isterinya. Sedangkan isteri tetap tinggal dirumah kediamannya bersama anak-anaknya sebagaimana telah diatur hukum adat.
Secara lahiriyah maupun rohaniah yang memiliki rumah di Minangkabau adalah wanita dan kaum pria hanya tamu di rumah isterinya atau klan isterinya.
2. Kerangka Konsepsi
Agar tidak terjadi kesalah fahaman terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam tesis ini, maka perlu diuraikan pengertian-pengertian konsep yang dipakai,
yaitu sebagai berikut : Persintuhan berasal dari kata sintuh yang berarti singgung, kena raba.
Menyintuh berarti meraba dengan tangan atau mengenai bahagian badan. Persintuhan artinya mengenai sesuatu dengan badan atau sesuatu yang lain.
Persintuhan artinya persinggungan atau perabaan. Arti persintuhan dalam judul dari buku ini bukan berarti persinggungan dalam istilah “ hatinya tersinggung “,
yaitu suatu arti yang kurang baik, melainkan sekedar pertemuan antara dua aturan
yang tidak sama dan juga tidak serupa.
Hukum adalah peraturan yang dibuat oleh suatu kekuasaan yang dianggap berlaku oleh dan untuk orang banyak, undang-undang, peraturan dan sebagainya
untuk mengatur pergaulan hidup dalam masyarakat, ketentuan, kaedah, patokan keputusan hakim.
29
29
. Hoetomo, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Mitra Pelajar, Surabaya, hal.188.
Universitas Sumatera Utara
Istilah adat berasal dari bahasa Arab, yang apabila diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia berarti “kebiasaan”. Adat atau kebiasaan telah meresap kedalam
Bahasa Indonesia, sehingga hampir semua bahasa daerah di Indonesia telah menganal dan menggunakan istilah tersebut.
Adat atau kebiasaan dapat diartikan sebagai tingkah laku seseoarang yang terus-menerus dilakukan dengan cara tertentu dan diikuti oleh masyarakat luar dalam
waktu yang lama. Dengan demikian unsur-unsur terciptanya adat adalah : 1. Adanya tingkah laku seseorang
2. Dilakukan terus-menerus 3. Adanya dimensi waktu.
4. Diikuti oleh orang lain masyarakat. Hukum adat adalah hukum yang tidak tertulis dalam peraturan legislatif,
meliputi peraturan hidup yang meskipun tidak dikitabkan oleh yang berwajib, dihormati dan didukung oleh rakyat berdasar atas keyakinan bahwasanya peraturan-
peraturan tersebut mempunyai kekuatan hukum.
30
Artinya hukum adat dibuat oleh penguasa yang walaupun tidak dalam bentuk tertulis namun dipatuhi oleh
masyarakat, dimana hukum adat berfungsi sebagai alat untuk melakukan pengawasan terhadap masyarakat.
Hukum adat mengatur berbagai kehidupan di dalam masyarakat, salah satunya adalah pekawinan. Perkawinan menurut hukum adat adalah ikatan yang tidak hanya
30
. Soepomo, Soleman Biasane Taneko, Dasar-Dasar Hukum Adat dan Ilmu Hukum Adat, Alumni, Bandung, 1981,hal. 20.
Universitas Sumatera Utara
antara seorang pria dengan seorang wanita saja, tetapi juga ikatan orang tua kedua belah pihak.
31
Sehingga perkawinan di dalam hukum adat tidak hanya mengatur hubungan antara suami dan isteri saja, tetapi perkawinan di dalam hukum adat ikut melibatkan
klan suami dan isteri yaitu orang tua suami dan isteri tersebut. Perkawinan adalah perjanjian suci membentuk keluarga antara seorang laki-
laki dengan seorang perempuan.
32
Artinya unsur perjanjian dalam perkawinan adalah kesengajaan serta memperihatkannya kepada masyarakat ramai. Sedangkan suku
memperlihatkan dari segi keagamaannya. Perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 Tentang
perkawinan disebutkan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga rumah tanga yang
bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa.
