa istilah sebagai berikut:

1. Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak, rencana seketika untuk mengatasi masalah yang telah ditanamkan. Emosi adalah menggerakkan atau bergerak. Kecenderungan bergerak merupakan hal mutlak dalam emosi. Emosi memancing tindakan, emosi menjadi akar dorongan untuk bertindak terpisah dari reaksi-reaksi yang tampak di mata.

2. Emosi negatif adalah gejala yang menunjukkan perkembangan perasaan yang merugikan. Misalnya sedih, menangis, marah, kecewa, benci, dan lain-lain.

3. Emosi positif menurut adalah gejala yang menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Emosi positif memperluas dan membangun kemampuan intelektual, sosial, dan fisik. Jika seorang anak terjamin keamanannya, mereka akan merasakan munculnya emosi positif.

4. Ekspresi emosi adalah kecenderungan untuk berbagi emosi melalui perilaku verbal atau non-verbal ketika individu tersebut merasakan emosi tertentu. Ekspresi emosi mengacu pada bagaimana seseorang menyampaikan pengalaman emosi melalui kedua perilaku verbal dan nonverbal. ekspresi nonverbal berhubungan dengan situasi budaya setempat dan perubahan


(26)

9

fisiologis banyak menentukan. Pengungkapan emosi seperti emosi marah, sedih senang, takut, dan emosi lainnya yang diungkapkan memlalui ekspresi wajah, gerak tangan, gerak tubuh, atau nada suara.

5. Pola ekspresi dapat diartikan sebagai pandangan atau raut wajah yang memperlihatkan suatu perasaan seseorang dan dilakukan berulang-ulang.

6. Anak yatim piatu adalah seseorang anak yang tinggal di Panti Asuhan serta tidak memiliki ibu dan ayah.


(27)

10 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Bab ini membahas landasan teori yang berkaitan dengan pola ekspresi emosi, anak yatim piatu, upaya pengembangan emosi ke arah positif, dan penelitian yang relevan.

A. Pola Ekspresi Emosi

1. Pengertian Pola Ekspresi Emosi

Emosi merupakan setiap keadaan pada diri seseorang yang disertai warna afektif baik pada tingkat lemah maupun pada tingkat yang luas. Warna afektif dapat diartikan sebagai perasaan-perasaan tertentu yang dialami pada saat menghadapi (menghayati) suatu-situasi tertentu, contohnya gembira, bahagia, putus asa, terkejut, benci, tidak senang dan sebagainya (Syamsu, 2006).

Chaplin (2011), menyatakan emosi sebagai satu keadaan yang terangsang dari organisme, mencakup perubahan-perubahan yang disadari, sifatnya mendalam, dan perubahan perilaku. Goleman (2002), mendefinisikan bahwa emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu, sebagai contoh emosi gembira mendorong perubahan suasana hati seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi sedih mendorong berperilaku menangis.


(28)

11

Emosi yang didefinisikan oleh dua tokoh diatas merujuk kepada kejadian-kejadian fisiologis yang diakibatkan emosi. Sama halnya dengan Az-Zahrani (2005), mengungkapkan bahwa emosi adalah satu keadaan yang mengarah kepada pengalaman ataupun perbuatan yang hadir karena suatu kejadian seperti takut, marah, cinta. Emosi merupakan akibat dari kejadian-kejadian yang ada di luar fisiologis setiap individu atau pengaruh dari lingkungan. Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan emosi adalah reaksi dari rangsangan-rangsangan yang berupa pengalaman dari luar diri individu dan rangsangan dari dalam berupa dinamika hormonal, keadaan sadar dan tidak yang dimanifestasikan melalui perilaku nampak.

Sementara menurut Goleman (2002), ekspresi emosi merupakan keadaan kesiapan kita untuk menanggapi peristiwa-peristiwa mendesak saat bereaksi dan merespon situasi. Ekspresi emosi adalah suatu bentuk komunikasi kepada orang lain dari sebuah keadaan (emosi) perasaan yang dialami, dan ditampilkan melalui ekspresi wajah, nada suara, gerak atau isyarat tubuh dan sebagainya. Menurut Gunarsa (Safaria & Saputra, 2009), pengungkapan emosi adalah suatu bentuk komunikasi melalui perubahan raut wajah dan gerakan tubuh yang menyertai emosi, sebagian luapan emosi, mengungkapkan, menyampaikan perasaannya kepada orang lain, dan menentukan bagaimana perasaan orang lain. Ketika individu tidak mempunyai saluran untuk


(29)

12

mengungkapkan emosinya, maka ia akan mengungkapkannya melalui sakit.

2. Bentuk-bentuk Emosi

Bentuk-bentuk emosi menurut Goleman (2007) sebagai berikut: a. Amarah: beringas, mengamuk, benci, marah besar, jengkel, kesal

hati, terganggu, tersinggung, bermusuhan dan tindakan kekerasaan serta kebencian patologis.

b. Kesedihan: pedih, muram, melankolis, mengasihi diri, kesedihan, ditolak, dan depresi berat.

c. Rasa takut: tekun, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut, waspada, tidak senang, fobia, dan panik.

d. Kenikmatan: bahagia, gembira, puas, terhibur, bangga, takjub, terpsona, dan senang.

e. Cinta: persahabatan, penerimaa, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, dan kasmaran.

f. Terkejut: terpana dan takjub. g. Jengkel: jijik, muak, dan benci.

h. Malu: rasa bersalah, malu, kesal hati, sesal, aib, dan hati hancur lebur.

3. Pola Ekspresi Emosi Positif

Menurut Goleman (2007) salah satu perubahan biologis utama akibat tibulnya kebahagiaan adalah meningkatnya kegiatan di pusat otak yang menghambat perasaan negatif dan meningkatkan energi


(30)

13

yang ada, dan menenangkan perasaan. Tetapi tidak ada perubahan dalam fisiologis seistimewa ketenangan, yang membuat tubuh pulih lebih cepat dari rangsangan biologis emosi yang tidak mengenakkan. Hal tersebut mengistirahatkan tubuhsecara menyeluruh, dan juga kesiapan dan antusiasme menghadapi tugas-tugas dan berjuang mencapaisasaran-sasaran yang lebih besar. Ketika seseorang mengalami cinta, perasaan kasih sayang, secara fisiologis adalah lawan mobilisasi “bertempur atau kabur” yang sama-sama dimilki oleh rasa takut dan dan amarah. Pola parasimpatetik, yang disebut “respons relaksasi”, adalah serangkaian reaksi di seluruh tubuh yang membangkitkan keadaan menenangkan dan puas, sehingga mempermudah melakukan tindakan.

4. Pola Ekspresi Emosi Negatif

Menurut Goleman (2007) bila darah amarah mengalir ke tangan, mudahlah tangan menyambar senjata atau menghantam lawan, detak jantung meningkat, dan membangkitkan gelombang energi yang cukup kuat untuk bertindak dahsyat. Bila darah ketakutan mengalir ke otot-otot rangka besar, seperti di kaki, kaki menjadi lebih mudah diajak mengambil langkah lebih cepat dan wajah menjadi pucat seakan-akan darah tersedot. Dalam waktu yang sama, tubuh membeku. Naiknya alis mata sewaktu terkejut memungkinkan diterimanya bidang penglihatan yang lebih lebar dan juga cahaya yang masuk ke retina. Reaksi ini membuka kemungkinan lebih banyak informasi tentang peristiwa tak


(31)

14

terduga, sehingga memudahkan memahami apa yang sebenarnya terjadi dan menyusun rencana rancangan tindakan yang terbaik. Salah satu fungsi pokok rasa sedih adalah untuk menolong menyesuaikan diri akibat kehilangan sesuatu yang menyedihkan, seperti kematian seseorang atau kekecewaan besar. Kesedihan menurunkan energi dan semangat hidup untuk melakukan kegiatan sehari-hari, terutama kegiatan dan kesenangan. Bila kesedihan semakin dalam dan mendekati depresi, kesedihan akan memperlambat metabolisme tubuh. 5. Aspek-aspek Kematangan Emosi

Menurut Lazarus (1991) aspek-aspek kematangan emosi yaitu: a. Mengontrol emosi

Seseorang yang matang emosinya tidak mudah marah, memilih waktu dan tempat yang tepat dalam mengekspresikan emosi. Individu mampu mengontrol emosi negatif saat kejadian tertentu. Misalnya ketika ada teman yang mengganggu di kelas dan anak tersebut tidak memarahi temannya karena berada di kelas.

b. Kemampuan beradaptasi

Mampu beradaptasi dengan lingkungan maupun orang lain. Ketika seseorang mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitar dengan baik. Misalnya ketika seorang anak yang tinggal di tempat yang baru, kemudian anak tersebut bisa bergaul dengan orang-orang yang baru dikenal.


