Harta bersama IDENTITAS PRIBADI

Hubungan seorang ibu dengan anak-anaknya merupakan hubungan keluarga matrilineal menurut adat dan syara. Menurut adat, anak laki-laki dan perempuan mengambil suku ibunya. 91

3. Harta bersama

Pokok tujuan dari suatu perkawinan adalah hidup secara bersama-sama pada suatu masyarakat dalam suatu ikatan keluarga. Syarat untuk hidup bagi seorang manusia adalah makanan dan pakaian. Untuk memperoleh makanan dan pakaian ini di perlukan suatu kekayaan duniawi yang dapat dipergunakan oleh suami isteri tesebut dalam hidup berkeluarga. Kekayaan yang dimaksud tersebut adalah berupa harta benda untuk memenuhi kehidupan manusia sebagai makhluk sosial. Harta benda tersebut dapat berupa barang ataupun uang. Hukum kekayaan adalah peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukun kekayaan yang mempunyai nilai uang. Hubungan hukum selalu menunjukkan adannya hubungan hukum tertentu. 92 Pengaruh ajaran Islam sangat terasa dalam sistem kepemilikan harta. Islam dalam pemilikan harta lebih mengutamakan tanggungjawab kepada keluarga inti. Konsekuensinya, ayah dengan anak-anaknya menjadi lebih dekat. Namun demikian, hubungan mamak dengan keponakan tetap terjalin dengan baik 91 . lembaga kerapatan adat alam Minangkabau. 92 . J. Satrio, Hukum Harta Perkawinan, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1991, hal.35. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan cara perolehan, harta di Minangkabau terbagi kepada empat bagian, yaitu :

a. harta pusaka

Pengertian harta pusaka sebagai harta warisan dapat dibedakan antara harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah. Perbedaan antara harta pusaka rendah dan harta pusaka tinggi diukur berdasarkan asal usul harta tersebut. Harta pusaka tinggi adalah harta warisan yang diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya yang telah melewati beberapa generasi. 93 Karena harta telah melewati beberapa generasi, maka tidak diketahui lagi asal-usul harta tersebut. Semula harta pusaka rendah adalah harta pencaharian. Harta pencaharian mungkin milik seorang laki-laki atau mungkin juga milik seorang perempuan. Pada mulanya harta pencaharian seseorang diwarisi oleh jurai atau setidak-tidaknya kaum masing-masing.

b. harta pencaharian

Yakni harta yang diperoleh atas hasil usaha perorangan, seperti menggarap sawah, ladang berdagang atau menjual jasa, merantau antara jarak waktu atau dalam waktu yang tidak ditentukan. Harta yang diperoleh dari merantau tidak diwariskan secara hukum adat, kecuali ia memegang gadai, maka hak warisannya jatuh kepada 93 . Mochtar Naim, Menggali Hukum Tanah dan Hukum Waris Adat, Center for Minangkabau Studies Press, Padang, 1968, hal. 85. Universitas Sumatera Utara hukum adat. Jika pencaharian itu terletak di rantau, maka hukum yang diberlakukan adalah ketentuan dimana harta itu berada.

c. harta dapatan

Yakni harta si isteri yang di dapati oleh suami ketika tinggal di rumah isteri. Yang dimaksud harta tepatan ialah harta yang telah ada pada isteri waktu suami kawin dengan isteri itu. Harta itu dari asal usulnya ada dua kemungkinan yaitu harta pusaka yang ada pada rumah itu dan harta hasil usahanya sendiri. Pengertian harta tepatan jelas dalam hal yang meninggal isteri. Harta itu jika harta hasil usahanya sendiri diwariskan pada anak-anaknya, tetapi dalam hal harta pusaka selain pada anak-anaknya harta itu diwariskan pada saudara-saudaranya karena harta itu diterima bersama saudara-saudaranya. Suami tidak berhak atas harta itu baik harta usaha isteri atau harta pusaka. Ada pepatah “harta tepatan tinggal” yang berarti harta tersebut tidak dapat dibawa oleh suami waktu ia meninggalkan rumah.

