Faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi anak dibawah umur lima Tahun (Balita) di Puskesmas Sepatan Kecmatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009pada welder di bagian fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS

GIZI ANAK DIBAWAH LIMA TAHUN (BALITA)

DI PUSKESMAS SEPATAN KECAMATAN SEPATAN

KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2009

Disusun Oleh : UCU SUHENDRI NIM : 105104003490

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1430 H/2009 M


(2)

KECAMATAN SEPATAN KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2009

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (SKep)

Disusun Oleh : UCU SUHENDRI NIM: 105104003490

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1430 H/2009 M


(3)

i

LEMBAR PERNYATAAN

ميحرلا نمحرلا ها مسب

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Ucu Suhendri

NIM : 105104003490

Jurusan : Ilmu Keperawatan

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa hasil karya sini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, November 2009


(4)

Skripsi, November 2009

Ucu Suhendri, NIM: 105104003490

Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Anak diBawah Lima Tahun (Balita) Di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009

xxiv + 117 halaman, 22 tabel, 4 skema, 3 lampiran

ABSTRAK

Menurut Riskesdas tahun 2007 status gizi anak balita di Provinsi Banten berdasarkan BB/U menunjukan prevalensi dengan gizi buruk 4,4% dari total Nasional (5,4%) dan gizi kurang 12,2 % (total Nasional 13,0%) dan Pada tahun 2006 Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang mencatat sekitar 18 ribu bayi dibawah lima tahun menderita kekurangan gizi. Sebanyak 17.150 bayi dengan gizi kurang dan 1.180 bayi lainnya menderita gizi buruk dari 280 ribu bayi di Kabupaten Tangerang. Sedangkan dari laporan Pemantauan Status Gizi (PSG) balita Puskesmas Sepatan bulan Agustus 2008 terdapat balita dengan gizi buruk sebanyak 154 balita dan 414 balita dengan gizi kurang dari total balita yang ditimbang sebanyak 6.207 balita atau sekitar (81,75%).

Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran dan hubungan antara variabel dependen dan independen di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang. Penelitian ini menggunakan desain kuantitatif dengan pendekatan cross sectional, dimana pengumpulan data dilakukan pada bulan September 2009. Sebagai sampel penelitian adalah anak balita umur 0-59 bulan. Variabel dependen adalah status gizi anak balita dan variabel independen adalah pendidikan ibu, pengetahuan ibu, pekerjaan ibu, pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga, jenis kelamin, umur balita, dan penyakit infeksi. Analisa yang digunakan adalah analisa univariat dan analisa bivariat (Chi-Square) dengan α 5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 107 anak balita di Puskesmas Sepatan diperoleh balita dengan gizi kurang sebesar 57%. Sebagian besar balita berasal dari keluarga yang pendidikan ibunya masih rendah ≤ SLTP (77.6%), ibunya yang tidak bekerja (89.7%), sekitar 98.1% pendapatan keluarga balita masih rendah, sebagian besar ibu balita pengetahuan tentang gizinya tinggi (97.2%), persentase balita perempuan (56.1%) lebih banyak dibandingkan balita laki-laki, persentase umur 13-36 bulan lebih banyak yaitu sebesar (60.7%), balita yang jumlah anggota keluarga ≤ 6 orang (70.1%), dan balita yang menderita penyakit infeksi ringan sebesar (86.9%) dan infeksi berat (13.1%). Dari hasil analisa bivariat diperoleh hasil p-value > 0,05 bahwa tidak ada hubungan antara pendidikan ibu, pengetahuan ibu, pekerjaan ibu, pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga, jenis kelamin, umur balita, dan penyakit infeksi


(5)

iii Berdasarkan penelitian yang diperoleh, disarankan kepada pihak Puskesmas untuk lebih meningkatkan kegiatan monitoring dan penilaian status gizi secara berkala yang dilaksanakan dalam Pos Gizi dan Klinik Gizi. Untuk ibu balita dengan gizi kurang agar lebih memperhatikan pola makan dan asupan konsumsi makan sesuai dengan kebutuhan gizi setiap anak balita. Saran untuk penelitian lain yang akan mempelajari tentang status gizi anak balita dan faktor-faktornya agar meneliti dengan sampel yang lebih besar dengan pendekatan kualitatif dengan rancangan penelitian seperti kohort, dan meneruskan dengan analisa multivariat.


(6)

Undergraduated Thesis, November 2009 Ucu Suhendri, NIM: 105104003490

The Factors Associated With Nutritional Status of Children Under Five Years (Toddlers) The District Health Center Sepatan Tangerang Year 2009

xxiv + 117 pages, 22 tables, 4 images, 3 attachment

ABSTRACT

According to the 2007 year Riskesdas nutritional status of children under five in Banten province on the basis of BW/U showed a malnutrition prevalence of 4.4% of national total (5.4%) and 12.2% under nutrition (13.0% national total) and in the 2006 Tangerang District Health Office recorded about 18 thousand infants under five years suffer from malnutrition. The total number of infant in Tangerang regency was 280.000 babies. Within those number 17.150 infants with under nutrition and other 1.180 infants suffer from malnutrition. While the monthly Nutrition Status Monitoring report (PSG) in Sepatan health center for infants under five years conducted in August 2008 there were 154 infants with malnutrition and 414 infants with under nutrition from the total number of infants which 6.207 infants who were weighed, or approximately (81.75%).

This study aims to look at the picture and the relationship between the independent and dependent variables in Sepatan district health center Tangerang. This study uses a quantitative design with a cross-sectional approach, where data collection conducted in September 2009. As a sample of research is children under the age of 0-59 months. Dependent variable was the nutritional status of children under five (toddler) and the independent variables were maternal education, maternal knowledge, maternal employment, family income, family size, gender, age of infants, and infectious diseases. Analysis is used univariate and bivariate analysis ( Chi-Square) with α 5%.