(32)

15 c. Empati

Memberikan respon emosi yang kuat, mengenal dan membedakan perasaan diri sendiri dan orang lain serta memahami orang lain dalam situasi yang berbeda. Misalnya ketika teman meminta bantuan ketika sulit mengerjakan tugas sekolah kemudian membantu mengajarinya.

d. Koping

Kemampuan individu dalam menyelesaikan problem emosi. Individu yang matang emosinya mempunyai kemampuan mengatasi persoalan emosi secara tepat. Misalnya ketika seseorang merasa jengkel terhadap temannya, kemudian tidak memarahinya tetapi membicarakan secara baik-baik permasalahannya dan menyelesaikannya.

e. Keterampilan Sosial

Individu yang matang emosinya mempunyai keterampilan untuk menjalin hubungan persahabatan dengan orang lain. Keterampilan sosial adalah seseorang yang memiliki kemampuan berinteraksi, berkomunikasi secara efektif baik secara verbal maupun nonverbal, kemampuan menjalin hubungan baik dengan orang lain digunakan seseorang untuk dapat berperilaku sesuai dengan apa yang diharapkan oleh sosial.


(33)

16

6. Perkembangan Emosi Pada Remaja

Masa remaja adalah masa terjadinya perubahan-perubahan emosional (Hurlock, 1993). Perubahan itu disebabkan oleh perubahan jasmani, terutama perubahan hormon seks pada remaja. Hasil penelitian lain membuktikan bahwa tidak hanya perubahan hormon seks yang mempengaruhi emosi remaja, karena perubahan hormon mencapai puncaknya pada permulaan masa remaja awal, sedangkan perkembangan emosi mencapai puncaknya pada periode remaja akhir. Oleh karena itu perubahan emosi tidak disebabkan oleh perubahan hormon seks dalam tubuh saja, akan tetapi juga sebagai akibat dari suasana masyarakat dan keadaan ekonomi lingkungan remaja. Bahkan ada yang berpendapat bahwa pengaruh lingkungan lebih besar daripada pengaruh hormon. Berdasarkan uaraian tersebut, penulis berpendapat bahwa pekembangan emosi remaja yang ditandai dengan masa perubahan-perubahan emosi disebabkan oleh perubahan hormon seks dan lingkungan sekitar.

Hurlock menyatakan (1980) pola emosi pada remaja sama dengan pola emosi pada masa kanak-kanak. Perbedaaanya terletak pada rangsangan yang membangkitkan emosi dan khususnya pada pengendalian latihan indivdu terhadap ungkapan emosi mereka, misalnya perlakuan “anak kecil” membuat remaja sangat marah, dibandingakan dengan hal-hal lain. Remaja biasanya tidak mengungkapkan rasa amarahnya dengan cara yang meledak-ledak,


(34)

17

melainkan dengan menggerutu atau tidak mau berbicara. Ia tidak mengeluh atau menyesali diri seperti yang dilakukan anak-anak, namun terkadang dalam beberapa kasus seorang remaja juga dapat mengalami regresi yaitu bertingkah laku seperti anak kecil, minta perhatian atau marah-marah. Karena dengan tingkah lakunya diharapkan orang lain akan menghiburnya atau lebih memperhatikannya.

7. Bentuk-Bentuk Ekspresi Emosi

Sejumlah teoretikus mengelompokkan emosi dalam golongan-golongan besar, meskipun tidak semua sepakat tentang golongan-golongan itu (Ekman, 2008). Calon-calon utama dan beberapa anggota golongan tersebut adalah:

a. Amarah: beringas, mengamuk, benci, jengkel, kesal hati, terganggu, rasa pahit, berang, tersinggung, bermusuhan, tindak kekerasan, dan kebencian patologis.

b. Kesedihan: pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihani diri, kesepian, ditolak, putus asa, jika menjadi patologis, akan mengalami depresi.

c. Rasa takut: cemas, takut, gugup, khawatir, waswas, perasaan takut sekali, khawatir, waspada, sedih, tidak tenang, fobia, dan panik. d. Kenikmatan: bahagia, gembira, puas, riang, senang, terhibur,

bangga, kenikmatan indrawi, takjub, rasa terpesona, rasa puas, rasa terpenuhi, kegirangan luar biasa, senang, sangat senang, mania.


(35)

18

e. Cinta: penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, kasmaran, kasih.

f. Terkejut: terkejut, terkesiap, takjub, terpana.

g. Jengkel: hina, jijik, muak, mual, benci, tidak suka, mau muntah. h. Malu: rasa bersalah, malu, kesal, sesal, hina, aib.

Alasan bahwa ada beberapa emosi inti, sampai tahap tertentu bertumpu pada penemuan Ekman (2008) menyatakan bahwa ekspresi wajah tertentu untuk keempat emosi (takut, marah, sedih, dan senang) dikenali oleh bangsa-bangsa di seluruh dunia dengan budaya masing-masing, termasuk bangsa-bangsa buta huruf yang dianggap tidak tercemar film dan televisi sehingga menandakan adanya universalitas perasaan tersebut. Emosi merupakan kerangka kelompok atau dimensi, dengan cara mengambil kelompok besar emosi seperti marah, sedih, takut, bahagia, cinta, malu, dan sebagainya. Kelompok besar emosi tersebut sebagai titik tolak bagi nuansa kehidupan emosional manusia yang tidak habis-habisnya.

Masing-masing kelompok emosi mempunyai inti emosi dasar di titik pusatnya. Titik pusat emosi adalah suasana hati yang secara taknis lebih tersembunyi dan berlangsung jauh lebih lama daripada emosi. Di luar suasana hati terdapat temperamen, yaitu kesiapan untuk memunculkan emosi tertentu atau suasana hati tertentu yang membuat orang menjadi murung, takut, atau bergembira. Di luar bakat emosional seperti itu, ada juga gangguan emosi seperti depresi klinis


(36)

19

atau kecemasan yang tidak kunjung reda yaitu ketika seseorang merasa terus-menerus terjebak dalam keadaan yang menyedihkan.

8. Faktor yang Mempengaruhi Ekspresi Emosi Positif dan Negatif Menurut Ekman (2008), wajah memang lebih sering bisa memberikan pesan emosional yang salah dibandingkan suara, meskipun itu tidak pernah bisa seluruhnya dihilangkan. Ketika mendengarkan dan tidak berbicara, sebuah tanda yang halus dari sebuah ekspresi bisa tertangkap. Sikap dan gerak tubuh juga merupakan ekspresi dari keadaan emosi. Ekspresi sangat dipengaruhi oleh keadaan kebudayaan dimana individu hidup dan pendidikan yang didapat individu dari orang tuanya atau lingkungan sekitar.

Jadi ekspresi emosi dalam sikap dan gerak tubuh dapat berbeda-beda antara satu individu dengan individu lainnya. Emosi marah misalnya, ada individu yang mengekspresikannya dengan cara mengepal-ngepalkan tangan, memukul meja, namun ada juga individu yang marah dengan cara menarik-narik rambut orang lain. Pada anak-anak terdapat suatu reaksi marah yang disebut temper-tantrums yakni gerakan-gerakan berguling-guling di lantai (tanah). Ekspresi emosi yang sedang jatuh cinta misalnya, dapat dilihat sikap dan gerak tubuh yang gugup, banyak melakukan gerakan yang tidak perlu, sering melakukan kesalahan gerak atau ketidakperluan gerak tertentu, melakukan tatapan yang lebih sering, mencondongkan duduk ke arah lawan bicara yang dicintainya, dan lain-lain. Saat merasakan emosi


(37)

20

takut, kaki serta tangan gemetar, posisi tubuh membungkuk, memalingkan badan atau wajah dari objek yang ditakuti. Planalp, Safaria & Saputra (2009), memaparkan bentuk pengungkapan emosi sebagai berikut:

a. Adanya isyarat raut muka, misalnya menangis ketika sedih b. Adanya isyarat gerak (gesture), misalnya merangkul bahu

sahabat sebagai ungkapan rasa sayang

c. Pengungkapan kata-kata, misalnya menggerutu ketika menemui teman yang mengingkari janji

d. Adanya kontrol, misalnya memikirkan waktu yang tepat untuk mengungkapkan kemarahan kepada teman

Emosi marah, sedih, senang, takut, dan emosi lainnya sering diungkapkan melalui ekspresi wajah, gerak tangan, tubuh, ataupun nada suara. Ekspresi nonverbal banyak berhubungan dengan situasi budaya setempat dan perubahan fisiologis banyak menentukan kesehatan orang. Kaitan erat situasi budaya dan proses fisiologis ini rnembuat emosi sebagai salah satu indikator kesehatan individu. Untuk itu perlu diteliti pengungkapan dan pengartian emosi secara nonverbal. Pengungkapan dan pengartian yang tepat akan menunjang kesehatan dan hubungan antara manusia satu dengan lainnya. Dicapainya dua hal penting dalam kehidupan manusia akan menunjang kesejahteraan. Hal ini penting untuk menunjang kerjasama di antara masyarakat dengan beda latar budaya.


