Hasil Analisa Wawancara PARTISIPAN II 1. Identitas

tentang keadaannya seperti yang dilakukannya pada peneliti. Berulang kali Tegar mengatakan bahwa ia selalu meminta pendapat dan berbagi cerita dengan orang yang lebih tua darinya. Intonasi suara Tegar cukup jelas. Saat menceritakan tindakan kekerasan yang dilakukan ayah pada dirinya dan saudara-saudaranya, suaranya meninggi dan menunjuk bagian-bagian tubuhnya yang terkena pukulan ayah. Tegar sering tersenyum dan tertawa kecil saat menceritakan hubungannya dengan para mantan kekasihnya. Tegar sering menggunakan kata ’dia’ untuk menyebutkan ayahnya dan ’orang tua’ untuk menyebut ibu. Tegar juga sering menyebutkan kata-kata ’ibaratnya’, ’sementara’, ’akhirnya’, dan ’kan gitu’.

4. Hasil Analisa Wawancara

Saat Tegar berusia lima tahun, ayah dan ibunya dirundung masalah keuangan. Pesanan jahitan yang sehari-harinya menutupi kebutuhan keluarga masih tidak mencukupi kebutuhan ketiga orang kakaknya yang pada saat itu masih bersekolah. Untuk itu, ayah Tegar berusaha mengadu nasib ke Bandung untuk menambah ekonomi keluarganya. Disana ia akan bertemu dan meminta pekerjaan dengan adiknya yang membuka toko pakaian. Ayah berharap nantinya mendapat rezeki yang berlimpah untuk menghidupi keluarga yang ia tinggalkan. Tegar dibawa turut serta bersama ayah. Saat itu, ia belum memiliki adik. Di perantauan, ayah bekerja dengan giat. “…dulu Tegar pernah dibawa ke Bandung. Ikut orang tua laki lah, dulu dia pernah ke Bandung itu. Tegar kan satu-satunya laki-laki waktu itu, kan belom ada Rizal adik Tegar, Tegar yang dibawa ikut kesana. Yang ditinggalin tiga perempuan. Lumayan lama juga lah...” Universitas Sumatera Utara P2W2b.038-045221009 “…kecil lah… masih seumur berapa ya… lima gitu lah… dibawa ama dia. Dibawa ke Bandung. Kan karena kerjanya, kerjanya ini dia pun kerja sama adiknya disana. Ini adik dari Bapak...” P2W2b.048-053221009 “...dulu dia kerja. Bener-bener mau kerja, sama adiknya. Adik kandung, kalo gak salah di bawah dia. Pulang, udah coba-coba...” P2W2b.068-071221009 Ibu Tegar yang ditinggalkan suaminya merantau berusaha menafkahi ketiga putrinya dengan menerima jahitan. Saat itu, mereka hidup dengan serba kekurangan. Ayah sempat susah memikirkan keadaan keluarga yang ia tinggalkan. Setahun kemudian, setelah ayah berhasil mengumpulkan sejumlah uang, ia dan Tegar kembali berkumpul bersama keluarga. Tegar pun didaftarkan masuk sekolah. Ayah kemudian mencoba membuka usaha toko kelontongan. Sesekali ayah berdagang durian untuk menambah penghasilan keluarganya. Ayah sangat gigih bekerja sehingga perekonomian keluarga pun meningkat. “...gak lama kan pulang, Dia coba buka-buka usaha gitu lah, ya Tegar namanya anak, mau masuk sekolah ya didukung aja lah... pulang jualan ya disiapin lah apanya.. udah gitu, dulu dia sering jualan durian pake becak...” P2W2b.058-064221009 “...gak sampek sekolah disana. Gak lama kemudian, sekitar umur 6 tahun gitu kan pulang kesini. Masuk sekolah disini. Itulah mungkin berkat kegigihan dia itu cari uang ya waktu itu ada lah ya... perekonomian cukup lah..” P2W2b.075-081221009 “...tapi dia memang gigih lah cari nafkah waktu itu. Pokoknya Insya Allah gak ada kurang lah...” P2W2b.090-092221009 Universitas Sumatera Utara Ayah dan ibu Tegar sama-sama bekerja keras mencari nafkah. Ayah sangat giat dengan usaha dagangnya dan ibu menjadi penadah jula-jula yang diikuti oleh kumpulan ibu-ibu di sekitar tempat tinggalnya. Berkat usaha keras mereka, kondisi keuangan pun membaik. Uang yang sudah mereka kumpulkan selama itu digunakan untuk membeli rumah. Selain itu, Ibu Tegar juga menggunakan warisan emas yang didapatnya dari nenek ibu dari ibu Tegar untuk menambah biaya pembelian sepetak rumah kecil sehingga mereka tidak perlu lagi menyewa rumah. Rumah ini dibeli atas nama ayah. Ternyata, status kepemilikan rumah menjadi masalah yang memancing keributan diantara kedua orang tua Tegar. Hal-hal kecil menjadi dibesar-besarkan. Percekcokan akhirnya berujung pada perceraian. Ibu pun pulang ke rumah orang tuanya. “...kayak main jula-jula gitu. Gimana ya... kalo cari nafkah itu bekerja sama mereka. Berdua, istilahnya kalo si Bapak mau berdagang, si Emak mau lah ngambil uang jula-jula gitu. Hingga akhirnya kami pindah rumah. Disitulah mulai agak konflik...” P2W2b.096-103221009 “...kalo gak salah mereka itu ditinggalin. Si emak, ditinggalin sama mamaknya emak, kayak biji logam emas gitu. Kayak mana ya, ibaratnya kalo eka kawin nanti dikasih ‘ini lah pegangan buat jaga-jaga, mana tau nanti kalian susah atau apa’...ya kalo apa, dijual aja. Sampe akhirnya emas ini dijual untuk beli rumah yang kecil ini tapi atas nama si bapak. Itulah mungkin pun masalah-masalah yang timbul kadang gara-gara sebiji emas ini, udah ribut, begaduh.. Hal-hal sepele kadang...” P2W2b.109-123221009 “...si emak pun pernah lari, lari pulang lah ke rumah orang tuanya, ya kan..” P2W2b.123-125221009 Pertengkaran yang tiada berujung membuat mereka memutuskan untuk pindah rumah. Kebetulan ada seorang tetangga yang berbaik hati memberikan rumahnya untuk mereka tinggali tanpa membayar sewa. Saat itu tetangga hanya Universitas Sumatera Utara ingin mereka merawat dan menjaga rumah tersebut karena sudah lama tidak ditempati. Ayah dan ibu Tegar rujuk kembali. Pindah rumah ternyata tidak meredam konflik diantara kedua orang tua Tegar. Di rumah ini, Tegar merasa hari-hari yang dilewatinya selalu penuh dengan amarah dan pertengkaran. Ayah mulai kasar tidak hanya pada istrinya, namun juga pada anak-anaknya. Tidak hanya secara verbal, ayah juga menyerang mereka dengan pukulan dan cambukan saat naik darah. Kata-kata kasar ayah memancing perlawanan dari anak-anaknya. Kakak Tegar pernah mendapat tinju dari ayah hingga terjatuh. ”...gak lama balik rujuk lagi. Itu semenjak gak tinggal lagi di rumah yang pertama...” P2W2b.131-133221009 “...ada dulu tetangga dekat rumah, baik kali memang orangnya, dibilangnya, ya udah aku kan udah ada rumah, kalian tinggalin aja rumah ini, mengenai uang sewa nanti aja. Pokoknya kalian tinggal aja dulu. Ibaratnya statusnya kan menjaga, kan gitu...” P2W2b.133-140221009 “...disitulah mulai konflik memanas lah kan... mulai ngomongnya kasar, gak tanggung-tanggung lah. Sama si anak pun ‘kau’ nya itu udah lebih dari biasa lah.. pokoknya lebih membuat si anak ini jadi mau melawan. Untungnya si anak juga lantaran gak berapa kuat ngeladenin, ya gak dilawan akhirnya...” P2W2b.140-149221009 Tegar merasa ayah tidak lagi peduli dengan anak-anaknya. Ayah sering melampiaskan amarah yang bersumber dari luar rumah pada anggota keluarga. Hal-hal kecil pada akhirnya merambah menjadi masalah besar. Tegar seringkali mendapat cambukan tali pinggang dari ayah. Tidak jelas penyebab ayah melakukan hal tersebut. Tegar juga pernah digantung dengan posisi kepala di bawah dan kaki di atas karena terlambat pulang ke rumah. Tegar sendiri merasa Universitas Sumatera Utara takut dengan ayah yang bertubuh tinggi besar. Ia tidak berani melawan ayah. Pernah saat bertengkar, ibu yang pada saat itu mengandung Yuni adik Tegar, berniat ingin membunuh ayah dengan sebilah parang. Niat tersebut dihalangi oleh para tetangga yang melihat pertengkaran mereka. ”... kami ni kalo di rumah gak pernah dianggap ka. Mau ngapain juga gak peduli. Gak pernah ditanya-tanya. Mungkin kalo anak laen ada lah ya, ditanya soal sekolah kek, apa kek. Kami gak ada...” P2W1b.019-024181009 ”...aduh itu gak usah ditanya lagi lah ka. Udah dari dulu. Dia tu Tegar kira pelampiasan...” P2W1b.033-035181009 “...Tegar ya ka, kena tali pinggang tu di badan belakang ini, udah sering kali...” P2W1b.043-045181009 ”... ya mukulnya itu pake alat gitu, pake tali pinggang, kepala tali pinggang. Entah kenapa, itulah kalo dia emosi,ada masalah di luar, yang kena orang rumah. Tegar itu udah pernah digantung kaki di atas, kepala di bawah. Pernah gara-gara gak pulang magrib waktu itu. Telat pulang magrib. Kalo magrib kan harus udah di rumah tu. Ternyata dipermasalahkan begitu besar. Padahal Tegar pikir gak apa lah kalo telat pulang. Ternyata ya gitu. Kirain ringan, ternyata berat. Sampe digantung kaki di atas, kepala di bawah...” P2W1b.170-185181009 ”... dari kecil... SD SD itu, pulang sekolah... dia kalo ada masalah di luar entah sama siapa, dilampiaskannya ke rumah. Kena emak, kena kakak, Tegar.. udah cukop-cukop lah... kadang masalah kecil, tapi jadi besar sama dia...” P2W1b.048-054181009 “...ya Tegar pun belom gitu berani, ya kek mana, badan kecil, orang tua besar. Kakak aja kalo sekali ditinjunya gak tau kek mana.. jatuh lah. Ya kalo pake tangan waktu di rumah sana itu gak berapa lah, paling maki- maki ini...” P2W2b.150-156221009 “...kalo gak salah pernah waktu emak hamil Yuni apa ya... dikejar sama emak pake parang, gak tau lah, mungkin bawaan dari bayi juga ya, pokoknya amarah gitu memang ada...” Universitas Sumatera Utara P2W2b.085-090221009 Para tetangga sudah sering mendengar dan melihat keributan dalam keluarga Tegar. Mereka sering mencibir dan kadang tertawa melihat pertengkaran suami istri yang mengundang perhatian warga. Ayah Tegar tidak merasa malu mempertontonkan amarahnya di depan orang banyak. Meski kakak-kakak Tegar sudah berulang kali membujuk ayah agar mengecilkan suaranya sehingga tidak mengundang tontonan warga, ayah tidak peduli dan malah memperbesar volume suaranya. Ayah juga mengeluarkan kata-kata makian yang kasar. Tegar merasa malu pada para tetangga yang mengetahui adanya konflik berkepanjangan dalam keluarganya. Tegar pun malu atas sikap ayah yang tidak sepantasnya sebagai seorang pemimpin keluarga. Ia pun hanya diam membiarkan semua itu terjadi. Tegar sudah berulang kali menasehati kedua orang tuanya untuk tidak bertengkar dan menjadi bahan pembicaraan warga tempat tinggal mereka. ”...Tegar yang malasnya jadi tontonan orang sini. Dia kan suaranya besar. Kalo marah rasanya gak enak kalo orang gak dengar. Nanti kakak udah ajak masuk misalnya. Kakak bilang, ‘pak, bapak ini kepala keluarga. Malu lah pak didengar tetangga kita lagi ribut’. ‘alah biarkan aja semua tau, memang iyanya kalian pun melonte’. Yang dibilang yang ngada-ngada. Kan malu sama warga. Mereka ya senang lah jadi bahan ketawa. Enak nonton orang berantam. Awak ini, gak tau lagi mau tarok dimana muka ini...” P2W1b.126-140181009 ”...pokoknya sama tetangga udah habislah untuk ungkapkan jangan berantam, jangan berantam, tapi tetap aja berantam...” P2W1b.295-298181009 “...aduh, itu tetangga-tetangga pada tau lah.. selang 40 rumah itu udah tau semua. Kalo 1-2 rumah pasti udah tau. Jangankan 1-2 rumah, satu gang itu tau kok. Ya pastinya mereka kan jadi bahan omongan. Cuma Tegar gak pernah, gak pernah dengar langsung gitu nggak...” P2W1b.299-306181009 Universitas Sumatera Utara “...ya mau gak mau malu itu udah gak ada lagi lah ya.. perlahan-lahan, perlahan-lahan malu itu udah jadi hal biasa. Kalo malu ya tetap malu. Siapa sih yang gak malu, orang tuanya konflik gitu, si anak. Karena gak mungkin nambah-nambah konflik. Pasti diam lah mendengarkan...” P2W1b.328-336181009 “...ya gimana lah... macam di gang di Sungai Mati itu kenal kali lah orang sama keluarga kami, ya cemana, acuh tak acuhlah.. ibaratnya ya satu lingkungan gini ya diomongin sama tetangga, ngomong belakang. Istilahnya kalo kehidupan di komplek gitu mungkin masih ada lah rasa tenggangnya ya kan.. kalo disana mana ada. Disapa aja syukur. Sendiri- sendiri lah.. siapa lo siapa gua kan gitu...” P2W1b.401-412181009 Tidak berapa lama, pemilik rumah yang mereka tempati mengabarkan bahwa anaknya yang baru saja menikah akan menempati rumah mereka. Keluarga Tegar pun kembali menyewa rumah untuk mereka tinggal. Masa itu, ayah giat sekali mencari uang. Bersama adik laki-lakinya, ayah sering bepergian mengerjakan pekerjaan apapun yang dapat menghasilkan uang. Ayah juga mendapat pesanan jahitan topi dalam jumlah besar. Kondisi keuangan keluarga semakin membaik. Semua uang hasil pendapatan ayah dipegang oleh ibu untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Ibu tetap memberi uang untuk makan, rokok, dan keperluan ayah yang lainnya. “...lumayan lama lah kami tinggal numpang disana. Terus kami pindah ke rumah sewa, anak yang punya rumah itu kan kawin, jadi mau ditempatin sama anaknya. Jadi kami tinggallah agak ke bawah sedikit. Disitu si Bapak mulai kerasnya berlebihan. Ya mukulnya itu. Udah berlebihan. Tegar waktu itu masih SMP waktu itu. Kelas dua apa tiga gitu lah...” P2W2b.156-160221009 “...masa itu adik si bapak, cowok, sering datang ke rumah, sering minum gitu lah ya.. nongkrong-nogkrong, ngobrol gitu, udah gitu, sering lah mereka cari uang sama. Bekerja sama lah mereka, kalo ada apa, sering berdua itu. Ibaratnya uang yang dihasilkan itu emak yang megang. Kalo misalnya apa, si bapak ini ma makan, keluar kesana kemari, uang rokok Universitas Sumatera Utara dia lah gitu, emak tetap ngasih. Gak lama, dapatlah borongan topi gitu, dapat borongan topi. Memang kalo perekonomian mulai meningkat...” P2W2b.166-181221009 Ayah semakin berlaku keras jika berinteraksi dengan istri dan anaknya. Pukulan dan kata-kata kasar sering mewarnai hari-hari Tegar. Tegar pun enggan meminta pendapat ayah jika ia butuh pertimbangan. Tegar hanya memilih diam menghadapi ayah. Adiknya, Yuni, seringkali mendapat cacian yang tidak pantas jika ia mencoba berbincang dan meminta uang pada ayah untuk kebutuhan sekolah. Pada dasarnya ayah ingin menerapkan sistem pengasuhan otoriter seperti yang pernah ia rasakan sewaktu beliau masih kecil dari orang tuanya. Tanpa tahu apa sebabnya, Tegar seringkali menjadi sasaran ayah melampiaskan kemarahannya. Hal-hal kecil yang tiba-tiba muncul menjadi besar dan membuat ayah naik darah. Cambukan tali pinggang sering berjejak di tubuh kurusnya yang mulai beranjak remaja. “...mungkin kalo anak laen ada lah ya, ditanya soal sekolah kek, apa kek. Kami gak ada. Kalo bisa pun ga usah sekolah. Pernah si Yuni mau minta bantu uang sekolah dari dia, langsung dibilangnya, ‘ngapain kau minta- minta uang? Habis-habisin biaya, pergi aja kau melonte sana. Kalo gak kawen aja kau sana..” P2W1b.022-030181009 ”... gak ada ka. Bapak ini, ga tau kita mau dia itu apa. Gak ada pun keinginan kita itu untuk nanya apa gitu ke dia, gak ada. Misal pun ada kita tanya, misal tanya A, mungkin kan jawabannya kalo gak A, ya B. Ini nggak, Z. Emang gak tau. Serba salah. Makanya lebih bagus diam aja...” P2W1b.086-094181009 ”... biasa