The results showed that 107 children under five at district health centers obtained in Sepatan, the percentage of infants with under nutrition was 57%. Most infants came from families who had low mother's education ≤ junior (77.6%), the mother who does not work (89.7%), approximately 98.1% of family’s income is still low, most of mothers had high knowledge about nutrition (97.2%), percentage female infants (56.1%) more than male infants, the percentage of aged 13-36 months more in the amount (60.7%), the number of infants ≤ 6


(7)

v family members of people (70.1%), and toddler who suffer from a mild infectious diseases (86.9%) and severe infection (13.1%). Bivariate analysis p-value > 0.05 which means there is no relationship between maternal education, maternal knowledge, maternal employment, family income, family size, gender, age infants, and infectious diseases with nutritional status in the district health center Sepatan Tangerang District in 2009.

Based on that research results, is in recommended to the health center especially in nutritional clinic monitoring and evaluation for nutritional status of the infants periodically. For mothers who have children with under nutrition should pay more attention about their food intake and quality of nutritious food based on their needs. Other recommendation for other research to continue the study related to nutritional status of children and the factors influences to nutritional status using qualitative research.


(8)

Skripsi dengan judul

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI ANAK DIBAWAH LIMA TAHUN (BALITA) DI PUSKESMAS SEPATAN KECAMATAN SEPATAN KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2009

Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, November 2009

Pembimbing I Pembimbing II

Ahmad Eru S. SKp, M.Kep., Sp. Kom Bambang P. Cadrana, SKM, MKM NIP: 1966 10011 9880 21 001 NIP: 196902051994031003


(9)

vii PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAN NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, 18 oktober 2010 Penguji I

Irma Nurbaeti, S.Kp, M.Kep, Sp.Mat NIP: 132 146 260

Penguji II

Ns. Waras Budi Utomo, S.Kep, MKM NIP: 19790520 200901 1012

Penguji III

Diah Juliastuti, M.Kep, Sp.Mat NIP: 19750702 2000 12 2 001


(10)

Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tien Gartinah, MN

Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


(11)

ix RIWAYAT HIDUP

Nama : Ucu Suhendri

Tempat/Tanggal Lahir : Sukabumi, 13 April 1986

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat : Jl. Raya Curug Pareang Km. 3 RT 05 RW 02 Buni Asih

Desa Sindang Resmi Kecamatan Jampang Tengah Kabupaten Sukabumi – Jawa Barat 43171

No. Telepon/Hp :(021) 98771547/085710340478

e-mail : ichikawa_hirata@yahoo.com

Riwayat Pendidikan:

1. SD Negeri 1Sirna Sari (1993-1999)

2. SLTP Negeri 1 Jampang Tengah (1999-2002)

3. SMA Negeri 1 Jampang Tengah (2002-2005)

4. S-1 Keperawatan

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan


(12)

(13)

xi KATA PENGANTAR

ميحرلا نمحرلا ها مسب

Alhamdulillahirobil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat, rahmat dan inayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam tak lupa penulis sampaikan kepada baginda Rassulallah SAW yang membawa umatnya ke jalan yang diridhoi Allah SWT. Dengan penuh kesadaran skripsi yang berjudul “Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Status Gizi Anak diBawah Lima Tahun (Balita) di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009” masih banyak yang harus diperbaiki dalam penyusunannya.

Selama penulisan skripsi ini penulis mendapat banyak dukungan dan doa dari beberapa pihak, sehingga penelitian ini dapat selesai dengan baik. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1) Bapak Prof. Dr. (Hc). dr. M. K. Tadjudin Sp. And, selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2) Ibu Tien Gartinah, MN, selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3) Bapak Ahmad Eru S. SKp, M.Kep., Sp. Kom., sebagai dosen pembimbing I yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan pengembangan pemikiran dalam menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

4) Bapak Bambang P. Cadrana, SKM, MKM, sebagai dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan pengembangan pemikiran dalam menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

5) Ibu Irma Nurbaeti, S.Kp, M.Kep, Sp.Mat, Ns. Waras Budi Utomo, S.Kep, MKM dan Diah Juliastuti, M.Kep, Sp.Mat sebagai dosen penguji sekaligus pembimbing yang telah memberikan masukan dan arahan demi penyusunan skripsi ini.

6) Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berguna bagi penyusun, beserta Civitas Akademik Program Studi Ilmu Keperawatan yang telah membantu kelancaran dalam proses perkuliahan.


(14)

8) Ibu Farida Haryati, SKM selaku ketua Klinik gizi Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan dan Teh Fitri Damayanti, AMG yang selalu membimbing, membantu, dan menemani penulis dalam melakukan penelitian.

9) Teman-teman seperjuangan Ners ‘05 yang telah memberikan dukungan terima kasih banyak, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Kedua Orang tuaku tercinta dan kakek nenekku tersayang yang telah memberikan dukungan, do’a, perhatian dan kasih sayangnya kepada penulis dalam menempuh program Sarjana Strata Satu (S-1). Kakak dan adik-adikku yang selalu memberikan inspirasi bagi penulis dalam penulisan skripsi ini. Serta seluruh sanak saudaraku paman dan bibi yang selalu memberikan dukungan moril dan materil.

Akhir kata, penulis mengharapkan semoga penulisan atau skripsi ini dapat digunakan dengan baik dan bermanfaat bagi penulis pada khususunya serta orang lain pada umumnya. Amin.