(38)

21

Faktor penyebab seseorang mengekspresikan emosi negatif akibat tidak adanya pembelajaran atau bentuk pelatihan emosi dari kedua orang tua atau orang terdekat saat awal perkembangan emosi. Faktor lain yang bisa mempengaruhi perkembangan emosi negatif anak yaitu faktor ekonomi yang tidak memadai. Emosi seorang anak dapat diarahkan kepada pengungkapan ekspresi emosi anak. Seseorang kadang masih dapat mengontrol keadaan dirinya sehingga emosi yang dialami tidak tercetus keluar dengan perubahan atau tanda-tanda kejasmanian seperti wajah memerah ketika marah, air mata berlinang ketika sedih atau terharu.

9. Dampak Emosi Terhadap Kepribadian a. Dampak emosi positif terhadap kepribadian

Satu hal penting dari kehidupan emosional para remaja adalah kemampuan untuk memberi kasih sayangnya kepada orang lain. Kemampuan untuk memberi kasih sayang sama pentingnya dengan kemampuan untuk menerima. Cinta remaja terjadi apabila mereka jatuh cinta terhadap lawan jenisnya dan mereka yakin bahwa cintanya itu adalah cinta sejati. Kadang-kadang remaja mengalihkan rasa cinta dan kasih sayangnya terhadap orang tua, rumah, binatang piaraan. Perasaan untuk mencintai dan dicintai itu sangat penting bagi para remaja, nampak dalam hal kesetiaannya dan pembaktiannya terhadap teman. Keinginan untuk mengerjakan


(39)

22

hal-hal yang idealistis juga merupakan usaha untuk mencari dan memberikan rasa cintanya.

Kebutuhan akan kasih sayang dapat diekspresikan jika seseorang mencari pengakuan dan kasih sayang dari orang lain, baik orang tua, teman dan orang dewasa lainnya. Kasih sayang akan sulit untuk dipuaskan pada suasana yang mobilitas tinggi. Kebutuhan akan kasih sayang dapat dipuaskan melalui hubungan yang akrab dengan yang lain. Kasih sayang merupakan keadaan yang dimengerti secara mendalam dan diterima dengan sepenuh hati, kegagalan dalam mencapai kepuasan kebutuhan kasih sayang merupakan penyebab utama dari gangguan emosional (Yusuf, 2005).

Rasa gembira akan dialami apabila segala sesuatunya berlangsung dengan baik dan para remaja akan mengalami kegembiraan jika ia diterima sebagai seorang sahabat atau bila ia jatuh cinta dan cintanya itu mandapat sambutan oleh yang dicintai. Bahagia muncul karena remaja mampu menyesuaikan diri dengan baik pada suatu situasi, sukses dan memperoleh keberhasilan yang lebih baik dari orang lain atau berasal dari terlepasnya energi emosional dari situasi yang menimbulkan kegelisahan dirinya. b. Dampak emosi negatif terhadap kepribadian

Sejak masa kanak-kanak, rasa marah telah dikaitkan dengan usaha remaja untuk mencapai dan memiliki kebebasan sebagai


(40)

23

soerang pribadi yang mandiri. Perasaan marah pada remaja digunakan juga untuk menyatakan tuntutan dan minat-minatnya. Tapi kemudian melalui berbagai pengalaman yang menentukan rasa marah itu dinyatakan atau ditekan. Remaja lebih mengidentifikasi apa yang menyebabkan kemarahannya daripada mengatakan mengapa sesuatu hal membuatnya marah.

Setelah rasa marah, frustasi yang merupakan keadaan saat individu mengalami hambatan-hambatan dalam pemenuhan kebutuhannya, terutama bila hambatan tersebut muncul dari dirinya sendiri. Konsekuensi frustasi dapat menimbulkan perasaan rendah diri. Rasa sedih merupakan sebagian emosi yang sangat menonjol dalam masa remaja awal. Remaja sangat peka terhadap ejekan-ejakan yang dilontarkan kepada diri mereka.

Kesedihan akan muncul jika ejekan-ejekan itu datang dari teman-teman sebaya, terutama pujian terhadap diri atau hasil usahanya. Penampakan rasa gembira ini memang berbeda di antara para remaja yang barangkali dipengaruhi oleh tipe kepribadian mereka masing-masing. Bagi remaja yang ekstrovert, rasa gembira akan lebih nampak dibandingkan dengan remaja yang introvert. Perasaan-perasaan gembira yang didapat si remaja akibat penghargaan terhadap dirinya dan hasil usahanya (prestasinya) memegang peranan penting dalam menumbuhkan rasa percaya diri mereka.


(41)

24

Perasaan yang sangat ditakuti atau frustasi oleh remaja di antaranya tercermin pula bahwa mereka sangat takut terkucil atau terisolir dari kelompoknya. Perasaan dibutuhkan dan berharga menimbulkan kesukarelaannya untuk menyumbangkan sesuatu kepada teman sepergaulannya. Perasaan yang sangat ditakuti oleh remaja di antaranya tercermin pula bahwa mereka sangat takut terkucil atau terisolir dari kelompoknya. Dalam hal emosi yang negatif umumnya remaja belum dapat mengontrolnya dengan baik. Sebagian remaja dalam bertingkah laku sangat dikuasai oleh emosinya.

Kebiasaan remaja (dengan latihan) menguasai emosi-emosi yang negatif dapat membuat mereka sanggup mengontrol emosi dalam banyak situasi. Kesempurnaan dalam kontrol emosi umumnya dicapai oleh remaja dalam tahapan remaja akhir. Penguasaan emosi yang terlatih, remaja dapat mengendalikan emosinya dapat mendatangkan kebahagiaan bagi remaja. Hurlock (1993), berpendapat bahwa remaja dapat menghilangkan unek-unek atau kekuatan-kekuatan yang ditimbulkan oleh emosi yang ada dengan cara mengungkapkan hal-hal yang menimbulkan emosi-emosi itu dengan seseorang yang dipercayainya. Menghilangkan kekuatan-kekuatan emosi yang terpendam tersebut disebut emotional catharsis. Cara-cara yang ditempuh dalam usaha menemukan atau membongkar kekuatan emosi yang terpendam


(42)

25

dapat dilakukan dengan cara bermain, bekerja dan lebih baik lagi adalah dengan mengatakannya kepada seseorang yang dapat menunjukkan gambaran masalah-masalah yang dihadapi remaja yang bersangkutan.

10.Anak Yatim Piatu

Kata “yatim” berasal dari Bahasa Arab, bentuk jamaknya adalah yatama atau aitam. Kata ini mencakup pengertian semua anak yang bapaknya telah meninggal dunia, sedangkan “piatu” adalah seseorang yang tidak memiliki ibu lagi karena telah meninggal dunia ketika ia belum menginjak usia baligh (dewasa), baik ia kaya atau miskin, laki-laki atau perempuan, maupun beragama islam maupun non muslim. Panti asuhan adalah sebuah wadah yang menampung anak-anak yatim piatu. Didalam panti asuhan, anak-anak yatim piatu (ataupun anak yang dititipkan orangtuanya karena tidak mampu) biasanya tinggal, mendapatkan pendidikan, dan juga dibekali berbagai keterampilan agar dapat berguna dikehidupannya nanti.

11.Upaya Pengembangan Emosi Ke Arah Positif

Menurut Goleman (2007), upaya pengembangan emosi ke arah positif sebagai berikut.

1. Lingkungan Keluarga

Mengekspresikan emosi dapat dilatihkan oleh lingkungan tempat anak berkembang. Seorang anak pasti diberikan pelatihan dan bimbingan secara khusus oleh orang tua akan emosi yang


(43)

26

dialami. Lingkungan keluarga yang mengajarkan emosi secara positif kepada anak akan mampu memberikan dampak emosi anak yang baik juga. Lingkungan tempat tinggal merupakan lingkungan pertama seorang anak untuk mempelajari segala sesuatu, salah satunya akan ekspresi emosi positif maupun negatif.