diam aja ka. Udah biasa. Mau kek mana lagi. Yang herannya, kadang dari hal-hal sepele. Jadi besar sama dia...” P2W1b.122-125181009 ”... ya, gimana ya. Waktu kecil dia itu dapat kekerasan dari orang tuanya. Dia kan disuruh jualan jagung, itu harus habis, ditargetin harus terjual. Nenek itu, mamaknya dia itu dia bilang toke jagung lah. Banyak jagung di Universitas Sumatera Utara rumahnya hampir sekamar gitu. jadi yang dibawanya satu talam gitu, harus habis. Kalo gak habis gak dapat makan. Jadi ajarannya itu dibawa ke anaknya. Seperti itulah, maksud dia biar tau diri, maksud dia, cuma itulah, bagi yang tahan ya bisa aja, kan gitu.. ya gak mungkin lah kek gitu. Anak sekarang lagi, makin dibilang makin bandel. Diarahkan baik-baik, kalo ga bisa juga ya diperingati, ga juga bisa diingatkan ya dipukul kakinya, gak pulak badan...” P2W1b.226-244181009 ”...sekarang, sama kami dia mau tunjukin. Bahwa dia tu hebat, gak kayak kami. Jangan senang-senang gitu lah... Tegar ya ka, kena tali pinggang tu di badan belakang ini, udah sering kali...” P2W1b.039-045181009 ”...kalo Tegar, badan Tegar udah terbiasa lah, udah biasa kali pake tali pinggang. Kalo nangis gak mungkin nggak, gila lah... tau gak kepala tali pinggang Levis itu, yang pipih itu kepalanya, ininya kan kulit tu, itu kan sabuknya kulit tu, kalo itu, kulitnya itu udah capeklah ngelingkar-lingkar di punggung Tegar, baik itu kepalanya, itu kalo udah emosi, dilepaskan aja sama dia...” P2W1b.245-255181009 ”...masalahnya aja gak tau apa. Masalah yang dulu sekarang diributin, masalah sekarang bisa jadi taon depan jadi masalah. Masalah dua taon, lima taon kemarin, diomongin lagi, Tegar aja gak tau masalahnya apa...” P2W1b.336-342181009 Tegar merasa ayah seorang yang tidak mendengarkan pendapat orang lain. Ia merasa dirinya yang paling benar. Ayah juga terkesan angkuh jika berkumpul dengan warga di dalam warung. Sering ayah mencari perhatian orang banyak dengan menawarkan makan minum dengan gratis. Ayah juga sering menunjukkan perbuatan baiknya untuk diketahui oleh orang lain. “...iya, apalagi. Dia tu kan suka kumpul-kumpul di warung kopi, dia merasa hebat gitu, angkuh kalo udah masuk warung kopi itu.. istilahnya macam dia lah... siapa aja yang mau makan minum biar gua aja lah, biar aku aja lah yang bayar.. supaya orang sedikit segan lah sama dia. Misal kalo ngobrol, apa yang orang bilang gitu dia gak mau dengar. Yang jelas omongan dia aja yang selalu benar. Dia paling benar...” P2W2b.233-244221009 Universitas Sumatera Utara “...jangankan itu kalo dia itu memberi, memberi apa gitu, kalo bisa orang tau. Oh, kek gini-gini. ‘Kasian, dia udah seumuran bapak aku, kalo pengen kue kan sayang gak ada yang kasih. Biarlah aku kasi..’ Cuma orang harus tau apa dia seperti itu. Istilahnya biar dianggap, oh baik hati lah orangnya kan, gak sombong lah ibaratnya, kan gitu.. P2W2b.301-311221009 Ayah mulai sering menghabiskan waktu di meja judi. Seringkali ayah pulang larut malam demi menunggu angka judi. Sesekali Tegar diajak ikut serta bermain judi togel bersamanya. Ibu tidak ambil pusing dengan kebiasaan berjudi tersebut selama suaminya masih mau mencari nafkah. Jika ayah meminta uang pada ibu untuk berjudi, ibu pasti memberikannya. Suatu kali, ayah yang pulang pada saat matahari belum terbit membuat keributan dan membangunkan seisi rumah. Ayah membentak dan memaksa ibu untuk memberinya uang sejumlah lima ratus ribu untuk kembali dipertaruhkan di atas meja judi. Ibu bersikeras untuk tidak memberi uang yang dimaksud. Ayah pun memukul ibu dan menghimpitnya ke dinding kamar. Tegar terbangun dari tidurnya dan menyaksikan ibunya merintih kesakitan akibat pukulan ayah. Seketika itu pula Tegar langsung naik pitam dan memukul wajah ayahnya tanpa basa-basi. Sebelumnya sudah seringkali Tegar melihat ayah memukul ibunya. Kakak Tegar sibuk menahan ayah agar tidak balas memukul Tegar. “...dan disitu si Bapak mulai suka dengan judi. Judi togel-togel gitu waktu itu lebih keras. Pas Tegar SMP gitu banyak itu, musim ‘wawe’ gitu. Wawe gak tau ya? Kayak judi-judi togel gitu juga, tapi maennya dari awal...” P2W2b.181-187221009 “...ya bagi emak yang penting dia masih mau kerja, mau usaha. Kalo masalah judi tu terserah. Emak istilahnya gak mau ambil susah kali lah. Dilarang kalipun ibaratnya nanti gara-gara gitu dah terjadi percekcokan kan gitu.. ujung-ujungnya emak lebih parah lagi. Judinya ya gak parah- Universitas Sumatera Utara parah kali, itulah paling kalo ada uang sepuluh ribu, maen yang lima ribu, tiga ribu, gitu-gitu lah...jadi, gak gitu inilah, gak gitu parahlah...” P2W2b.194-206221009 “...gak lama karena usaha meningkat, uang perekonomian lebih tinggi, lebih banyak lah ibaratnya, jadi, kalo minta uang dikasi, minta uang dikasi. Sampek akhirnya sering begadang gitu dia, nungguin judi ini keluar, togel ini keluar...” P2W2b.209-215221009 “...sempat disitu lah Tegar pertama kali mukul dia. Teringat waktu itu udah pagi gitu dia baru pulang, udah azan subuh gitu lah. Udah jam lima- an gitu lah kan.. ngomel ngomel ngomel, banting sana, banting sini, entah apa ribut lah, mungkin dia udah minta lagi sama emak, mungkin emaknya pun bilang ke dia,’bang, besok ada lagi yang kita perlukan’. Dijawabnya ‘ah, macam kau aja yang cari uang. Gak mau tau aku. Pokoknya aku harus keluar’. Dia kalo gak salah minta uang lima ratus ribu...” P2W2b.215-230221009 “...udah mau terang gitu, Tegar bangun, terus dibanting lemari itu, paaamm... sampek turun gitu lemari, hancur.. kaca-kacanya udah pecah. Tegar umur berapa tu ya? Pas SMP gitulah.. entah kelas tiga entah kelas dua. Sekitar 14 tahun gitulah. Jadi kan, udahlah jangan ribut, tenang tenang, gitu lah kan, ya Tegar balik tidur lagi, cuma ya cemana lah namanya udah bangun, jadi tidur ayam gitulah kan, suasana pun udah agak tenang, terus tiba-tiba taamm... Tegar pikir entah apa, kayak barang gitu jatuh, rupanya emak, bersandar ke dinding, Tegar liat dipukul lagi. Ah... udah gitu pinggiran kamarnya itu kayu, bukan beton gitu, baru sebelahnya beton ya kan, begitu Tegar liat emak udah mau bersandar ke kayu itu, gak lama pas emak berbalik, dipukul lagi, nyasar gitu, ke dinding beton itu, jatuh lagi, dah sering kali lah waktu itu Tegar liat dia pukul emak...” P2W2b.244-270221009 “...Tegar pun udah hilang ngantuk, Tegar kejar dia, Tegar pukul. Udah gak dapat ngomong apa-apa lah sama dia. Tegar pukul di depan wajahnya, dua kali, parah gitu kan. Kakak-kakak Tegar yang bertiga coba mau nahan dia. Tegar bilang,’uda biar aja, lepasin. Biar aja dibunuhnya, emak udah disakitinnya’. Dibilangnya, ‘uda pergi kau, anak kurang ajar kau’, entah apa lah dia maki-maki kan...” P2W2b.270-282221009 Untuk menghindari pertengkaran hebat dengan ayah, Tegar pergi dari rumah. Makian dan ancaman dari ayah mengantar kepergiannya. Tegar pun Universitas Sumatera Utara menumpang di rumah salah seorang teman dekatnya. Ibu masih belum mengizinkan Tegar untuk pulang ke rumah dikarenakan amarah ayah yang belum juga surut. Ayah masih memusuhinya. Ia merasa sedih jauh dari ibu. Tegar merasa tidak memiliki tempat perlindungan bagi dirinya. Ia pun terpaksa mencari cara untuk mendapatkan uang demi kehidupannya sehari-hari. “...pergi Tegar lewat pintu belakang, di belakang masih ketutup seng-seng gitu kayak pintu dapur lah kan, ya Tegar lompat aja, keluar lewat belakang. Masa itu kan emang Tegar udah punya kereta kan, sempat dibeliin kan sama anak lah. Itu dibilangnya sama orang ‘anak aku mukulin aku, emang hebat kalilah itu anak surga, dia mau balikin kata-kata, padahal maksud dia mau bilang neraka gitu kan. Liat aja nanti ya’. Pokoknya satu gang itu tau kalo Tegar mukulin dia, siap itu nanti kalo ketemu Tegar mau ditabraknya atau diapain lah..” P2W2b.282-297221009 “...jadi hampir tiap hari lah Tegar kek gitu kan. Otomatis kan Tegar jarang ketemu emak kan. Sampek Tegar titipin sama teman, emak tolonglah bawa baju Tegar, mau ganti baju ni. Tegar gak di rumah waktu itu, di luar...” P2W2b.311-317221009 “...emak pun gak kasi pulang. Sama temen lah begadang-begadang. Kalo masih di sekitar itu emak tau lah...” P2W2b.321-323221009 “...semejak dipukul itu Tegar udah jarang pulang ke rumah. Malas lah... apalagi kalo ingat muka dia..” P2W2b.351-354221009 Tegar sering berkumpul menghabiskan waktu dengan teman-teman sebayanya hingga larut malam. Dari sinilah Tegar kemudian mengenal narkoba. Saat itu di pikiran Tegar hanyalah berusaha mendapatkan uang untuk mengisi perutnya. Tegar tidak ingin memberatkan keluarga dimana ia menumpang tinggal sementara. Ia tidak lagi mendapat uang saku dari ibu. Tegar pun mulai malas Universitas Sumatera Utara bersekolah. Hasil dari menjual narkoba cukup untuk membiayai makannya sehari-hari. “...cuma itu tadi, gara-gara konflik orang ini Tegar malas sekolah jadinya. Tau-tau tentang narkoba lagi, udahlah malas-malas sekolah. Jajan gak dipenuhi kan, namanya juga anak. Tegar tau-tau bisa mapan itulah dari jual-jual narkoba lah. Lumayan lah dapat...” P2W1b.284-291181009 “...emak gak kasih jajan juga. Tegar udah lepas jajan itu SMP udah gak dikasi lagi. Udah gak dijajanin, gak dikasi jajan lagi lah..” P2W1b.292-295181009 “...Tegar berpikir kan, ibaratnya Tegar ini gak ada apa-apa. Cuma dikasi numpang sama keluarga ini aja udah membuat Tegar kenyang kan.. terkadang Tegar lapar itu, ya itu, dari jual narkoba. Laku dua, tiga,Tegar udah bisa makan. Pikiran Tegar udah buntu itu. Siap itu, Tegar coba lah kenal sama kawan. Yang ngedar narkoba, ganja gitu. Dia bilang kan, kan Tegar dipanggil Ter, Ter..kau jual lah ini-ini ya, nanti kau dapat persen segini-segini. Ya Tegar waktu itu cuma mikir makan, mikir perut lah. Itulah dari situ Tegar mulai tau narkoba gitu, begadang-begadang...” P2W2b.335-351221009 “...Itu karena konflik mereka orang tua kan Tegar jual narkoba...” P2W2b.401-402221009 Selain menjadi pengedar, sempat beberapa kali Tegar mengkonsumsi zat berbahaya ini dengan tujuan agar beban masalahnya sedikit berkurang. Konflik keluarga yang terjadi saat itu sempat menjadi pikiran-pikiran yang mengganggu Tegar. Ia sering duduk sendiri memikirkan masalah-masalah yang sedang menimpa dirinya. Ia merasa menyesal telah memukul ayahnya sendiri. Meskipun ia tidak tega melihat ibu menerima siksaan dari ayah, ia berpikir seharusnya tidak sampai memukul ayahnya sendiri. Penyesalannya pun menjadi percuma saat ia menyadari perbuatan tersebut telah dilakukannya. Narkoba pun kemudian menjadi temannya berbagi masalah. Universitas Sumatera Utara “...nyimeng mengkonsumsi ganja gitu ya ka? Pernah juga sih, cuma ga diterusin...” P2W1b.153-154181009 “...jual.... waktu itu kek mana ya. Tegar nyesal. Tegar nyesal udah mukul dia. Penyesalan Tegar tu percuma kan udah Tegar lakukan...” P2W2b.358-361221009 “...namanya juga orang tua. Penyesalan itu bakal datang, kan gitu. Kenapa mesti aku pukul, kan gitu.. Cuma gak tega juga liat emak aku tersender- sender gitu dipukul. Gitu lah Tegar ingat-ingat lagi, oh, suntuk lah.. pas Tegar pikir-pikir lagi, di tangan Tegar tu ada lah ganja yang udah dilenting gitu kan, Tegar tarek lah kan, sambil narek gitu... Tegar mikir, gimana, kok bisa kek gini, kok mudah kali rasanya jadi masalah gini, hampir gak lama, itu tenang, reda kan gitu...” P2W2b.364-377221009 Sementara di rumah, perilaku kasar ayah semakin menjadi-jadi saja. Ayah mulai jarang memberi nafkah pada ibu. Ayah hanya memikirkan kebutuhan dirinya saja. Ibu pun membanting tulang dengan menerima jahitan borongan untuk menghidupi anak-anaknya. Ibu pun dapat mengumpulkan simpanan uangnya untuk membeli rumah kecil di daerah TK. Ayah tidak sependapat dengan ibu. Ayah terpengaruh dengan bujukan adiknya yang menyarankan untuk membeli rumah dan tanah mereka di daerah MC. Ayah dan ibu pun terlibat pertengkaran hebat. Konflik ini membuat ayah pergi dari rumah pada saat hari pernikahan kakak kedua Tegar. Tegar yang tidak memiliki persiapan sebelumnya terpaksa menjadi wali nikah untuk kakaknya. “...Itukan nyewa. Untungnya emak banyak ngambil jahitan gitu, borongan. Alhamdulillah rezeki gak kemana lah.. itulah ulet si emak, sedikit-sedikit dia kumpulin, itulah untuk beli tanah rumah ini titi kuning. Si bapak itu ga mau tau dia. Yang penting lepas rokok dia tiga bungkus, udah, gak peduli lagi dia. Gak ada lagi dia mikir nafkah untuk keluarga itu. Udah gitu, terus terus terus, usaha-usaha, akhirnya ada lah tabungan si emak. Udah mau bikin rumah petak itu...” P2W1b.415-429181009 Universitas Sumatera Utara “...Itulah disitu, ibaratnya orang itu mulai disuntik-suntik gitu, dihasut gitu, disuruh beli tanah disini, sama rumahnya, jual aja kereta abang. Soalnya itu bakal rame nanti, itu kata si adik kan. Cuma si abang ini langsung percaya. Mulailah konflik besar. Pokoknya kata sayang itu udah jauhlah. Udah mulai lah pake ‘anjing’, ‘kimak’.. gitu lah...” P2W2b.380-390221009 “...ya untuk kami semua lah..buat emak, sama aja ke anak-anaknya. Gak ada lagi yang santai, tenang gitu udah gak ada. Yang ada marah-marah, maki, emosi, itu lah...” P2W2b.393-397221009 “...dulu 7 bulan dia pergi juga dari rumah. Itu pas kakak nomor dua mau kawin. Paksa lah Tegar yang nikahin kakak...” P2W1b.010-013221009 “...kayak yang kedua aja lah.. kalo dari keluarga Tegar yang anak kedua kan yang pertama nikah... begitu udah hari H-nya, dia lari. Dia pergi, udah cari-cari gitu, dia emang udah gak mau gitu kan..udah emang gak mau kan.. ya udah Tegar nikahin sendiri. Mau kek mana lah.. dah gitu Tegar tu gimana ya.. udah malu-malu gitu lah kan ngucapinnya.. aduh, orang pecinya aja sampek kedodoran gitu kan...tapi ya udahlah, Tegar ucapin aja lah..sempet ada salah-salah gitu juga. Ya namanya gak ini kan.. gimana ya... kaget lah, orang tiba-tiba.. Itu Tegar baru tamat SMA...” P2W2b.015-031221009 Usai menamatkan pendidikannya di Madrasah Aliyah, Tegar bekerja di sebuah toko yang menjual perlengkapan sekolah. Disana Tegar mendapat upah yang cukup membantu kehidupan ibu dan adik-adiknya. Saat itu polisi berhasil membongkar sindikat penjualan narkoba mereka sehingga salah seorang teman Tegar pun tertangkap. Nama Tegar pun menjadi buronan polisi. Polisi mulai sering datang ke rumah mencari dirinya. Ibu Tegar terpaksa berbohong dan mengatakan bahwa anaknya sudah lama pergi dari rumah, tidak tahu pasti tujuannya. Ini dilakukan ibu agar Tegar tidak meringkuk di balik tahanan besi. Padahal, Tegar yang sudah mendapat pekerjaan baru mulai menjauhi narkoba. Universitas Sumatera Utara ”...kan masa itu Tegar kerja. Tegar udah dibilang sama emak, kan waktu itu gajian.. kan Tegar jaga-jaga toko jual dasi-dasi gitu, dasi, topi sekolah, kan gitu. Pokoknya alat-alat sekolah gitu. Topi lah terutama, macam- macam, tapi kebanyakan yang udah sering dipake orang gitu kan.. itu gajinya seminggu sembilan puluh ribu. Itulah Tegar udah janji nanti kalo gajian mau kasi orang tua ini. Tapi Tegar mau maen-maen dulu di SM ya kan.. rupanya ketemu sama emak. Disuruh pulang. ’Pulang lah...’ Iya, ntar lagi ya mak. ’Udah pulang...awas kalo gak pulang sampek jam 10 ya...’ Rupanya gak lama, kena tangkap polisi si kawan ini. Dekat... dekat kali sama Tegar. Itulah ditembak ke atas kan, rupanya entah ditembak ke arah Tegar kalo gak salah, karena Tegar waktu itu udah kena bius ini, bius ganja. Alhamdulillah masih disayang Tuhan kan...” P2W3b.038-063011109 ”...kan teman Tegar ini ada yang ketangkap..ketangkap ganja. Ini temen. Jadi dia sempat bunyi. Entah karena gak tahan, kan bawa narkoba dipukulin.. sempat bilang kawan-kawan kau siapa..kan polisi tu nanya kan.. Itulah, Tegar dibilang...” P2W3b.007-013011109 ”...emaknya bilang ke polisi Tegar udah pergi. Gak tau kemana. Sebenarnya bukan Tegar. Tegar jadi bahan ininya aja. Ini yang ketangkap ini kan agen ganja. yang menjadi sorotan ini sebenarnya dia. Tegar gak ngelakuin apa-apa. Tegar udah dianggap selesai. Udah selesai lah Tegar. Cuma pas dia ini ketangkap. Ditokokkan pistol ternyata dia langsung bunyi, bunyi ini dia langsung pulang sama dia kan gitu.. ’siapa kawan kau?’ Tegar kan. ’Dimana rumahnya?’ Ini ini disini...” P2W3b.126-140011109 Berkat bantuan tante adik ibu Tegar, Tegar dilarikan ke Padang. Dengan menumpang di sebuah truk, Tegar buru-buru meninggalkan Kota Medan. Disana ia tinggal dengan saudara sepupu ibu yang akrab dipanggilnya ’ibu’. Tegar merasa sedih dengan kejadian yang menimpanya saat itu. Ia tiba-tiba harus pergi dan jauh dari ibunya dalam kondisi terpaksa. Tegar pernah menghubungi ibu dan menceritakan keadaannya disana. Ibu hanya memberi nasehat bahwa situasi tersebut sudah harus dilalui Tegar sebagai buah dari perbuatannya. Aturan di rumah tersebut tidak membolehkan adanya jam keluar malam. Aturan ini Universitas Sumatera Utara mengharuskan Tegar untuk tinggal di rumah setelah jam setengah delapan malam. Tegar tidak nyaman dengan kondisi seperti itu. Ditambah lagi, Tegar sering dipandang buruk oleh anggota keluarga disana karena pernah terkait dengan nakoba dan menjadi buronan polisi. Jika ia tiba di rumah larut malam, Tegar biasa mengendap-endap dan memanjat rumah hingga tiba di jendela kamarnya di loteng yang sebelumnya dibiarkan sedikit terbuka. Hal ini dilakukannya agar tidak mengganggu pemiliki rumah yang terbangun untuk membukakannya pintu. Tegar tidak merasa betah jika harus tidur pada waktu yang masih terlalu awal baginya. Ia biasanya pergi berkumpul bersama pemuda tanggung seusianya. ”...kan waktu itu Tegar pernah disuruh ke Padang itu. Tante Tegar waktu itu ngajak, ’udah lah kau ke Padang aja...” P2W3b.004-007011109 ”...kan buru-buru Tegar pergi ke Padang. Kan dicari Tegar tu. Tegar lah yang ibaratnya bakal ini, kan gitu. Bakal ketangkap. Tegar langsung dibawa pergi. ’udah nanti ada truk malam nanti. Jam sekian, kau pergi aja naek truk itu.’ Kata adeknya emak kan..istilahnya tante lah. Kami panggilnya uncu, kayak ibu juga lah artinya. Ya udah pergi lah kan, malam itu...” P2W3b.013-024011109 ”...satu minggu itu gak hilang-hilang sedih di hati pisah dari orang tua karena terpaksa, kan gitu. Ih..terpaksa kali gini perginya.. sedih lah.. memang di telpon, dibilang ’makanya berdoa, biar apa, makanya kalo orang tua ngomong itu didengarkan, jangan jadi ini...” P2W3b.030-038011109 ”... itulah sampe di Padang sana itu.. memang iya, disana kan keluarga guru, misal pergi, malam gitu kan dah harus pulang jam setengah lapan. Mana kuat Tegar kan. Ya namanya laki-laki...” P2W3b.025-030011109 ”...ya gak betah lah...kalo jam setengah lapan harus tidur. Ibaratnya habis magrib, solat, habis solat tidur. Gak ada yang ngobrol sama kita, bengong Universitas Sumatera Utara gitu. Terbodoh gitu lah, paok-paok...siapa coba yang tahan. Mana tahan lah... mana mungkin tahan...” P2W3b.105-112011109 ”...rupanya disana ada adek sepupu emak, dua orang, cewek dua-duanya. Rupanya kan kalo berbuat buruk itu, pandangannya Tegar aja.. Tegar aja.. kan gitu. Itu kerja belom dapet. Pulang Tegar jam 9 malam, dimarahin. Gak boleh pulang larut. Disini setengah lapan udah pada tidur, katanya kan. Iya... Tegar bilang. Terus dibilangin lagi besoknya. Ya namanya kawan gitu kan, lucu juga kan, ih kayak anak kecil gitu. Nanti jam 9 jam 10 udah pulang. Tegar bel lah itu rumahnya. Ya ganggu gitu jadinya kan.. Tegar tidur di loteng itu, ada tiga kamar di atas kan.. Tegar liat, nanti di bel ngeganggu, digedor apalagi, ya kan.. Tegar panjat lah.. Tegar panjat gitu yang pertama, yang kedua gitu gak ada masalah ya kan. Jendela di kamar tu sengaja Tegar agak buka dikit, biar bisa masuk kan...” P2W3b.067-090011109 Akhirnya perbuatannya pun diketahui pemiliki rumah. Mulai saat itu, hubungan Tegar dengan keluarga tersebut tidak berjalan baik. Sikap nenek adik nenek di Padang pun mulai berubah padanya. Tegar tidak lagi diajak bicara. Tegar berulang kali meminta maaf pada seluruh anggota rumah yang marah atas sikapnya. Ia merasa sedih karena sikap acuh keluarga kini padanya. Nenek pun pernah menyuruhnya untuk pulang ke kampung halamannya. Tegar pun memutuskan kembali ke Medan. Kebetulan kakak kedua Tegar sedang berkunjung ke Kota Padang untuk bersilaturahmi ke rumah mertuanya. Saat mereka akan kembali ke Medan, Tegar meminta turut serta pada kakaknya. Tegar pun kembali ke kota asalnya. ”...Tegar panjat sekali dua kali aman, ketiga kalinya pas hidupin lampu, eh ada ibu, terkejut Tegar. ’Gini lah kerjaan ya...pulang larut malam. Manjat..’ Ya maap Bu. Tegar gak bisa kalo gak keluar malam. Maaf lah maaf, Tegar bilang kan. Itulah Tegar didiamin sama nenek di Padang ini, adik neneknya Tegar kan.. Nangis-nangis Tegar minta maaf. Maaf, maaf, gak Tegar ulangin. ’Ketimbang aku makan hati disini, udah kau pulang aja ke Medan’ katanya. Tegar diam aja...” P2W3b.090-104011109 Universitas Sumatera Utara ”...terakhir, gak lama datang lah kakak Tegar yang kemarin suaminya ada di rumah itu. Pulang dia ke Padang. Kan orang Padang juga. Begitu dia mau pulang ke Medan, tulah sama dia pulangnya....” P2W3b.112-117011109 Tiba di kota kelahirannya, Tegar masih belum bisa tinggal bersama ibunya. Keberadaannya masih menjadi bahan intaian polisi. Untuk menghindari polisi, ia tinggal dengan tantenya adik ibu Tegar di daerah DT. Dua minggu kemudian, Tegar diajak oleh Umi kakak ibu Tegar untuk ikut tinggal bersamanya di Kota Bogor sambil membantu usaha suaminya berdagang pakaian. Umi juga menyarankan agar Tegar pergi dari kota ini agar tidak kembali masuk dalam lingkaran penjualan narkoba. Tegar kemudian meminta izin pada ibu, tante, kakak, dan adiknya untuk pergi sementara waktu ke Pulau Jawa. Menempuh perjalanan selama tiga hari dua malam menggunakan bus, Tegar merasa amat lelah. Ia sempat kesal dengan Om suami Umi yang tidak memesan tiket terlebih dahulu sehingga mereka harus berdiri selama di perjalanan. ”...sampek disini kan Tegar masih dicari-cari itu. Tulah kakak kan bangun rumah disini. Tegar tinggal tempat ibu waktu itu. Gak mau Tegar di rumah, masih dicari-cari lah...ke rumah polisinya, sampe alamat- alamatnya lengkap itu kan.. makanya Tegar tinggal di rumah adek emak. Rumah tante...” P2W3b.118-126011109 ”...makanya Tegar gak tinggal disini. Tegar tinggal di DT jadinya. Selang setengah bulan, dua minggu itu Tegar langsung tembak ke Bogor. Gak bisa lama-lama Tegar disini kan.. itulah kenapa bisa Tegar ke Bogor...” P2W3b.141-147011109 “...apa waktu mau ke Bogor itu kan, ibu ini, kakaknya emak yang ngajak Tegar ini kan bangun rumah, karena dagang, dia bangun rumah di pasar V. ‘Pergi lah kau ikut ke Bogor. Kau udah kenal narkoba udah parah. Kau tau lah narkoba di Medan ini kek mana’. Emang kerja apa disana, Tegar bilang. ‘Jualan’. Jual apa? Jual celana, katanya. Lumayan lah... ya udah Tegar minta sama emak kan, adek emak, tante Tegar, kakak juga ngasi Universitas Sumatera Utara kan..pokoknya nyampek Tegar disitu sama sekali gak ada uang lah, kan gitu...” P2W3b.402-417011109 “...dari awal itu, naek jalan namanya, itu sampek sana udah pegel-pegel lah, udah mau mati lah.. orang berdiri, tiga hari tiga malam dari Medan. Dari sini nyantai lah duduk sampek Sibolga. Sampek Sibolga naek rupanya penumpangnya penuh. Memang udah ada tiket kan, memang udah pesan bangku. Kita mau ngomong apalagi kan.. si Bapak tolol banget kan.. dari suaminya si kakak emak ini. Ya tolol banget lah.. orang berdiri-diri gitu apa gak capek tiga hari dua malam. Capek lah pokoknya. Tegar sampek sana udah kayak mau patah-patah gitu...” P2W3b.417-433011109 Dua hari di Kota Bogor, Tegar mulai membantu mengurus dagangan Om. Om memiliki lapak yang dijadikan untuk berjualan celana untuk pria di daerah Pasar Bogor. Tidak hanya menjaga barang dagangan, Tegar juga diamanahkan untuk mengurus penjualan dan belanja ke Jakarta. Om menetapkan keuntungan yang dirasa tidak adil bagi Tegar. Meskipun Om adalah pemilik modal, Tegar merasa seharusnya keuntunganya adalah sama rata. Tegar lah yang selama ini mengurus dagangan dari pagi hingga malam, merincikan pendapat, hingga berbelanja barang lagi. Lambat laun, tugas dari Om untuk mengelola dagangan celananya menjadi memberatkan bagi Tegar. Apalagi, Om sudah menetapkan keuntungan yang harus ia terima dari sebuah celana. Seringkali Tegar tidak dapat mengambil keuntungan dari penjualannya karena banyak pembeli yang menawar harga rendah hingga ia harus merelakan bagiannya. “...gak lama, dua hari dah mulai dagang. Dagang dagangan dia. Tegar bantu lah ya kan, sampek malam tu...” P2W2b.433-436221009 “...makin hari bertambah, makin berat lagi lah. Soalnya dapat untung lima belas ribu kan. Memang udah diterapkan dia untuk dia itu sepuluh ribu. Jadi untuk kita lima ribu. Sementara Tegar yang kelola. Bukan cuma jaga aja, Tegar yang kelola. Tegar yang belanja ke Jakarta, beli banyak. Universitas Sumatera Utara Ibaratnya Tegar yang kelola tapi, uangnya uang dia.. kan gitu. Cuma yang namanya keluarga cemana lah ya.. yang gak keluarga aja gak seperti itu. Istilahnya bagi dua lah. Dia yang punya uang, kita yang kelola. Nanti keuntungannya bagi dua, kan gitu lah ya..entah misalnya seratus lima puluh ribu, bagi lah 75-75...makin hari makin hari gitu Tegar makin diberati lah...” P2W2b.463-482221009 “...sementara ada pembeli misal nanya ‘berapa ni celananya?’ enam lima. Nanti bisa kurang misal 45. ‘uda 35 aja ya’. Gimana coba, 35 itu untung untuk dia semua. Sementara kita gak dapat apa-apa kan...gila kan, kalo Tegar jual 35, kita gak dapat apa-apa, ya kan...” P2W3b.518-525221009 Tegar merasa berat mengelola dagangan Om. Selain ia harus mengurus dagangan dari pagi hingga malam hari sendiri, Tegar juga tidak mendapat keuntungan yang memuaskan. Ditambah lagi, dagangannya semakin sepi saja karena pedagang lain menawarkan harga yang jauh lebih murah untuk para pelanggan mereka. Beberapa kali Tegar menjual dagangannya dengan hanya meraup untung yang menjadi bagian Om. Ia sempat menceritakan pada Om bahwa harga yang ditentukan tidak memberi keuntungan baginya. Om pun menjanjikan pada Tegar untuk memberi persenan jika ia sudah menjual sepuluh buah celana yang terjual murah tersebut. Tegar pun mendapat harapan tinggi dengan tawaran Om. Ia pun mulai giat menjajakan dagangannya. Ternyata, setelah dagangan celana habis, Tegar hanya diberi upah dua ribu rupiah. Betapa kecewa hati Tegar. Ia kemudian tidak lagi menjual celana dengan harga murah hingga tidak mendapat keuntungan. Sekali waktu Tegar mendapat pembeli yang mau membeli celana dagangannya dengan harga tiga kali lipat dari keuntungan. Ia pun mendapat untung dua kali lipat dari bagian Om. Ketika Tegar menceritakan Universitas Sumatera Utara perihal tersebut pada Om, beliau malah menyuruhnya menggunakan hasil keuntungan Tegar untuk membelikannya sebungkus rokok. Tegar merasa kesal dengan peristiwa tersebut. Hal ini mendorongnya untuk tidak lagi jujur mengenai hasil penjualan yang selalu ia dapatkan. Jika Tegar mendapat keuntungan hampir tiga kali lipat, ia tidak mengatakan lagi pada Om dan menyimpannya sendiri. “...udah berat kali lah waktu itu. Gimana gak berat ka, waktu itu Tegar mesti nyetor ke dia itu sekian. Udah mesti gitu, sepuluh ribu ya kan...” P2W3b.514-517221009 “..nanti dia bilang, ya udah ntar kalo ada laku yang 35 itu sepuluh potong Tegar dapat persen lah..ya udah, Tegar pikir udah ada harapan lah. Ternyata udah laku sepuluh potong dikasi dua ribu..waduh..Tegar bilang. Sekian dan terima kasih lah Tegar bilang. Udah lah gak usah jual-jual lagi 35 Tegar pikir ya kan..udahlah Tegar gak mau jual-jual lagi. Tegar udah capek. Otomatis kan makin sepi tu. Orang laen kalo udah dapet untung sepuluh ribu, udah ya kan.. ada yang punya orang juga, ada yang punya sendiri.. punya sendiri untung tujuh ribu aja udah dijual sama orang itu ya kan.. sementara Tegar harus sepuluh ribu ya kan..itupun Tegar dapat lima ribu...” P2W3b.525-544221009 “...sekali-sekali dapatlah yang gak tau harga. Dapatlah Tegar dua puluh ribu. Dia sepuluh, Tegar dua puluh ribu. Terus Tegar omongin, Tegar ungkapin. Eh, udah gitu minta beliin rokok. Ya udah Tegar beliin aja. Ya udah tinggal lima belas ribu. Nyesal pula aku omongin, Tegar pikir kan. Udah tau kek gitu Tegar diamin aja. Kadang pernah ada yang tiga kali lipat dari harga celananya, dapatlah untungnya satu celana itu aja untuk Tegar bisa enam puluh ribu. Itu Tegar diam aja. Pura-pura bodoh aja. Udah pernah tau kan. oh gini...” P2W3b.544-559221009 Kehidupan dengan keluarga di Bogor awalnya berjalan baik. Saat Tegar baru menjadi anggota baru di rumah mereka, Umi sering menawarkannya makan ini-itu. Kebetulan Umi juga memiliki sebuah warung makan kecil yang ia kelola sendiri. Namun, berangsur-angsur hubungan tersebut tidak lagi harmonis. Tegar tidak lagi ditawari makan. Lama kemudian, ia pun harus membayar jika makan di Universitas Sumatera Utara warung Umi. Padahal, sebelum berangkat ke Bogor, Umi berjanji padanya untuk menanggung biaya makannya selama ada disana. Kadang, jika dagangan sepi, Tegar terpaksa menghutang biaya makannya pada Umi. Tegar berjanji pada Umi akan segera membayarnya apabila ada dagangannya yang laku. Umi langsung mengatakan bahwa hal itu dikarenakan kemalasan Tegar yang tidak membuka dagangan di pagi hari. Tegar hanya diam saja. Tegar menilai usahanya tidak dihargai. Semakin lama tinggal dalam keluarga tersebut, Tegar semakin merasa dianggap sebagai budak dan bukan bagian dari keluarga mereka. Tegar juga tidak nyaman dengan Umi yang selalu mengawasinya setiap kali ia mengambil makanan di warungnya. Padahal, Tegar sudah mengeluarkan lembaran rupiah untuk setiap piring nasi yang ia makan. “...mungkin dua tiga hari itu ditawarin lah makan ini makan itu, kan gitu kan... besoknya, udah hari-hari berikutnya, kalo Tegar pulang kan kalo biasa ditanya, ‘udah makan?’ belom Tegar bilang gitu kan... udah makan dulu. Itu ada indomie masak aja sendiri yaa.. hari pertama kedua dimasakin tu, ketiga masak sendiri, keempat dah bayar tu... tertawa.. padahal itu dia kakak emak itu, padahal dulu dibilang ‘makan aman lah’...” P2W2b.437-449221009 “...kalo gak makan dah gak dipeduliin lagi sama dia. Ibaratnya macam budak lah Tegar dibuatnya, Tegar pikir kan. Cuma namanya kita numpang ya kan, tahan-tahan lah dulu. Makan gak pernah ditawarin lagi...” P2W2b.482-488221009 “...waktu makan-makan gitu, diliatin sama dia. Ya Tegar gak enak aja. Terakhir dah lah Tegar bayar aja. Kek mana ya.. malu aja lah. Dah lah, terakhir Tegar dapati dari yang hasil Tegar jualan. Udahlah Tegar setor. Berapa yang Tegar dapat ya Tegar bayar lah, ya kan...” P2W2b.454-462221009 “...jadi Tegar makan itu. Dia gak mau ngambilin gitu gak mau. Sementara kalo Tegar beli di luar, dia ngomong-ngomong. Tegar makan, Tegar ambil nasi diliatin. Tegar ngambil sesuatu, serba salah.. Tegar gak suka kali diliatin. Tegar kalo mau makan gitu Tegar bilang. Cuma kalo berapa- Universitas Sumatera Utara berapa, Tegar kan tau, kayak misal orang makan itu, ngambil ikan, mau kecil, besar, paling banyak itu orang ngasi empat ribu. Pernah naik, lima ribu. Dibilangnya harga ikan naik jadi lima ribu kan. Tegar ngasi lima ribu, enam ribu...” P2W3b.288-306221009 “...ya masalah bayar Tegar gak begitu komplain lah. Tegar punya pendapatan kan.. gak pun dibilangnya Tegar udah bayar. Itulah pernah Tegar gak dapat uang kan. Gak laku lah dagangan. Udah ada tiga entah empat hari. Otomatis kan gak ada duit ini kan. Tegar ngutang lah. Sama dia, kakak emak ini. Ini yang buka warung nasi ini, umi Tegar panggil. Malamnya Tegar tanya, Mi, utang Tegar udah berapa? ’Kenapa? Mau kau bayar rupanya?’ Nanti lah. Soalnya takut juga utang banyak-banyak Tegar bilang. ’Udah enam belas ribu’. Ya udah, Tegar bilang. Besok lah Tegar bayar kalo ada rejeki. ’Makanya kau kalo bangun cepat-cepat’. Orang buka dagangannya kan siang, pagi mana ada yang mau beli celana. Orang pada mau beli bubur ayam ya kan, makan.. buka lah siang nanti, udah begitu dapat Tegar bayar langsung ke dia...” P2W3b.309-333221009 Semakin hari, Tegar merasa ia diperlakukan layaknya seorang budak yang diperas keringatnya tanpa bayaran. Om menyerahkan seluruh urusan dagangan pada Tegar sepenuhnya. Om bahkan tidak peduli dengan kondisi lapak yang rentan patah jika tidak segera dibetulkan. Tegar pun terpaksa memperbaiki lapaknya agar masih dapat digunakan untuk menggelar dagangan celananya. Tegar juga merasakan perbedaan perlakuan Om antara dirinya dan sepupunya anak Om dan Umi, seperti soal perbaikan lapak yang sudah rusak. Om tidak peduli dengan kerusakan lapak dan menyuruh Tegar memperbaiki lapaknya sendiri. Sedangkan untuk lapak anak kandungnya yang juga berdagang celana seperti Tegar, Om ikut ambil andil memperbaiki kerusakan tersebut. “...nanti jualan disini, dia nya entah kemana-mana. Kan Tegar ada di samping. Balai-balai itu kan didorong. Kayunya itu udah lapuk kali. Seharusnya dia gak apa, istilahnya kan makan untung aja ya kan. Itu kayu- kayunya itu udah lapuk kan, Tegar ganti. Kayunya pake kayu-kayu temen kan.. Tegar tanya, itu kayu siapa? ‘udah pake aja...’ itu udah lapuk-lapuk Universitas Sumatera Utara belakangnya itu. ‘udah pake aja..’. Tegar pakukan, pokoknya Tegar usahain lah itu hari sampe malam jangan sampek patah di jalan lah. Kan mau didorong gitu kan pake roda...” P2W2b.601-616221009 “...dalam hati Tegar kalo kek gini berat juga lah ini. Sementara dia diperbudak anaknya mau. Anak kandungnya. ‘bale-bale aku patah, Pa. Tolong benerin lah..’ kan gitu kan.. dibenerin itu. Dibenerin itu sama dia. Kalo anaknya ngatur gitu, gampang kali nurut. Sementara kalo awak, acuh tak acuh aja. Mak... macam awak orang lain aja kan gitu kan.. sementara yang Tegar jual ini kan untungnya untuk dia. Dia malah yang lebih besar. Kalo Tegar jual 40, dia 15, Tegar cuma lima ribu...” P2W2b.616-630221009 “...ya maunya jangan dibeda-bedakan lah ya...Cuma masalah kayu-kayu itu udahlah. Toh Tegar punya solusi sendiri. Nanti kalo bale-bale Tegar patah, kan gak bisa pula jualan besoknya kan...” P2W3b.631-636221009 ”...itu di toko jaga sampek malam. Pokoknya dari siang buka jam satu-dua, jam 11 lah paling cepat...” P2W3b.334-336221009 Situasi menjadi semakin tidak menyenangkan. Om mulai tidak percaya dengan Tegar. Berulang kali Om mengusir Tegar dari rumah. Tegar masih mencoba bertahan dan menjaga hubungan baik keluarga. Lagipula, saat itu sebenarnya ia sudah ingin sekali kembali ke kampung halaman. Namun Tegar tidak memiliki cukup uang untuk ongkos pulang kampung. Uang yang selama ini ia sisihkan dari sedikit keuntungan yang ia dapat dari berjualan celana ia gunakan untuk membayar biaya makan di warung Umi. Tegar masih saja mengurus dagangan Om. Suatu kali, Om menuduh Tegar menghilangkan tiga buah celana dagangannya. Tegar yang sudah menghitung berulang kali merasa hitungannya tidak salah. Om tetap bersikeras agar Tegar mengganti celana yang hilang. Tegar pun menyuruh anak Om sepupunya untuk menghitung kembali. Ia tidak terima Universitas Sumatera Utara jika dituduh menghilangkan dagangan. Apalagi, Om sampai mengeluarkan kata- kata yang bermaksud mengusir Tegar dari rumahnya. Esok harinya, terbukti ternyata Tegar tidak bersalah. Saat itu juga ia merasa marah pada Om. Tegar pun berkeluh kesah pada abang sepupunya. Abang sepupu mengingatkan Tegar untuk tidak terlelu memikirkan kata-kata kasar yang keluar dari mulut ayahnya tersebut. Ia juga mengingatkan jika ayahnya lah selama ini yang telah menampungnya selama tiga tahun jauh dari keluarga. “...kalo pergi, pergi aja gitu. Ngomong makin ini, ya kan..makin sadis. Sementara Tegar masih Tegar urusin itu punya dia. Istilahnya ya masih ngejaga hubungan keluarga kan..ya keluarga, orang kakak emak kok. sampe dia pernah ngomong, ‘udah, kalo ga senang udah kau pulang aja’.. udah sempat diusir juga Tegar itu...” P2W3b.488-498221009 “...itu ngomongnya udah kasar kali, ‘kalo gak pulang kau, udah keluar lah, keluar kau dari sini’...” P2W3b.502-505221009 “...cuma ga ada simpanan uang untuk ongkos waktu itu. Cuma seribu lah ada. Kalo ada uang ini pikir Tegar, udah langsung pulang itu. Udah balik lah ke Medan...” P2W3b.498-502221009 “...Tegar dah sempat dua kali dia ngomong ngusir-ngusir gitu. ‘udah kau pergi aja kalo gak senang’...” P2W3b.575-577221009 “...jadi ngomongnya itu asal aja ceplos sana sini. Jadi ni hitungan barang ni.. jadi hitungan Tegar udah bener, udah Tegar hitung dari jam setengah lapan sampek jam sebelas, sampek mau tutup dagangan. Tegar hitung lah sambil-sambil ngobrol sama kawan lah. ‘udah bener ni? Coba kau hitung lagi.’ Udah, hitung lah, ngulang-ngulang tu. Bener tu. Rupanya sampek rumah dia bilang hilang tiga entah dua. Dua lah kan. Ganti, katanya. Coba hitung lagi, Tegar bilang. Udah dihitungnya, dua juga dibilangnya. Tegar suruh anaknya, di atas Tegar dikit lah ya kan.. dia bilang kurang satu, kata anaknya ya kan..hitung lagi, Tegar udah berapa kali ngulang hitungnya, ya kan...” P2W3b.692-711221009 Universitas Sumatera Utara “...itulah..dia udah sempat ngotot kan, marah-marah gitu. ‘Kau ini, udah hilang kau bilang nggak. Apa mau kau? Coba kau bilang. Kalo kau bilang kan bisa aku apa...mau kau habisi? Kalo gak senang, udah kau keluar aja kau. Dah berapa tahun kau sama aku? Udah ada kan tiga tahun kan. Tega kali kau, kau bohongi aku.’ Iyah, Tegar bukannya mau ngelawan ya. Tapi kan Tegar coba nuntut haknya Tegar. Coba hitung dulu Tegar bilang. Dapat, gak ada hilang.. kalo hilang, biar Tegar ganti Tegar bilang...” P2W3b.729-743221009 “...itulah, gak ada hilang rupanya. Dah sampek keluar-keluar gitu lah kan urat lehernya. Tegar pergi aja. Paginya Tegar tanya. Iya betol hilang? Diam aja dia. Datang anaknya, ‘udah, udah.. gak hilang. Papa itu orangnya pelupa. Gak usah kau dengar kali cakap Papa itu’. Abang sepupu gitu kan yang ngomong...” P2W3b.751-760221009 “...ya kalo sampek gara-gara uang tiga puluh lima ribu Tegar dimaki- maki, Tegar diusir-usir Tegar gak terima. Marah abang sepupu itu. ‘Yah, dia siapa kau? Dia yang angkat kau itu..’. Bang, kita sepupu. Hubungan darah kita yang lebih dekat. Memang dia bapak abang, tapi lebih baik dia mukul Tegar daripada dia maki-maki Tegar, ngusir-ngusir Tegar gitu. ‘Ya udah gak usah kau peduli kali lah’...” P2W3b.760-772221009 Kejadian yang sama kembali terulang. Om kembali menuduhnya menghilangkan barang. Saat tahu Tegar akan pindah dari rumah, Om menuduh dan memberitahukan pada sanak keluarga bahwa Tegar telah membawa uangnya sebanyak dua juta rupiah. Tante yang berada di Kota Medan langsung menghubungi Tegar dan bermaksud memarahinya. Mendengar kabar tersebut, Tegar merasa terkejut. Ia bersumpah tidak melakukan seperti yang telah Om katakan pada tantenya. Tegar merasa kecewa dan bertanya-tanya mengapa Om sampai tega memfitnah dirinya. Padahal, selama ini dirinyalah yang mengurus dagangan hingga Om hanya menerima keuntungan bersih saja. Lagipula, bagaimana mungkin Tegar dapat membawa uang sebanyak itu. Setiap selesai menutup Universitas Sumatera Utara dagangan, Om selalu minta setoran hasil penjualan hari itu. Itupun ia lakukan dengan nada ketus. Om hanya berbicara dengannya saat meminta uang setoran dagangan saja. Tegar merasa tidak mungkin lagi ikut dengan keluarga Umi. Tegar yang merasa semakin tidak nyaman tinggal di rumah memutuskan untuk tidur di pinggiran jalan atau menumpang di tempat penitipan sepeda motor. Tegar hanya pulang ke rumah untuk mengantar setoran dagangannya pada Om. “...yang kedua kali juga kek gitu menuduh menghilangkan dagangan. Sampek Tegar gak pulang, Tegar gak bilang itu...” P2W2b.772-774221009 “...ternyata dia telpon ke rumah, dibilangnya Tegar ngelariin duit dia dua juta. Tulah di telpon lah Tegar. Halo, iya. ‘apa kabar?’ Baik. ‘jadi udah kenyang lah ya’ Tante kan, adik emak. ‘jadi udah kenyang ni selama ngelariin uang dua juta?’ siapa yang ngelariin uang? Makan aja udah susah ini. “Katanya kamu ngelariin duit dia dua juta itu?” Ya Allah, Tegar pikir...kalo seandainya Tegar ngelariin duit dia dua juta, dengan nyebut nama Allah lah Tegar bilang, Tegar mati lah besok. ‘Jangan ngomong kek gitu lah’ dia bilang gitu kan, tante bilang..’Emang iya atau nggak?’ ya nggak lah. Emang ada nanya-nanya kawan gitu, oh berarti fitnah ini ya kan, tante langsung diserap gitu kan...” P2W3b.651-672011109 “...asal nyetor tu kan langsung disetor tu. Gimana mau hilang, orang langsung disetor ya kan. Sampek Tegar pulang, dia lagi nonton TV, langsung ditanya, ‘Berapa laku?’ dia sambil merokok gitu, itu gak liat Tegar itu. Macam apa...aja ya kan. Sok hebat gitu. ih.. Tegar bilang, tengik gitu gayanya. Udah lah Tegar kasi kan bukunya, laporannya. Ni duitnya. Kasih lah duitnya. Gak ada itu manggil-manggil, nanya makan gitu. Macam kita ini orang lain aja. Padahal kita pun gak ada nuntut macam- macam...” P2W3b.828-842011109 “...itulah kadang Tegar nginap di tempat penitipan motor gitulah. Disana banyak tempat penitipan gitu ka. Ada ruang kosong gitu dibikin kayak parkiran lah. Misal nanti orang dari kota lah kemari, terus nitipin motornya, ntar mereka pergi naik kereta api ke Jakarta. Gitu lah.. Mau nginap di rumah kadang segan, jadi bahan omongan...” P2W3b.637-646011109 Universitas Sumatera Utara “...karena dia dendam ini sama Tegar, gak senang dia ya kan.. tulah sampek Tegar tidur depan pasar itu...” P2W3b.672-675221009 Tegar tidak lagi pulang ke rumah Umi. Saat itulah Tegar sering menemui dan bercerita atas apa yang ia alami dengan seorang bapak yang bernama Ujang. Pak Ujang sangat disegani oleh masyarakat seantero Pasar Bogor. Hampir semua orang mengenal sosoknya. Kehadiran Pak Ujang dapat mengurangi rasa kesendiriannya dan mendapat masukan-masukan yang mengurangi beban pikirannya. Pak Ujang juga tidak menambah panas suasana, ia menasehati Tegar untuk tetap sabar menjalani harinya. Sementara ia belum mendapat teman berbisnis bersama, ia harus mencoba bertahan menjual dagangan Om. Pak Ujang juga sangat prihatin dengan kondisi Tegar yang tidur dijalanan dan diselimuti angin malam berbahaya. Ia selalu menawarkan Tegar untuk tinggal di rumah bersama Rudi yang seusia dengan Tegar. Tegar pun menolak setiap mendapat tawaran baik Pak Ujang. Tegar takut jika suatu saat terjadi masalah, hubungan baik yang selama ini ia bina dengan Pak Ujang akan runtuh dengan seketika. Tegar pernah punya pengalaman seperti itu dengan sanak keluarga di Padang dan keluarga Umi di Bogor. Hubungan yang awalnya baik, berubah menjadi buruk hanya karena masalah yang tidak jelas. “...itulah disana ada bapak itu yang ngerti. Temen ngobrol juga, teman cerita juga. Teman maen juga, kan gitu. Anaknya udah sebaya Tegar. Itulah sering cerita sama dia, duduk sama kita.. cemana lah ini..terus omongin juga gimana, kalo Tegar mau pulang Tegar gak punya uang...” P2W2b.506-513221009 “...terus Tegar konsultasi sama orang yang lebih tua dari Tegar lah ya..gimana Pak, gini-gini... ‘ya udah kau jalanin aja lah. Aku salut sama kau’. Dia kasi support lah sama Tegar supaya Tegar gak pusing, gak bete, gak kesal kan, ngasi ide lah dia...” Universitas Sumatera Utara P2W2b.579-586221009 “...’ya udah, ga usah didengerin dulu. sekarang kau sabar-sabar aja. Nanti, kalo ada batu loncatan kau, coba lah kau jalani lah.. pelan-pelan, hati-hati, jangan gegabah lagi’...” P2W2b.590-594221009 “...cuma bapak yang Tegar sering konsultasi ini emang bagus kali orangnya. Udah dikenal dia itu disana. Belom tua juga. Sepantaran bapak gitu lah.. lima puluh gitu lah. Lima puluh lebih gitu. Udah gitu dia ngambil keputusan gak ini.. dia tu seperti..gimana ya..” P2W2b.846-853221009 “...dia mau ngomong, cerita kehidupan kecil dia gimana, waktu kecil dimana, dia mau. Tegar pun bingung. Dia mau jalan sama Tegar, gak malu kan gitu...” P2W2b.864-869221009 Pak Ujang yang merupakan mantan preman besar di pasar tersebut begitu kagum dengan Tegar saat mendengar kisah yang dialaminya. Ia kadang membandingkan Tegar dengan anaknya yang belum tentu dapat melalui seperti yang telah dialami Tegar sendirian. Tidak jarang sepulang menutup dagangan sepatunya, Pak Ujang menemui Tegar di jalanan biasa ia tidur sambil membawakan makanan kecil untuk Tegar. Mereka sering bercerita sambil makan dan minum hingga larut malam. Tegar merasa memiliki tempat berlindung, mendapat kasih sayang dan pengganti sosok ayah kembali saat bersama Pak Ujang. “...ya udah asam garamnya udah terasa kali lah ka. Ibaratnya Tegar udah coba pikirin ini. Emang si bapak yang ngasih solusi ini pun baek.. ibaratnya gak menjurumuskan gitu lah ya kan.. gak malah ngadu domba gitu ke om nggak. Itulah dibilangnya ‘aku salut sama kau..’ Kenapa? Tegar bilang. ‘Ya iyalah, ini anak seusiamu itu pasti bosen banget lah mikirin soal kayak gitu. gimana gak bosen coba, sedangkan anak aku aja aku bilangin kek gini, ah, udahlah..’ P2W2b.799-811221009 Universitas Sumatera Utara “...itulah kawan Tegar konsultasi. Ngobrol sama dia, kadang sampe jauh larut malam gitu. Itulah dia bilang kan, ‘Zar, pak Ujang salut sama kau.’ Salut kenapa Tegar bilang. Apa yang mau disaluti? Tegar bilang. Kehidupan perih kayak gini. ‘Kehidupan perih itu yang kau tahanin. Itu yang buat aku salut sama kau. Jadi sekarang tidur dimana kau?’ Tidur di jalan lah. Tegar bilang. Tidur dimana lagi. ‘Zar, kalo emang ini, ngapain lah kau tidur disitu. Nanti angin malamnya jahat. Tidurlah di rumah..’ P2W2b.909-937221009 “...‘Itu nginap aja bareng si Rudi,’ katanya. Aduh, nggak lah. Segan pulak awak. ‘Ngapain kau segan. Udah gak papa. Itu dia ada kunci serapnya itu. Nanti kalo pulang larut jam satu jam dua dibuka aja pintunya. Pulang bareng aja kelen, sama-sama.’ Gak lah. Segan aja...” P2W2b.929-937221009 “...bukannya gak mau. Tegar ditawarin gitu gak terpikir dalam pikiran Tegar tu. Pikir-pikir, ah, nanti kalo sesuatu terjadi, entah apa yang bikin gak enak, malah nanti gak enak hubungan yang sering kita duduk sama, ngobrol sama itu...” P2W2b.940-963221009 “...nanti pulang dari mana dia itu, dibawanya itu jajanan gitu, Pak Ujang itu, bukan anaknya yang bawa. Dia itu macam apa ya..sosok teman, sosok ayah, macam-macam, dia bisa jadi apa aja. Dia pun kadang mau, kalo lagi suntuk gitu kan sama anaknya kan. Diajaknya Tegar minum itu, sambil ngobrol-ngobrol. Cerita-cerita sambil minum..gimana...” P2W2b.970-980221009 “...Tegar sering ke tempat dia itu. Kan ada toko besar juga punya kawan dia yang satu jalan itu. Itu punya kawan dia, kawan ngobrol-ngobrol dia. Terus dia bilang..’kau mau kerja makan gaji?’ Ya mau lah Pak. ‘Nggak kalo mau, biar ku masukin.’ Udahlah Pak, ga usah. Nanti gak enak pulak, ya kan...” P2W2b.1015-1024221009 “...nanti kalo sewaktu-waktu ada masalah, gak enak kan. Ya kita kan gak mau masalah itu ada ya kan. Tapi kan kita gak tau...nanti begitu ada, udahlah merusak hubungan yang baek tadi, kan gitu...” P2W2b.1029-1034221009 Kehidupan Tegar sebagai pedagang membuatnya banyak mengenal dan dekat dengan wanita. Banyak wanita yang tertarik pada pribadi Tegar. Umumnya, mereka suka dengan Tegar karena ia seorang pedagang yang tak banyak bicara Universitas Sumatera Utara dan menggoda, berbeda dengan kebanyakan pedagang lain. Tegar pernah menjalin hubungan dengan beberapa wanita, namun tidak berlangsung lama. Tegar merasa tidak dapat meneruskan hubungan karena sikap mereka yang tidak wajar menurutnya. Tegar tidak ingat jelas berapa orang wanita yang sempat menjadi kekasihnya, ia hanya ingat pada empat orang wanita yang menjadi kenangan unik dalam dirinya. Mereka adalah Neng, Dewi, Nia, dan Nuri. Kebanyakan dari mereka tidak menyentuh hati Tegar. ”...lumayan banyak lah, cuma udah pada ga ingat lagi kan. Namanya si ini si itu kan. Rata-rata ketemunya ya pas mereka lewat gitu lah kan, belanja. Ada yang pulang dari Jakarta. Mungkin diliatnya satu harian ini kok yang laen pada ngegodain aku, yang ini kok nggak, kan gitu. Tegar paling diam aja, liat-liat dagangan, ya paling liat-liat apa yang kurang kan.. sering diliatnya mungkin kan, ni cowok kok diem kali...” P2W3b.652-664011109 ”...dicobanya beli kaos gitu. ditawarin kan, ’Berapa ni?’ berapa ya.. berapa maunya Tegar bilang. ’Ni kan biasanya harganya segini..’ ya udah bayar segitu. Gak banyak-banyak ngomong, buka hangernya, udah bungkus. Tegar gak ada Tegar tahan-tahan. Kadang kan kalo pedagang-pedagang laen digangguin kan, ditahan kembaliannya lama-lama. Tegar nggak. Tegar kasih, udah ntar dia langsung pergi. Kalo gak Tegar diam aja disitu. Ya udah apalagi kak? ’Gak, mau liat-liat dulu boleh? Ya kek gitu-gitu sih, gak ada yang di hati...” P2W3b.664-681011109 Pertemuannya dengan gadis Sunda yang akrab dipanggilnya Neng adalah saat Tegar melakukan rutinitasnya seperti biasa dengan barang dagangannya. Ketika itu, Neng mampir hendak membeli dagangan Tegar. Lama berbincang, Neng merasa tertarik dengan Tegar. Hubungan mereka menjadi akrab. Neng sering berkunjung menemani Tegar menjajakan dagangannya. Neng juga sering datang meskipun Tegar sudah berkemas menutup dagangannya. Umi yang tidak lagi menjalin hubungan harmonis dengan Tegar sempat protes saat beberapa kali Universitas Sumatera Utara ia melihat Tegar sedang berduaan dengan wanita di tempat dagangan. Umi menganggap Tegar hanya sibuk mengurus teman wanitanya saja. ”...dia Neng belanja kan, lewat belanja.. beli celana juga kan, tempat Tegar. Tegar tanya, buat siapa. ’buat aku’ katanya. Oh, yang cewek gak ada, Tegar bilang. ’Ya udah yang cowok aja,’ katanya. Ya udah lah Tegar bilang. Nyari nomor berapa Tegar bilang. Gini katanya. Modelnya gimana, gini katanya. Udah cocok gitu, ngobrol-ngobrol gitu. terakhir besok datang lagi. Datang...” P2W3b.369-379011109 “....asal jam sebelas malam, nanti udah datang cewek. Iya, nanti udah udah mau tutup gitu kan, datang dia Neng. Liat-liat Tegar kemas-kemas gitu lah kan. Tegar udah mau tutup. Nanti disuruhnya itu, dah mau tutup kan. ‘Ke rumah lah A’...’ Ih, nggak lah. Udah jam berapa ini, udah jam sebelas malam. Nggak lah nggak. ‘Udah gak papa kok. Udah Neng omongin’ katanya. ‘Aa’ disuruh maen ke rumah. Yah mau jam berapa lagi pulangnya ya kan. ‘Udah itu nanti aja. Yang penting aa’ datang aja dulu.’ Ngobrol di rumahnya, makan, sampe jam setengah 12...” P2W3b.387-404011109 ”...terus ternyata si Umi ini komplain. ’Cewek...aja. Asal ke tempat dia..’ Terakhir diomongin kan. ‘Asal ke tempat dia, cewek..aja’...” P2W3b.379-383011109 ”...itu datang nanti sampek si Umi datang bilang Tegar ini melonte. Tegar bilang Tegar ini cowok, jadi ngapain kan. Dibilangin Tegar tiap malam nginap tempat cewek. Ya Allah...” P2W3b.524-529011109 Suatu kali, Neng ingin mengajak dan mengenalkan Tegar pada ibunya. Tegar yang baru selesai menutup dagangannya pukul sebelas malam dengan berat hati menuruti ajakan Neng yang sudah membujuknya berulang kali ke rumahnya. Tiba disana, ibu Neng ingin agar Tegar menginap di rumah mereka karena hari sudah larut malam. Tegar menolak. Ia tidak ingin menjadi bahan pembicaraan warga karena telah menginap di rumah kekasihnya. Ibu Neng kembali membujuknya untuk tetap tinggal. Tegar pun akhirnya menginap disana. Universitas Sumatera Utara ”...ya namanya cwek disana itu kan begitu kenal, sekali kenal langsung ngajak maen ke rumah itu kan. Nginap gitu kan. Tegar bilang udah ga usah, Tegar bilang kan.. ’ya udah, cuma aku maunya, ini.. Aa’ katanya disuruh maen ke rumah.’ Ngapain? Udah, ga usah...” P2W3b.358-366011109 “...itu orang disana itu, kalo uda suka gak peduli soal nginap-nginap gitu. Kan udah sampe jam setengah 12 ni, Tegar udah berat hati juga ni. Udah ditutup pintu kan.. angkot memang terus ada, cuma satu-satu gitu kan. Udah, buru-buru makannya kan. Udah makan, udah selesai, terus ibunya datang. Langsung Tegar ambil tangan ibunya ini kan. Bu, Tegar pamit dulu Bu. Makasih. Mau Tegar ucapin assalamualaikum. ‘Ih, kok pulang. Ini kan udah malam, katanya kan. Nginap aja.. Nanti kenapa-kenapa lagi. Udah nginap aja..’ Tegar bengong-bengong gitu. Bingung juga Tegar jawabnya. ‘Udah gak papa. Nginap aja. Gak usah pulang dulu...” P2W3b.404-423011109 ”...tidurnya nanti di kamar ini aja, kamar si Neng. Si Neng ntar sama adik- adiknya aja..’ Adiknya ada dua orang tu kan. Di kamar adiknya katanya. Ih, jangan lah Bu. Gak biasa Bu. Gak biasa tidur-tidur di rumah orang, apalagi udah larut malam gini Bu. Nanti takut juga lah dibilang apa gitu kan. Soalnya pernah ada teman itu, dijebak…” P2W3b.423-433011109 ”...Tegar nolak itu. Gak enak kan. ’Udah gak papa tidur aja.’katanya. Tegar ga usah Bu.. ’Udah gak papa. Kamu kenapa, kok kayak apa..’ Ya udah lah Bu, kan gak enak jadinya kan. Udahlah, Tegar juga macam gak ada perasaan takut gitu lah kan...” P2W3b.444-450011109 Tidak disangka, pukul satu malam, saat Tegar hampir terlelap dalam tidurnya, Neng masuk ke kamarnya dan membangunkannya. Neng mulai merayu Tegar dan mendekat ke arahnya. Tegar terkejut dengan sikap Neng. Ia langsung teringat dengan kejadian serupa yang pernah dialami teman laki-lakinya dulu yang pernah dijebak oleh wanita yang mengajaknya menginap di rumah. Tegar kemudian menepis Neng dan mengajaknya melanjutkan pembicaraan esok hari. Ia tidak siap untuk menanggung segala sesuatunya di kemudian hari. Universitas Sumatera Utara ”...rupanya jam setengah satu anaknya datang. Datang ke kamar itu. Bukan ibaratnya buaya nolak bangke lah ya kan. Cuma takutlah. Gak tau nanti gimana gimana selajutnya kan...” P2W3b.451-456011109 ”...udahlah kan.. jadi si Neng ini masuk ke kamar duluan. Tegar bingung juga ini kan. Pertama diginiin gitu kan sambil menekan dadanya dada Tegar kan. Eh, apa ni. Dalam hati Tegar terkejut juga kan. Loh kamu gak ini, gak bobok? Ntar ini lagi. ’Neng gak bisa tidur. Ingat aa’ terus.’ Yah, apa ni Tegar pikir kan. Gombal kali kan. Ngeri ini. Masih mau ngobrol lagi? Ya udah, di luar aja, di ruang tamu. ’Gak papa, gak usah. Disini aja’. Ya dia masih muda gitu lah. Anak ABG...” P2W3b.469-483011109 ”...Tegar yang di kamar ini gak mau lah. Tegar tolak lah. Bukannya apa ya, jujur ya. Tegar juga laki-laki. Bukan Tegar munafik atau apa. Emang kek gini gak pantes aja Tegar bilang. ‘Udah biarin aja a’..gak tau ibu’ Malah ngajakin gitu. Udahlah, Tegar bilang. Pergi sana tidur. Capek nih, kecapean Tegar bilang. Kalo mau apa, ketemu di luar kek, apa kek. Tegar alasan gitu kan. Tegar pikir. Ih, kek gini cewek ini. Parah ini. Udah berapa kali ketemu cewek kek gitu ya. Memang Bogor kek gitu. Ngeri kali lah...” P2W3b.497-511011109 Tegar berpikir, ia harus mencari teman untuk menjalankan usaha dagang bersama. Ia merasa tidak dapat lagi melanjutkan usaha dagangan Om. Hubungannya dengan keluarga Om semakin miris saja. Banyak teman-temannya sesama pedagang menawarkan kerjasama dagang padanya. Akhirnya ada seorang teman yang mau memberikannya modal untuk membuka dagangan sendiri. Dengan pembagian keuntungan yang adil, Tegar pun tidak lagi mengurusi dagangan Om dan mulai mandiri dengan dagangannya. Tegar tetap menjajakan dagangannya di tempat dimana ia biasa menjual dagangan celananya. Tegar tidak peduli meskipun tempat tersebut adalah milik Om. Tegar berpikir pasti Om tidak akan mengurusi dagangannya lagi. Universitas Sumatera Utara “...pikir Tegar ni harus cari kawan ini. Kawan udah ada yang nawarin dua orang. Ni uang kau pegang, kau kerjain lah, pergi kau belanja...” P2W2b.559-563221009 “...sampek ada kawan lah yang benar-benar berani ngasi Tegar modal, buka sendiri, dengan untung bagi dua. Tegar tunggu juga masih, Tegar kabarin lah ya kan. Bisa aja dia berpikir buruk ya kan. Ntar dia Om pikir, malas kali ini jualan...” P2W2b.594-601221009 “...cuma ini masalah tempatnya ini gimana kan.. Tegar bilang, ya udah biar aku aja. Aku kan udah lama disana. Biar aku tempatin. ‘terus gimana sama Om kau itu?’ kan kakaknya emak kan Tegar panggil Umi, suaminya kan Om ya kan.. ga ada Tegar omongin. Ya Tegar labrak aja. Tempatnya Tegar tempatin aja, gak ada Tegar omongin kan. Nanti urusannya, orang dia gak mau ngurus lagi...” P2W2b.563-574221009 Tegar merasa senang sekali dengan usaha dagangnya yang baru bersama Irwan. Teman sekaligus pemilik modal usaha Tegar merupakan seorang yang perhatian dengan kondisi Tegar. Selain keuntungan penjualan, ia juga menanggung biaya makan Tegar. Setiap pulang dari tokonya, Irwan mampir sebentar ke dagangan Tegar untuk menanyakan apakah Tegar sudah makan. Jika Tegar belum mendapat pelanggan pada hari itu, maka Irwan memberikan sejumlah uang untuk keperluan makan Tegar. Meski begitu, Tegar tidak ingin terlalu membebani Irwan perihal biaya makannya. Dua puluh lima ribu rupiah yang dijatahkan Irwan setiap harinya sebagai uang makan, hanya diambil sebagian atau seperempatnya saja oleh Tegar. Tegar diberikan kepercayaan penuh untuk mengelola dagangannya. Tidak ada target dan ketetapan khusus yang menjadi penentu harga tiap barang. Keuntungan akhir akan dibagi dua. Asas kepercayaan ini sudah lama dibangun. Tegar sering berbagi cerita dengan Irwan. Mereka pun sudah berhubungan dekat Universitas Sumatera Utara sejak Tegar berdagang di pasar tersebut. Irwan sering menyarankan pada Tegar untuk menyimpan uang hasil dagangan di tangannya. Dengan rasa kepercayaan yang tinggi padanya, Tegar tidak perlu selalu menyetor uang dagangan setiap hari. Sementara Tegar tidak berani membawa uang yang berjumlah besar tersebut karena ia tidur di jalanan yang tidak aman. “...ya kalo lapaknya, bale-balenya itu kan punya Tegar yang lama itu. Yang Tegar pake waktu jual punya dia Om dulu. Cuma untuk bikin bale-bale itu kan modalnya tiga ratus ribu waktu itu. Apanya, kayunya, tendanya, tiangnya. Modalnya dari kawan kan. Itulah si Irwan itu ngomong, ini kalo seandainya kentungan kita bertambah, ya biaya bale- bale ini kita bagi dua lah kan...” P2W3b.154-165011109 “...jadi mengenai keuntungan kita, katanya kan, ni yang pahit-pahit lah kita bilang. Seharian itu kamu makan harus jelas. Laku gak laku yang penting kamu harus makan. Cocok lah sama dia. Yang penting kamu makan aja. Kalo gak ada kamu tinggal bilang...” P2W3b.170-177011109 ”...itu kalo dia mau pulang, ditanyanya, udah ada yang beli? Kalo belom kan dikasinya uang makan itu kan. Tegar selalu bilang, udah.. dibilangnya satu hari ini kamu ambil aja untuk kamu dua puluh lima ribu, untuk makan kamu, dibilangnya gitu kan..laku gak laku. Ya udah lah Tegar bilang. Kalo memang gitu...” P2W3b.181-190011109 ”...mungkin karena Tegar sering juga ngobrol-ngobrol sama dia tentang keluarga Tegar. Inilah, om Tegar ini, yang di Bogor ini, sering ngomong sama dia. Deket lah sama dia...” P2W3b.283-288011109 “...dia bilang itu, kalo gak kamu aja lah yang megang uangnya. Gak lah, gak usahlah Tegar bilang. Tegar juga gak berani kan.. nanti misal udah ada laku sekian, misal ada lapan ratus ribu, udah Tegar setor aja kan. Ya udah, nanti sampe berhari-hari gitu gak ada diminta setor uangnya. Tegar pun sampek gak berani gitu megang uangnya ya kan. Istilahnya dua tiga hari lah gak nyetor kan. Uang ada lah dua setengah juta ini di kantong kan, di bawa tidur di depan jalan gitu. Awak aja yang ngeri-ngeri...” P2W3b.251-266011109 ”...ini uangnya udah dua setengah di kantong. Jangan banyak-banyak lah, nanti bingung juga. Udah berapa ini, hari apa aja. Ni misal Kamis, Jumat, Universitas Sumatera Utara Sabtu, ni udah dua setengah ini. Udah langsung aja dicontreng-contreng sama dia. Udah percaya aja kan...” P2W3b.269-276011109 ”...cuma Tegar punya prinsip sendiri. Tegar gak pengen beratin dia kan. Kadang Tegar cuma ngambil dari uang makan Tegar tu lima ribu, sepuluh ribu. Tetap juga Tegar kumpulin, kumpulin kan...” P2W3b.191-196011109 Banyak teman-teman Tegar sesama pedagang mengkhawatirkan keadaannya yang tidak memiliki tempat tinggal dan tidur di jalanan. Tegar pun sempat susah dengan kondisinya. Mereka pun mengajak Tegar untuk tinggal bersama di kos-kosan atau rumah kontrakan yang tidak jauh dari tempat ia berdagang. Namun, lagi-lagi Tegar menolak tawaran baik teman-temannya karena tidak ingin merusak persahabatan yang sudah terjalin baik apabila terjadi suatu masalah dengan mereka. Tegar tidak merasa malu dengan keadaannya yang seperti tuna wisma. Tegar merasa tidak ada orang lain yang dapat mengenalnya. Ia pun jauh dari keluarga. “...teman ada yang nawarin, udah kau nginap aja di kosan aku. Udah gak usah. Biar aja aku jalanin. Pahit kayak gini kan pasti ada hikmahnya untuk aku, itulah Tegar bilang sama dia. Ada sampe setengah bulan gitulah tidur di jalan gitu. Kayak-kayak ginilah sambil nunjuk ke arah jalan. Cuma kayak di tepi gitu. Begitu Tegar tidur di jalan gitu ya kan, pagi- pagi nanti bangun. Pokoknya pusing lah dulu. Lama itu...” P2W2b.675-687221009 “...padahal udah sering lah kan, ada yang nawarin. Kayak kos-kosan kawan kan. Kan ada kos-kosan kawan yang sama-sama jualan kan. Dekat pasar biar ga jauh kan. Ada yang ngontrak rumah setahun, ada yang kamar per bulan itu. ‘udah, tidur aja kau di tempat aku.’ Ah, nggak lah...” P2W2b.947-955221009 “...jadi pas ngobrol-ngobrol kalo ngumpul kan. Nanya mereka. ‘Loh Zar, jadi kau pulang kemana?’. Inilah disini. Itu kan ada meja. Biasa kalo apa orang jual VCD kan. Kalo malam kan dimasukin kan barangnya itu. Jadi disitu lah Tegar tidur. Itu lepas anginnya. Udah kasi selimut aja..” Universitas Sumatera Utara P2W2b.955-963221009 “...Tegar pikir kan. Ngapain dipikirin kali. Udah gak ada lagi malu. Ah, ngapain malu Tegar pikir. Keluarga gak ada. Orang mana kenal. Orang disana juga siapa lu, siapa gua. Ngapain dipikirin lagi, ya kan..udah tidur aja lah disitu...” P2W2b.963-970221009 Putus hubungan dari Neng, Tegar kemudian kembali menjalin hubungan romantis dengan Dewi, seorang pelajar yang baru menyelesaikan pendidikan SMP. Tegar sering mencurahkan perasaanya pada Dewi. Kadang Tegar bercerita tentang emak dan keluarganya yang ia tinggalkan di Medan. Tegar juga berkeluh kesah perihal hubungannya dengan keluarga Umi yang kurang harmonis. Dewi sering membangkitkan lagi semangatnya. Tegar merasa Dewi terlalu mencintainya. Dewi bahkan rela menyisihkan uang sakunya untuk membeli kebutuhan Tegar. Dewi yang belum dewasa seringkali mencontoh perilaku berpacaran temannya. Misalnya Dewi ikut-ikutan mencium Tegar karena melihat temannya mencium pacarnya. ”...sering jalan, ngobrol, sering cerita-cerita keluarga juga. Gak keluarga yang di Medan, keluarga disana. Paling kayak keluarga di Medan kayak kemarin itu emak mau operasi kan. Paling Tegar omongin. Sampek sekarang Tegar kan ga begitu apa, ngomong juga Tegar sekarang ga bisa terlalu diatur kan. Karena pikiran Tegar juga ke orang tua terus kan gitu. ’Ya udah lah, kalo emang pikiran kamu kek gitu, ya udah gak papa’. Mungkin hari-hari senang itu berlalu nanti. Atau nanti datang sendiri, Tegar bilang gitu. Ada yang ngerti, ada yang berderai-derai air mata lah...” P2W3b.570-586011109 ”...ini dia entah kenapa kayak suka kali lah sama Tegar. Nanti datang, bawa uang saku yang dikasi orang tuanya, ditanyanya, Tegar udah ada laku jualannya gak. Kalo Tegar bilang belom, dibelinya rokok. Dibayarnya kadang, dikasinya uang, aa’ nanti kalo aa’ gak ada uang, ini ada ambil ya. Kadang hujan-hujan ditempuhnya, udah malam itu, jam lapan kan. Kadang datang juga hujan-hujan, kan sering hujan itu di Bogor. Universitas Sumatera Utara Kota hujan. Malam hujan gitu kan, datang dia. Kalo aa’ mau makan, ini ada uang...” P2W3b.624-639011109 ”...lagi tenang-tenang gitu dicium sama dia. Nanti kadang, karena diliatnya temannya sama cowoknya salam gitu kan, cium tangan gitu kan...” P2W3b.642-646011109 Dewi sangat mencintai Tegar. Ia ingin agar Tegar segera menikahinya. Dewi sendiri sudah menyampaikan keinginannya menikah dengan kedua orang tuanya. Bahkan. Orang tua Dewi sanggup menanggung biaya pernikahan mereka. Dewi pun membujuk Tegar untuk segera melamarnya. Tegar merasa belum siap membina hubungan serius dengan Dewi. Ia takut tidak dapat menafkahi keluarga dari hasil berdagang. Karena Dewi terus membujuknya, Tegar menantangnya untuk melakukan hal yang biasanya tidak mau dilakukan seorang wanita. Tegar menyuruh Dewi membuka bajunya. Meski awalnya Dewi merasa takt dan enggan, ia pun pada akhirnya mau membuka bajunya demi Tegar. Tegar terkejut, langsung ia memerintahkan Dewi untuk kembali mengenakan bajunya. Tegar tidak habis pikir dengan perilaku beberapa wanita yang dikenalnya. Mereka seperti mudah saja menyerahkan segala sesuatunya untuk lelaki yang dicintainya. Tegar merasa enggan berhubungan dengan wanita-wanita tersebut. “...itu ada, Dewi, baru tamat SMP, minta kawin. Itu sering ketemu, teman maen lah. Cuma gak nyangka aja sampek kek gitu kan. Tegar soalnya suka cerita, ngobrol-ngobrol aja sama dia. Mau dekat dia, kalo nggak pun sebenarnya gak papa. Sering ditelponnya, dismsnya. Ya Tegar namanya gak ada hati, ya gak sampek kesana kan. Ternyata uda lama, ngomong gitu dia. ”kadang udah di rumah pun mau keluar, demi ketemu aa’. Panas- panas pun mau Dewi tempuh kalo mau ketemu aa’. Cuma aa’ gak ada tanggapan...” P2W3b.587-601011109 Universitas Sumatera Utara “...mahar itu nanti dibiayai. Kalo untuk kek gitu gak usah lah.bukan Tegar munafik atau kek mana ya, Cuma Tegar gak sreg aja. Kalo udah gak cocok di hati, udahlah jauh aja lah. Sampe nangis gitulah. Jangalah, jangan nangis gitu. Gak a’ aku suka sama aa’. Suka nanti-nanti, mau kasi makan apa nanti. Tegar mohon mengerti lah...” P2W3b.515-524011109 “...’Soal biaya pesta. Biar keluarga Dewi yang nanggung..’ Mau dikasi makan apa? Celana? Tegar bilang. Tegar pun ketawa sendiri jadinya kan. Tegar bilang, terakhir Tegar coba lah kan, Tegar coba. Katanya sesuatu yang gak mau dilakukan perempuan itu kan itu kan. Tegar coba lah kan. Tegar tanya baek-baek sama dia. Memang kamu mau? Tegar bilang kan...” P2W3b.605-615011109 ”...mungkin entah korban film atau apa kan, kalo memang bener mau, coba buka bajumu. Ini dia, takut gitu ya kan. Terakhir pura-pura lah kayak gak mau gak mau gitu. Terakhir dibuka betul. Tegar terkejut juga. Udah tutup, tutup, tutup Tegar bilang. Udah, udah. Jangan lagi kek gini ya. Udah gak ada lagi gini gini ya...” P2W3b.615-624011109 ”...Tegar udah cukup-cukup lah di Bogor itu. Ada anak Jakarta pun pernah kek gitu...” P2W3b.646-648011109 Pengalaman percintaan yang diingat Tegar selanjutnya adalah bersama Nia, seorang janda yang mengakui dirinya masih sendiri pada Tegar. Lama menjalin hubungan dengan Nia, Tegar masih belum mengetahui jika Nia telah memiliki suami. Lambat laun suami Nia memergoki mereka dalam angkutan umum saat sedang jalan bersama. Tegar dan suami Nia terlibat dalam perkelahian. Saat itu barulah Tegar tahu jika Nia sudah memiliki suami. Tegar pun langsung memutuskan Nia dan menyuruhnya kembali pada suaminya meskipun rumah tangga mereka sedang dirundung konflik. ”...soalnya ada dulu, janda mengaku, tapi umurnya masih 16 gitu kan. Namanya Nia. Tegar tanya udah punya pacar? Soalnya Tegar tanya gitu takutnya dia punya pacar tapi ngomong sama awak, kan gak enak kan. Cowok apa, mengganggu cewek orang, ya kan. Gak, dia bilang, dah Universitas Sumatera Utara berapa bulan udah putus. Terakhir tanya nomor kan. Dia juga tu yang ngedeketin. Jalan, ngobrol-ngobrol, lama-lama dekat kan...” P2W3b.741-752011109 ”...ya udah, deket-deket, Tegar belom tau ini dia punya suami. Rupanya 3- 4 bulan orang ini konflik. Orang ini gak cocok entah masalah ekonomi. Tegar itu tau gimana ya.. hari itu si cewek ini Tegar tau dia udah punya suami pas kami jalan, jam-jam 9, Tegar gak tau. Dia bilang kan nggak, belom ada putusan. Belom ada surat cerai...” P2W3b.752-762011109 ”...cuma dia kasi tau gak ada pacar, gak ada apa-apa. Mungil, kecil, gimana lah. Masih 16 tahun gitu. Cantik sih cantik orangnya. Orang sunda kan cantik. Begitu jalan naek angkot kan. Naik cowok itu, diginiin. Dihajar Tegar kan, dipukul. Tegar balas. Berantam, berantam dalam angkot itu. Sampek tidur-tiduran, guling-gulingan gitu dalam angkot...” P2W3b.762-772011109 ”...Tegar bilang sama dia, udahlah kamu kembali aja sama suamimu. Maaf kalo aku udah mengganggu. Cuma ini harus kita akhiri lah kan. Dia bilang ’aku kalo disuruh milih dia atau kamu, aku milih kamu’. Tegar pikir kan, ih, gila juga ni cewek. Tegar bilang, kok gitu? ’Iya, dia udah punya wanita lain, di bawanya ke rumah. Nafkah juga kurang.’ Ya itu urusan kau. Sekarang ini jangan kau jumpai aku lagi, jangan hubung-hubungi aku lagi...” P2W3b.794-807011109 Tegar merasa lelah berhubungan dengan wanita. Ia menganggap mereka masih belum dewasa dan kenak-kanakan. Pernah suatu kali Tegar benar-benar suka pada seorang wanita yang bernama Nuri. Menurut Tegar, Nuri memiliki paras yang cantik dan berhati mulia. Saat Tegar mengutarakan perasaannya, Nuri masih bingung dengan perasaannya pada Tegar. Ia masih belum ingin menjalani hubungan serius dengan Tegar dan fokus pada pekerjaannya. Tegar yakin, Nuri memiliki perasaan yang sama dengan dirinya. Melihat respon Nuri, Tegar mulai menarik diri. Ia hanya berpesan agar Nuri terus berusaha menggapai harapannya. Ia merasa memang tidak pantas bersanding dengan Nuri. Tegar menilai sepertinya Universitas Sumatera Utara keluarga Nuri sudah mempersiapkan lelaki pilihan mereka untuk dijodohkan dengannya. ”...kebanyakan emang cewek sana masih kayak anak-anak...” P2W3b.807-808011109 ”...ada tu dulu namanya cewek ini Nuri. Di Bogor juga ini. Itu Tegar bilang memang ini lah, memang betul lah cewek yang Tegar iniin, suka lah. Diliat juga parasnya, baek anaknya…” P2W3b.686-691011109 “…waktu Tegar mau pergi gitu kan. Sempat Tegar yang mendahului. Tegar minta nomornya. Karena Tegar liat parasnya menarik kan gitu kan. Juga Tegar suka orangnya gimana ya, kayak si Nuri gini lah. Dia kan namanya Nuraida, dipanggil Nuri...” P2W3b.694-701011109 “...tamat SMA. Rumahnya agak di pedalaman Bogor gitu lah. Ya itulah, katanya dia mau kerja dulu. Tegar bilang ya kalo ga mau untuk serius sekarang, ya nyantai aja, jalanin aja dulu. Emang dia ada Tegar tanya juga kan. Sebenarnya ada rasa suka gitu gak sama Tegar. Karena kalo nggak, ya Tegar tinggal, kan gitu kan. Cuma dia bingung, dia jawab juga bingung...” P2W3b.705-715011109 ”...ya udah, pelan-pelan gitu Tegar tarik diri aja. Kayaknya gak pantes juga sih Tegar ini sama dia. Iyalah, nanti dia kadang pergi gitu aja, kurang komunikasi juga, ditelpon suka gak diangkat-angkat gitu juga. Terus sering lupa gitu juga dia. Dia orangnya gak mau kepikiran gitu. Ya udah lah kan gitu. itu gak lama dia ngobrol gitu, ngasi sesuatu lah, dikasinya lobe, Tegar kasi dia jilbab, orangnya pake jilbab. Itu Tegar duluan yang ngasi. Tegar bilang, ya inilah yang Tegar bisa kasi dulu, Tegar bilang kan...” P2W3b.716-730011109 ”...sebenarnya dia punya perasaan juga, cuma gak diungkapkannya. Ya Tegar bilang ke dia, ya teruskanlah ambisimu, semoga tercapai, semoga berhasil Tegar bilang kan. Coba-coba dekatin, ternyata gak ini kan. Posisi dia tu kek Tegar liat tu kek dijodohin gitu. Ada temen cowok, mungkin dari keluarganya juga dikenalin...” P2W3b.731-740011109 Universitas Sumatera Utara Pembagian keuntungan yang adil dan transparan membuat hubungan kerjasama dagang dengan Irwan terus berjalan baik. Ia juga merasa tidak pernah diberatkan oleh Irwan. Irwan menyerahkan semua pengurusan dagangan pada Tegar. Dari jatah uang makan yang ia dapatkan, Tegar dapat menyisihkannya hingga lima ratus ribu rupiah. Selama dua tahun berdagang dengan Irwan, mereka pun membagi keuntungan dari seluruh penjualan selama itu. Irwan memperlihatkan seluruh perincian pendapatan dan pengeluaran yang telah dirincikannya dengan bantuan istrinya pada Tegar. Tegar sangat percaya dengan Irwan hingga ia tidak peduli lagi dengan perincian tersebut. Ia pun menerima bagian keuntungan dengan jumlah besar. Tegar merasa puas dengan usahanya selama ini. Ia pun dapat kembali ke kampung halamannya. Irwan berharap agar Tegar tetap ikut berdagang bersamanya jika suatu saat kembali ke Bogor. “...ngobrol-ngobrol sama yang punya apa ini Irwan, ya ini aja kan..dia pun asik aja. Gak masalah buat dia. Nanti tutup setengah dua…” P2W3b.213-216011109 “…dari biaya Tegar kumpul dari uang makan-makan Tegar itu, udah ada lima ratus ribu lebih kan, keuntungan kami berapa ya itu. Sampek dua belas juta lah. Pokoknya bersih enam juta- enam juta lah untuk kami masing-masing. Dapat dari hasil Tegar jual ini...” P2W3b.219-226011109 ”...dia memang enak lah, dihitung kan pengeluarannya, berapa modalnya, nanti apanya, itu istrinya yang hitung. Itu dikasi liat sama dia catatan- catatannya. Udah, Tegar