B. PARTISIPAN II 1. Identitas
Gambaran Umum Subjek I Tabel IV.B
Dimensi
I
Deskripsi Subjek
Nama bukan sebenarnya Tegar
Usia 26 tahun
Jenis Kelamin Laki-laki
Suku Bangsa Minang
Agama Islam
Pendidikan Terakhir SMA
Pekerjaan Pedagang
Status Belum menikah
Urutan dalam Keluarga Anak ke 4 dari 6 bersaudara
Usia awal terjadi child abuse Sepuluh tahun
Jenis child abuse Physical abuse, emotional abuse,
neglected Pelaku child abuse
Ayah kandung
2. Gambaran Umum Tegar
Tegar hidup dalam keluarga dengan ekonomi di bawah rata-rata. Ayah dan ibu Tegar menyambung hidup dengan menerima jahitan pakaian dan
perlengkapan seragam sekolah. Pesanan jahitan yang mereka terima tidak selalu ramai. Bila musim tahun ajaran baru sekolah, barulah pesanan membanjiri mesih
jahit mereka. Tegar adalah anak keempat dari enam bersaudara. Tegar memiliki tiga
orang kakak perempuan yang sudah menikah, satu orang adik perempuan dan adik laki-laki. Saat ia berusia lima tahun, ayah Tegar berusaha mengadu nasib di Kota
Universitas Sumatera Utara
Kembang, Bandung. Ayah memutuskan untuk membawa Tegar dan meninggalkan istri serta ketiga anak perempuannya demi mencari nafkah untuk
keluarganya. Saat itu, Tegar belum memiliki adik dan ketiga kakaknya masih dalam usia sekolah. Dengan berat hati, ayah pun berangkat ke Bandung dan
menemui adiknya disana untuk mendapatkan pekerjaan. Ibu Tegar dan ketiga kakaknya yang masih kecil hidup dengan seadanya
selepas ditinggal ayah. Ibu banting tulang meneruskan usaha menjahit demi mencukupi biaya sekolah ketiga putrinya saat itu. Sementara ayah yang sedang
berada di perantauan selalu teringat akan nasib keluarga yang ditinggalkannya. Ayah sempat merasa cemas dengan kelangsungan hidup mereka tanpa adanya
pencari nafkah dalam keluarganya. Setahun kemudian, ayah dan Tegar pun kembali ke Medan.
Sepulang dari perantauan, ayah mulai mencoba membuka usaha sendiri. Saat itu, ayah juga mencoba berdagang durian. Ayah sangat giat bekerja sehingga
perekonomian keluarga pun tercukupi. Begitu pula dengan ibu. Selain masih menerima jahitan, ibu juga menjadi penadah jula-jula yang diikuti oleh kalangan
ibu-ibu di sekitar tempat tinggalnya. Maka ibu pun mendapat persenan dari jasanya sebagai penadah.
Hubungan kedua orang tua Tegar baik-baik saja sampai mereka pindah ke rumah baru. Ibu Tegar pernah mendapat peninggalan berupa emas dari ibunya
nenek Tegar. Dengan emas tersebut ditambah uang hasil kerja keras mereka selama ini akhirnya ibu dapat membeli sepetak rumah kecil hingga mereka tidak
perlu menyewa lagi. Rumah ini dibeli atas nama ayah, meskipun menggunakan
Universitas Sumatera Utara
emas yang dimiliki ibu. Hal ini sering memicu pertengkaran diantara ayah dan ibu Tegar. Ayah mulai berlaku kasar pada istrinya. Ayah sering berkata dengan nada
keras dan tajam. Ayah dan ibu pun pernah bercerai secara agama akibat perdebatan soal hak rumah. Ibu kembali ke rumah orang tuanya. Tak lama
kemudian, mereka rujuk kembali. Pertengkaran yang tiada berujung membuat mereka memutuskan untuk
pindah rumah. Kebetulan ada seorang tetangga yang berbaik hati memberikan rumahnya untuk mereka tinggali tanpa membayar sewa. Saat itu tetangga hanya
ingin mereka merawat dan menjaga rumah tersebut karena sudah lama tidak ditempati. Pindah rumah ternyata tidak meredam konflik diantara kedua orang tua
Tegar. Di rumah ini, Tegar merasa hari-hari yang dilewatinya selalu penuh dengan amarah dan pertengkaran. Ayah mulai kasar pada anak-anaknya. Tidak
hanya secara verbal, ayah juga menyerang mereka dengan pukulan dan cambukan saat naik darah.