2. Lingkungan Pendidikan

Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Hakikat pendidikan sebagai proses pengoperasian ilmu yang normatif, individu memberikan warna kehidupan sosial didalam masyarakat dan kehidupan. Sekolah adalah tempat anak belajar dalam banyak hal. Anak mulai belajar bagaimana mengeskpresikan emosi ketika di sekolah bersama guru, dan teman-teman.

3. Lingkungan Masyarakat

Kondisi lingkungan di sekitar anak sangat berpengaruh terhadap tingkah laku serta perkembangan emosi dan pribadi anak. Berbagai stimulus yang berasal dari lingkungan sekitar dapat memicu anak dalam berekspresi atau mengekspresikan emosi. Frekuensi dan intensitas ekspresi emosi anak sangan ditentukan oleh kadar stimulus yang diterima. Anak juga akan belajar mengekspresikan emosi di lingkungan masyarakat. Tidak hanya di lingkungan keluarga, pendidikan, tetapi di lingkungan masyarakat.


(44)

27 12.Penelitian yang Relevan

Menurut Goleman (2002), semua emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak, rencana-rencana seketika untuk mengatasi masalah yang telah ditanamkan secara terus menerus oleh evolusi. Emosi berujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam individu, sebagai contoh emosi gembira mendorong perubahan suasana hati seseorang, sehingga secara fisiologis terlihat tertawa, emosi sedih mendorong berperilaku menangis. Seorang Anak Yatim piatu ketika mengeskpresikan emosi secara positif atau negatif beragam, tergantung dari kejadian yang dialami Anak. Ketika mengalami kejadian positif maka Anak mampu mengekspresikan emosi secara positif dan ketika mengalami kejadian negatif maka Anak mengekspresikan emosi secara negatif.


(45)

28 BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini memuat beberapa hal yang berkaitan dengan metodologi penelitian, antara lain jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, responden penelitian, teknik dan instrumen pengumpulan data, keabsahan data, dan teknik analisis data.

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan metode studi kasus. Bogdan dan Tailor (Moleong, 2007) menjelaskan bahwa penelitian yang menggunakan metode kualitatif menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Penelitian kualitatif ini bersifat alamiah. Peneliti tidak berusaha memanipulasi keadaan maupun kondisi lingkungan penelitian melainkan melakukan penelitian terhadap suatu keadaan pada situasi dimana keadaan tersebut memang ada. Penelitian ini secara sengaja melihat dan membiarkan kondisi yang diteliti berada dalam keadaan yang sebenarnya.

Metode penelitian ini adalah studi kasus. Studi kasus merupakan studi yang mendalam tentang individu dan berjangka waktu relatif lama, terus-menerus serta menggunakan objek tunggal, artinya kasus dialami oleh satu orang. Dalam studi kasus ini peneliti mengumpulkan data mengenai diri subjek dari keadaan masa sebelumnya, masa sekarang dan lingkungan sekitarnya. Peneliti melakukan studi kasus


(46)

29

dengan landasan teori sebagai acuan ketika peneliti akan menggali suatu hal yang berkaitan dengan subjek. Diharapkan dengan landasan teori yang telah disebutkan pada bab sebelumnya dapat mendasari setiap langkah yang dilakukan oleh peneliti, baik ketika melakukan wawancara, ketika menggali data dari sumber lain yang terikat.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian ini di salah satu Panti Asuhan Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan hingga peneliti mendapatkan data yang valid. Waktu penelitian yang sudah dilakukan yaitu pada September 2016 sampai Juni 2017.

C. Responden Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah Tria dan Wati (bukan nama sebenarnya). Alasan memilih Tria dan Wati sebagai subyek penelitian karena Tria dan Wati adalah seorang anak Yatim piatu dan tinggal di salah satu Panti Asuhan Yogyakarta . Tria dan Wati adalah Anak Yatim piatu di panti asuhan tempat peneliti mengambil data. Mereka ketika di Panti sering bersama karena sang adik selalu ingin dekat dengan kakaknya. Sebelumnya peneliti sudah terlebih dahulu untuk meminta izin kepada Tria dan Wati untuk dijadikan subyek penelitian. Setelah meminta izin kepada Tria dan Wati mereka akhirnya bersedia untuk diajak bekerjasama dalam proses penelitian ini. Selain responden Tria dan Wati, peneliti juga melakukan wawancara kepada


(47)

30

teman Tria (L), teman Wati (M), dan pengasuh Panti Asuhan (N dan O).

D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

Peneliti mengumpulkan data dengan menggunakan teknik observasi, dan wawancara. Observasi yang peneliti lakukan berarti memperhatikan dan mengikuti dalam arti mengamati dengan teliti dan sistematis sasaran prilaku yang dituju. Dalam proses pelaksanaan pengumpulan data, ada dua proses observasi yaitu observasi partisipan dan observasi nonpartisipan (Sugiyono, 2011). Penelitian ini menggunakan proses observasi dimana pengamat tidak bertindak sebagai partisipan.

Teknik wawancara yang digunakan peneliti adalah wawancara mendalam. Wawancara mendalam artinya peneliti mengajukan beberapa pertanyaan secara mendalam yang berhubungan dengan fokus permasalahan, sehingga data-data yang dibutuhkan dalam peneitian dapat terkumpul.

1. Wawancara

Peneliti akan mengumpulkan data menggunakan teknik wawancara dan observasi. Wawancara merupakan salah satu teknik mendapatkan data dengan cara mengadakan percakapan secara langsung antara pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dengan pihak yang diwawancarai dengan menjawab pertanyaan yang diberikan. Teknik ini digunakan untuk


(48)

31

mengetahui faktor terjadinya pola ekspresi emosi positif dan negatif. Alasan peneliti memilih teman Tria (L) sebagai significant other yaitu L adalah teman dekat Tria. Alasan peneliti memilih M sebagai significant other yaitu M adalah teman dekat Wati dan sering bersama dengan Wati di Panti. Alasan peneliti memilih pengasuh sebagai significant other, karena pengasuh mengenal dekat anak-anak di Panti.

Tabel 1.

Panduan Pertanyaan Wawancara

No Pertanyaan Peneliti Sub Pertanyaan

1. Bagaimana cara anak yatim piatu mengekspresikan emosi positif?

1. Coba kamu ceritakan bagaimana kamu mengungkapkan rasa bahagiamu ketika kejadian tertentu?

2. Bagaimana cara anak yatim piatu mengekspresikan emosi negatif?

1. Coba kamu ceritakan, bagaimana kamu

mengungkapkan emosimu ketika sedang marah? 3. Bagaimana pola-pola ekspresi

emosi positif anak yatim piatu?

1. Coba ceritakan kejadian yang menyenangkan dan membuatmu bahagia?

2. Apa yang kamu pikirkan ketika kamu mengalami hal-hal yang menyenangkan tersebut? 3. Apa yang kamu rasakan ketika

mengalami kejadian tersebut? 4. Apa yang kamu lakukan ketika

kamu mengalami hal-hal yang menyenangkan tersebut? 4. Apa dampak yang ditimbulkan

dari ekspresi emosi positif anak yatim piatu?

1. Apa dampak yang kamu dapat dari kejadian yang membuatmu bahagia dan membuatmu senang?

5. Bagaimana pola-pola ekspresi emosi negatif anak yatim piatu?

1. Coba ceritakan kejadian yang membuatmu sedih, marah, atau kejadian yang kurang


(49)

32

No Pertanyaan Peneliti Sub Pertanyaan

2. Apa yang kamu pikirkan ketika kamu mengalami kejadian yang kurang menyenangkan?

3. Apa yang kamu rasakan ketika mengalami kejadian kurang menyenangkan?

4. Apa yang kamu lakukan ketika mengalami kejadian kurang menyenangkan?

6. Apa dampak yang ditimbulkan dari ekspresi emosi negatif anak yatim piatu?

1. Apa dampak yang kamu dapat ketika kamu mengalami kejadian yang kurang

menyenangkan sehingga kamu sedih?

7. Bagaimana cara mengatasi dampak negatif dari pola ekspresi emosi negatif anak yatim piatu?

1. Hal kecil apa yang kamu lakukan untuk mengatasi dampak negatif dari ekspresi negatif?

8. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi anak Yatim piatu?

