• Dalam hal kedua orang tua telah mati atau tidak dapat mengatakan
kehendaknya izin diperoleh dari wali atau keluarga terdekat. •
Apabila terdapat sengketa dalam hal memberi izin, maka pengadilan dalam daerah hukumnya akan memberikan izin.
Dengan demikian telah selesai dijabarkan tentang persayaratan material yang harus dipenuhi agar suatu perkawinan dapat berlaku secara
syah.
2. Syarat formal
Persyaratan ini adalah syarat yang menyangkut tentang formalitas tata cara yang mendahului dan menyertai kelangsungang perkawinan. Mengenai persyaratan
formal untuk dapat dilangsungkan suatu perkawinan diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 yaitu sebagai berikut :
a. harus ada pemberitahuan kepada pegawai pencatatan perkawinan di tempat
perkawinan itu dilangsungkan b.
adanya pengumuman oleh petugas pencatatan nikah tentang akan dilangsungkannya pernikahan. Perkawinan hanya dapat dilaksanakan setelah
lewat 10 sepuluh hari pemberitahuan diumumkan c.
perkawinan harus dilangsungkan di muka umum, artinya dilangsungkan dihadapan pegawai pencatatan nikah dan bila ada pemberitahuan terlebih
dahulu pasal 23 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan . Perkawinan sah bila dilakukan menurut hukumnya masing-masing agamanya
dan kepercayaannya, diatur dalam pasal 2 ayat 1 undang-undang perkawinan.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 2 ayat 2 undang-undang perkawinan, tidak ada perkawinan di luar hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu, yang mana sesuai dengan Undang-
Undang Dasar 1945. Disamping itu undang-undang perkawinan nomor 1 tahun 1974 juga menganut
asas monogami. Adapun tujuan asas monogami ini adalah supaya seorang pria hanya diperbolehkan beristeri satu agar rumah tangga yang telah dibina tersebut tidak
menjadi hancur. Hal ini juga berkaitan dengan kemakmuran anak-anak dalam perkawinan tersebut, agar anak yang dilahirkan dalam perkawinan tersebut terjamin
hidupnya sampai mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka sendiri kelak.
D. Persintuhan Hukum adat Minangkabau Dengan Hukum Perkawinan Islam dikaitkan dengan Udang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Mengenai Sahnya Perkawinan
1. Persintuhan antara sahnya perkawinan menurut hukum adat Minangkabau
dengan sahnya perkawinan menurut hukum Islam
Jika dikaji antara hukum perkawinan Islam dengan hukum perkawinan adat Minangkabau mengenai sahnya perkawinan akan terdapat persamaan di antara
keduanya namun ada beberapa perbedaan yang terdapat diantara keduanya. Persamaan diantara keduanya adalah dalam hukum adat Minangkabau untuk
sahnya perkawinan sesuai dengan apa yang ditentukan oleh hukum Islam, yaitu adanya ijab dan qabul antara calon pengantin pria dengan wali calon pengantin
wanita.
73
73
. Sayuti Thalib, Op.cit, hal.63.
Universitas Sumatera Utara
Dalam hal batas usia melangsungkan perkawinan, di dalam hukum adat Minangkabau tidak mengatur mengenai batas usia untuk melangsungkan perkawinan,
begitupun dalam hukum Islam dimana kitab-kitab fiqh tidak dibicarakan.
74
Namun dalam Kompilasi Hukum Islam diatur mengenai batas usia perkawinan, yang terdapat dalam pasal 15 ayat 1 Kompilasi Hukum Islam. Dimana
dalam Pasal 15 ayat 1 Kompilasi Hukum Islam, batas usia untuk melangsungkan perkawinan sesuai dengan apa yang ditentukan dalam pasal 7 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dimana mana batas usia menurut undang- undang perkawinan adalah sekurang-kurangnya calon suami berusia atau berumur 19
tahun sedangkan calon mempelai wanita berumur sekurang-kurangnya 16 tahun. Maka salah satu syarat untuk melangsungkan perkawinan menurut hukum
Islam adalah batas usia perkawinan adalah 19 untuk calon mempelai laki-laki dan 16 untuk calon mempelai perempuan. Sedangkan dalam hukum adat Minangkabau untuk
batas usia perkawinan tidak ditentukan. Menurut hukum adat Minangkabau seseorang boleh melangsungkan perkawinan jika sudah dianggap sudah dewasa berdasarkan
ciri-ciri fisik yang muncul dalam diri seseorang tersebut.
75
Salah satu dari rukun perkawinan menurut hukum Islam adalah adanya ijab dan Kabul. Ijab dan Kabul merupakan syarat sahnya perkwinan meurut hukum Islam.
Ijab dan Kabul dalam hukum adat Minangkabau merupakan roses pernikahan yang paling utama dalam perkawinan. Karena tanpa adanya ijab dan kabul perkawinan
dianggap tidak sah, karena tidak memenuhi ketentuan apa yang dinyatakan dalam
74
. Amir Syarifuddin, Op.cit, hal.66.
75
. Hilman Hadikusuma, Op.cit, hal.50.
Universitas Sumatera Utara
agama Islam. Dimana sebagian besar masyarakat Minangkabau menganut agama Islam.
Maka persintuhan dalam ijab dan kabul meurut hukum Islam dengan hukum adat Minangkabau sangat jelas. Dimana ijab dan Kabul merupakan pokok atau hal
utama dalam syarat sahnya perkawinan menurut hukum Islam dan menurut hukum adat Minangkabau.
2. Persintuhan antara sahnya perkawinan menurut hukum adat Minangkabau