Jakarta, November 2009


(15)

xiii DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

PERNYATAAN PERSETUJUAN ... vi

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ... vii

DAPTAR RIWAYAT HIDUP ... ix

LEMBAR PERSEMBAHAN ... x

KATA PENGANTAR ... xi

DAFTAR ISI... xiii

DAFTAR SKEMA ... xix

DAFTAR TABEL ... xx

DAFTAR SINGKATAN ... xxii

BAB 1 PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C.Pertanyaan Penelitian ... 10

D.Tujuan Penelitian ... 12

1. Tujuan Umum ... 12

2. Tujuan Khusus ... 12

E. Manfaat Penelitian ... 14

1. Bagi Peneliti ... 14

2. Masyarakat (keluarga) ... 15

3. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 15


(16)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Gizi ... 17

B. Zat Gizi ... 18

1. Standar Kecukupan Gizi ... 19

2. Konsep dan Kegunaan Angka Kecukupan Gizi ... 19

C. Penilaian Zat Gizi ... 20

1. Pengukuran Antropometri ... 21

2. Klasifikasi Status Gizi ... 22

D. Nilai Gizi Pangan (Nutritional Value of Food) ... 23

E. Kelompok Rawan Pangan dan Gzi ... 24

F. Konsep Pertumbuhan dan Perkembangan ……… ... 25

1. Pertumbuhan ... 25

2. Perkembangan ... 26

G. Prinsip Gizi Pada Balita ... 28

H. Mengatur Makanan Anak Usia Balita ……….. ... 29

I. Faktor yang Berhubungan Dengan Status Gizi Anak Balita ... 30

1. Pendidikan ... 30

2. Pengetahuan ... 32

a. Tingkat Pengetahuan ... 33

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan ... 35

3. Jenis Kelamin ………. ... 35

4. Sosial Ekonomi ……….. ... 36

5. Pekerjaan Ibu ……….. ... 36

6. Pendapatan Keluarga ……….. ... 37


(17)

xv

J. Akibat Kurang Energi Protein (KEP) ………... ... 38

1. Kwashiorkor ………... ... 38

2. Marasmus ... 40

3. Stunting dan Wasting ... 41

4. Penyakit Infeksi ... 41

K. Upaya Penanggulangan Gizi ... 43

1. Strategi Penaggulangan Gizi ... 46

2. Penanggulangan Gizi Menurut Depkes Kabupaten Tangerang……… ... 47

L. Penatalaksanaan Keperawatan ... 48

1. Anamnesis……….. ... 49

2. Pemeriksaan Jasmani ... 49

3. Pemeriksaan Laboratorium ………. ... 50

M. Kerangka Teori ………. ... 50

BAB III KERANGKA KONSEP A. Kerangka Konsep ……….. ... 53

B. Hipotesa Penelitian ……… ... 54

C. Definisi Operasional ………. ... 55

BAB IV METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ……….. ... 59

B. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ……. ... 59

1. Populasi ………... ... 59

2. Sampel ………. ... 60

3. Teknik Pengambilan Sampel ……….. ... .... 61

C. Lokasi dan Waktu Penelitian ……… ... 62

D. Alat Pengumpul Data ……… ... 62

E. Metode Pengumpulan Data ……… ... ... 63


(18)

2. Analisa Bivariat………... ... 66

BAB V HASIL PENELITIAN A. Gambaran Tempat Penelitian ... 67

1. Data Geografi ... 68

2. Data Demografi ... 68

a. Jumlah Penduduk ... 68

b. Jenis Pekerjaan ... 68

3. Visi dan Misi Puskesmas Sepatan ... 69

a. Visi Puskesmas Sepatan………. ... 69

b. Misi Puskesmas Sepatan ... 69

4. Pelayanan Puskesmas ... 70

B. Hasil Analisa Univariat ... 70

1. Gambaran Status Gizi Anak Balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 ... 70

2. Gambaran Pendidikan Ibu di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 ... 71

3. Gambaran Pekerjaan Ibu di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 ... 72

4. Gambaran Pendapatan Keluarga di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 ... 73

5. Gambaran Jenis Kelamin Balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 ... 74

6. Gambaran Umur Balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 ... 75

7. Gambaran Penyakit Infeksi di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 ... 76


(19)

xvii 8. Gambaran Jumlah Anggota Keluarga Balita

di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten

Tangerang Tahun 2009 ... 77

9. Gambaran Pengetahuan Ibu Balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 ... 78

C. Hasil Analisa Bivariat ... 79

1. Hubungan Pendidikan Ibu Dengan Status Gizi Balita ... 79

2. Hubungan Pekerjaan Ibu Dengan Status Gizi Balita ... 80

3. Hubungan Pendapatan Dengan Status Gizi Balita ... 81

4. Hubungan Jenis Kelamin Balita Dengan Status Gizi Balita .... 82

5. Hubungan Umur Balita Dengan Status Gizi Balita ... 83

6. Hubungan Penyakit Infeksi Dengan Status Gizi Balita ... 84

7. Hubungan Jumlah Anggota Keluarga Dengan Status Gizi Balita ... 85

8. Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Status Gizi Balita ... 86

BAB VI PEMBAHASAN A. Keterbatasan Penelitian ... 88

B. Analisa Univariat ... 89

1. Status Gizi Anak Balita ... 89

2. Pendidikan Ibu ... 90

3. Pekerjaan Ibu ... 91

4. Pendapatan keluarga ... 91

5. Jenis Kelamin Balita ... 92

6. Umur Balita ... 93

7. Penyakit Infeksi ... 94

8. Jumlah Anggota Keluarga ... 96

9. Pengetahuan Ibu ... 97

C. Analisa Bivariat... 98

1. Hubungan Pendidikan Ibu Dengan Status Gizi Balita ... 98


(20)

Balita ... 101 5. Hubungan Umur Balita Dengan Status Gizi Balita ... 102 6. Hubungan Penyakit Infeksi Dengan Status Gizi Balita ... 103 7. Hubungan Jumlah Anggota Keluarga Dengan Status