1. Apa saja hal atau kejadian yang membuatmu bahagia atau senang?

2. Apa saja hal atau kejadian yang membuatmu sedih?

2. Observasi

Observasi yaitu peneliti mengamati dengan teliti dan sistematis sasaran prilaku atau subjek yang dituju. Dalam proses pelaksanaan pengumpulan data, ada dua proses observasi yaitu observasi partisipan dan observasi nonpartisipan (Sugiyono, 2011). Penelitian ini mengggunakan proses observasi dimana pengamat bertindak sebagai nonpartisipan. Instrument utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Peneliti akan menggunakan catatan, dan alat perekam suara. Observasi dilakukan saat responden berada di Panti Asuhan dan berkegiatan di Panti.


(50)

33 E. Keabsahan Data

Keabsahan data yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini adalah triangulasi. Triangulasi merupakan upaya untuk mengecek kebenaran data tertentu dengan data yang diperoleh dari sumber lain. Peneliti berusaha mencatat, mendokumentasikan dan menafsirkan setiap jawaban dari hasil wawancara untuk keperluan pengecekan atau sebagai perbandingan terhadap data, peneliti menggunakan teknik triangulasi. Pengujian kredibilitas pada triangulasi diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber, berbagai cara, dan waktu (Sugiyono, 2011).

Triangulasi merupakan teknik pengumpulan data untuk menggabungkan teknik pengumpulan data dan sumber data yang ada. Teknik triangulasi terdiri dari dua jenis, yaitu triangulasi sumber dan triangulasi teknik. Triangulasi sumber berarti mengecek data yang sudah diperoleh melalui beberapa sumber. Peneliti mendapatkan data dari sumber yang berbeda dengan teknik yang sama. Triangulasi teknik berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama. Teknik triangulasi yang peneliti gunakan adalah triangulasi sumber, menggunakan observasi, dan wawancara. Observasi dilakukan tanpa batas waktu, artinya dapat dilakukan waktu pagi, siang, dan juga sore hari dalam waktu yang tepat dan baik untuk melakukan observasi.


(51)

34 F. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diimplementasikan. Analisis data dilakukan dengan tujuan agar informasi yang dihimpun akan menjadi jelas dan eksplisit. Teknik analisis data yang dipakai untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif model interaktif (Miles dan Huberman, 1992) yaitu sebagai berikut:

1. Pengumpulan Data (Data collection)

Data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dan dokumenstasi dicatat dalam catatan lapangan yang terdiri dari dua aspek yaitu deskripsi dan refleksi. Catatan deskripsi merupakan data alami yang berisi tentang apa yang dilihat, didengar, dirasakan, disaksikan dan dialami sendiri oleh peneliti tanpa adanya pendapat dan penafsiran dari peneliti tentang fenomena yang ditemukan. Catatan refleksi yaitu catatan yang memuat kesan, komentar dan tafsiran peneliti tentang temuan yang ditemukan dan merupakan bahan rencana pengumpulan data untuk tahap berikutnya. Untuk mendapatkan catatan ini, maka peneliti melakukan wawancara beberapa informan.


(52)

35 2. Reduksi Data (Data Reduction)

Reduksi data merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan dan abstraksi. Cara mereduksi data adalah dengan melakukan seleksi, membuat ringkasan atau uraian singkat, menggolong-golongkan ke dalam pola-pola dengan membuat transkip penelitian untuk mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang bagian yang tidak penting, dan mengatur agar dapat ditarik kesimpulan.

3. Penarikan Kesimpulan (Conclusions/ Verifying)

Penarikan kesimpulan adalah uasaha untuk mencari atau memahami makna, keteraturan pola-pola penjelasan, alur sebab akibat atau proposisi. Kesimpulan yang ditarik segera diverifikasi dengan cara melihat dan mempertanyakan kembali sambil melihat catatan lapangan agar memperoleh pemahaman yang lebih tepat, selain itu juga dapat dilakukan dengan mendiskusikan. Hal tersebut dilakukan agar data yang diperoleh dan penafsiran terhadap data tersebut memiliki validitas sehingga kesimpulan yang ditarik menjadi kokoh.


(53)

36 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi deskripsi data dan pembahasan berupa informasi-informasi yang sudah diperoleh sebagai hasil penelitian. Untuk menjaga privasi responden, maka nama dan beberapa informasi lainnya disamarkan.

A. Deskripsi Data

Penelitian ini menggunakan metode observasi, dan wawancara. Penelitian dimulai dengan observasi dan melakukan pendekatan dengan responden. Selanjutnya, peneliti menjelaskan topik penelitian yaitu pola ekspresi emosi. Kemudian peneliti menanyakan kesediaan responden untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Setelah menyatakan kesediaan menjadi responden, langkah selanjutnya menentukan waktu dan tempat yang tepat bertemu dengan responden untuk wawancara. Kemudian peneliti menanyakan kesediaan teman dan pengasuh responden untuk menjadi responden significant other. Setelah responden significant other bersedia, langkah selanjutnya peneliti menentukan waktu dan tempat yang tepat bertemu dengan responden significant other untuk wawancara. Waktu dan pelaksanaan wawancara responden disesuaikan dengan waktu luang dari masing-masing responden. Observasi dilakukan sebanyak tiga kali dalam waktu berbeda.


(54)

37

Tabel 2.

Tempat dan Jadwal Penelitian Inisial

Responden

Waktu Tempat Keterangan

Tria

Senin, 5 Juni 2017 13.00-15.00 WIB

Panti Asuhan Observasi pada saat Tria pulang sekolah

Selasa, 6 Juni 2017 12.00-13.00 WIB

Panti Asuhan Wawancara Kamis, 8 Juni 2017

11.30-12.00 WIB

Panti Asuhan Wawancara Jumat, 9 Juni 2017

12.00-13.00 WIB

Panti Asuhan Wawancara Senin, 12 Juni 2017

13.00-15.20 WIB

Panti Asuhan Observasi pada saat Tria pulang sekolah dan bermain bersama teman

selasa, 13 Juni 2017 12.00-14.00 WIB

Panti Asuhan Observasi pada saat Tria pulang sekolah

Wati

Senin, 5 Juni 2017 13.00-15.00 WIB

Panti Asuhan Observasi pada saat Wati pulang sekolah

Selasa, 6 Juni 2017 13.15-14.20 WIB

Panti Asuhan Wawancara Kamis, 8 Juni 2017

12.30-13.10 WIB

Panti Asuhan Wawancara Jumat, 9 Juni 2017

13.30-14.30 WIB

Panti Asuhan Wawancara Kamis, 8 Juni 2017

14.50-16.40 WIB

Panti Asuhan Observasi pada saat Wati bersama

temannya di panti Jumat, 9 Juni 2017

15.00-16.50 WIB

Panti Asuhan Observasi pada saat Wati bersama Temannya L (teman

Tria)

Selasa, 13 Juni 2017 14.00-14.40 WIB

Panti Asuhan Wawancara responden significant other. Teman Tria M (teman

Wati)

Selasa, 13 Juni 2017 11.00-11.40 WIB

Panti Asuhan Wawancara responden significant other.


(55)

38 Inisial

Responden

Waktu Tempat Keterangan Teman Wati N

(pengasuh Tria)

Selasa, 13 Juni 2017 14.15-15.30 WIB

Panti Asuhan Wawancara responden significant other. Pengasuh, tentang Tria.

O (pengasuh

Wati)

Selasa, 13 Juni 2017 15.30-16.00 WIB

Panti Asuhan Wawancara responden significant other. Pengasuh, tentang Wati.

1. Deskripsi Umum Responden a. Responden 1

Nama : Tria (nama samaran)

Alamat : Panti Asuhan di Yogyakarta Jenis kelamin : Perempuan

Usia : 16 tahun

Anak ke : 2 dari 2 bersaudara

Agama : Islam

Penampilan : Rambut sebahu, berperawakan sedang, kulit sawo matang, bentuk wajah lonjong, hidung sedang, berbadan sedang dan tinggi. Ciri-ciri kepribadian : Banyak bicara, suka mendekati orang yang


(56)

39 b. Responden 2

Nama : Wati (nama samaran)

Alamat : Panti Asuhan di Yogyakarta Jenis kelamin : Perempuan

Usia : 19 tahun

Anak ke : 1 dari 2 bersaudara

Agama : Islam

Penampilan : Rambut panjang, berperawakan sedang, kulit sawo matang, bentuk wajah lonjong, hidung sedang, berbadan sedang.

Ciri-ciri kepribadian : Ramah, suka bergaul, sopan, terkadang suka menyendiri.