d. harta bawaan

Harta bawaan ialah harta yang dibawa oleh seseorang suami kerumah isterinya pada waktu perkawinan. Harta bawaan dapat berbentuk hasil pencaharian sendiri yang didapat menjelang berlangsungnya perkawinan atau hibah yang diterimanya dalam masa perkawinan, dan harta kaum dalam bentuk hak pakai ganggam beruntuk yang telah berada di tangan suami menjelang perkawinan atau didapatnya hak tersebut dalam masa perkawinan. Kedua macam harta bawaan itu, karena timbul di luar usaha bersama suami isteri, adalah hak penuh si suami, maka Universitas Sumatera Utara yang menyangkut harta bawaan berlakulah ucapan adat “ bawaan kembali, tepatan tinggal “. Pengertian harta bawaan kembali ialah pulangnya harta itu kembali keasalnya yaitu kaum dari suami. Tentang kembalinya harta yang berasal dari harta pusaka adalah jelas karena hubungan suami dengan harta pusaka itu hanya dalam bentuk hak pakai atau pinjaman dari kaum. Sebagaimana layaknya, harta pinjaman kembali ke asalnya. Sedangkan harta bawaan yang berasal dari hasil pencaharian sisuami sebelum kawin juga kembali pada kaum sebagaimana harta pencaharian seseorang sebelum kawin.

e. harta suarang

Harta saurang adalah segala harta yang diperoleh suami isteri secara bersama selama berlangsungnya perkawinan. Unsur kerja sama yang dimaksud bukanlah berarti untuk memperoleh harta suarang si isteri harus pula mengerjakan suatu perkerjaan yang serupa dengan si suami. Cukuplah si suami berusaha di luar rumah sedangkan si isteri sebagai ibu rumah tangga membina keluarga yang harmonis dan mendorong si suami untuk meningkatkan prestasi kerjanya untuk mengumpulkan harta suarang sebanyak-banyaknya. 94 Harta Suarang ini dipisahkan dari harta pambawaan yaitu harta yang dibawa suami ke dalam hidup perkawinan dan harta dapatan yang didapati suami pada waktu ia datang ke rumah istrinya. 94 . Jahja, Hukum Waris dan Tanah dan Praktek-praktek Peradilan, dalam Mochtar Naim, hal 88. Universitas Sumatera Utara Dengan demikian maka harta saurang itu mengandung beberapa unsur : a. Diperoleh selama rumah tangga berlangsung b. Dengan cara masing-masing suami dan isteri atau suami saja c. Umumnya harta tersebut disatukan, baik suami dan isteri sama-sama bekerja maupun hanya suami saja yang bekerja. Dari uraian di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa harta saurang adalah harta bersama seperti yang dimaksud dalam Pasal 35 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang perkawinan. Dikarenakan harta saurang diperoleh selama perkawinan berlangsung sebagaimana disyaratkan oleh undang-undang perkawinan. 95 Tujuan perkawinan adalah untuk membentuk suatu keluarga yang kekal, namun tak selamanya tujuan dari perkawinan tersebut dapat tercapai. Perkawinan dapat berakhir dikarenakan kematian maupun perceraian. Hal ini berakibat terhadap harta bersama dalam perkawinan atau harta suarang. Dalam hal perkawinan terjadi perceraian, maka harta suarang tersebut akan dibagi-bagi, ketentuan pembagian tersebut sebagai berikut : a. bila suami isteri bercerai dan tidak mempunyai anak. Harta suarang dibagi dua antara bekas suami dan bekas isteri. b. Bila suami isteri bercerai hidup dan mempunyai anak, harta suarang dibagi dua antara bekas suami dan bekas isteri, anak-anak akan menikmati bagian dari ibunya. 95 . Pasal 35 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan : harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. Universitas Sumatera Utara Dari hasil penelitian diketahui bahwa apabila orang tua yang meninggal dunia maka anaklah yang akan menjadi ahli waris dari harta saurang tersebut, sesuai dengan apa yang ditentukan hukum Islam. Jika suami meninggal maka harta saurang akan diwarisi oleh anak dan isterinya dan harta tersebut tetap tinggal di rumah di mana suami itu berusaha. Dan isteri atau janda tersebut akan bertindak sebagai kepala keluarga dirumahnya menggantikan kedudukan suaminya dengan harta suarang yang selama ini mereka usahakan. 96 Dalam hal jika isteri yang meninggal maka harta suarang akan diwarisi oleh anak-anaknya dan selama suami atau duda tersebut tidak menikah lagi maka duda atau suami tersebut dapat mengusahakan harta suarang bersama-sama dengan anak- anaknya.

