B. Analisa Univariat
1. Status Gizi Anak Balita
Pada  penelitian  ini  didapat  hasil  dari  107  orang  responden  anak balita,  ternyata  ada  61  balita  atau  sekitar  57  balita  menderita  gizi
kurang.  Angka  ini  lebih  tinggi  jika  dibandingkan  dengan  angka  kota Tasikmalaya tahun 2002 berdasarkan hasil penelitian Miko yaitu sebesar
21,5  163  balita,  dan  ini  merupakan  masalah  yang  serius  mengingat dampak yang diakibatkan oleh gizi kurang tersebut. Semakin banyak anak
balita  yang  menderita  gizi  kurang,  maka  daerah  itu  akan  semakin menghadapi sebagian masalah sumber daya.
Banyaknya  jumlah  anak  yang  menderita  gizi  kurang  ini  harus mendapatkan perhatian  yang serius agar keadaan  tidak menjadi hal  yang
buruk. Sebab jika hal ini dibiarkan berlarut-larut maka akan menurunkan derajat  kesehatan  anak  dan  menghambat  pertumbuhan  fisik  dan  mental
anak.  Hal  ini  sesuai  dengan  penelitian  Azwar  2000  yang  menyebutkan resiko  relatif  RR  angka  kematian  bagi  penderita  gizi  buruk  adalah
sebesar 8,4 kali dan gizi kurang 4,6 kali dibandingkan anak balita dengan gizi  baik.  Dengan  demikian  keadaan  anank  yang  menderita  gizi  kurang,
pertumbuhan  dan  perkembangannya  akan  terhambat  karena  pada  proses pertumbuhan dibutuhkan zat gizi yang optimal.
2. Pendidikan Ibu
Dari  hasil  penelitian  ini  menunjukkan  bahwa  sebagian  besar pendidikan  ibu  tergolong  masih  rendah,  sehingga  kemungkinan  balita
mengalami  masalah  kurang  gizi  bisa  terjadi.  Hasil  penelitian menunjukkan  bahwa  sebagian  besar  balita  gizi  kurang  di  Klinik  Gizi
Puskesmas  Sepatan  Kecamatan  Sepatan  Kabupaten  Tangerang  tahun 2009 berasal dari keluarga yang pendidikan ibunya rendah
≤ SLTP yaitu sebesar 77.6.
Hasil  penelitian  ini  sejalan  dengan  penelitian  Sularyo,  dkk  1984 dan  Riskesdas  2007.  Menurut  Sularyo,  dkk  1984  dalam  penelitiannya
menemukan  bahwa  lebih  kurang  90  ibu  dipedesaan  yang  diteliti berpendidikan  paling  tinggi  SD  bahkan  seperenamnya  tidak  sekolah.
Sedangkan  menurut  Riskesdas  2007  menyatakan  bahwa  semakin  tinggi pendidikan  kepala  keluarga  maka  semakin  rendah  prevalensi  gizi  buruk
dan  gizi  kurang  pada  balita,  dan  menunjukkan  bahwa  sebagian  besar balita gizi kurang berasal dari keluarga yang pendidikan ibunya
≤ SLTP. Tingkat  pendidikan  merupakan  salah  satu  faktor  yang  menentukan
mudah  tidaknya  seseorang  menyerap  dan  memahami  pengetahuan  gizi yang mereka peroleh. Sebab tingkat pendidikan ibu berpengaruh terhadap
kualitas dan kuantitas makanan yang diberikan kepada balitanya.
3. Pekerjaan Ibu