2. Hasil Penelitian

Dari hasil observasi, dan wawancara yang dilakukan peneliti terhadap kedua responden diperoleh hasil yang berkaitan dengan pola ekspresi emosi anak yatim piatu.

a. Cara anak yatim piatu mengekspresikan emosi positif.

Kedua responden memiliki beberapa cara mengekspresikan emosi positif yang beragam. Ketika mengalami kejadian yang menyenangkan, responden Tria cenderung tertawa, senyum-senyum, mengajak temannya bermain kemudian mengajak temannya jajan, dan berani mengungkapkan rasa sayang ke


(57)

40

kakaknya dengan memeluk sang kakak. Seperti yang diutarakan oleh responden:

“Saya cuma berdoa dan diam mba”. (TWHP1A01_140) “Kalo aku senang aku senyum-senyum, aku ngajak teman-teman kayak maen gitu”. (TWHT1A04_449-450)

“Ya aku kadang pegang tangan mbak, trus aku peluk dia. Aku juga pernah bilang kalo aku sayang dia.” (TWHK1A03_306-308)

Ketika responden Wati mengeskpresikan emosi positif dengan menenangkan diri ketika ada masalah tertentu, ketika bahagia responden tertawa, berdoa, bersikap lebih baik kepada temannya bahkan sama orang yang tidak dikenal. Ketika ada masalah dengan temannya, responden menenangkan diri beberapa saat. Setelah responden tenang dan merasa siap untuk menyelesaikan masalahnya kemudian baru responden membicarakan baik-baik kepada temannya. Seperti yang diutarakan oleh responden:

“Ya aku gak ngomong sama dia sekitar tiga bulanan. Pokoknya tak diamin terus selama tiga bulan. Tunggu hatinya benar-benar siap buat ngobrol lagi tak tanya ngapa bisa bilang kayak gitu, nanti ya akrab lagi kok.” (WWHP1A01_099-103)

Dan ketika bahagia, responden Wati mampu mengeskpresikan kebahagiaanya dengan tertawa bersama teman-temannya dan tersenyum kepada orang yang dijumpai responden. Seperti yang diutarakan oleh responden:

“Kalo bahagia ya aku lebih ke tertawa kalo lagi main sama teman, terus kalo ketemu orang yang dikenal aku senyumin dan aku salim, ya aku berdoa juga mbak”. (WWHK1A02_271-274)


(58)

41

“Aku ketawa-ketawa nggak jelas, trus bersikap lebih baik sama orang bahkan yang bukan teman aku. Kadang nyanyi-nyanyi”. (WWHT1A03_385-387)

Selain dalam wawancara, ungkapan tersebut dapat juga dilihat dalam hasil significant other. Responden Tria lebih ceria, dan bermain bersama temannya. Sesuai dengan wawancara terhadap responden Tria. Seperti yang diutarakan oleh significant other:

“Dia ketawa-ketawa trus lebih girang atau semangat sih mbak”. (WTT1A01_011-012)

“Trus kalo dia senang gitu ya lebih ceria dan jadi baik sama teman-temannya”. (WTT1A02_035-036)

“Kalo lagi senang dia main-main gitu sama temannya trus lebih ceria mbak”. (WPTT1A01_007-008)

Responden Wati juga mengekspresikan emosi positif dengan lebih ceria dari biasanya dan tertawa bersama teman-temannya. Sesuai dengan hasil wawancara terhadap responden Wati. Seperti yang diutarakan oleh significant other:

“Kalo lagi senang gitu dia senyum-senyum trus lebih ceria mbak”. (WTW1A01_010-011)

“Kalo dia lagi senang gitu ya ketawa-ketawa trus lebih ceria mbak”. (WPTW1A01_005-006)

dan kutipan hasil observasi:

Responden Tria mau bermain dengan siapa saja ketika suasana hatinya bahagia. Seperti hasil kutipan observasi berikut:

“Ketika senang responden mau bermain dengan siapa saja”. (OT007/2017)


(59)

42

Responden Wati sangat senang mengikuti kegiatan menari. Responden mengekspresikan kebahagiaanya dengan menari salah satunya. Seperti hasil kutipan observasi berikut:

“Sangat senang mengikuti kegiatan menari meskipun sedang berpuasa”. (OW005/2017)

Dari hasil wawancara, dan observasi dapat dipahami bahwa kedua responden memiliki cara mengekspresikan emosi positif yang berbeda. Responden Tria cenderung bersikap lebih baik kepada temannya, mau memberi senyum kepada orang lain, dan mengajak temannya bermain. Responden Tria juga mengekspresikan emosi positif secara tertutup seperti berdoa. Sedangkan responden Wati cenderung melakukan hobinya yaitu menari, dan menenangkan diri sebelum menyelesaikan masalahnya.

b. Cara anak yatim piatu mengekspresikan emosi negatif.

Responden Tria cenderung mengekspresikan emosi negatif dengan menjauhi temannya, ketakutan saat kondisi tertentu, memiliki pikiran irasional seperti marah kepada Tuhan, menangis, diam, dan murung. Seperti yang diutarakan oleh responden:

“Iya mba kesal. Jadinya aku menjauh dari dia”. (TWHP2B01_034)

“Yang dipikirkan Cuma pingin marahin mba”. (TWHP2B02_036)

“Iya kayak gak mau dekat lagi sama dia dan menjauh dari dia”. (TWHP2B03_039-040)

“Menjauhi dia mba dan gak mau dekat-dekat sama dia”. (TWHP2B04_046-047)


(60)

43

“Saya ketakutan mba dan saya berpikir gak ada lagi yang sayang sama saya”. (TWHP2B05_131-132)

“Saya sedih dan merasa kehilangan”. (TWHP2B06_136) “Saya merasa kesepian mba dan marah sama Tuhan”. (TWHP2B07_138)

Ketika kakak responden menasehati responden untuk memaafkan temannya, responden tetap menjauhi temannya dan tidak memaafkan temannya tersebut. Seperti yang diutarakan oleh responden:

“Mbak aku bilangin ke aku kalo jangan kayak gitu, mereka nggak akan merebut mbak dari kamu. Kata mbak aku gitu. Tapi aku tetap menjauh dari dia”. (TWHK2B08_271-273) “Saya nangis, murung, diam, trus marah-marah mbak. Tapi waktu saya marah, mbak saya suka menahan saya”. (TWHK2B09_314-316)

Pernah juga responden Tria mengekspresikan emosi negatif dengan tindakan seperti mendorong temannya dan berbicara kasar kepada temannya. Seperti yang diutarakan oleh responden:

“Saya pukul meja dikelas, waktu teman saya gangguin saya. Trus saya pernah dorong teman saya yang mau merebut mbak saya dari saya”. (TWHK2B10_318-320)

“Kayak pengen mukul gitu”. (TWHT2B11_396)

“Ya cuman itu, ntar kayak bicara yang nggak-nggak”. (TWHT2B12_398)

“Kayak bicara kasar mbak”. (TWHT2B13_400)

“Kalo sedih aku diam, kalo ada yang tanya kamu kenapa aku cuman diam nggak mau jawab. Ntar juga ada yang ngerti kalo aku sedih trus diem. Kalo marah aku biasa cuma tak pendam, kalo nggak tahan baru aku luapkan dengan marah-marah, nangis”. (TWHT2B14_452-457)

Responden Wati dalam mengekspresikan emosi negatif dengan menyendiri, menangis, menjawab temannya dengan nada yang sinis, dan ada rasa ingin memarahi temannya dan berbicara kasar. Seperti yang diutarakan oleh responden:


(61)

44

“Iya mbak. Paling kalo menyendiri itu cuma bentar, abis itu reda”. (WWHP2B01_081-082)

“Iya mbak soalnya kalo sedihkan susah. Aku kalo sedih banget pasti nangis.” (WWHP2B02_151-152)

“Ya cara aku mbak, nangis, nulis diari, berdiam diri, kadang tidur.” (WWHK2B03_266-267)

“Cuma diem sih, kalo ditanya nggak jawab. Jawab ya sekali-sekali tapi sinis”. (WWHT2B04_354-355)

“Aku diem, nangis diam-diam, trus berdoa sih mbak”. (WWHT2B05_383)

Ketika responden ingin marah dan berbicara kasar kepada temannya, responden bisa mengendalikan keinginannya tersebut dan memendam amarahnya. Sepreti yang dikatakan oleh responden:

“Ya kadang pengen marah-marah dan ngomong kasar ke temanku yang buat aku kesal. Tapi aku sadar di panti, harus jaga sikap. Nggak enak sama teman-teman lain dan suster disini”. (WWHT2B06_390-393)