33
Perkawinan dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.
Masyarakat adalah pergaulan hidup manusia, sehimpunan yang hidup bersama dalam suatu tempat dengan ikatan-ikatan aturan-aturan tertentu, diamana aturan-
aturan tersebut berlaku bagi orang banyak atau khalayak ramai.
34
31
. Soerrojo Wigndjodipoero, Op.cit, hal.122
32
. Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, Universitas Indonesia, Jakarta, 1974, hal.47.
33
. Op.cit.
34
. Hoetomo, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Sumur Bandung, Surabaya, hal.188.
Universitas Sumatera Utara
G. Metode Penelitian
1. Sifat Penelitian.
Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif analisis,
35
karena metode yang digunakan untuk menggambarkan, menelaah, dan menjelaskan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, kemudian akan menghubungkan dengan keadaan atau fenomena dalam praktek yang pelaksanaan hukumnya
berhubungan dengan perkawinan pada masyarakat adat Minangkabau. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis
Normatif, yaitu memaparkan objek penelitan Hukum Perkawinan Adat Minangkabau dengan hukum perkawinan Islam dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan mengenai sahnya perkawinan dengan sejelas-jelasnya disertai dengan analisa kualitatif, demikian pula halnya dengan perkawinan menurut hukum adat
Minangkabau analisa dilakukan sepanjang mengenai akibat dari perkawinan menurut hukum adat Minangkabau dibandingkan dengan hukum Islam. Dengan menggunakan
sumber-sumber hukum seperti Perundang-undangan serta buku-buku hukum. Dalam penelitian ini digunakan pula metode yuridis komparatif yaitu
pengkajian dengan menggunakan perbandingan antara hukum adat Minangkabau dengan hukum Islam.
2. Teknik Pengumpulan Data
35
. Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, 1996, Hal 8, menyatakan bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk melukiskan tentang
sesuatu hal di daerah tertentu dan pada saat tertentu.
Universitas Sumatera Utara
Sebagai penelitian hukum nomrmatif, teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan library
research untuk mendapatkan konsep teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dan peneliti terlebih terdahulu yang berhubungan dengan objek telaahan
penelitian ini yang dapat berupa peraturan perundang-undangan, buku, tulisan ilmiah dan karya-karya ilmiah lainnya.
a. Penelitian kepustakaan Library Research , melaui studi kepustakaan ini, data
yang dikumpulkan adalah dat sekunder yang terdiri dari : 1. Bahan hukum primer, berupa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan peraturan perundang-undangan lainnya.
2. Bahan hukum sekunder, berupa bahan-bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer berupa hasil penelitian para ahu, hasil karya
ilmiah, buku-buku ilmiah, ceramah atau pidato yang berhubungan dengan penelitian ini adalah merupakan bahan hukum sekunder.
3. Bahan hukum tertier, kamus hukum, kamus bahasa Indonesia, dan artikel- artikel lainnya.
b. Penelitian lapangan Field Research yaitu, dengan teknik wawancara dengan nara sumber yaitu pendapat-pendapat atau tulisan para ahli atau pihak lain.
3. Alat Pengumpulan Data Alat yang dipakai dalam pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :
Universitas Sumatera Utara
a. Studi dokumen, yakni mempelajari serta menganalisa bahan pustaka. b. Wawancara, dilakukan secara langsung dengan informan dengan menggunakan
pedoman wawancara Interview guide .
4. Analisis Data. Analisa data merupakan hal yang sangat penting dalam suatu penelitian dalam
rangka memberikan jawaban terhadap masalah yang di teliti
36
Untuk kebutuhan analisis data dalam penelitian ini semua data primer dan data skunder yang diperoleh
dikumpulkan dan selanjutnya kedua jenis data itu dikelompokkan sesuai dengan data yang sejenis. Sedangkan evaluasi data dilakukan secara kualitatif.