B. Hak dan Kewajiban Suami Isteri Menurut Hukum Islam 1. Kedudukan suami isteri

Seperti yang kita ketahui perkawinan adalah ikatan antara seorang pria dengan seorang wanita dalam membentuk keluarga. Dengan adanya perkawinan akan menimbulkan sebab dan akibat antara suami dan isteri. Sebab akibat dari perkawinan tersebut adalah dimana seorang laki-laki yang menjadi suami memperoleh berbagai hak suami dalam keluarga tersebut. Begitupun 96 . Wawancara dengan H Saharuddin Nurut, Anggota KAN Koto Baru, Tanggal 19 Nopember 2009, di Muaralabuh. Universitas Sumatera Utara bagi seorang wanita yang mengikatkan dirinya dalam perkawinan memperoleh berbagai hak pula sebagai seorang isteri dalam keluarga. Yang dimaksud hak-hak dalam perkawinan adalah apa-apa yang diterima oleh seseorang dari orang lain. Maksudnya adalah hak-hak apa saja yang diperoleh oleh seorang suami terhadap isterinya, begitupun sebaliknya hak-hak apa saja yang diperoleh oleh seorang isteri dari suaminya di dalam keluarga. Selain hak-hak yang diperoleh suami isteri dalam keluarga, ada pula kewajiban-kewajiban yang timbul dari suatu perkawinan tersebut. Di mana suami mempunyai beberapa kewajiban dalam keluarga, begitupun sebaliknya adanya kewajiban seorang isteri dalam keluarga. Adanya hak dan kewajiban antara suami isteri dalam kehidupan rumah tangga itu dapat dilihat dalam beberapa ayat Al-Qur’an dan beberapa Hadits Nabi. Contohnya dalam Al-Qur’an pada surat Al-Baqarah ayat 228, yaitu : ﱠﻦﻬْﻴ يﺬﱠا ْﺜ ﱠﻦﻬ و ٌﺔﺟرد ﱠﻦﻬْﻴ لﺎﺟﱢﺮ و فوﺮْ ْﺎﺑ Bagi isteri ada hak-hak berimbang dengan kewajiban-kewajibannya secara makruf dan bagi suami setingkat lebih dari isteri. Universitas Sumatera Utara Ayat di atas menjelaskan bahwa isteri mempunyai hak dan isteri juga mempunyai kewajiban. 97 Kewajiban isteri merupakan hak bagi suami. Hak yang dimaksud dalam ayat ini, dimana isteri mempunyai kedudukan berimbang dalam keluarga dengan suami. Namun demikian suami tetap mempunyai kedudukan setingkat lebih tinggi dalam kelurga. Hak dan kewajiban suami isteri juga dinyatakan dalam Kompilasi Hukum Islam, Pasal 77 yaitu : 98 1 Suami isteri memikul kewjiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah yang menjadi sendi dasar dan susunan masyarakat; 2 Suami isteri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi bantuan lahir bathin yang satu kepada yang lain; 3 Suami isteri memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak-anak mereka, baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohani maupun kecerdasannya dan pendidikan agamanya; 4 Suami isteri wajib memelihara kehormatannya; 5 Jika suami atau isteri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama. Pada ayat 1 mengandung arti bahwa dalam kehidupan rumah tangga suami isteri memikul kewajiban rumah tangga yang mawaddah 99 . Maksud dari mawaddah adalah saling mencintai dalam keluarga dan meliputi pula pengertian untuk saling 97 . Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, Kencaja, Jakarta, 2006, hal. 159. 98 . Pasal 77 Kompilasi Hukum Islam 99 . Sayuti Talib, Op.cit, hal.74. Universitas Sumatera Utara menggauli antara suami dan isteri. Saling mencintai juga meliputi pengertian dalam ayat 2, yaitu saling mencintai, hormat menghormati dan memberi bantuan lahir dan batin. Dalam suatu keluarga menurut hukum Islam hendaklah adanya hubungan untuk saling mengasihi antara suami dan isteri. Dalam hal ini pertimbangan untuk saling mencintai adalah dalam hal pantas tidaknya perbuatan saling mencintai sesuai dengan ketentuan yang ada dalam hidup bermasyarakat. Sedangkan mengenai kedudukan suami dan isteri lebih jelas dinyatakan dalam Pasal 79 Kompilasi Hukum Islam yaitu : 1 Suami adalah kepala keluarga dan isteri ibu rumah tangga. 2 Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat. 3 Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum. Kewajiban isteri terhadap suaminya merupakan hak suami dari isterinya bukan dalam pengertian materi. Bukan dalam hal meteri maksudnya disini adalah hubungan untuk saling mengasihi di dalam keluarga. Sesuai dengan apa yang ada di dalam masyarakat. Yang dimaksud dengan hak bersama suami isteri ini adalah hak bersama secara timbal balik dari pasangan suami isteri terhadap yang lain. Dari pasal 77 Kompilasi Hukum Islam, maka dapat ditarik kesimpulan hak-hak suami isteri dalam rumah tangga meliputi : Universitas Sumatera Utara bolehnya bergaul dan bersenang-senang di antara keduanya, dimana inilah hakikat utama dari perkawinan tersebut. timbulnya hubungan suami dengan keluarga isterinya dan sebaliknya hubungan isteri dengan keluarga suaminya. hubungan saling mewarisi di antara suami isteri, Dimana setiap pihak berhak mewarisi pihak lain bila terjadi kematian. Sedangkan kewajiban-kewajiban yang timbul dari suatu perkawinan terhadap suami dan isteri adalah memelihara dan mendidikan anak keturnan yang lahir dari perkawinan tersebut.

