54
wanita berhak mengadukan perkaranya melalui Pengadilan Agama agar perkawinan tersebut dapat dilangsungkan.
Wali dikatakan adhal apabila telah diputuskan oleh Pengadilan Agama bahwa wali tersebut adhal kemudian pengadilan agama menunjuk wali hakim sebagai wali
nikah. Dalam keadaan seperti ini, perwalian tidak pindah dari wali yang zhalim ke wali lainnya, tetapi langsung ditangani oleh Hakim sendiri. Sebab menghalangi hal
tersebut adalah satu perbuatan yang zhalim, sedangkan untuk mengadukan wali zhalim itu hanya kepada hakim. Adapun jika wali menghalangi karena alasan-alasan
yang sehat, seperti laki-lakinya tidak sepadan, atau maharnya kurang dari mahar mitsl, atau ada peminang lain yang lebih sesuai derajatnya, maka dalam keadaan
seperti ini perwalian tidak pindah ketangan orang lain, karena ia tidaklah dianggap menghalangi.
74
E. Faktor Penyebab Terjadinya Wali Adhal dalam Perkawinan
Berdasarkan uraian pembahasan sebelumnya diketahui bahwa perkawinan merupakan peristiwa penting dalam kehidupan seseorang, sehingga ketentuan hukum
Islam dan juga Undang-undang perkawinan mengharuskan para pihak agar dapat memenuhi berbagai persyaratan dalam penyelenggaraaannya. Termasuk dalam hal ini
partisipasi keluarga untuk merestui perkawinan tersebut melalui adanya wali dalam pernikahan atau perkawinan.
74
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Terjemahan.PT. Alma’arif, Bandung, 1990, hal. 28
Universitas Sumatera Utara
55
Namun dalam
pelaksanaannya sering terjadi perselisihan
dalam hal
keberadaan wali yang enggan untuk menikahkan, atau penolakan wali dalam mengawinkan perempuan yang berada dibawah perwaliannya sehingga Pegawai
Pencatat Nikah PPN menolak untuk melakukan proses pencatatan perkawinan sebelum perselisihan diselesaikan lebih dahulu.
75
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa di Wilayah Hukum Pengadilan Agama Jakarta Selatan ditemukan adanya perselisihan dalam hal keberadaan wali
adhal sehingga Pegawai Pencatat Nikah PPN menolak untuk melakukan proses pencatatan perkawinan sebelum perselisihan diselesaikan lebih dahulu dan pihak
calon mempelai mengajukan mengajukan permohonan ke kepeniteraan Pengadilan Agama sebagaimana yang ditunjukkan dalam Penetapan Pengadilan Agama Jakarta
Selatan Nomor 215Pdt.P2011PA.JS yang diajukan oleh Pemohon AL.
76
Adapun hal yang menyebabkan terjadinya sengketa pada umumnya adalah akibat wali yang berhak menikahkan enggan untuk menikahkan karena alasan sebagai
berikut : 1.
Perbedaan suku bangsa, dalam hal ini biasanya pihak mempelai perempuan tidak mau menikahkan anak gadisnya dengan laki-laki dari suku bangsa yang
berbeda sehingga tidak bersedia menjadi wali 2.
Berbeda agama, hal ini disebabkan karena faktor agama dari pihak laki-laki yang berbeda juga menjadi alasan wali dari pihak perempuan tidak mau atau
enggan menikahkan anaknya.
75
Firdaus Murdhani, Staf Kantor Urusan Agama Kecamatan Kebayoran Lama Jakarta Selatan, Wawancara Juni 2012
76
Ghizar Fau’ah, Wakil Penitera Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Wawancara Mei 2012
Universitas Sumatera Utara
56
3. Tidak sederajat dalam kehidupan sosial ekonomi, dalam hal ini biasanya pihak
keluarga perempuan berada dalam kondisi ekonomi yang lebih tinggi sehingga keberatan untuk menikahkan anaknya dengan laki-laki yang berasal
dari golongan ekonomi yang lebih rendah. 4.
Mempelai laki-laki tidak diketahui dengan jelas mengenai asal usulnya, karena pihak mempelai laki-laki merupakan perantau yang bekerja sehingga
tidak dapat menghadirkan keluarganya sehingga pihak keluarga calon mempelai wanita meragukan keturunannya.
Keempat hal tersebut menyebabkan pihak keluarga tidak menyetujui perkawinan
tersebut sehingga pihak yang seharusnya menjadi wali dan berhak
menikahkan enggan untuk menikahkannya.
77
Selain itu, sebagaimana termuat dalam Penetapan Pengadilan Agama Jakarta Selatan Nomor 215Pdt.P2011PA.JS yang menjadi alasan wali nasab tidak bersedia
menjadi wali nikah adalah karena wali nasab tidak suka dengan calon suami pemohon dan ingin memberi pelajaran kepada pemohon dan calon suami pemohon yang tidak
mengikuti nasehat mereka untuk tidak melanjutkan niatnya untuk melaksanakan pernikahan.