Untuk selanjutnya data yang terkumpul dipilah-pilah dan diolah, kemudian dianalisis dan ditafsirkan secara logis dan sistimatis dengan menggunakan metode
induktif
37
. Dengan metode ini diperoleh kesesuaian antara pelaksanaan perkawinan pada masyarakat adat Minangkabau dengan peraturan perundang-undangan dan
peraturan adat yang berlaku. Atas dasar pembahasan dan analisis ini maka dapat
36
. Heru Irianto dan Burhan Bungin, Pokok-pokok Penting Tentang Wawancara, dalam Burhan Bungin Ed, Metodologi Penelitian Kualitatif, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hal 143,
menyatakan wawancara adalah proses percakapan dengan maksud untuk mengontruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi, motivasi, perasaan, dan sebagainya yang dilakukan dua pihak
yaitu pewawancara interviewer yang mengajukan pertanyaan dengan orang yang di wawancarai interviewee.
37
. Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta 1997 hal 10, menggunakan prosedur induktif yaitu proses berawal dari proposisi-proposisi khusus sebagai hasil
pengamatan dan berakhir pada suatu kesimpulan pengetahuan baru berupa asas umum. Dalam prosedur induktif setiap proposisi itu hanya boleh dianggap benar kalau proposisi itu diperoleh dari
hasil penarikan kesimpulan dari proposisi-proposisi yang berkebenaran empiris
Universitas Sumatera Utara
ditarik kesimpulan yang dapat digunakan dalam menjawab permasalahan dan tujuan penelitian.
Universitas Sumatera Utara
BAB II
SAHNYA PERKAWINAN MENURUT HUKUM YANG ADA DI INDONESIA
A. Sahnya Perkawinan Menurut Hukum Islam
Perkawinan dalam hukum Islam di istilah bakukan dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan kata pernikahan. Nikah menurut hukum Islam juga merupakan
suatu perjanjian yang dikemukakan dalam akad nikah ikrar nikah dengan pemberian mahar antara mempelai pria di satu pihak dan wali mempelai wanita di
pihak lain.
38
Pada umumnya menurut hukum agama perkawinan adalah merupakan perbuatan yang suci atau sakral yaitu suatu perikatan antara laki-laki dan perempuan
dalam memenuhi perintah Allah SWT dan sunah rasul diantaranya adalah sebagai berikut :
“Maka kawinilah perempuan-perempuan yang kamu suka dua, tiga dan empat, tetapi kalau kamu khawatir tidak dapat berlaku adil antara perempuan-perempuan
itu, hendaklah satu saja.” Dari Abdullah bin Mas’udra, ia berkata : Rasulullah SWT, bersabda kepada
kami : “ hai kaum pemuda, apabila diantara kamu kuasa untuk kawin, hendaklah ia
kawin, sebab kawin itu lebih kuasa untuk menjaga mata dan kemaluan dan
38
. Soerojo wigdjodipoero, Loc.cit, hal.134.
Universitas Sumatera Utara
barang siapa tidak kuasa, hendaklah ia berpuasa, sebab puasa menjadi penjaga baginya”.
39
. Jadi perkawinan dilihat dari segi keagamaan adalah merupakan suatu ikatan
lahir batin atau jasmani dan rohani antara laki-laki dan perempuan yang membawa akibat hukum terhadap agama yang dianut oleh kedua calon mempelai beserta
keluarga dan kerabatnya. Di dalam Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam perumusan mengenai pengertian
perkawinan berbeda dengan ketentuan yang ada dalam undang-undang nomor 1 tahun 1974, Pasal 2 kompilasi hukum Islam menyebutkan bahwa perkawinan menurut
hukum Islam adalah pernikahan yaitu akad yang sangat kuat atau mittsaqqan qalidhan untuk menaati perintah Allah SWT dan melaksanakannya merupakan
ibadah
40
. Dengan perkataan lain perkawinan yang disebut dengan istilah “nikah” adalah
merupakan pergaulan antara seorang laki-laki dengan seorang wanita yang bukan muhrimnya, dengan dasar sukarela serta menimbulkan hak dan kewajiban antara
keduanya. Mengenai pengertian perkawinan ini ada perbedaan pendapat dikalangan para
sarjana Hukum Islam di dalam merumuskan pengertian perkawinan. Namun demikian perbedaan pendapat itu sebenarnya bukan untuk memperlihatkan
pertentangan yang sungguh-sungguh antara pendapat yang satu dengan yang lain.