Gizi Balita ... 104 8. Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Status Gizi Balita ... 105 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 107 B. Saran ... 110 DAFTAR PUSTAKA ... 113 LAMPIRAN


(21)

xix DAFTAR SKEMA

Nomor Skema Halaman

Skema 2.1 Zat Gizi dan Fungsi Utamanya... 19 Skema 2.2 Interaksi Antara Ketidakcukupan Asupan Gizi dengan

Penyakit Menurut Tomkins (1989) ... 43 Skema 2.3 Penyebab Kurang Gizi ... 52 Skema 3.1 Kerangka Konsep ... 53


(22)

Nomor Tabel Halaman

Tabel 2.1 Pengukuran Antropometri yang Utama ……… ... 21

Tabel 2.1 Klasifikasi Zat Gizi Anak Bawah Lima Tahun (Balita) …… .. 22

Tabel 2.3 Nilai Kepadatan Zat Gizi Beberapa Pangan ……… 23

Tabel 2.4 Kecukupan Gizi Rata-rata Pada Anak Prasekolah ………….. 28

Tabel 3.1 Definisi Operasional ... 55 Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Status Gizi Anak Balita di Puskesmas

Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang

Tahun 2009 ……….. 71

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Pendidikan Ibu di Puskesmas Sepatan

Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009……. 71

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Pekerjaan Ibu di Puskesmas Sepatan

Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 …… 72

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Pendapatan Keluarga di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang

Tahun 2009 ………. 73

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang

Tahun 2009 ………. 74

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Umur Balita di Puskesmas Sepatan

Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 …… 75

Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Penyakit Infeksi di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang


(23)

xxi Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Jumlah Anggota Keluarga Balita

di Puskesmas Sepaa tan Kecamatan Sepatan Kabupaten

Tangerang Tahun 2009 ……….. 77

Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu Balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang

Tahun 2009 ……… 78

Tabel 5.1.1 Analisa Hubungan Antara Pendidikan Ibu Dengan Status Gizi Balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan

Kabupaten Tangerang Tahun 2009 ……… 79

Tabel 5.1.2 Analisa Hubungan Antara Pekerjaan Ibu Dengan Status Gizi Balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan

Kabupaten Tangerang Tahun 2009 ……… 80

Tabel 5.1.3 Analisa Hubungan Antara Pendapatan Keluarga Dengan Status Gizi Balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan

Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 ……….. 81

Tabel 5.1.4 Analisa Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan Status Gizi Balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan

Kabupaten Tangerang Tahun 2009 ……….. 82

Tabel 5.1.5 Analisa Hubungan Antara Umur Balita Dengan Status Gizi Balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan

Kabupaten Tangerang Tahun 2009 ……….. 83

Tabel 5.1.6 Analisa Hubungan Antara Penyakit Infeksi Dengan Status Gizi Balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan

Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 ……… 84

Tabel 5.1.7 Analisa Hubungan Antara Jumlah Anggota Keluarga Dengan Status Gizi Balita di Puskesmas Sepatan

Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 …. 85

Tabel 5.1.8 Analisa Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Status Gizi Balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan


(24)

AKG : Angka Kecukupan Gizi

APBD : Anggaran Pendapatan Belanja Daerah

ASI :Air Susu Ibu

Bapenas : Badan Pendidikan Nasional

BB/U : Berat Badan/Umur

BBLR : Berat Badan Lahir Rendah

BKKBN : Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional

BPS : Badan Pusat Statistik

CI : Confidence Interval

DDST : Denver Development Screening Test

Depkes RI : Departemen Kesehatan Republik Indonesia

HDI : Human Development Index

ISPA : Infeksi Saluran Pernapasan Akut

IU : International Unit

Kadarzi : Keluarga Sadar Gizi

KB : Keluarga Berencana

KEP : Kurang Energi Protein

KKP : Kurang Kalori Protein

MDGs : Millenium Development Goals

MEP : Malnutrisi Energi Protein

MP-ASI : Makanan Pendamping Air Susu Ibu


(25)

xxiii

PBB : Perserikatan Bangsa-Bangsa

PHBS : Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

PKG : Pemantauan Konsumsi Gizi

PKK : Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga

PKMD : Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa

PMT : Pemberian Makanan Tambahan

Posyandu : Pos Pelayanan Terpadu

PSG : Pemantauan Status Gizi/Penilaian Status Gizi

RDA : Recommended Dietary Allowance

Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar

SD : Standar Deviasi

SDM : Sumber Daya Manusia

SKPG : Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi

Susenas : Survei Sosial Ekonomi Nasional

TB : Tinggi Badan

UPGK : Usaha Perbaikan Gizi Keluarga


(26)

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan adalah hak asasi manusia, dan merupakan investasi sumber daya manusia yang paling mahal, serta memiliki kontribusi yang besar untuk meningkatkan Indek Pembangunan Manusia (Human Development Index-HDI). Oleh karena itu menjadi keharusan bagi semua pihak untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatan demi kesejahteraan seluruh masyarakat (Depkes RI 2007).

Pembangunan suatu negara pada hakekatnya adalah suatu upaya pemerintah bersama masyarakat untuk mensejahterakan bangsa. Keberhasilan pembangunan nasional suatu negara ditentukan oleh ketersediaanya sumber daya manusia (SDM). Sumber daya manusia yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima dan menguasai ilmu pengetahuan serta teknologi. Salah satu indikator untuk mengukur tinggi rendahnya kualitas SDM adalah Indek Pembangunan Manusia. Tiga faktor utama penentu HDI adalah pendidikan, kesehatan, dan ekonomi (Azwar, 2004).