78
Pendapat ini juga dikemukakan oleh YA dan MA, bahwa dalam hal terjadi wali nasab yang tidak bersedia atau menolak untuk menikahkan perempuan yang
dibawah perwaliannya yang menyebabkan terjadinya wali adhal tidak jauh dari faktor
77
Firdaus Murdhani, Staf Kantor Urusan Agama Kecamatan Kebayoran Lama Jakarta Selatan, Wawancara Juni 2012
78
Berkas Penetapan Pengadilan Agama Jakarta Selatan Nomor 215Pdt.P2011PA.JS
Universitas Sumatera Utara
57
perbedaan suku bangsa, agama, derajat kehidupan sosial ekonomi dan asal usul pihak mempelai laki-laki. Namun terkadang ada beberapa hal yang dapat melunakkan pihak
keluarg perempuan seperti perbedaan suku dan asal usul yang dapat ditutupi dengan kemampuan ekonomi pihak laki-laki sehingga ada perselisihan yang dapat
diselesaikan dengan mediasi seperti halnya juga perbedaan agama yang ditutupi dengan pihak laki-laki yang masuk atau memeluk agama Islam sebelum pernikahan
dilangsungkan.
79
Hal ini juga dibenarkan oleh salah seorang warga yang ditemui di KUA Kecamatan Kebayoran Lama Jakarta Selatan yang mengurus pernikahan dengan
warga negara asing yang walaupun semula ditentang keluarganya karena berbeda agama. Namun kemudian pihak laki-laki memeluk agama Islam setelah melalui
mediasi oleh Pegawai Pencatat Nikah KUA Kecamatan Kebayoran Lama.
80
Demikian pula halnya dengan beberapa warga lainnya yang pernah bermasalah dengan wali nikah yang walaupun pada awalnya wali nikah keberatan atas
pernikahannya karena status sosial perbedaan namun atas pendekatan mediasi atau tabbayyun pada tahun 2009 dari Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan
Kebayoran Lama pihak keluarga akhirnya menyetujui pernikahannya dan sekarang telah memiliki seorang anak.
81
79
YA dan MA, Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Wawancara, Tanggal Juni 2012
80
RD, Pihak yang terkait dalam Sengketa Wali adhal di KUA Kecamatan Kebayoran Lama Jakarta Selatan,Wawancara Juni 2012
81
Firdaus Murdhani, Staf Kantor Urusan Agama Kecamatan Kebayoran Lama Jakarta Selatan, Wawancara Juni 2012
Universitas Sumatera Utara
58
Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa faktor penyebab terjadinya sengketa wali adhal pelaksanaan perkawinan adalah karena faktor perbedaan suku bangsa,
berbeda agama, tidak sederajat dalam kehidupan sosial ekonomi dan mempelai laki- laki tidak diketahui dengan jelas mengenai asal usulnya, Namun pada Penentapan
Pengadilan Agama Nomor 215Pdt.P2011PA.JS yang menjadi alasan wali nasab tidak bersedia menjadi wali nikah adalah karena wali tidak suka dengan calon suami
pemohon dan ingin memberi pelajaran kepada pemohon dan calon suami pemohon yang tidak mengikuti nasehat mereka untuk tidak melanjutkan niatnya untuk
melaksanakan pernikahan. Akibat hukum yang timbul adalah terjadi perselisihan hingga sampai ke Pengadilan Agama sehingga pelaksanaan perkawinan harus melalui
wali hakim dengan penetapan apabila perselisihan tidak dapat diselesaikan secara mediasi dan musyawarah dengan perantara Pegawai Pencatat Nikah atau BP4
Kecamatan.
Universitas Sumatera Utara
59
BAB III KEABSAHAN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ISLAM DAN
UNDANG-UNDANG NO.1 TAHUN 1974
A. Perkawinan dalam Pandangan Hukum Islam
Membentuk keluarga adalah membentuk kesatuan masyarakat terkecil yang terdiri dari suami, isteri, dan anak, sedangkan membentuk rumah tangga yaitu
membentuk kesatuan hubungan suami-isteri dalam satu wadah yang disebut rumah kediaman bersama. Dalam hal ini bahagia diartikan sebagai adanya kerukunan antara
suami-isteri, dan anak-anak dalam rumah tangga. Dalam rumah tangga mereka mendambakan kehidupan yang kekal artinya berlangsung terus menerus seumur
hidup, dan tidak boleh diputuskan begitu saja, atau dibubarkan menurut pihak-pihak. Rasulullah SAW pernah bersabda tentang anjuran bagi umat Islam untuk
melakukan perkawinan, dalam Hadist Rasul Muttafaqun Alaihi atau Jamaah Ahli Hadist, yang menganjurkan :
a. “Hai pemuda barang siapa yang mampu diantara kamu serta berkeinginan hendak nikah kawin, hendaklah ia itu kawin nikah, karena sesungguhnya
perkawinan itu akan menjauhkan mata terhadap orang yang tidak halal dilihatnya dan akan memeliharanya dari godaan syahwat”.
b. “Dan barang siapa yang tidak kawin hendaklah dia puasa karena dengan puasa hawa nafsunya terhadap perempuan akan berkurang Hadist Rasul Jamaah
Ahli Hadist”.
82
Dari Hadist Rasul ini jelas dapat dilihat bahwa perkawinan itu sangat dianjurkan karena berfaedah bukan saja untuk diri sendiri tetapi juga untuk rumah
82
Sulaiman Rasyid, Op.Cit., hal. 260.
59
Universitas Sumatera Utara