39
. Mohammad Rifai, Figh Islam Lengkap, CV. Toha Putra, Semarang, 1978, hal. 455-456.
40
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Indonesia, Akademika Pressindo, Jakarta, 1992, hal.67
Universitas Sumatera Utara
Perbedaan pendapat ini hanya terdapat pada keinginan para perumus untuk memasukkan unsur-unsur yang sebanyak-banyaknya dalam merumuskan tentang
pengertian perkawinan disatu pihak dan pembatasan banyaknya unsur dalam perumusan pengertian perkawinan pada pihak lain.
Pengertian perkawinan menurut para sarjana Islam diantaranya adalah : Pendapat yang dikemukakan oleh Mahmud Yunus yaitu :
“ Perkawinan adalah aqad antara calon laki-isteri untuk memenuhi hajat jenisnya menurut yang diatur oleh syariat.”
41
Pendapat yang dikemukan oleh Sayuti Thalib adalah : “ Pengertian perkawinan itu adalah perjanjian suci membentuk keluarga
antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan.”
42
Pendapat yang dikemukakan oleh M.Idris Ramulyo, mengenai perkawinan secara agama Islam yaitu :
“ Perkawinan Menurut Islam adalah suatu perjanjian suci yang kuat dan kokoh untuk hidup bersama secara sah antara seorang laki-laki dengan
seorang perempuan membentuk keluarga yang kekal, santun menyantuni, kasih mengasihi, aman tentram, bahagia dan kekal.”
43
Walaupun ada perbedaan pendapat mengenai perumusan pengertian perkawinan ini akan tetapi dari semua rumusan yang dikemukakan ada satu unsur
41
. H. Mahmud Yunus, Hukum Perkawinan dalam Islam, Jakarta, Hidakarya Agung, 1981, hlm.1.
42
. Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan di Indonesia berlaku bagi umat Islam , Jakarta, UI Press, hlm.47.
43
. Idris Ramulyo, Beberapa Masalah Tentang Hukum Acara Peradilan Agama dan Hukum Perkawinan Islam,Ind. Hill Co, 19841985, hlm.174.
Universitas Sumatera Utara
yang merupakan kesamaan dari seluruh pendapat tersebut yaitu bahwa nikah itu merupakan suatu perjanjian, perikatan antara seorang laki-laki dengan seorang
perempuan Perkawinan yang di syariatkan oleh agama Islam dapat dilihat dari 3 tiga
sudut pandang yaitu: sudut hukum, agama dan sosial.
44
Tujuan dari adanya perkawinan yang di syari’atkan agama Islam sebagai suatu bentuk dari ibadah adalah :
1. Untuk melanjutkan keturunan adalah hal penting dalam rangka
pembentukkan umat Islam yang mengamalkan syari’at Islam dengan memupuk rasa kasih sayang didalam sesama anggota keluarga yang
dalam lingkup luas menimbulkan perdamaian dalam masyarakat di dasarkan rasa cinta kasih terhadap sesama.
45
2. Untuk menjaga diri dari perbuatan-perbuatan maksiat.
3. Menimbukan rasa cinta kasih sayang.
4. Untuk menghormati Sunnah Rasul
5. Untuk membersihkan keturunan
44
. Sayuti Thalib, op.cit, hlm. 63.
45
. Asmin, Staus Perkawinan Antar Agama di Tinajau dari UUP Nomor 1 tahun 1974, PT Dian Rakyat, Jakarta, 1986, hlm.29.
Universitas Sumatera Utara
6. Pada Pasal 3 Kompilasi Hukum Islam menyatakan tujuan perkawinan
adalah untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah.
46
Sahnya perkawinan di dalam hukum Islam apabila telah memenuhi ketentuan-ketentuan rukun dan syara :
1. Rukun dan syarat Perkawinan