2. Hubungan orang tua dengan anak

Dokumen yang terkait

Perkawinan Dibawah Umur Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Hukum Adat Serta Kompilasi Hukum Islam

6 131 125

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN BEDA AGAMA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DAN HUKUM ISLAM

0 9 14

Pengaturan Usia Perkawinan Dalam Undang undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Perspektif Politik Hukum Islam

0 6 177

NIKAH TAFWIDH MENURUT HUKUM ISLAM DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM.

1 5 1

Sanksi Adat Dalam Perkawinan Sesuku Di Minangkabau dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dan Hukum Adat Minangkabau.

0 1 1

PERBANDINGAN HUKUM PERKAWINAN DIBAWAH UMUR ANTARA HUKUM ADAT MADURA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMER 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN.

0 6 38

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN A. Pengertian Perkawinan Dan Asas Perkawinan Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam 1. Pengertian Perkawinan Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 - Pelaksanaa

0 0 42

PERKAWINAN DI BAWAH UMUR DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DAN HUKUM ADAT SERTA KOMPILASI HUKUM ISLAM SKRIPSI

0 0 13

TESIS PEMBATALAN PERKAWINAN MENURUT HUKUM KANONIK KATOLIK DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

0 0 14

BAB IV ANALISIS PENGATURAN USIA PERKAWINAN DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN PERSPEKTIF POLITIK HUKUM ISLAM - Pengaturan Usia Perkawinan Dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Perspektif Politik Hukum Islam. - Ra

0 0 37