Ketiga kakak Tegar sudah sering mendapatkan tinju dari ayah. Bahkan Tegar yang masih duduk di bangku sekolah dasar pun sering mendapat cambukan
tali pinggang, bahkan pernah digantung dengan posisi kepala di bawah dan kaki di atas. Alasan ayah menyiksa anak-anaknya tidak menentu dan tak dapat
diperkirakan. Ada saja hal-hal sepele yang dibesar-besarkannya. Omongan kasar ayah memancing kakak-kakak Tegar untuk melawan perkaataannya. Tak jarang
pukulan tinju seperti bebas mendarat di wajah ketiga kakaknya hingga terjatuh. Suatu ketika, pemilik rumah mengabarkan jika rumah tersebut akan
ditempati oleh anaknya yang baru menikah. Maka mereka kembali harus tinggal
Universitas Sumatera Utara
di rumah sewa. Disini perekonomian keluarga semakin meningkat. Ayah pada saat itu mendapat pesanan jahitan topi dalam jumlah banyak. Namun, ayah mulai
sering berjudi. Uang hasil pendapatan bekerja selalu dipegang ibu. Jika ayah ada keperluan di luar, ibu akan memberikan uang yang disimpannya untuk keperluan
suaminya tersebut, termasuk judi. Ibu tidak terganggu dan komplain dengan kebiasaan berjudi suaminya. Baginya, yang terpenting suaminya masih mau
bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Ayah sering pulang larut malam demi menunggu keluarnya angka judi. Tegar juga sesekali diajak untuk ikut serta
bermain judi bersamanya. Pernah suatu ketika ayah tiba di rumah dini hari dan membuat keributan.
Ayah dan ibu bertengkar lagi. Ayah meminta agar ibu memberinya sejumlah uang untuk dipertaruhkan lagi di meja judi. Ibu tidak memberikan dengan alasan
jumlah tersebut terlalu besar dan masih banyak keperluan lain yang harus dipenuhi. Ayah mulai memukul ibu bertubi-tubi hingga jatuh tersungkur. Tegar
kemudian terbangun dan menyaksikan ibu yang terjatuh akibat pukulan ayah langsung terbakar emosi. Saat itu juga ia menghantam wajah ayahnya sebanyak
dua kali. Kakak-kakak Tegar kemudian mencoba untuk menahan ayah agar tidak kembali memukul Tegar. Ayah terus mengeluarkan sumpah serapah pada Tegar
yang mencoba pergi dari rumah agar tidak dihantam oleh ayah. Tegar tidak berani lagi pulang ke rumah. Ia pun menumpang di rumah
salah seorang temannya. Mulai saat itu, Tegar sering berkumpul dengan teman- teman seusianya hingga larut malam. Tegar kemudian berkenalan dengan
narkoba. Masalah dalam keluarganya yang tak kunjung selesai menambah beban
Universitas Sumatera Utara
pikiran Tegar saat itu. Ditambah lagi, Tegar harus mencari cara untuk mendapatkan uang demi mengisi perutnya. Tegar tidak ingin memberatkan
keluarga teman yang sudah menampungnya sementara disana. Tegar pun terjerumus dalam jaringan pengedar ganja.
Saat itu polisi akhirnya berhasil membongkar sindikat penjualan narkoba mereka sampai salah seorang teman Tegar ditangkap. Nama Tegar pun menjadi
buronan polisi. Padahal, saat itu Tegar sudah mendapat pekerjaan dan mulai menjauhi narkoba. Berkat bantuan tantenya adik ibu Tegar, Tegar dilarikan ke
Padang. Disana ia tinggal dengan saudara sepupu ibu yang dipanggil ’ibu’. Tegar merasa sedih dengan kejadian yang menimpanya saat itu. Ia tiba-tiba harus pergi
dan jauh dari orang tuanya secara paksa. Ditambah lagi, aturan di rumah tersebut tidak membolehkan jam malam. Aturan ini mengharuskan Tegar untuk tinggal di
rumah setelah jam setengah delapan malam. Tegar tidak nyaman dengan kondisi itu. Jika pulang malam, Tegar biasa memanjat rumah hingga tiba di jendela
kamarnya di loteng yang dibiarkan sedikit terbuka. Akhirnya perbuatannya pun diketahui pemiliki rumah. Mulai saat itu, hubungan Tegar dengan keluarga
tersebut tidak berjalan baik. Tegar pun memutuskan kembali ke Medan. Tegar belum dapat kembali berkumpul dengan ibunya. Polisi masih saja
mencari-carinya ke rumah. Tegar pun tinggal bersama tante adik ibu. Tegar sering bercerita dan berbagi masalah yang tengah dihadapinya dengan orang-
orang yang lebih tua darinya. Ia merasa lega saat mereka banyak memberi saran bagi kemajuan dirinya. Biasanya, Tegar meminta pendapat dengan beberapa
orang bapak yang ditemuinya di warung. Mulai saat itu, Tegar tidak lagi
Universitas Sumatera Utara
bergabung dengan pengedar ganja. Tegar juga sudah menamatkan sekolahnya. Ia pun bekerja sebagai kuli bangunan dan mau melakukan pekerjaan apapun yang
dapat menghasilkan uang. Dua minggu setelah kembali dari Padang, Tegar tidak berlama tinggal di
dekat keluarganya. Ia diajak oleh Umi kakak dari ibu Tegar untuk ikut bersamanya ke Kota Bogor. Disana ia dan suaminya berdagang pakaian dan
membuka warung nasi kecil-kecilan. Tegar diajak untuk ikut membantu usaha mereka. Tegar pun tertarik dengan tawaran Umi. Ia pun berangkat ke Kota Hujan
tersebut. Hubungan Tegar dengan keluarga Umi awalnya berjalan baik. Tegar sibuk
membantu om suami Umi berjualan celana di Pasar Bogor. Saat pulang dari berjualan, Umi sering menawarinya makan di warung mereka. Lama kemudian,
Tegar tidak lagi diperlakukan seperti sewaktu ia baru tiba di rumah mereka. Ia merasa diperlakukan seperti budak suruhan. Pembagian keuntungan dari hasil
penjualan lambat laun dirasa tidak adil oleh Tegar. Ia pun mulai enggan menjalankan usaha ini. Om tidak lagi memikirkan Tegar. Padahal, Tegar berusaha
keras mengelola dagangannya. Om hanya menerima keuntungan bersih. Hubungan dengan Umi juga dirasakan berbeda oleh Tegar. Ia harus membayar
setiap kali makan di warungnya meskipun dulu dijanjikan untuk tanggungan makan.