Selain dalam wawancara, ungkapan tersebut dapat juga dilihat dalam hasil significant other. Responden Tria mengekspresikan emosi negatif dengan raut wajah yang murung dan menjauhi temannya. Seperti yang diutarakan oleh significant other:

“Dia kalo ada masalah biasanya diam mbak trus sama mbaknya terus. Dia mukanya murung gitu kalo lagi punya masalah”. (WTT2B01_003-005)

“Gak ada sih mbak. pokoknya dia itu kalo sedih atau ada masalah lebih ke diam dan menjauh dari temannya yang bermasalah sama dia”. (WTT2B02_031-034)

“Oh iya mbak. kalo dia lagi sedih gitu ya dia lebih diem dan menyendiri mbak. trus nempel terus sama mbaknya disini”. (WPTT2B01_004-006)


(62)

45

Responden Wati mengekspresikan emosi negatif dengan raut wajah yang murung, dan menangis. Seperti yang diutarakan oleh significant other:

“Yang Wati lakukan kalo lagi ada masalah itu mbak diem dan murung. Pernah juga dia nangis waktu ibuknya meninggal. Soalnya pas dia di panti kan waktu itu. Dia kalo lagi sedih juga lebih suka menyendiri”. (WTW2B01_005 -009)

dan kutipan hasil observasi:

Responden Tria menjauhi temannya ketika ada masalah dengan temannya. Seperti hasil kutipan observasi berikut:

“Responden tidak menyukai salah satu temannya dan cenderung menjauhinya”. (OT002/2017)

Responden Wati menyendiri dan menangis ketika mengekspresikan emosi negatif. Seperti hasil kutipan observasi berikut:

“Ketika sedih responden menyendiri, menangis” (OW007/2017)

Dari hasil wawancara dan observasi dapat disimpulkan bahwa responden Tria cenderung mengekspresikan emosi negatif dengan menjauhi teman yang tidak disukainya, memiliki raut wajah yang murung, pernah mendorong teman yang mengganggu responden, dan adanya ketakutan dalam diri saat ibu responden meninggal. Sedangkan responden Wati cenderung mengekspresikan emosi negatif dengan menangis, menyendiri, dan berbicara dengan nada tinggi kepada temannya.


(63)

46

c. Pola-pola ekspresi emosi positif anak yatim piatu.

Responden Tria dan responden Wati memiliki pola ekspresi emosi beragam. Responden Tria berpikir bahwa temannya baik karena mau berteman dengannya, ketika responden Tria berpikir bahwa temannya baik, responden Tria merasa senang, kemudian yang responden Tria lakukan saat itu adalah berperilaku baik juga kepada temannya. Hal ini dapat dilihat dari kutipan hasil wawancara dengan responden.

“Yang saya pikirkan tentang mereka itu, mereka baik sama saya dan mereka mau juga berteman sama saya”. (TWHK3C01_205-207)

“Ya baik mbak, mau nemenin saya, mau menjadikan saya teman. (TWHK3C02_209-210)

Responden Tria merasa senang karena memiliki teman, merasa senang ada yang peduli kepadanya, dan merasa dicintai. Ketika tidak ada orang tua lagi kasih sayang dan perhatian yang responden Tria harapkan. Seperti yang dikatakan oleh responden:

“Ya yang saya rasakan tentang mereka itu senang. Saya merasa senang bisa punya teman, senang bisa punya orang lain yang masih peduli dan sayang sama saya. Saya merasa dicintai juga mbak. Apalagi setelah bapak pergi dan ibu meninggal, saya jadi yatim piatu dan hanya punya kakak, simbah”. (TWHK3C03_213-218)

“Aku merasa lega dan senang mbak”. (TWHK3C04_311) “saya berpikir kalo mereka baik dan mau menerima saya walaupun saya sederhana. Dan mereka mau main kerumah saya”. (TWHT3C05_344-346)

“Aku merasa senang karena mereka baik dan mau menerima aku mbak. ya bahagia mbak mereka udah mau berkunjung kerumah aku”. (TWHT3C06_348-350)


(64)

47

Responden Wati berpikir bahwa responden harus mengembangkan bakat dan responden merasa percaya pada kemampuan dirinya, yang responden Wati rasakan saat itu adalah senang, kemudian yang responden Tria lakukan saat itu adalah terus mengemangkan bakatnya. Responden Wati sangat senang ketika mampu melakukan hal yang disukai seperti menari dan berpikir untuk terus mengambangkan bakatnya. Seperti yang dikatakan oleh responden:

“Merasa senang mbak”. (WWHP3C01_033)

“Ya terharu kok bisa, padahal dari SD saya tu paling benci dengan nari”. (WWHP3C02_035-036)

“Yang saya pikirkan saat itu. Kok bisa ya saya sering dan bisa menari padahal dulu saya gak suka nari. Nggak nyangka aja mbak”. (WWHK3C03_170-172)

“Saya merasa bangga sama diri saya dan saya senang mbak bisa nari itu hehe. Saya juga merasa teman-teman saya mau mendukung saya dan itu membuat saya senang”. (WWHK3C04_174-177)

“aku harus semangat dan harus bisa mengembangkan bakat nari aku mbak”. (WWHK3C05_182-183)

Selain itu, responden juga merasa disayang dan diperhatikan oleh orang-orang disekitarnya, dan responden berpikir bahwa temannya baik, kemudian yang responden lakukan adalah bersikap baik juga kepada temannya, menjaga perasaan temannya, dan tidak mau membuat temannya sedih, mencoba untuk jujur, saling menjaga rahasia, saling mengerti dan tidak cemburu. Seperti yang dikatakan oleh responden:

“Ya aku merasa disayang mbak. Aku merasa diperhatiin sama mereka”. (WWHK3C06_199-200)


(65)

48

“Aku berpikir kalo mereka teman yang baik mbak. mereka juga mau berteman sama aku bukan karena ada maunya”. (WWHK3C07_202-204)

“Yang mereka lakukan ya itu mbak mau menerima saya sebagai teman mereka”. (WWHK3C08_208-209)

“Ya aku juga baik sama mereka mbak. Aku juga bakalan nolong mereka kalo mereka butuh bantuan aku”. (WWHK3C09_212-214)

“Ya saya merasa senang berteman sama mereka, asik, trus bangga bisa punya teman baik”. (WWHT3C10_313-314) “Menjaga perasaaanya”. (WWHT3C11_317)

“Ya aku nggak mau buat mereka sedih atau kecewa sama aku. Aku juga harus baik sama mereka. Mencoba untuk jujur, saling menjaga rahasia, saling mengerti, tidak cemburu”. (WWHT3C12_318-321)

Selain dalam wawancara, ungkapan tersebut dapat juga dilihat dalam hasil significant other. Responden Tria menyapa temannya sambil tersenyum dan tertawa bersama temannya. Seperti yang diutarakan oleh significant other:

“Ya kalo berpas-pasan dia menyapa sambil senyum, trus ketawa-ketawa sama temannya mbak”. (WPTT3C01_013 -014)

dan responden Wati mampu menyalurkan bakat yang dimiliki. Seperti yang diutarakan oleh significant other:

“Bahagia sih mbak, soalnya kan dia suka nari jadi dia paling sering ikut acara gitu trus ikut ngisi acara dengan nari”. (WTW3C01_020-022)

dan kutipan hasil observasi:

“Ketika senang responden mau bermain sama siapa saja”. (OT007/2017)

“Sangat senang mengikuti kegiatan menari meskipun sedang berpuasa”. (OW005/2017)

“semangat menjalankan aktivitas sehari-hari dan mau bergaul dengan siapa saja”. (OW002/2017)


(66)

49

Dari hasil wawancara dan observasi dapat disimpulkan bahwa responden Tria merasa senang ketika orang sekitarnya memperhatikan dan menyayanginya, responden berpikir bahwa orang sekitarnya baik dan peduli, yang responden Tria lakukan adalah bersikap baik kepada mereka dan menyayangi mereka. Sedangkan responden Wati merasa senang ketika mampu melakukan kegiatan yang disenanginya yaitu menari, responden berpikir bahwa dengan menari responden lebih bahagia, kemudian yang dilakukan responden Wati adalah berusaha mengembangkan bakatnya. Selain itu, Responden Wati sangat senang memiliki banyak teman yang perhatian kepadanya, responden berpikir bahwa temannya baik, kemudian yang responden lakukan adalah bersikap baik juga kepada temannya, menjaga perasaan temannya, dan tidak mau membuat temannya sedih, mencoba untuk jujur, saling menjaga rahasia, saling mengerti dan tidak cemburu.

d. Apa dampak yang ditimbulkan dari ekspresi emosi positif anak yatim piatu.