bilang gak papa. Gak usah dikasi liat pun Tegar percaya...” P2W3b.226-233011109 “...udah, pokoknya kalo hasilnya segini, aku percaya. Gak usah pake-pake perincian. Tulah dibilangnya, kalo memang ada rencana tahun depan mau pulang, nanti balik lagi ya. Itulah udah kenal, percaya kan...” P2W3b.238-244011109 Universitas Sumatera Utara Enam tahun mengadu nasib di tanah Jawa, akhirnya Tegar tiba di kampung halamannya. Tegar langsung mendapat pekerjaan di perusahaan kargo. Tegar bekerja sebagai pengantar surat, rekening tagihan, dan sebagainya. Percekcokan antara ibu dan ayahnya masih saja berlanjut selama ia di perantauan. Suatu malam, Tegar kembali melihat ayah menyiksa ibu hingga kesakitan. Ibu saat itu sedang mengidap kanker rahim dan belum menjalani operasi. Tegar dengan emosi meluap mendatangi ayah dan menolak tubuhnya sampai terjatuh ke belakang. Ayah marah besar. Tegar dilaporkan ke polisi. Tegar ditangkap saat sedang bekerja. Ia pun menanggalkan pekerjaan yang baru didapatnya. Ia mendekam di balik terali besi karena laporan ayahnya sendiri. Ayah menuduh Tegar memukulnya. Ibu Tegar berulang kali memohon-mohon pada suaminya agar mencabut gugatan dan membebaskan anak mereka. Ayah tidak menggubris. Ayah malah melemparkan makian-makian yang ditujukan untuk Tegar. “...itu pulang dari Bogor langsung dapat kerja kan..kerja di kargo. Ya ngantar-ngantar surat, ngantar tagihan, kartu kredit. Itulah disana ditangkapnya.. jadi inilah langsung hilang pekerjaan. Kerjaan hilang, kereta belum lunas...” P2W2b.789-795221009 “...udah hampir setahun juga lah sama yang di sel kemarin. Masuk sel kan lima bulan...” P2W2b.786-789221009 “...ya itulah. Emak sama bapak udah sering brantam kan. Kemarin itu udah sampek mukul-mukul. Tegar gak tega kalo liat perempuan dipukul. Kalo Tegar ya udah silakan lah. Mau dipukul pun sampek mati pun ayok, ya kan. Ini emak. Mana kemari itu mak kan ada saket. Kanker rahim, ada kistanya itu. Datang Tegar, Tegar tangkis dia. Tambah naek lagi darahnya, mau apa kau? Anak kurang ajar, dipukulinya Tegar, Tegar tolak, jatuh dia...” P2W1b.098-110181009 Universitas Sumatera Utara ”...itulah, dibilangnya ke polisi Tegar mukuli mukanya. Padahal entah kenapa di bibirnya tergores sedikit. Itulah, mamak mohon-mohon sama dia cabut gugatan, ditolaknya mamak sampek hampir pingsan di kumpulan becak depan itu. Biarkan aja dia busuk di penjara Anak gak tau diri’...” P2W1b.110-118181009 “...keberanian itu muncul karena itu, liat orang tua tadi. Orang udah dipukul sampek tersender-sender gitu. Keberanian itu datang karena itu...” P2W1b.278-282181009 Setelah lima bulan mendekam di dalam penjara, Tegar dapat bebas menghirup udara segar berkat bantuan sebuah lembaga hukum yang perhatian pada kasus yang menimpanya. Semenjak Tegar di dalam sel, ayah sudah pergi dari rumah dan berencana menceraikan ibu. Kakak dan adik Tegar sepakat agar ibu dan ayah tidak bersatu lagi. Mereka sudah jenuh dengan kondisi rumah yang selalu diwarnai konflik setiap harinya. Tidak begitu dengan ibu, meskipun ibu selalu disakiti oleh ayah, ia sering menemui ayah diam-diam, tanpa sepengetahuan anak-anaknya. Berkali-kali menemui ayah, akhirnya kakak Tegar memergoki ibu yang masih sering menemui ayah mereka. Ibu pun terlibat pertengkaran dengan ketiga kakak Tegar. Mereka tidak suka jika ibu harus selalu menemui ayah sedangkan ia terus disakiti. Ibu marah dengan anak-anaknya. Menurutnya, mereka tidak perlu ikut campur dengan apa yang dilakukannya pada ayah. Tegar pun hanya pasrah dengan apa yang dilakukan ibu. Ia hanya ingin agar ibu tidak mendapat siksaan lagi dari ayah. “...itu padahal ibaratnya dia udah kek manalah dulu sama orang tua perempuannya ibu kan, cuma orang tua perempuan ibu ini makin dipukul, makin disakiti, makin cinta aja sama dia. Emak udah kayak gitu masih sayang aja sama dia, makin cinta aja sama dia..sampek kami Universitas Sumatera Utara komplain gitu. Kan hari tu pernah mau dijambak, dikeroyok gitu sama kakak-kakak...” P2W1b.282-291181009 “...pertama gak ketauan, kedua gak ketauan. Ketiga, diliatnya mungkin kok sibuk kali ya kan, kerja nggak, apa nggak, ya kan, udah gitu sebulan lah ada kayak gitu, entah kangen, rindu atau apa, didatangin si bapak. Ya makin besar kepala lah dia, orang dia yang salah. Ya itu tadi, kakak yang di atas Tegar merepet. Mak gak mau, gak mau, tapi mau juga datang- datangi dia, ngejar dia kesana kemari, apa gunanya udah pindah rumah, udah lari dari dia, apa emak gak ngerasa sakit apa dipukulin gitu. Marah dia, dibilangnya, gak usah kelen urusin, itu hak aku, bukan urusan kelen. Aku yang jalanin. Itulah emak gitu, entah di kek manain sama suaminya tetap aja.. Tegar pikir akhirnya ya percuma aja. Dah lah diam aja Tegar...” P2W1b.232-253181009 Saat ini, ayah dan ibu Tegar sedang berada dalam proses perceraian. Tegar berdagang makanan keliling untuk mencukupi kebutuhan ibu dan dua orang adiknya. Tegar tidak merasa dendam pada ayah. “...gak lah, gak dendam kok Tegar. Biarin aja lah, gak mungkin lah melawan. Pokoknya, intinya, jangan sakitin emak aja. Walaupun kayak gini, kan kecil banget kan badan Tegar. Terakhir melawan itu karena emosi ngeliat emak, karena sebenarnya belum berani...” P2W1b.270-277181009 5. Pembahasan A. Attachment Masa Anak-anak 1. Proses Attachment Dalam penelitian ini, diketahui bahwa hubungan Tegar dan orang tuanya khususnya dengan ayah tidak terjalin dengan baik. Ayah kandung Tegar sering melakukan abuse pada istri dan anak-anaknya. Dari kecil, Tegar tidak merasakan pengaruh figur ayah dalam kehidupannya sehari-hari. Tegar merasa ayah tidak peduli dengan perkembangan dan kebutuhannya. Sistem pengasuhan ayah yang Universitas Sumatera Utara otoriter membuat Tegar merasa takut berinteraksi dengannya. Seringkali Tegar menerima pukulan, cambukan, serta makian kasar tanpa mengadakan perlawanan. Ia hanya diam saat mendapat siksaan dari ayah. Berbeda dengan ayah, Tegar sangat menyayangi ibu. Meski ibu tidak terlalu memanjakan dirinya, Tegar tetap merasa ibu peduli padanya. Ia tahu, ibu sibuk mencari nafkah untuk menghidupi putra-putrinya saat ayah tidak lagi memberi nafkah. Menurut Bowlby dalam Pervin, dkk, 2005, berdasarkan kualitas hubungan anak dengan pengasuh, maka anak akan mengembangkan konstruksi mental atau internal working model mengenai diri self dan orang lain others yang akan menjadi prototip dalam suatu hubungan. Mc Cartney Dearing 2002 menyatakan bahwa pengalaman awal akan menggiring dan menentukan perilaku dan perasaan melalui internal working model. Dalam hal ini, Tegar terkadang bingung dengan kesalahan yang telah ia perbuat sehingga membuat ayah marah. Amarah ayah yang dipicu dari masalah di luar rumah membuat Tegar merasa tidak aman jika dekat dengan ayahnya. Ia merasa dirinya pasti akan menjadi sasaran luapan emosi dari ayah. Tegar juga tidak tahu pada siapa ia harus meminta perlindungan. Ia tidak menaruh harapan pada ibu. Seringkali ibu menjadi sasaran amukan ayah. Ia tidak tega jika dirinya malah menyulut pertengkaran orangtuanya yang berakibat buruk bagi ibu. Kakak-kakak Tegar juga tidak berani melawan sosok ayah yang bertubuh tinggi dan bersuara besar. Seluruh anggota keluarga takut dengannya. Hubungan ini pada akhirnya membentuk internal working model yang mengarah negatif pada diri Tegar sendiri dan orang lain. Universitas Sumatera Utara Peristiwa abuse yang dialami Tegar serta konflik orangtua yang selalu ia saksikan dengan mata kepalanya menjadikan pengalaman masa kecilnya tidak menyenangkan. Pengalaman dalam berinteraksi dengan orangtuanya kemudian menetap dalam internal working model karena pola tersebut berulang dan terjadi terus-menerus. Pola ini selanjutnya akan mengarahkan anak saat berperilaku dalam hubungan tersebut. Seperti yang dikemukakan oleh Bowlby, internal working model akan meningkat stabil jika hubungan tersebut familiar dan dyadic pattern. Familiar dimaksudkan bahwa pola interaksi berulang sehingga cenderung akan menjadi kebiasaan yang terjadi secara otomatis. Child abuse yang dilakukan ayah pada Tegar sudah sering ia terima. Ayah sering memukul, mencambuk, dan mengeluarkan kata-kata makian saat ia melampiaskan emosinya. Pola ini telah menciptakan bentuk reaksi tertentu untuk merespon tindakan ayah. Biasanya, Tegar merespon amarah ayah dengan diam. Jika ia bersuara, ayah akan memperkeras siksaannya. Pola ini disebut dengan dyadic pattern. 2.. Aspek Attachment a. Attachment Behavior Attachment behavior atau perilaku attachment adalah tindakan untuk meningkatkan kedekatan pada figur lekat. Dalam hal ini, Tegar tidak berusaha dekat dengan figur ayah. Ia malah menghindar melakukan kontak atau komunikasi dengan ayah. Berdasarkan pengalaman interaksi sebelumnya, ia yakin, ayah merespon seperti yang tidak pernah diharapkannya. Berbeda dengan ayah, Tegar merasa sedih apabila jauh dengan ibunya. Tegar juga merasa sedih Universitas Sumatera Utara saat melihat ibunya mendapat siksaan dari ayah. Tegar merasa harus melindungi ibu. Maka itu,ia tidak segan-segan memukul ayah saat melihat ibunya kesakitan karena pukulan ayah. b. Attachment Bond Attachment bond merupakan suatu ikatan afeksi; ikatan ini bukan diantara dua orang, namun suatu ikatan yang dimiliki seorang individu terhadap individu lainnya yang dirasa lebih kuat dan bijaksana. Individu dapat melekat pada seseorang yang tidak terikat dengannya. Affectional bonds yaitu ikatan yang secara relative kekal dimana pasangan merupakan seseorang yang unik dan tidak dapat tergantikan oleh orang lain. Hubungan ini ditandai dengan adanya kebutuhan untuk mempertahankan kedekatan, distress yang tidak dapat dipahami saat perpisahan, senang atau gembira saat bertemu, dan sedih saat kehilangan. Hubungan ini tampak antara Tegar dan ibu. Tegar merasakan kesedihan yang mendalam saat harus berpisah dengan ibu karena pertengkarannya dengan ayah. Ketika Tegar harus menumpang tinggal di rumah seorang teman dekatnya, ia merasa ingin sekali bertemu dengan ibu. Tegar sering mengutarakan keinginannya pulang ke rumah pada setiap kali pertemuannya dengan ibu. Hal ini terus berlangsung saat ia sudah dewasa dan berpisah sementara dari ibu karena masuk dalam daftar pencarian polisi akibat terjerumus dalam sindikat pengedar narkoba. c. Attachment Behavioral System Attachment behavioral system merupakan suatu rangkaian perilaku khusus yang digunakan individu. Tujuan attachment system adalah untuk mencapai kedekatan antara orang tua dan anak, meningkatkan perlindungan dan Universitas Sumatera Utara kelangsungan hidupnya. Tegar tidak pernah berkeinginan untuk berusaha menjalin kedekatan dengan ayah. Ia merasa tidak perlu menjalin komunikasi dengan ayahnya. Jika terdapat hal yang membutuhkan pertimbangan orang dewasa atau seorang pemimpin keluarga, Tegar tidak akan meminta pendapat dari ayahnya. Baginya, usaha tersebut tidak akan membuahkan hasil yang baik. Ia tidak peduli dengan apa yang dilakukan ayahnya. Perlakuan kasar ayah padanya ia terima dengan berdiam. 3. Attachment Style pada Anak Strategi perilaku yang dilakukan saat bertemu dengan ayah adalah menarik diri atau menghindar. Tegar cenderung menghindar melakukan kontak dan komunikasi dengan ayah. Tegar merasa gelisah setiap kali akan berinteraksi dengan ayah. Ia takut akan kembali menjadi pelampiasan amarah ayah. Menurut Ainsworth, ini sesuai dengan avoidant attachment style. Anak biasanya mencoba menarik diri dari pengasuh meskipun psychological arousal menyarankan anak untuk berusaha meniadakan perasaan-perasaan tidak aman. Pola attachment seperti ini biasanya terbentuk karena pengasuh merespon secara negatif saat anak berusaha membuat kontak dan pengasuh menghindar saat anak merasa sedih. Pengasuh juga menunjukkan perilaku menolak rejecting pada anak. Hal ini dialami Tegar dalam hubungannya dengan ayah. Ia merasa ayah tidak memperhatikan dan memenuhi kebutuhannya sebagai seorang anak. Ia tidak merasakan kasih sayang ayah tercurah padanya. Menurutnya, ayah tidak peduli Universitas Sumatera Utara dengan perkembangan dan kemajuan dirinya. Oleh karena itu, Tegar memilih untuk tidak meminta pendapat dan membuat kontak dengan ayah. Lain halnya dengan pola hubungan yang ditunjukkan Tegar pada ibu. Ia merasa sedih jika berpisah dari ibu dan berharap akan bertemu serta berkumpul kembali dengan ibu. Tegar tampak mempertahankan kedekatannya dengan ibu meski ia juga merasa tidak dimanjakan oleh ibu. Pola ini digolongkan Ainsworth dalam secure attachment style. Anak dalam pola ini cenderung mengalami distress saat jauh dari pengasuh dan merasa senang saat bertemu dan saling berinteraksi kembali. Komunikasi antara anak dan pengasuh dalam hubungan ini juga terlihat hangat dan sensitif. B. Attachment Masa Dewasa 1. Dimensi Attachment a. Internal Working Model of Self Bagian positif diri menjelaskan perasaan bahwa diri bernilai dan berharap orang lain merespon individu secara positif sehingga membentuk internal working model yang positif, begitu juga sebaliknya Bortholomew dan Horowitz dalam Pervin, dkk, 2005. Sejak kecil, Tegar mengalami abuse dari ayah kandungnya sendiri. Peristiwa yang tidak menyenangkan dalam masa kecilnya ini kemudian menimbulkan penilaian dalam dirinya sebagai seorang yang tidak berharga bagi ayahnya. Kualitas hubungan dengan ibu yang baik menjadikannya menilai dirinya berharga bagi ibu. Namun, ibu juga tidak dapat menjamin perlindungan dan rasa aman dari berbagai siksaan ayah yang ia terima. Tegar tetap merasa dirinya harus Universitas Sumatera Utara mengalami sendiri semua yang terjadi. Internal working model of self mengarah negatif. Internal working model of self yang negatif kemudian mengiringi pola hubungan Tegar di masa dewasa. Saat bersama keluarga di Padang, ia merasa dirinya tidak berguna bagi ibunya. Seharusnya ia dapat membahagiakan ibu karena sudah memiliki pekerjaan, malahan membuat ibu cemas dengan menjadi buronan polisi. Tegar pun merasa tidak berguna dengan kehadiran dirinya di tengah-tengah sanak keluarga di Padang. Ia merasa merepotkan orang lain dengan kasus yang dibuatnya sendiri. Begitu pula halnya saat ikut dengan keluarga Umi di Bogor. Empat tahun lamanya bersama keluarga Umi, Tegar merasa dirinya diperlakukan layaknya seorang budak dan tidak dianggap seperti anggota keluarga sendiri. Suami Umi yang dipanggilnya Om hanya memeras tenaganya saja. Tidak ada penghargaan atas kerja keras yang selama ini ia lakukan