21
Dengan demikian, Akta Nikah menjadi bukti otentik dari suatu pelaksanaan perkawinan sehingga dapat menjadi “jaminan hukum” bila terjadi salah seorang
suami atau isteri melakukan suatu tindakan yang menyimpang. Suami tidak memberikan nafkah yang menjadi kewajibannya, sementara kenyataannya ia mampu
atau suami melanggar ketentuan taklik talak yang telah dibaca dan disetujuinya pada saat melangsukan pernikahan, maka pihak isteri yang dirugikan dapat mengadu dan
mengajukan gugatan perkaranya ke Pengadilan Agama. Demikian pula halnya dalam hal pelaksanaan perkawinan tidak dapat dilaksanakan akibat keenggaan dari wali
pihak yang berkepentingan dapat dapat mengajukannya ke Pengadilan Agama.
2. Konsepsi
Konsepsi merupakan definisi operasional dari intisari objek penelitian yang akan dilaksanakan. Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan
perbedaan pengertian dan penafsiran dari suatu istilah yang dipakai. Selain itu dipergunakan juga untuk memberikan pegangan pada proses penelitian ini. Oleh
karena itu, dalam penelitian ini, dirumuskan serangkaian kerangka konspsi atau definisi operasional sebagai berikut :
1. Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga
yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
21
2. Wali nikah adalah wali yang dalam hal pelaksanaan nikah bertindak sebagai wali yang menikahkan mempelai wanita.
3. Wali Adhal adalah wali yang enggan mengawinkan perempuan yang berada di bawah perwaliannya.
22
Yaitu mereka yang mempunyai wewenang yang sangat jelas menjadi wali tidak mau melaksanakan tugasnya sebagai wali nikah.
21
Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Universitas Sumatera Utara
22
4. Wali hakim adalah wali nikah yang ditunjuk oleh Menteri Agama atau pejabat yang ditunjuk olehnya, yang diberi hak dan kewenangan untuk bertindak
sebagai wali nikah.
23
5. Pegawai Pencatat Akta Nikah adalah pegawai pemerintah yang diwajibkan mencatat akta nikah dengan memenuhi ketentuan batasan umur dan
kedewasaan dalam melakukan perkawinan. 6. Keabsahan Perkawinan adalah suatu keadaan dimana pelaksanaan suatu
perkawinan sah oleh hukum dengan memenuhi segala ketentuan menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974.
7. Sahnya suatu perkawinan menurut Pasal 2 ayat 1 UU No. 1 Tahun 1974 ialah apabila
dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.
8. Penyelesaian adalah proses, cara, perbuatan, menyelesaikan atau pemecahan.
24
9. Pengadilan Agama adalah badan peradilan khusus untuk orang yang beragama Islam yang memeriksa dan memutus perkara perdata tertentu sesuai dengan
peraturan perUndang-undangan yang berlaku.
25
G. Metode Penelitian 1
. Sifat Penelitian
Penelitian ini dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten. Metodologis yang dimaksud berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu,
sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, dan konsisten berarti tidak adanya hal-hal
22
Marahalim Harahap, Pernikahan dengan Menggunakan Wali Hakim, hal. 70
23
Departemen Agama, Kompilasi Hukum Islam, hal. 6
24
W.J.S Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, PN : Balai Pustaka, Jakarta, 1976 hal. 75
25
A.Basiq, Djalil, Peradilan Agama di Indonesia, Kencana, Jakarta, 2006, hal. 7
Universitas Sumatera Utara
23
yang bertentangan dengan suatu kerangka tertentu”.
26
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, karena menggambarkan gejala-gejala, fakta, aspek-aspek serta upaya hukum
diarahkan untuk mengetahui secara lebih mendalam serta menganalisa penyelesaian sengketa wali adhal dan kaitannya dengan keabsahan perkawinan.
2. Jenis dan Pendekatan Penelitian