Notoatmodjo (2007) mengungkapkan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Makanan adalah sumber energi satu-satunya


(27)

2

bagi manusia untuk mencapai kesehatan. Karena jumlah penduduk yang terus berkembang, maka jumlah produksi makananpun harus tetap bertambah melebihi jumlah penduduk ini, apabila kecukupan pangan harus tercapai. Seperti telah dikemukakan terdahulu, permasalahan yang timbul dapat mengakibatkan kualitas dan kuantitas bahan pangan. Hal ini tidak boleh terjadi atau tidak dikehendaki karena orang makan itu sebetulnya bermaksud mendapatkan energi agar tetap bertahan hidup, dan tidak untuk menjadi sakit karena makanan. Dengan demikian makanan sangat bermanfaat bagi anak balita (Slamet, 2004).

Dalam kesepakatan global yang dituangkan Millenium Development Goals (MDGs) 2007 yang terdiri dari 8 tujuan, 18 target, dan 59 indikator, menegaskan bahwa pada tahun 2015 setiap negara menurunkan kemiskinan dan kelaparan separuh dari kondisi tahun 1990. Seperti pada tujuan pertama MDGs yaitu menanggulangi kemiskinan dan kelaparan. Dengan target pertama yaitu menurunkan proporsi penduduk yang tingkat pendapatannya dibawah US$1 per hari menjadi setengahnya dalam kurun waktu 1990-2015. Target kedua menurunkan proporsi penduduk yang menderita kelaparan menjadi setengahnya dalam kurun waktu 1990-2015 dengan (indikator 6) presentase anak-anak berusia lima tahun yang mengalami gizi buruk (severe underweight), (indikator 7) yaitu presentase anak-anak berusia lima tahun yang mengalami gizi kurang (moderate underweight).

Sejalan dengan upaya mencapai kesepatan global, World Summit for Children 1990, International Conference on Nutrition 1992 di Roma dan World Food


(28)

Summit 1996 menetapkan sasaran program pangan dan perbaikan gizi yang harus dicapai oleh semua negara. Sasaran global tersebut sampai saat ini menjadi salah satu acuan pokok didalam pembangunan program gizi di semua negara termasuk Indonesia. Pembangunan program pangan dan gizi di Indonesia selama 30 tahun terakhir menunjukan hasil yang positif. Analisis penyediaan pangan tahun 1999 secara makro disimpulkan bahwa persediaan energi dan protein perkapita/hari masing-masing sebesar 2.890 Kkal dan 62,7 gram, telah memenuhi kecukupan yang dianjurkan. Masalah pangan baru terlihat pada tingkat konsumsi rumah tangga. Data tahun 1998 menunjukan bahwa antara 49% sampai 53% rumah tangga diberbagai daerah mengalami defisit energi (konsumsi < 70% kebutuhan energi). Defisit pangan ditingkat rumah tangga disertai distribusi pangan antar anggota keluarga yang tidak baik didasari pengetahuan atau perilaku gizi yang belum memadai berakibat munculnya masalah kurang gizi (Adisasmito, 2007).

Masalah gizi kurang pada anak balita sangat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu penyebab langsung dan penyebab tidak langsung. Faktor penyebab langsung yaitu asupan makanan dan penyakit infeksi yang terkait satu sama lain. Sedangkan faktor penyebab tidak langsung seperti ketersediaan dan pola konsumsi pangan dalam rumah tangga, pola pengasuh anak, jangkauan dan mutu pelayanan kesehatan. Apabila anak tidak mendapatkan asupan makanan yang tidak cukup akan memiliki daya tahan tubuh yang rendah terhadap penyakit. Status gizi seseorang sangat erat kaitannya dengan permasalahan kesehatan individu, karena disamping merupakan faktor predisposisi yang dapat memperparah penyakit


(29)

4

infeksi, juga dapat menyebabkan gangguan kesehatan, bahkan status gizi janin yang masih berada dalam kandungan dan masih menyusu sangat dipengaruhi oleh status gizi (Depkes RI, 2004).

Gizi kurang dan gizi buruk berdampak serius terhadap generasi mendatang. Anak yang menderita gizi kurang akan mengalami gangguan pertumbuhan fisik dan perkembangan mental. Gangguan pertumbuhan diartikan sebagai ketidakmampuan untuk mencapai tinggi badan tertentu sesuai dengan umumnya, gangguan pertumbuhan juga merupakan akibat dari gangguan yang terjadi pada masa balita, bahkan pada masa sebelumnya, dan pertumbuhan fisik anak menjadi terhambat (anak akan mempunyai tinggi badan lebih pendek). Perkembangan mental dan kecerdasan terhambat, anak akan mempunyai IQ lebih rendah. Setiap anak yang berstatus gizi buruk mempunyai risiko kehilangan IQ 10-13 poin (Depkes RI, 2002).

Pertumbuhan anak yang kurang gizi akan tidak sempurna, termasuk pertumbuhan organ tubuhnya. Banyak organ tubuh yang berkualitas rendah. Penyakit kekurangan gizi, bila tidak terlalu parah jarang menyebabkan kematian, kecuali karena timbulnya komplikasi. Penyakit penyulit justru mudah timbul karena status gizi sedemikian. Penyakit penyulit yang sering terjadi sebagai kekurangan gizi adalah penyakit menular. Anak yang kekurangan gizi tidak mampu membentuk antibodi (daya tahan) terhadap penyakit infeksi. Sebagai akibatnya, anak-anak ini sering kali terkena penyakit sehingga pertumbuhannya


(30)

terganggu dan sering pula tidak sembuh sempurna dan menjadi penyandang cacat (Slamet, 2004).

