Kehidupan dan Pendidikan Abdul Qadir al-Jailani

30

BAB III ABDUL QADIR AL-JAILANI DAN KONSEP IBADAH DALAM

SIRR AL-ASRAR

A. Biografi Abdul Qadir Al-Jailani

1. Kehidupan dan Pendidikan Abdul Qadir al-Jailani

Abdul Qadir al-Jailani lahir pada tanggal 1 Ramadhan tahun 470 Hijriah atau 1077 Masehi di Jailan, Persia. Ibunya seorang yang saleh bernama Fatimah binti Abdullah al- Shama’i al-Husayni ketika melahirkan Syaikh Abdul Qadir al-Jailani ibunya berusia 60 tahun, suatu kelahiran yang tidak lazim terjadi bagi wanita seumurnya. 1 Nama ayah Abdul Qadir al-Jailani adalah Abu Shaleh Musa bin Abdullah bin Musa al-jun bin Abdullah al-Mahdh bin Abu Muhammad Hasan al-Mutsanna bin Hasan bin Ali bin Abu Thalib suami dari Sayyidah Fathimah, putri Rasulullah saw. 2 Ayahnya Abu Shaleh Musa adalah seorang yang sangat zuhud dan rajin beribadah hingga beliau mendapat gelar dalam bahasa persia dengan sebutan Jangki Dausat atau muhibb al-jadid yakni orang yang mencintai jihad melawan hawa nafsu. 3 1 Sri Mulyati, Mengenal Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia, Jakarta, Prenada Media, 2005, Cet.2, h. 26 . 2 Syukron Maksum, Wirid-Wirid Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, yogyakarta, mutiara media, 2014, Cet. I, H. 201. 3 Abdul Qadir al-Jailani, Sirrul – Asrar ...Rasaning Rasa, Ciputat, Salima, 2013, cet. II, h.xxv 31 Abdul Qadir al-Jailani tiba di Baghdad pada tahun 488 H, pada saat beliau berusia 18 tahun. Tahun itu juga betepatan dengan keputusan Imam Abu Hamid al-Ghazali untuk meninggalkan tugasnya mengajar di Universitas Nizhamiah, Baghdad. Sang imam ternyata lebih memilih melakukan uzlah. 4 Beliau Abdul Qadir al-Jailani kemudian sibuk dalam mempelajari Al- Qur’an sampai menguasainya. Lalu belajar fikih serta memantapkan keilmuan beliau dalam bidang ushul fikih, furu’ul-fikh, dan ilmu khilaf. 5 Beliau juga mempelajari hadist dan sibuk dengan mau‟idhah sampai beliau mahir memberikan mau‟idhah. Beliau belajar ilmu dari para ulama yang tersohor pada masanya. Di antara guru-guru beliau adalah sebagai berikut. 6 Ali bin Aqil Abul Wafa’ bin Aqil w. 513 H, Mahfudz bin Ahmad bin Hasan Abul Khattab al-Kalwadzaniy w. 510 H, Yahya bin Ali bin Muhammad Abu Zakariya At-Tibriziy w.502 H, Muhammad bin Muhammad bin Husain Abul-Hus ain bin Abu ya’la al- Farra’ w.526 H, Habitullah bin Mubarak bin Musa Abul-Barakat As-Saqhathy w 509. H, Hammad bin Muslim Abu Abdillah Ad- Dabbas Ar-Rahbiy w.525 H, dan guru-gurnya yang lain. 7 4 Shaih Ahmad al-Syami, terjemah Mawaa‟izh al-Syekh „Abd al-Qadir al- Jaylani, Jakarta, Zaman, 2012, Cet. IV, h. 16. 5 Abdul Qadir Al-Jailani, Kitab Para Pencari Tuhan, Yogyakarta, Citra Media Pustaka, 2013, Cet. I, h. XV 6 Ibid., h.XV 7 Ibid, h.XVi 32 Selain itu pada umur 18 tahun beliau belajar di madrasah Abu Said al-Makhzumi setelah 33 tahun belajar gurunya Abu Said al-Makhzumi wafat dan menyerahkan madrasahnya kepada Abdul Qadir al-Jailani, mulai saat itu, beliau memberikan kuliah di madrasahnya. Beliau memberikan materi 3 kali dalam seminggu. Beliau menguasai berbagai cabang ilmu dalam islam, mulai dari ilmu Tafsir, Hadis, Fikih, Bahasa, Qira’at, dan lain sebagainya. Dalam hal fikih, beliau memberi fatwa menurut mazhab imam Asy- Syafii dan Imam Ahmad ibn Hanbal. 8 Ada dua jenis materi pembelajaran yang di sajikan Abdul Qadir al-Jailani. Pertama materi pembelajaran tersetuktur yang mencakup banyak ilmu pengetahuanb yang berhubungan dengan pendidikan rohani dan ini sudah ada sejak sekolah didirikan, kedua materi pembelajaran terkait tausiah dan dakwah umat yang rutin diadakan dalm 3 sesi, 1. Jumat pagi 2 selasa sore 3 ahad pagi. Pada jumat dan selasa di sekolah sedang ahad dilakukan di asrama. 9 Murid – murid Abdul Qadir al-Jailani tak terhitung banyaknya tapi ada beberapa muridnya yang menjadi bintang-bintang di dunia keilmuan dan menjadi pelita ditengah-tengah umat. Diantarnya Al- 8 Abdul Qadir al-Jailani, Sirrul – Asrar, h. xxvi 9 Shaih Ahmad al-Syami, terjemah Mawaa‟izh al-Syekh „Abd al-Qadir al- Jaylani, h. 76. 33 Qadhi Abu Mahasin Umar bin Ali Hadhar Al-Qurasyi, Taqiyudin Abu Muhammad Abdul Ghani bin Abdul Wahid bin Ali bin Surur Al-Maqdisi, dan Muwaffiquddin Abu Muhammad Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Qadamah Al-Maqdusi. 10 Di antara perkataan beliau yang masyhur adalah, “Aku telah meneliti semua amal shaleh, dan tidak ada yang melebihi keutamaan amal memberi makan.” Dan dikalangan kaum Sufi Abdul Qadir al- Jailani diakui sosok yang menempati hierarki mistik yang tertinggi al-Ghawts al- A’zham. 11 Selain itu juga beliau dijuluki sebagai Sulthan al-Auliya pemimpin para wali karena klaim beliau dan pengakuan ulama-ulama sufi yang sezaman dengan beliau. Abdul Qadir al-Jailani meninggal pada malam sabtu tanggal delapan Rabi’ul Akhir tahun 561 H setelah magrib jenazahnya dikubur di sekolahannya setelah disaksikan oleh manusia yang tidak terhitung jumlahnya. 12 Diceritakan dalam pengantar tafsir al-jailani bahwa Pada saat itu, semua tanah lapang, jalan, pasar, penuh oleh lautan manusia, sehingga tak mungkin pemakaman Syekh dapat dilakukan disiang hari. Kemudian ibnu an- Najjar berkata, “Syekh Abdul Qadir al- Jailani wafat pada masa pemerintahan Al-Mustanjid Billah Abul 10 Said bin Musfir Al-Qathani, Buku Putih Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani, Jakarta, Darul Falah, 2003, Cet. I, h. 16 11 Abdul Qadir al-Jailani, Sirrul – Asrar, h. xxv 12 Said bin Musfir Al-Qathani, Buku Putih Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani, h. 16. 34 Muzhaffar Yusuf bin Al-Muqtafa li-Amrillah bin Al-Mustazhhar Billah al-Abbasi rahimahumullah. 13

2. Karya – karya