Dampak yang ditimbulkan dari ekspresi emosi positif kedua responden beragam. Ketika suasana hati positif, responden Tria lebih bahagia, terkadang responden Tria mengajak temannya jajan, mengucapkan terimakasih kepada orang yang baik kepadanya, mendoakan orang yang berperilaku baik kepada responden. Hal ini dapat dilihat dari kutipan hasil wawancara dengan responden.


(1)

147 041

042 043 044 045 046 047 048 049 050 051 052 053 054 055 056 057 058 059 060 061 062 063 064

gitu. Apalagi kalo murung, temannya jadi takut mendekati dia. Cuma kadang ada yang usil gangguin dia pas lagi murung.

Trus yang dia lakukan waktu temannya usil gangguin dia waktu lagi murung apa?

Dia marahin, dia bilang jangan gangguin dia. Pakai nada yang agak tinggi gitu mbak.

Oh gitu ya. Dampaknya buat dia? Ya dia dijauhi temannya mbak.

Oh gitu. Kalo lagi sedih atau punya masalah, dia ngapain aja biar dia nggak sedih lagi?

Setau aku mbak, dia curhat sama mbaknya sih. Oh itu aja?

Iya mbak.

Kalo dampak bagi temannya apa, waktu dia lagi senang tadi?

Dampaknya, ya temannya senang dan mau main sama dia mbak.

Kalo dampak buat dia?

Ya jadi punya teman, bukan hanya sama mbaknya aja terus hehe.

Kalo yang buat dia senang apa biasanya?

Kalo temannya mau dekat sama dia dan punya teman baru.

046

WPTT5E03_049-050

WPTT6F02_052

WPTT4D01_060-061

WPTT4D02_063-064

WPTT8H05_066-067


(2)

148

Lampiran 12 : Hasil Koding Significant Other Teman Wati

Significant Other (teman Wati) No

Urut

Data Teks Koding

001 002 003 004 005 006 007 008 009 010 011 012 013 014 015 016 017 018 019 020 021 022 023 024 024 026 027 028 029 030 031 032 034 035 036 037 038 039 040

Oke baiklah. Langsung aja ya bagaimana sih yang Wati lakukan saat di panti atau di sekolah?

Misalnya pas dia lagi ada masalah atau lagi senang, yang dia lakukan apa?

Yang Wati lakukan kalo lagi ada masalah itu mbak diem dan murung. Pernah juga dia nangis waktu

ibuknya meninggal. Soalnya pas dia di panti kan waktu itu. Dia kalo lagi sedih juga lebih suka menyendiri. Kalo lagi senang gitu dia senyum-senyum trus lebih ceria sih mbak.

Oh gitu. Kalo dia ada masalah gitu, dampaknya apa bagi orang lain atau bagi kalian teman-temannya?

Dampaknya kita jadi takut buat dekat sama dia jadi didiemin aja. Nanti juga kalo dia mulai baikan ya kayak biasa lagi.

Trus dia selama di panti lebih sering bersedih atau bahagia?

Bahagia sih mbak, soalnya kan dia suka nari jadi dia paling sering ikut acara gitu trus ikut ngisi acara dengan nari gitu.

Oh gitu ya. Kalo misalkan dia ada masalah gitu, gimana dia menyelesaikannya? Atau kalo dia lagi sedih gimana sih dia biar gak sedih lagi?

Ya setau aku mbak dia curhat sama teman dekatnya yang disekolah, trus dia lebih menyendiri biar menenangkan diri kalo lagi sedih gitu.

Ada lagi?

Ya nari juga kayaknya mbak, dia isi kegiatan nari biar dia gak terlalu sedih.

Ohh ada lagi? Nggak ada sih mbak.

Kalo dia lagi senang gitu dia gimana sih biasanya? Dia ya kalo lagi senang gitu dia lebih ceria itu mbak, trus bercanda-bercanda sama teman-teman disini. Jadi makin baik deh mbak.

Oh gitu. Tau gak yang buat dia senang itu apa sih selama ini?

Yang buat senang kayaknya nari gitu mbak, trus nggak

WTW2B01_005-009 WTW1A01_010-011 WTW6F01_015-017 WTW3C01_020-022 WTW7G01_026-028 WTW7G02_030-031 WTW4D01_037-039


(3)

WTW8H01_042-149


(4)

150

Lampiran 13 : Hasil Koding (Pengasuh Panti Asuhan) untuk Responden Wati

Significant Other (pengasuh Wati) No

Urut

Data Teks Koding

001 002 003 004 005 006 007 008 009 010 011 012 013 014 015 016 017 018 019 020 021 022 023 024 024 026 027 028 029 030 031 032 033

Oke langsung aja ya. Nah tadi kan mbk tanya tentang Tria, sekarang mbak mau tanya kalo Wati di panti kayak gimana sih? Kalo dia lagi senang gitu dia ngapain aja?

Kalo dia lagi senang gitu ya ketawa-ketawa trus lebih ceria mbak. itusih mbak.

Oh gitu ya, yang buat dia senang gitu apa sih? Yang buat dia senang setau aku ya mbak, kalo ikut tampil nari trus ngisi acara gitu.

Oh itu aja? Iya itu aja.

Kalo dia lagi sedih atau marah dia ngapain? Kalo dia sedih ya diem aja, trus murung, pernah itu nangis mbak waktu mamanya meninggal.

Oh diemnya gimana?

Ya menjauh dari temannya dan lebih diam dari biasanya. Nggak ngomong sama temannya. Oh gitu ya. Yang buat dia sedih atau marah biasanya apa?

Yang aku tau sih, yang buat dia sedih kalo ingat-ingat orang tuanya yang udah meninggal.

Hanya itu aja? Iya mbak.

Oke trus dampaknya apa sih buat temannya kalo dia sedih gitu?

Ya kalo sedih kan dia murung trus diem aja. Ya mereka juga bingung trus diemin dia juga mbak. kayak nggak mendekati dia dulu. Tapi ada juga yang mnghibur dia.

Oh gitu. Kalo sedih atau marah gitu, dia biasanya ngapain biar nggak sedih lagi?

Dia biasanya curhat sama pengasuh, trus tulis di buku diari atau nggak isi kegiatan menari di sekolah.

WPTW1A01_005-006 WPTW8H01_008-009 WPTW2B01_013-014 WPTW5E01_016-017 WPTW8H01_020-021 WPTW6F01_026-029 WPTW7G01_032-034


(5)

151

Lembar Persetujuan Menjadi Informan

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bersedia menjadi informan penelitian yang dilakukan oleh mahasiswi:

Nama : Larisa Patrisia Prista

Program Studi : Bimbingan dan Konseling

Judul Penelitian : Pola Ekspresi Emosi Anak Yatim Piatu (Studi Kasus pada Dua Anak Yatim piatu Di Yogyakarta)

Saya mendapatkan penjelasan bahwa penelitian ini tidak menimbulkan dampak negatif terhadap diri saya. Data mengenai diri saya akan dijaga kerahasiaanya oleh peneliti. Semua data yang mencantumkan identitas saya hanya akan digunakan untuk keperluan pengolahan data dan bila sudah tidak digunakan akan segera di musnahkan. Hanya peneliti yang dapat mengetahui kerahasiaan data-data penelitian.

Demikian tanpa ada unsur pemaksaan dari siapapun dan dengan sukarela saya berperan serta dalam penelitian ini.

Yagyakarta, Juni 2017


(6)

152

Lembar Persetujuan Menjadi Informan

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bersedia menjadi informan penelitian yang dilakukan oleh mahasiswi:

Nama : Larisa Patrisia Prista

Program Studi : Bimbingan dan Konseling

Judul Penelitian : Pola Ekspresi Emosi Anak Yatim Piatu (Studi Kasus pada Dua Anak Yatim Piatu Di Yogyakarta)

Saya mendapatkan penjelasan bahwa penelitian ini tidak menimbulkan dampak negatif terhadap diri saya. Data mengenai diri saya akan dijaga kerahasiaanya oleh peneliti. Semua data yang mencantumkan identitas saya hanya akan digunakan untuk keperluan pengolahan data dan bila sudah tidak digunakan akan segera di musnahkan. Hanya peneliti yang dapat mengetahui kerahasiaan data-data penelitian.

Demikian tanpa ada unsur pemaksaan dari siapapun dan dengan sukarela saya berperan serta dalam penelitian ini.

Yagyakarta, Juni 2017