Gambaran Umum Langit PARTISIPAN I 1. Identitas

neglected Pelaku child abuse Ayah tiri dan ibu kandung

2. Gambaran Umum Langit

Empat puluh enam tahun lalu, Langit lahir dari keluarga sederhana dan taat beragama. Ayah kandung Langit dipandang warga kampung sebagai orang yang rajin beribadah dan giat bekerja. Mereka memiliki beberapa hektar sawah dan ladang yang digunakan sebagai mata pencaharian sehari-hari. Ibu Langit juga ikut membantu suaminya menggarap ladang . Langit memiliki dua orang saudara kandung laki-laki, seorang abang dan seorang adik. Langit menikmati masa kecilnya dengan bermain bersama abang dan adiknya di rumah yang terletak jauh dari kota. Sesekali ia juga berjalan-jalan ke ladang. Ketika Langit berusia enam tahun, ayah pergi meninggalkan mereka untuk selamanya. Usai wafatnya ayah, ibu Langit terpaksa membanting tulang demi menghidupi ketiga anaknya. Kala itu, setiap hari ibu harus ke pasar untuk menjual hasil ladang mereka. Langit dan kedua saudaranya sering ditinggal ibu dari pagi hingga petang. Abang Langit ditugaskan untuk menjaga adik saat ibu tidak ada di rumah. Meski begitu, Langit dan saudaranya tidak merasa kekurangan. Sebelum ke pasar, ibu selalu membuatkan nasi samin untuk disantap ketiga putranya. Resep khas nasi samin ibu masih dikenang Langit sampai ia dewasa kini. Setahun kemudian, ibu menikah lagi. Langit kurang suka dengan sosok ayah barunya. Perawakannya terkesan menyeramkan dan dikenal sebagai pengguna ilmu hitam oleh orang kampung. Namun Langit berpikir bahwa Universitas Sumatera Utara kehadiran seorang ayah di dalam keluarganya mungkin saja dapat membantu ekonomi keluarga yang selama ini dipikul ibu seorang. Pernikahan ibu dengan ayah tiri ternyata tidak seperti yang diharapkan Langit. Hari-hari yang ia lewati bersama ayah penuh dengan ancaman, suruhan, dan pukulan. Bukannya malah ikut meningkatkan kesejahteraan keluarga, ayah malah menghabiskan harta benda yang ditinggalkan almarhum ayah kandung Langit di meja judi dan mabuk-mabukan. Saat ibu bekerja di ladang dan berjualan di pasar, ayah hanya bermalasan di rumah. Kebahagiaan Langit dan kedua saudaranya pun terancam. Ayah selalu menghadiahi mereka dengan bentakan dan pukulan. Bahkan, adik Langit yang belum genap berusia dua tahun pun menjadi sasarannya. Sering ayah menyuruh si adik kecil untuk berjoget sambil menggendong bantal untuk membuatnya senang sambil menenggak minuman keras. Langit dan abangnya diperintahkan untuk menyelesaikan pekerjaan rumah tangga yang biasa dilakukan oleh orang dewasa, seperti mencuci piring dan menyapu halaman. Jika tidak dikerjakan, maka pukulan tak segan-segan mendarat ke tubuh mungil mereka. Mereka sering tidak dibolehkan makan jika pekerjaan tidak selesai. Para tetangga di sekitar rumah tahu apa yang terjadi. Meski merasa iba, mereka tidak berani untuk menolong Langit dan kedua saudaranya. Sosok ayah tiri begitu menakutkan warga, jangankan untuk berbicara, menyapa saja rasanya takut. Tetangga-tetangga akhirnya melaporkan perbuatan ayah mereka ke nenek dan sanak saudara Langit. Mengetahui hal itu, nenek Langit yang merupakan ibu dari ayah kandungnya tidak setuju jika mereka harus diasuh lagi oleh ayah tiri. Universitas Sumatera Utara Kejadian ini membuat Langit harus berpisah dengan kedua saudaranya. Abang Langit diambil asuh oleh nenek, sedangkan adik Langit diasuh oleh mak cik tante, adik dari ayah kandung Langit. Langit sendiri diputuskan untuk tetap diasuh ibu dan ayah tirinya. Sejak itu, rumah bagi Langit dirasakan seperti neraka. Langit kecil jarang tidur di rumah. Jam 12 malam, ia selalu dibangunkan paksa oleh ayah untuk berjualan ke pasar. Pasar yang berjarak sekitar lima kilometer ia tempuh dengan berjalan kaki. Sambil menjinjing hasil kebun seperti tebu dan sayur-mayur, Langit berusaha menembus gelap dan dinginnya malam untuk tiba di pasar. Langit merasa ia tidak mampu menjinjing tebu yang berat sambil menahan rasa kantuknya. Akan tetapi, jika ia teringat ayah akan marah jika ia tidak membawa uang hasil berjualan, ia langsung mempercepat langkahnya. Di pasar, Langit merasa tiada berbeda dengan anak-anak gelandangan. Ia sering tidur di pasar sambil menunggu pembeli yang menanyakan barang dagangannya. Ayah sudah membuat target harga untuk setiap ikatnya. Langit diharuskan menjualnya sesuai dengan harga tersebut. Jika matahari mau terbit, Langit mulai merasa gelisah. Barang dagangannya harus habis. Maka seringkali ia menjualnya dengan harga di bawah ketentuan ayah pada orang-orang yang iba dengannya. Begitu terus setiap hari meskipun Langit sudah mulai masuk sekolah. Langit tahu resiko yang akan selalu diterimanya pulang dari pasar dengan uang yang di bawah ketentuan, namun Langit ingin