Ketidakstabilan ekonomi, politik dan sosial, dapat berakibat pada rendahnya tingkat kesejahteraan rakyat yang dapat mencerminkan masalah gizi kurang dan gizi buruk di masyarakat. Upaya mengatasi masalah ini bertumpu pada pembangunan ekonomi, politik dan sosial yang kondusif sehingga mampu menurunkan tingkat kemiskinan setiap rumah tangga untuk mewujudkan ketahanan pangan dan gizi serta memberikan akses kepada pendidikan dan pelayanan kesehatan (Bapenas, 2007).

Data yang dicatat oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 2004 ada 5.119.935 anak balita yang menderita gizi kurang dan gizi buruk. Kondisi gizi buruk, termasuk busung lapar yang belakangan terungkap, sebenarnya dapat dicegah. Gizi buruk sebenarnya masalah yang bukan hanya disebabkan oleh kemiskinan. Juga karena aspek sosial-budaya yang ada di masyarakat kita, sehingga menyebabkan tindakan yang tidak menunjang tercapainya gizi yang memadai untuk balita (masalah individual dan keluarga) (Kompas.com, 2009).

Seperti laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Bangladesh terdapat dua juta anak usia antara 6 bulan sampai lima tahun menderita kurang gizi akut dan merupakan masalah yang besar yang tengah dihadapi Bangladesh. Sedangkan dari laporan UNICEF dan Institusi Kesehatan Nutrisi Publik, tiap satu dari empat rumah tangga di Bangladesh mengalami kekurangan pangan dan dari dua juta


(31)

6

yang kekurangan gizi terdapat setengah juta yang menderita malnutrisi akut dan dari hasil survey 58% rumah tangga mengaku sulit mendapatkan makanan yang cukup sepanjang tahun 2008 akibat kenaikan harga bahan pangan (Kompas.com, 2009).

Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007 menunjukan prevalensi gizi buruk Nasional menurun (5,4%) jika dibandingkan dengan hasil Susenas 2005 (8,8%), namun masalah anemia di Indonesia masih berada diatas ambang batas masalah kesehatan. Dimana presentase berat badan lahir rendah (BBLR) 12 bulan terakhir menurut Provinsi yaitu sekitar 11,5% dari 33 Provinsi. Sedangkan prevalensi status gizi anak balita menurut BB/U berdasarkan wilayah (Kota dan Desa) yaitu prevalensi gizi buruk wilayah Kota sebesar 4,2%, dan wilayah Desa 6,4% dimana prevalensi gizi kurang wilayah Kota sebesar 11,7% dan wilayah Desa 14,0% dengan prevalensi Nasional 13,0% (Depkes RI, 2008).

Menurut Riskesdas tahun 2007 status gizi anak balita di Provinsi Banten berdasarkan BB/U menunjukan prevalensi dengan gizi buruk 4,4% dari total Nasional (5,4%) dan gizi kurang 12,2 % (total Nasional 13,0%), dan berdasarkan TB/U terdapat 20,6% (total Nasional 18,8%) balita sangat pendek dan 18,3% balita pendek dari total Nasional (18,0%), sedangkan prevalensi status gizi berdasarkan (BB/TB) sangat kurus 6,6% (total Nasional 6,2%) dan 7,5% balita kurus dari total Nasional (7,4%) (Depkes RI, 2008).


(32)

Pada tahun 2006 Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang mencatat sekitar 18 ribu bayi dibawah lima tahun menderita kekurangan gizi. Sebanyak 17.150 bayi dengan gizi kurang dan 1.180 bayi lainnya mendapat gizi buruk dari 280 ribu bayi di Kabupaten Tangerang. Kepala Subdinas Kesehatan Keluarga Kabupaten Tangerang dr. Shirley mengatakan, jika tidak diatasi masalah kekurangan gizi akan berpengaruh pada perkembangan otak bayi. “Perkembangan dan pertumbuhan otak pada manusia terjadi pada usia 6-23 bulan atau dibawah usia 2 tahun” (Gizi.net, 2006).

Dari data program gizi Puskemas Sepatan tahun 2008 di wilayah Kecamatan Sepatan terdapat keluarga miskin dengan jumlah 44,51% dari 8 Desa. Sedangkan dari laporan Pemantauan Status Gizi (PSG) balita Puskesmas Sepatan bulan Agustus 2008 terdapat balita dengan gizi buruk sebanyak 154 balita dan 414 balita dengan gizi kurang dari total balita yang ditimbang sebanyak 6.207 balita atau sekitar (81,75%). Presentase balita gizi buruk berdasarkan golongan umur yaitu 3,9% (umur 0-11 bulan), 46,75% (umur 12-35 bulan), dan 49,35% (umur 36-59 bulan). Dengan presentase gizi buruk bedasarkan jenis kelamin di wilayah UPT Puskesmas Sepatan sekitar 55,84% laki-laki dan 44,16% perempuan.

Dalam alquran telah ditetapkan oleh Allah SWT mengenai ukuran yang benar dalam soal makanan, dalam firmanNya:

Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap memasuki masjid,

makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”(Al A’raf: 31).


(33)

8

“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang

terdapat di bumi” (Al Baqoroh: 168)

Alquran menganggap gizi adalah sarana bukan tujuan. Ia merupakan sarana penting untuk mencapai tujuan kehidupan manusia. Allah menciptakan di dalam diri manusia naluri yang selalu cenderung untuk makan, disamping menetapkan hikmah bahwa kecenderungan ini disertai dengan indera untuk merasakan makanan dan organ pencernaan.