Ketidakpercayaan keluarga pada dirinya juga ikut dirasakan Tegar. Om mulai menuduhnya atas perbuatan yang tidak ia lakukan. Mereka mulai sering
mengusir Tegar untuk tidak lagi tinggal bersama mereka. Tegar ingin sekali
Universitas Sumatera Utara
kembali ke kampung halamannya. Tegar yang tidak memiliki simpanan uang yang cukup terpaksa harus mengurungkan niatnya untuk bertemu keluarga. Empat
tahun ia lewati bersama keluarga Umi. Tegar sering mengadu cerita dengan seorang yang dianggapnya dapat
mengganti sosok ayah dan bisa menjadi teman dekat baginya. Sosok Pak Ujang ini dinilai dapat memberi semangat dan dapat mengarahkannya dalam mengambil
langkah ke depan. Saat Tegar diusir dari rumah Umi dan tidur di jalanan, Pak Ujang lah yang senantiasa menjadi pemberi semangat baginya hingga dirinya
tetap kuat hidup di rantau orang. Tegar kemudian mendapat tawaran untuk mengelola dagangan dari salah
seorang temannya yang memberinya modal. Tegar mendapat kepercayaan penuh dari temannya tersebut untuk mengurus dagangannya. Dengan pembagian
keuntungan yang adil, Tegar sudah dapat mempersiapkan tabungan untuk pulang ke Medan.
Kehidupan Tegar yang lebih mandiri membuatnya banyak mengenal dan dekat dengan wanita. Banyak wanita yang suka pada Tegar. Umumnya, mereka
suka dengan Tegar karena ia seorang pedagang yang tak banyak bicara dan menggoda, berbeda dengan pedagang lain kebanyakan. Tegar pernah menjalin
hubungan dengan beberapa wanita, namun tidak berlangsung lama. Tegar merasa tidak dapat meneruskan hubungan karena sikap mereka yang tidak wajar
menurutnya. Pernah suatu kali Tegar benar-benar merasa menyayangi seorang wanita yang bernama Nuri. Sayangnya Nuri tidak menyambut perasaannya.
Universitas Sumatera Utara
Enam tahun di Bogor, Tegar akhirnya berhasil mengumpulkan sejumlah uang dari hasil pembagian keuntungan penjualan dengan temannya. Tegar pun
pulang ke kota kelahirannya. Ia kembali berkumpul dengan anggota keluarganya. Hubungan dengan ayah hanya sebatas bertegur sapa. Ayah tidak lagi terlalu peduli
dengan kehadiran Tegar. Menurut kedua adik Tegar, ayah masih saja sering membentak dan memukul mereka. Pertengkaran ayah dan ibu pun terus berlanjut.
Sampai suatu hari Tegar menyaksikan ayah memukul ibu sampai terhimpit ke dinding. Tegar pun kembali memukul ayahnya hingga terjatuh.
Ayah semakin marah dengan Tegar. Beliau melapor Tegar pada polisi. Ayah menuduh Tegar melakukan kekerasan pada dirinya. Tegar pun dijebloskan
dibalik terali besi. Lima bulan lamanya Tegar harus mendekam dalam penjara. Disana Tegar merasa tidak memiliki keluarga. Meskipun ibu memohon untuk
mencabut gugatan agar Tegar lepas dari sel, ayah tidak menggubrisnya. Ayah malah membalas ibu dengan mengeluarkan caci-maki untuk Tegar. Sejak Tegar
masuk penjara, ayah tidak pernah lagi pulang ke rumah. Hubungan ayah dan ibu Tegar tidak lagi harmonis. Ibu pun menetapkan hati untuk berpisah dengan ayah.
Dengan bantuan advokasi dari sebuah lembaga bantuan hukum, akhirnya Tegar kembali menghirup kebebasan di luar sel. Ia kembali mencari pekerjaan
demi membantu ibu dan mencukupi kebutuhan kedua adiknya. Tegar mendukung ibu untuk bercerai dari ayahnya. Tegar tidak ingin ayah kembali masuk dalam
kehidupan mereka. Ia tidak ingin kejadian yang sama kembali terulang pada ibunya. Ayah dan ibu kini sedang menjalani proses bercerai.
Universitas Sumatera Utara
3. Hasil Observasi