Rukun dan syarat Perkawinan

6. Pada Pasal 3 Kompilasi Hukum Islam menyatakan tujuan perkawinan adalah untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah. 46 Sahnya perkawinan di dalam hukum Islam apabila telah memenuhi ketentuan-ketentuan rukun dan syara :

1. Rukun dan syarat Perkawinan

Untuk melangsungkan suatu perkawinan harus memenuhi rukun dan syarat nikah yang ditentukan oleh agama Islam. Rukun dan syarat menentukan perbuatan hukum, terutama yang menyangkut dengan sah atau tidaknya perbuatan tersebut dari segi hukum. Kedua kata tersebut mengandung arti yang sama dalam hal bahwa keduanya merupakan sesuatu yang harus diadakan. Didalam suatu perkawinan umpamanya rukun dan syaratnya tidak boleh tertinggal, dalam arti perkawinan tidak sah bila keduanya tidak ada dan tidak lengkap yaitu rukun dan syara. Rukun dan syara mengandung arti yang berbeda, rukun adalah sesuatu yang berada di dalam hakikat dan merupakan bagian atau unsur yang mewujudkannya, sedangkan syarat adalah sesuatu yang yang berada di luarnya dan tidak merupakan unsurnya. Syarat itu ada yang berkaitan dengan rukun dalam arti syarat yang berlaku 46 . H. Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, Akademika Pressindo, Jakarta, 1995, hlm.75-78.. Universitas Sumatera Utara untuk setiap unsur yang menjadi rukun. Ada pula syarat itu berdiri sendiri dalam arti tidak merupakan kriteria dari unsur-unsur rukun. Dalam hukum perkawinan, dalam menempatkan mana yang rukun dan mana yang syarat terdapat perbedaan di kalangan ulama yang perbedaan itu tidak bersifat substansial. Perbedaan pandangan para ulama tersebut di karenakan berbeda dalam melihat fokus perkawinan itu. Semula ulama sependapat dalam hal-hal yang terlibat dan yang harus ada dalam suatu perkawinan adalah akad, perkawinan, laki-laki yang akan kawin, perempuan yang akan kawin, wali dari mempelai perempuan, saksi yang menyaksikan akad perkawinan dan mahar atau mas kawin. 47 Ulama Hanafiyyah melihat perkawinan itu dari segi ikatan yang berlaku antara pihak-pihak yang melangsungkan perkawinan itu. 48 Oleh karena itu yang menjadi rukun perkawinan oleh golongan ini hanyalah akad nikah yang dilakukan oleh dua pihak yang melangsungkan perkawinan, sedangkan yang lainnya seperti kehadiran saksi dan mahar dikelompokkan kepada syarat perkawinan. Ulama hanafiyah membagi syarat itu kepada: 49 1. Syuruth al-in’iqaad yaitu syarat yang menentukan terlaksananya suatu akad perkawinan. karena kelangsungan perkawinan tergantung kepada akad, maka syarat di sini adalah syarat yang harus dipenuhi karena ia berkenaan dengan akad itu sendiri. 47 . Amir Syarifuddi, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Kencana, Jakarta, 2006, hlm.59. 48 . Ibid. 49 . Ibid, hal.60. Universitas Sumatera Utara 2. Syuruth al-shihhah Yaitu sesuatu yang keberadaannya menentukan dalam perkawinan. Syarat tersebut harus dipenuhi untuk dapat menimbulkan akibat hukum, dalam arti apabila syarat tersebut tidak terpenuhi,maka perkawinan itu dianggap tidak sah. 3. Syuru al-nufuz Yaitu syarat yang mentukan kelangsungan suatu perkawinan. Akibat hukum setelah berlangsung dan sahnya perkawinan tergantung kepada adanya syarat- syarat itu tidak terpenuhi menyebabkan fasad-nya perkawinan. 4. Syuru al-luzum Yaitu syarat yang menentukan kepastian suatu perkawinan dalam arti tergantung kepadanya kelanjutan berlangsungnya suatu perkawinan sehingga dengan telah terdapatnya syarat tersebut tidak mungkin perkawinan tersebut dibatalkan. Maka dari uraian diatas dapat kita tarik kesimpulan, bahwa yang dimaksudkan oleh ulama Syafi’iyah yang dimaksud dengan perkawinan di sini adalah keseluruhan yang secara langsung berkaitan dengan perkawinan dengan segala urusannya, bukan hanya akad nikah itu saja. Dengan begitu rukun perkawinan itu adalah segala sesuatu hal yang harus terwujud dalam suatu perkawinan. Maka perkawinan menurut hukum Islam di katakan sah harus memenuhi dua unsur yaitu rukun dan syara. Seperti yang kita uraikan di atas. Rukun adalah unsur Universitas Sumatera Utara pokok atau tiang dari pernikahan sedangkan syarat merupakan syarat pelengkap dalam setiap perbuatan hukum dalam melakukan suatu perkawinan. 50 Syarat nikah menurut agama Islam dapat dimasukkan dalam syarat material, yaitu :

a. Syarat bagi calon mempelai laki-laki, yaitu :