Dengan semakin berkembangannya masalah kurang gizi di masyarakat, maka sistem kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG) yang sudah ada perlu diaktifkan kembali terutama di tingkat kecamatan. Sistem ini akan berjalan efektif apabila di tunjang oleh kerja sama lintas sektoral yang baik antara sektor Pertanian, Kesehatan, BKKBN dan dikoordinasi langsung oleh camat setempat. Ujung tombak untuk mengetahui pelaksanaan SKPG ada di Posyandu (sektor kesehatan) karena efektivitas penimbangan berat badan anak balita dilakukan secara rutin. Posyandu akan efektif memantau secara dini terjadinya masalah kekurangan gizi di masyarakat. Penimbangan berat badan anak di posyandu perlu diprioritaskan untuk wilayah kerja Puskesmas yang rawan pangan. Anak-anak yang sakit karena kekurangan gizi yang berat akan dipantau melalui Balai Pengobatan Puskesmas. Oleh karena itu, peningkatan efesiensi dan efektivitas manajemen program pelayanan kesehatan merupakan alternatif terbaik untuk terus dikembangkan.


(34)

B. Rumusan Masalah

Masalah gizi kurang pada anak balita sangat dipengaruhi oleh dua faktor penyebab. Pertama penyebab langsung, yaitu asupan makanan dan penyakit infeksi yang terkait satu sama lain. Apabila anak tidak mendapatkan asupan makanan yang tidak cukup akan memiliki daya tahan tubuh yang rendah terhadap penyakit. Kedua penyebab tidak langsung seperti ketersediaan dan pola konsumsi pangan dalam rumah tangga, pola pengasuh anak, jangkauan dan mutu pelayanan kesehatan.

Rendahnya kualitas konsumsi pangan dipengaruhi oleh kurangnya akses rumah tangga dan masyarakat terhadap pangan, baik akses pangan karena masalah ketersediaan maupun tingkat pendapatan yang dapat berpengaruh pada daya beli rumah tangga terhadap pangan, pola asuh, pelayanan kesehatan dan sanitasi lingkungan dipengaruhi oleh pendidikan, pelayanan kesehatan, informasi, pelayanan keluarga berencana, serta kelembagaan sosial masyarakat untuk pemberdayaan masyarakat khususnya perempuan.

Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang pada tahun 2006 tercatat sekitar 18 ribu bayi dibawah lima tahun menderita kekurangan gizi. Sebanyak 17.150 bayi dengan gizi kurang dan 1.180 bayi lainnya mendapat gizi buruk dari 280 ribu bayi di Kabupaten Tangerang. Dari data program gizi Puskemas Sepatan tahun 2008 di wilayah Kecamatan Sepatan terdapat keluarga miskin dengan jumlah 44,51% dari 8 Desa. Sedangkan dari laporan Pemantauan Status Gizi


(35)

10

(PSG) balita Puskesmas Sepatan bulan Agustus 2008 terdapat balita dengan gizi buruk sebanyak 154 balita dan 414 balita dengan gizi kurang dari total balita yang ditimbang sebanyak 6.207 balita atau sekitar (81,75%). Presentase balita gizi buruk berdasarkan golongan umur yaitu 3,9% (umur 0-11 bulan), 46,75% (umur 12-35 bulan), dan 49,35% (umur 36-59 bulan). Dengan presentase gizi buruk bedasarkan jenis kelamin di wilayah UPT Puskesmas Sepatan sekitar 55,84% laki-laki dan 44,16% perempuan.

Berdasarkan uraian data di atas, penulis merasa tertarik untuk meneliti faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan, sebagai salah satu masukan informasi demi upaya penyelesaian masalah gizi buruk dan gizi kurang di wilayah Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif.

C. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka pertanyaan untuk penelitian ini adalah:

1. Bagaimana gambaran status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009?

2. Bagaimana gambaran pendidikan ibu anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009?

3. Bagaimana gambaran pekerjaan orang tua anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009?


(36)

4. Bagaimana gambaran pendapatan keluarga anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009?

5. Bagaimana gambaran tingkat pengetahuan ibu tentang gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009? 6. Bagaimana gambaran banyaknya jumlah anggota keluarga anak balita di

Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009? 7. Bagaimana gambaran jenis kelamin anak balita di Puskesmas Sepatan

Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009?

8. Bagaimana gambaran umur anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009?

9. Bagaimana gambaran penyakit infeksi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009?

10.Apakah ada hubungan antara pendidikan ibu dan pendapatan keluarga) dengan status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009?

11.Apakah ada hubungan antara pekerjaan orang tua dengan status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009?

12.Apakah ada hubungan antara pendapatan keluarga dengan status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009?


(37)

12

13.Apakah ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang gizi dengan status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009?

14.Apakah ada hubungan antara banyaknya jumlah anggota keluarga dengan status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009?

15.Apakah ada hubungan antara jenis kelamin dengan status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009? 16.Apakah ada hubungan antara umur anak dengan status gizi anak balita di

Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009? 17.Apakah ada hubungan antara penyakit infeksi dengan status gizi anak balita di

Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009?

D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi gambaran status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009.


(38)

b. Mengidentifikasi gambaran pendidikan ibu anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009.

c. Mengidentifikasi gambaran pekerjaan orang tua anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009.

d. Mengidentifikasi gambaran pendapatan keluarga anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009.

e. Mengidentifikasi gambaran tingkat pengetahuan ibu tentang gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009.

f. Mengidentifikasi banyaknya jumlah anggota keluarga anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009. g. Mengidentifikasi jenis kelamin anak balita di Puskesmas Sepatan

Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009.

h. Mengidentifikasi gambaran umur anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009.

i. Mengidentifikasi gambaran penyakit infeksi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009.

j. Mengidentifikasi hubungan pendidikan ibu dengan status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009. k. Mengidentifikasi hubungan pekerjaan dengan status gizi anak balita di


(39)

14

l. Mengidentifikasi hubungan pendapatan keluarga dengan status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009.

m. Mengidentifikasi hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang gizi dengan status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009.

n. Mengidentifikasi hubungan antara banyaknya jumlah anggota keluarga dengan status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009.

o. Mengidentifikasi hubungan antara jenis kelamin dengan status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009.

p. Mengidentifikasi hubungan antara umur anak dengan status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009.

q. Mengidentifikasi hubungan antara penyakit infeksi dengan status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009.