mengejar jam masuk sekolah. Maka itu, berapapun hasil dagangannya, ia langsung berlari pulang. Ayah marah besar setiap kali Langit pulang dengan uang yang sedikit jumlahnya. Tendangan di dada, pukulan, hantaman, sudah seringkali ia rasakan. Langit kemudian Universitas Sumatera Utara diperintahkan untuk bekerja di ladang, memotong rumput, atau mencari belut untuk makan. Pekerjaan ini membuat Langit terpaksa tidak masuk sekolah. Meski ayah melarang Langit untuk bersekolah, ia tetap berkemauan keras untuk menempuh pendidikan. Langit memiliki prestasi gemilang di sekolah. Ia selalu menjadi juara kelas. Ia pun dipercaya menjadi ketua kelas oleh gurunya. Di sekolah, ia juga bisa bertemu dengan teman-temannya. Langit merasa berbeda dengan anak-anak seusianya. Pakaian yang ia kenakan sangat lusuh dan bau, jauh dari rapi. Namun begitu, teman-temannya tidak pernah mengacuhkannya. Prestasi dan jabatan ketua kelas yang ia sandang membuat Langit disegani. Langit selalu merasa cemas saat jam pulang sekolah hampir tiba. Ayah sudah berpesan agar cepat pulang untuk bekerja di ladang. Ia ingat harus tiba di rumah tepat waktu yakni pada tengah hari. Langit harus buru-buru sampai di rumah. Ajakan teman-temannya untuk bermain terpaksa ia abaikan. Jika telambat sedikit saja, maka cambuk ekor ikan pari siap menyambutnya. Langit harus menyelesaikan tugas yang diperintahkan oleh ayah, seperti memotong rumput di seluruh ladang. Langit tidak kuat untuk menyelesaikan pekerjaannya, maka lagi- lagi ia menerima hantaman. Perlakuan keras dari ayah yang dialami Langit menjadi makanan sehari-hari baginya. Ia bahkan pernah direndam di dalam sumur yang penuh racun pestisida. Langit tidak pernah mengadu pada siapapun. Pernah sekali waktu ia memberi tahu ibu, akibatnya malah ibu juga ikut menerima pukulan dan tendangan dari ayah. Universitas Sumatera Utara Langit tidak memiliki teman bermain dan bercerita. Selain sekolah, Langit harus selalu mengikuti perintah ayah. Tubuh Langit yang penuh luka dan lebam tidak membuatnya istirahat dari siksaan ayah. Terkadang, timbul keinginan Langit untuk bermain bersama anak laki-laki sebayanya. Pernah ia mencuri waktu pulang sekolah untuk merealisasikan niatnya tersebut. Ayah ternyata melihatnya asyik bermain. Ia pun ditarik paksa pulang ke rumah dan mendapat tendangan bertubi- tubi. Tak pernah sehari pun ia lewati tanpa lecutan ekor pari dan tendangan. Usia 15 tahun, akhirnya Langit memutuskan untuk lari dari rumah. Ia tidak mau terus-terusan mengalami perlakuan kasar ayah. Langit sempat hidup di terminal bersama para preman. Disana ia mulai bekerja mencari sesuap nasi untuk mengganjal perut. Tak lama kemudian, Langit diajak oleh seorang supir bus ke Pekanbaru untuk diberikan pekerjaan. Langit bekerja di sebuah toko dan diperlakukan seperti anak sendiri oleh pemilik toko. Ia pun diberikan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan di jenjang SMP. Langit semakin hari menjadi mandiri dalam ekonomi. Pernah sewaktu- waktu ia pulang kampung untuk melihat kabar ibunya. Sering juga Langit membeli perlengkapan rumah untuk ibu karena tidak tega melihat kondisi rumah yang semakin memprihatinkan. Ladang mereka tinggal sepetak kecil, rumah pun tinggal seperempatnya saja. Semua dijual ayah untuk keperluan judi. Sayangnya, ketika Langit kembali ke kampung kedua kalinya, barang-barang pemberiannya ntuk ibu pun habis dijual lagi. Kembali ke daerah asalnya, Langit meminang Nisa bukan nama sebenarnya, adik dari temannya. Hubungan mereka sempat tidak direstui orang Universitas Sumatera Utara tua Nisa karena melihat latar belakang keluarga Langit. Mereka pun memutuskan untuk kawin lari ke Rantau Prapat. Selang waktu kemudian, ibu Nisa merasa rindu dengan putrinya dan memohon mereka untuk kembali ke rumah. Mertua Langit ini mengutus orang suruhan untuk mencari mereka agar pulang ke rumah. Meski Langit sudah diterima dalam keluarga Nisa, hubungan Langit tidak berjalan mulus dengan ayah Nisa. Kerenggangan antara ayah Nisa dan Langit kemudian berjalan baik. Berkat usaha pendekatan yang dilakukan Langit, ayah Nisa pun akhirnya menerima keberadaan Langit sebagai menantu. Langit yang gigih dalam bekerja juga dapat membantu perekonomian keluarga Nisa yang pada saat itu mengalami kemerosotan. Saat ini, Langit dan Nisa tengah menjalankan beberapa usaha sambil membesarkan anak-anak mereka yang telah beranjak dewasa. Langit selalu berusaha bijaksana mengambil keputusan dalam bertindak terhadap anak- anaknya. Ia tidak ingin perlakuan yang pernah diterimanya dulu semasa kecil juga menimpa anak-anaknya. Meski begitu, Langit juga tak memanjakan mereka. Ia akan bersikap tegas, bila memang dirasa anak-anaknya melakukan kesalahan.

3. Hasil Observasi