1. Beragama Islam 2. Terang laki-lakinya tidak banci 3. Tidak dipaksa atas kemauan sendiri 4. Tidak beristeri lebih dari 4 empat orang 5. Bukan mahram 51 nya calon isteri 6. Tidak punya isteri yang haram di madu dengan bakal isterinya 7. Mengetahui bakal isteri tidak haram dinikahinya 8. Tidak sedang dalam ihram haji 52

b. Syarat bagi calon perempuan

1. Beragama Islam 2. Terang perempuannya bukan banci 3. Telah memberi ijin kepada wali untuk menikahinya 4. Tidak bersuami dan dalam masa iddah 50 . Departemen Agama RI, Pedoman Pegawai Pencatat Nikah, Jakarta, Proyek Pembinaan Saran Keagamaan Islam, Dirjen Hukum Kekeluargaan Indonesia, Universitas Indonesia, Jakarta, hal.63. 50 . Ibrahim Mayert A dan Abdul Bimas, Islam dan Urusan Haji, Departemen, agama, 1983, hlm.34. 51 . Mahram adalah orang perempuan atau laki-laki yang masih termasuk sanak saudara dekat karena keturunan, sesusuan, atau hubungan perkawinan sehingga tidak boleh menikah di antara keduanya. Jadi mahram yang dimaksudkan di sini adalah saudara dari calon isterinya. 52 . Perkataan ihram berasal daripada perkataan Arab yang membawa maksud menjadikan ia haram. yaitu apabila seseorang melakukan takbiratul ihram maka ia seolah-olahnya dengan rela hati mengharamkan apa-apa yang sebelum takbiratul ihram itu halal. Maka ihram haji yang dimaksudkan disini tidak di mungkinkan bagi seseorang untuk menikah selama ihram haji berlangsung Universitas Sumatera Utara 5. Bukan mahram bakal suami 6. Belum pernah dili’an sumpah li’an oleh bakal suaminya 7. Terang orangnya 8. Tidak sedang dalam ihram haji Dari uraian di atas tampak bahwa Islam hanya mengakui pernikahan hanya pada seorang laki-laki dan seorang perempuan saja. Pernikahan antara sesama laki- laki dan sesama perempuan tidak diakui oleh hukum Islam. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk laki-laki dan untuk perempuan adalah sebagai berikut : 1. keduanya jelas identitasnya dan dapat dibedakan dengan yang lainnya, baik menyangkut nama, jenis kelamin, keberadaan dan hal lain yang berkenaan dengan dirinya. 2. keduanya sama-sama beragama Islam 3. antara keduanya tidak terlarang untuk melangsungkan perkawinan 4. kedua belah pihak setuju untuk kawin dan setuju pula dengan pihak yang akan mengawininya. 5. keduanya telah mencapai usia yang layak untuk melangsungkan pernikahan. Tentang batas usia pernikahan memang tidak dibicarakan dalam kitab-kitab fiqh. Bahkan kitab-kitab fiqh memperbolehkan untuk kawin antara laki-laki dan perempuan yang masih kecil, baik kebolehan tersebut dinyatakan secara jelas, seperti ungkapan : Universitas Sumatera Utara “ Boleh terjadi perkawinan anatara laki-laki yang masih kecil dan perempuan yang masih kecil” atau boleh menikahkan laki-laki yang masih kecil dengan perempuan yang masih kecil.” 53 Kebolehan perkawinan terhadap anak yang masih kecil disebabkan karena Al-Qur’an tidak mengatur secara jelas yang menyebutkan batas usia untuk melangsungkan pernikahan dan tidak ada pula hadis Nabi yang secara langsung menyebutkan batas usia. Mengenai batas usia dalam perkawinan diatur di dalam Kompilasi Hukum Islam, diamana Kompilasi Hukum Islam mempertegas batas usia dewasa yang diatur dalam pasal 7 undang-undang perkawinan. ketegasan tersebut terdapat dalam pasal 15 ayat 1 Kompilasi Hukum Islam dengan rumusan sebagai berikut : “Untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga, perkawinan hanya boleh dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur yang ditetapkan dalam pasal 7 Undang-undang No.1 tahun 1974 yakni calon suami sekurang- kurangnya berumur 19 tahun dan calon isteri sekurang kurangnya berumur 16 tahun.” Maka dengan demikian ketentuan mengenai batas usia untuk menikah menurut Kompilasi Hukum Islam adalah sekurangnya 19 tahun untuk calon mempelai laki-laki dan sekurangnya calon mempelai wanita berusia 16 tahun. 53 . Amir Syarifuddi, Op.cit, hal.66. Ibnu al-Humam, 274 dan 186 Universitas Sumatera Utara

2. Adanya ijab dan kabul

Dokumen yang terkait

Perkawinan Dibawah Umur Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Hukum Adat Serta Kompilasi Hukum Islam

6 131 125

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN BEDA AGAMA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DAN HUKUM ISLAM

0 9 14

Pengaturan Usia Perkawinan Dalam Undang undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Perspektif Politik Hukum Islam

0 6 177

NIKAH TAFWIDH MENURUT HUKUM ISLAM DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM.

1 5 1

Sanksi Adat Dalam Perkawinan Sesuku Di Minangkabau dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dan Hukum Adat Minangkabau.

0 1 1

PERBANDINGAN HUKUM PERKAWINAN DIBAWAH UMUR ANTARA HUKUM ADAT MADURA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMER 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN.

0 6 38

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN A. Pengertian Perkawinan Dan Asas Perkawinan Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam 1. Pengertian Perkawinan Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 - Pelaksanaa

0 0 42

PERKAWINAN DI BAWAH UMUR DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DAN HUKUM ADAT SERTA KOMPILASI HUKUM ISLAM SKRIPSI

0 0 13

TESIS PEMBATALAN PERKAWINAN MENURUT HUKUM KANONIK KATOLIK DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

0 0 14

BAB IV ANALISIS PENGATURAN USIA PERKAWINAN DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN PERSPEKTIF POLITIK HUKUM ISLAM - Pengaturan Usia Perkawinan Dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Perspektif Politik Hukum Islam. - Ra

0 0 37