membantu usaha Om tersebut. Saat Tegar diusir dari rumah Umi, ia merasa sebatang kara di dunia ini. Tidak ada tempat mengadu dan mengobati sedihnya. Lama kemudian, Tegar mendapatkan secercah semangat baru. Ini timbul karena ia sering berbagi beban dan masalah yang biasa ia pendam sendiri pada seorang bapak paruh baya yang bernama Pak Ujang. Pak Ujang sangat perhatian pada Tegar. Ia menganggap Tegar seperti anaknya sendiri. Begitu juga Tegar, ia merasa Pak Ujang menggantikan sosok ayah baginya. Dari Pak Ujang, Tegar mendapat wejangan dan nasehat yang membangkitkan semangatnya untuk terus bertahan hidup diperantauan meski menjadi tuna wisma. Pak Ujang juga dapat Universitas Sumatera Utara menghapus rasa kesendirian dan kesepian Tegar. Mulai saat itu, ia merasa berharga bagi Pak Ujang,. Tegar pun merasa dirinya cukup kuat mempertahankan kehidupan sulit sendirian. Internal working model of self mengarah positif. Saat Tegar menjalin hubungan romantis dengan beberapa orang kekasih yang antara lain Neng, Dewi, dan Nia, ia merasa disukai oleh lawan jenisnya. Tegar menilai dirinya adalah seorang pemuda baik dan dapat diandalkan. Ia merasa dicintai dengan tulus oleh para kekasihnya meskipun ia seorang tuna wisma. Tegar yang setiap harinya menghabiskan waktu berjualan di pasar hingga larut malam tidak menjadi persoalan yang menghambat hubungan mereka. Seringkali kekasihnya menemaninya hingga ia menutup dagangannya. Biasanya, Tegar mengakhiri hubungannya dengan mantan kekasihnya karena perilaku pasangan yang tidak disukainya. Ia merasa tidak cocok dengan wanita yang suka merayunya melakukan hal yang tidak disukainya. Tegar juga merasa belum mampu meneruskan hubungannya ke jenjang pernikahan, maka itu ia memilih untuk mengakhiri hubungannya dengan Dewi yang mengajaknya naik pelaminan. Dengan Nia, ia merasa dibohongi. Ternyata Nia telah memiliki suami. Tegar pun memutuskan dan menyuruh Nia untuk kembali pada suaminya. Tegar pernah berusaha mendekati Nuri yang benar-benar dicintainya. Namun, Nuri tidak membalas perasaan Tegar. Ia fokus pada pekerjaannya dan tidak punya waktu untuk memberi perhatian pada Tegar. Tegar pun merasa ia tidak pantas bersanding dengan Nuri. Ia berpikir Nuri telah memiliki pasangan yang dipersiapkan keluarganya untuknya. Tegar menilai dirinya memang tidak Universitas Sumatera Utara sesuai dengan Nuri. Saat ini, Tegar kembali memandang internal working model of self ke arah negatif. Lepas dari hubungan dengan para kekasihnya, Tegar mulai fokus mengumpulkan uang untuk pulang ke kampung halaman. Tegar mengelola dagangan dengan modal yang diberikan Irwan. Irwan merupakan seorang rekan kerja yang baik dan memperhatikan kondisinya. Tegar tidak merasa menjadi suruhan dan budak seperti yang pernah ia rasakan sewaktu mengelola dagangan Om dulu. Tegar merasa jerih payahnya selama ini sangat dihargai. Tegar tidak perlu sulit memikirkan biaya makan setiap harinya meskipun tidak ada dagangan yang laku dijual. Irwan telah menjamin biaya makannya. Tegar merasa dirinya yang giat bekerja dan jujur telah menumbuhkan rasa kepercayaan tinggi Irwan padanya. Pulang ke kampung halaman, Tegar merasa sulit membuka pertemanan dengan wanita. Ia merasa banyak wanita yang memandang sebelah mata pada dirinya. Apalagi, konflik dengan ayah kandungnya masih menjadi beban pikirannya. Statusnya sebagai mantan narapidana juga membuatnya merasa rendah diri, ditambah lagi karena kasusnya merupakan gugatan yang dibuat oleh ayahnya sendiri. Oleh karena itu, saat ini ia mencoba menghindari jalinan percintaan dengan lawan jenisnya. Ia hanya fokus pada kegiatan yang menghasilkan uang untuk membantu mencukupi kebutuhannya di rumah. b. Internal Working Model of Others Universitas Sumatera Utara Bagian positif orang lain menjelaskan harapan bahwa orang lain akan ada dan mendukung, serta menjalin kedekatan dengan diri mereka Bortholomew dan Horowitz dalam Pervin, dkk, 2005. Menginjak usia dewasa, Tegar terpaksa berpisah dari ibunya karena kondisi. Tegar terpaksa tinggal sementara bersama sanak keluarga di Kota Padang karena polisi masih mencarinya. Ia merasa keluarga disana memandang dirinya adalah orang yang jahat karena kasus narkoba yang disandangnya. Saat Tegar melakukan kesalahan dan melanggar aturan jam malam yang sudah ditetapkan di keluarga tersebut, Tegar tidak mendapat maaf dan diusir dari rumah mereka. Hal ini juga ia alami saat tinggal di Bogor bersama keluarga Umi. Meski awalnya Umi berjanji menganggapnya seperti anak sendiri dan menanggung biaya hidupnya, hal tersebut tidak sesuai dengan apa yang ia alami. Umi dan Om hanya memeras tenaganya. Tegar diharuskan untuk membayar setiap piring nasi yang dimakannya. Om sering menuduhnya menghilangkan barang dan melarikan uangnya serta membentak Tegar dengan kata-kata kasar hingga akhirnya ia diusir dari rumah dan tinggal di jalanan. Umi dan Om yang diharapkannya mengganti sosok orangtuanya serta tempatnya mendapat perlindungan saat di perantauan sama sekali tidak menganggapnya bagian dari mereka. Internal working model of others mengarah negatif. Perhatian, dukungan, dan kasih sayang Pak Ujang yang tercura pada Tegar akhirnya membuatnya merasa memiliki seorang sebagai sandaran, tempat ia berbagi dan meminta pertimbangan. Pak Ujang selalu ada jika dibutuhkannya. Tegar sering menemui Pak Ujang di tokonya untuk berbincang-bincang. Pak Universitas Sumatera Utara Ujang pun sering membawakannya makanan kecil ke lapak jalanan tempat biasanya ia tidur sambil mengajaknya bertukar pikiran. Hal ini juga ia rasakan saat menjalin percintaan dengan para mantan kekasihnya. Tegar merasa mereka selalu setia menemaninya meskipun ia tidak memiliki banyak waktu untuk mereka. Tegar sering berbagi cerita dan keluh kesah dengan mereka. Baik soal keadaan orangtuanya maupun perihal apa yang dialaminya dengan keluarga Umi. Internal working of model Tegar kembali positif. Namun, Tegar sempat merasa kecewa saat Nuri, wanita yang benar-benar dicintainya tidak mempedulikannya. Nuri terlalu sibuk dengan pekerjaannya sehingga tidak memperhatikan Tegar. Ia juga masih ragu dengan perasaannya sendiri pada Tegar. Internal working model of others menjadi negatif. Hubungan kerja dengan Irwan membuat Tegar merasa memiliki seseorang yang dapat membantunya keluar dari kesusahannya selama ini. Irwan memberi harapan padanya untuk tetap berupaya mengumpulkan uang untuk pulang kampung. Ia juga merasa dipercaya oleh Irwan. Seringkali Irwan menyuruh Tegar untuk menahan setoran sampai berhari-hari padanya. Tegar juga tidak perlu terlalu memberikan perincian setoran pada Irwan. Irwan langsung menerima setorannya tanpa banyak bertanya. Internal working model of others mengarah positif. Tegar memiliki internal working model of self dan internal working model of others yang negatif saat ia merasa tidak dihargai, diacuhkan, dan tidak diperhatikan saat berada di tengah-tengah keluarga Ibu kakak Ibu Tegar di Universitas Sumatera Utara Padang dan keluarga Umi di Bogor. Hal ini juga terjadi saat ia mencoba menjalin close relationship dengan Nuri. Tegar pada akhirnya keluar dari rumah keluarga Ibu di Padang dan Umi di Bogor serta merelakan Nuri untuk meneruskan cita- citanya. Menurut Bartholomew dan Horowitz, dimensi internal working diri dan orang lain yang berujung positif atau negatif membentuk suatu pola attachment. Pola yang terjadi dalam hubungan tersebut menurut Bartholomew dan Horowitz adalah fearful. Pola ini selanjutnya akan mengarahkan individu untuk merasa takut dengan kedekatan dan menghindari kontak sosial. Seperti saat ini, Tegar masih menghindar menjalani hubungan khusus dengan lawan jenisnya, Tegar masih terbeban dengan konflik orangtuanya yang tak kunjung selesai, status narapidana yang diembannya, dan masalah ekonomi. Tegar masih fokus untuk membantu ibu menghidupi keluarganya. Internal working model of self dan internal working model of others kembali positif saat Tegar memiliki orang-orang yang mendukungnya, memberi perhatian padanya, mencurahkan waktu untuk bertukar pikiran dengannya, dan membantunya mengatasi masa-masa sulit selama di perantauan. Mereka adalah Pak Ujang, Irwan, dan para kekasih Tegar yang masih diingatnya yakni Neng, Dewi, dan Nia. Nisa. Tegar merasa nyaman dengan kedekatan yang mereka bina dan merasa lebih mandiri. Menurut Bortholomew dan Horowitz, dimensi tersebut akan membentuk pola secure. B. Pola Adult Attachment Close Relationship Universitas Sumatera Utara Pada masa dewasa, individu akan membentuk suatu pola yang sistematis dari harapan, emosi, dan perilaku hubungan dengan pasangan kekasih yang dihasilkan dari pengalaman attachment sebelumnya Frales, Saver, Mikulincer, dalam Shaver Mikulincer, 2004. Hubungan percintaan Tegar sebelumnya bersama Neng, Dewi, dan Nia berjalan baik. Tegar dan kekasihnya saling memberi perhatian dan mendukung. Bahkan diantara mereka tidak ada yang ingin mengakhiri hubungannya dengan Tegar. Dewi ingin agar Tegar menikah dengannya. Nia lebih memilih Tegar dibanding kembali bersama suaminya. Tegar yang selalu mengambil keputusan untuk mengakhiri hubungan mereka. Menurut Bortholomew Horowitz dalam Shaver dan Mikulincer, 2004, keadaan seperti ini menggambarkan bahwa individu merasa aman atau memiliki rasa aman yang kuat dan dikelompokkan dalam secure attachment style. Sedangkan pengalaman percintaan Tegar dengan Nuri, gadis berparas cantik dan berperilaku santun yang membuatnya jatuh hati tidak berjalan mulus. Nuri ragu memberi kepastian perasaannya pada Tegar. Tegar pun akhirnya memutuskan untuk mengucapkan salam perpisahan dan berpesan pada Nuri untuk terus menggapai cita-citanya. Tegar merasa dirinya tidak pantas mendampingin Nuri. Ia berpikir Nuri akan lebih baik dengan lelaki pilihan keluarganya. Menurut Bortholomew dan Horowitz, keadaan ini menggambarkan tingkatan dimana individu tidak percaya kebaikan dari pasangannya dalam suatu hubungan, berusaha untuk mempertahankan kepercayaan diri dan jarak emosional dari pasangan dan dikategorikan dalam avoidant attachment style. Individu pada pola ini biasanya menggunakan strategi deactivation. Strategi ini cenderung Universitas Sumatera Utara memperbesar jarak dengan orang lain, mengalami kegelisahan dengan kedekatan, berusaha menguatkan diri, self reliance, dan menekan pikiran-pikiran dan ingatan buruk. B. Child Abuse 1. Bentuk Child Abuse a. Physical Abuse Tower 2003 mengemukakan bahwa kekerasan yang menyebabkan luka- luka di seluruh tubuh melalui pukulan, gigitan, tendangan, dan pembakaran termasuk bentuk kekerasan fisik atau physical abuse. Tegar mengalami physical abuse dalam bentuk pukulan dan cambukan dengan menggunakan tali pinggang. Tubuh Tegar sudah biasa merasakan perihnya lilitan tali pinggang. Tegar juga pernah digantung dengan posisi kaki di atas dan kepala di bawah selama beberapa jam. b. Emotional Abuse Garbarino, dan kolega dalam Tower, 2003 memisahkan emotional abuse dalam dua bagian, yaitu emotionalpsychological abuse meliputi serangan verbal atau emosional, ancaman membahayakan, atau kurungan tertutup dan emotionalpsycological neglect meliputi pengasuhan yang tidak cukup, kurang kasih-sayang, menolak memberikan perawatan yang cukup, atau dengan sengaja membiarkan perilaku maladaptif seperti kejahatan atau penggunaan obat-obatan. Tegar seringkali menerima bentakan dan makian kasar ayah. Ayah seringkali menjadikannya sasaran luapan kemarahannya akibat masalah di luar rumah. Universitas Sumatera Utara Selain itu, ayah sering mengajak dan membiarkan Tegar ikut bermain judi bersamanya. Bentuk lain dari emotional maltreatment yang dialami Langit menurut Garbarino dan kolega dalam Tower, 2003 antara lain: 1. rejecting, ayah Tegar tidak peduli pada perkembangan dan kemajuannya sebagai anak. Jika Tegar menanyakan sesuatu pada ayah untuk meminta pertimbangannya, ayah memberikan reaksi seperti yang tidak diharapkan Tegar. 2. terrorizing, ayah sering melontarkan ancaman-ancaman sebagai wujud kekesalannya dengan masalah yang ia hadapi di luar rumah. Hal-hal kecil dibesar-besarkan oleh ayah dan menjadi masalah yang tak kunjung usai dibahas dalam hari-hari yang mereka lewati. 3. corrupting, ayah sering memancing Tegar dan saudara-saudaranya untuk memberikan perlawanan padanya. Jika Tegar menjawab makian ayah dengan sepatah kata saja, ayah semakin naik darah dan tambah memakinya dengan kata-kata yang tidak pantas. Ayah juga membiarkan Tegar ikut bermain judi bersamanya meskipun perilaku tersebut merupakan penyimpangan pada masyarakat. c. Neglect Depanfilis dan koleganya dalam Tower, 2003 menyebutkan bahwa neglect sebagai tindakan kelalaian yang dibagi menjadi tiga kategori, yakni physical neglect, educational neglect, dan emotional neglect. Sedangkan Zuravia Universitas Sumatera Utara dan Taylor membagi neglect menjadi delapan bentuk kelalaian orang tua dalam hal: a. physical health care, gagal memberi atau menolak menyediakan kebutuhan fisik. Sejak ayah memiliki kebiasaan berjudi, ia tidak lagi memenuhi nafkah bagi keluarganya. Ayah hanya memenuhi kebutuhannya sendiri. Kebutuhan keluarga tidak lagi diperhatikannya. b. mental health care, gagal atau menolak untuk memenuhi kebutuhan psikis. Tegar merasa ayah bukanlah figur yang dapat memimpin keluarga dan mengarahkan anak-anaknya untuk memahami mana perilaku baik dan buruk. Tegar tidak pernah merasakan kasih sayang dan perhatian dari ayah seperti anak-anak lainnya. Universitas Sumatera Utara

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

Bab ini terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama akan dipaparkan kesimpulan yang berkaitan dengan pertanyaan penelitian yang telah dikemukakan pada bab pertama sebelumnya yakni bagaimana dinamika attachment pada individu yang pernah mengalami child abuse di masa dewasa. Bagian kedua berisi diskusi yang berhubungan dengan hasil penelitian yang diperoleh. Bagian ketiga berisi saran praktis dan saran yang diharapkan dapat berguna bagi penelitian selanjutnya yang memiliki hubungan dengan penelitian ini.

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan dengan menggunakan teori attachment, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Peristiwa child abuse membuat kualitas hubungan kedua partisipan dengan orang tuanya menjadi tidak menyenangkan. Kondisi tersebut membentuk internal working model yang negatif terhadap orang tua dan diri sendiri. Universitas Sumatera Utara