agama Islam. Dimana sebagian besar masyarakat Minangkabau menganut agama Islam.
Maka persintuhan dalam ijab dan kabul meurut hukum Islam dengan hukum adat Minangkabau sangat jelas. Dimana ijab dan Kabul merupakan pokok atau hal
utama dalam syarat sahnya perkawinan menurut hukum Islam dan menurut hukum adat Minangkabau.
2. Persintuhan antara sahnya perkawinan menurut hukum adat Minangkabau
dengan sahnya perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan
Jika kita mengkaji antara sahnya perkawinan menurut hukum adat Minangkabau dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang perkawinan,
maka terdapat persintuhan diantara kedua aturan tersebut mengenai syarat sahnya perkawinan.
Persintuhan yang tampak yaitu, sahnya perkawinan menurut hukum adat Minangkabau sesuai dengan apa yang ditentukan oleh undang-undang perkawinan.
sahnya perkawinan menurut undang-undang perkawinan berdasarkan agama masing- masing, maka bagi masyarkat hukum adat Minangkabau yang sebagian besar
beragama Islam ditentukan oleh hukum agamnya yaitu hukum Islam. Namun terdapat beberapa perbedaan antara sahnya perkawinan menurut
hukum adat Minangkabau dengan undang-undang perkawinan. Salah satunya adalah mengenai batas usia melangsungkan perkawinan.
Dalam hukum adat Minangkabau tidak dikenal mengenai batas usia untuk melangsungkan perkawinan, sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
Universitas Sumatera Utara
Tentang Perkawinan, batas usia merupakan salah satu syarat untuk melangsungkan pekawinan. Batas usia untuk melangsugkan perkawinan menurut undang-undang
perkawinan diatur dalam pasal 7 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dimana seorang pria hanya dijinkan meikah jika sudah mencapai umur
19 tahun sedangkan untuk wanita 16 tahun. Dalam hal izin orang tua untuk melangsungkan perkawinan terdapat
perbedaan antara hukum adat Minangkbau dengan undang-undang perkawinan. Dimana minta izin kepada orang tua menurut hukum adat Minagkabau, apabila
seseorang pemuda telah ditentukan jodohnya untuk melaksankan perkawinan, maka kewajiban yang pertama menurut adat Minangkabau adalah memberi tahu dan mohon
doa restu kepada mamak-mamaknya, kepada saudara-saudara seayahnya, kepada kakak-kakaknya yang telah berkeluarga dan kepada orang-orang tua lainnya yang
dihormati dalam keluarganya. Sedangkan izin orang tua menurut undang-undang perkawinan adalah bagi
seseorang yang hendak melangsungkan perkawinan belum mencapai usia 21 tahun harus mendapatkan izin dari kedua orang tua.
76
Hal ini berbeda dengan hukum adat Minangkabau izin orang tua bukan seperti apa yang dimaksud dalam undang-undang
perkawinan menurut hukum adat Minangkabau. Untuk tahap meminang dan manjapuik marapulai dalam hukum adat
Minangkabau tidak terdapat persintuhan dengan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974. Tahap meminang dan menjapauik marapulai merupakan rangkaian tata cara
adat Minangkabau, sedangkan tata cara perkawinan menurut undang-undang
76
. Pasal 6 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Universitas Sumatera Utara
perkawinan lebih di tekankan kepada pencatatan perkawinan dihadapan pegawai pencatat nikah sebagai syarat formal dalam perkawinan.
3. Persintuhan antara sahnya perkawinan menurut hukum Islam dengan