D.Manfaat penelitian 1. Bagi peneliti:

a. Menambah pengetahuan dan untuk mengetahui berbagai masalah tentang gizi pada anak balita.


(40)

b. Meningkatkan wawasan penulis tentang faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan status gizi pada anak balita dan mampu mengenali permasalahan dimasyarakat serta dapat mengaplikasikan ilmu-ilmu yang didapat dibangku kuliah ketengah masyarakat.

2. Masyarakat (keluarga):

Memberikan masukan kepada keluarga agar memperhatikan pentingnya gizi bagi anak balita dan untuk mempertahankan tumbuh kembang balita secara optimal sehingga didapatkan status gizi yang baik.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya:

Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi oleh peneliti lain baik secara teoritis maupun secara metodologis mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan satus gizi kurang anak balita.

4. Instansi Kesehatan (Puskesmas):

Memberikan masukan kepada pihak Puskesmas Sepatan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan yang optimal dan pemulihan balita gizi buruk.

5. Pemerintah Daerah (Kabupaten):

Sebagai bahan masukan dan informasi untuk para pembuat keputusan dalam

merencanakan pengembangan program khususnya bidang kesehatan

lingkungan, sosial ekonomi dan peningkatan pengetahuan keluarga di bidang kesehatan.


(41)

16

E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini yaitu menggambarkan status gizi anak balita dengan gangguan gizi, dengan karakteristik sosial ekonomi, sosio demografi, dan keadaan kesehatan anak terhadap status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan dengan melihat sejauh mana faktor- faktor tersebut dapat berhubungan dengan status gizi anak balita.

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang pada tahun 2009. Populasi penelitian ini adalah anak dibawah lima tahun (0-59 bulan). Desain penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dan rancangan penelitian secara cross-sectional.


(42)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Gizi

Istilah “gizi” dan “ilmu gizi” di Indonesia baru mulai dikenal sekitar tahun 1952-1955 sebagai terjemahan kata bahasa Inggris Nutrition. Kata gizi berasal dari bahasa Arab “ghidza” yang berarti makanan. Menurut dialek Mesir, ghidza dibaca ghizi. selain itu sebagian orang menterjemahkan nutrition dengan mengejanya sebagai “nutrisi”. Terjemahan ini terdapat dalam kamus umum bahasa Indonesia Badudu-Zain tahun 1994.

Gizi adalahsuatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan,

metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk

mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi (Idrus, 1990).

Zat gizi (nutrients) adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan. Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Dibedakan antara status gizi buruk, kurang, baik dan lebih. (Almatsier, 2005).


(43)

18

B. Zat Gizi

Makanan setelah dikonsumsi mengalami proses pencernaan didalam alat pencernaan. Bahan makanan diuraikan menjadi zat gizi atau nutrient. Zat tersebut selanjutnya diserap melalui dinding usus dan masuk ke dalam cairan tubuh. Fungsi umum zat gizi tersebut ialah:

1. Sebagai sumber energi atau zat pembangun.

2. Menyumbang pertumbuhan badan.

3. Memelihara jaringan tubuh, mengganti sel yang rusak.

4. Mengatur metabolisme dan mengatur keseimbangan air, mineral dan asam-basa di dalam cairan tubuh.

5. Berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap penyakit sebagai antibodi dan antitoksin.

Terdapat penggolongan lain bahan makanan berdasarkan fungsi zat gizi tersebut, yaitu sebagai berikut:

1. Zat gizi penghasil energi, ialah karbohidrat, lemak, dan protein. Zat gizi ini sebagian besar dihasilkan dari makanan pokok.

2. Zat gizi pembangun sel, terutama diperankan protein. Oleh karena itu, bahan pangan lauk pauk digolongkan makanan sumber zat pembangun. 3. Zat pengatur, termasuk didalamnya vitamin dan mineral. Bahan pangan


(44)

Skema 2.1

Zat gizi dan fungsi utamanya

Sumber: Yuniastuti, 2008 Gizi dan Kesehatan.

1. Standar Kecukupan Gizi

Standar kecukupan gizi diperlukan sebagai pedoman yang dibutuhkan oleh individu secara rata-rata dalam sehari untuk mencapai derajat optimal. Kebutuhan gizi setiap individu berbeda-beda tergantung beberapa faktor yang mempengaruhinya. Penilaian standar kecukupan gizi berpedoman pada Angka Kecukupan Gizi (AKG). AKG yang digunakan sebagai pedoman adalah hasil Widya Karya Pangan dan Gizi yang direvisi setiap lima tahun sekali.

2. Konsep dan Kegunaan Angka Kecukupan Gizi

Pedoman atau acuan jenis dan jumlah zat gizi yang dibutuhkan oleh individu secara rata-rata dalam satu hari sangat diperlukan. Berkaitan dengan itu

Karbohidrat

Sumber energi

Pertumbuhan dan mempertahnkan

jaringan Mineral

Regulasi proses dalam tubuh Lemak

Vitamin Air


(45)

20

terdapat konsep kebutuhan gizi minimum sehari (minimum daily requirement), yaitu jumlah zat gizi minimal yang diperlukan seseorang dalam sehari untuk hidup sehat. Selain itu, juga dikenal konsep jumlah yang dianjurkan sehari (recommended dietary allowance/RDA), yaitu standar gizi yang dianjurkan untuk dimakan agar dapat menjamin kesehatan yang sebaik-baiknya. Dengan demikian, RDA adalah suatu kecukupan rata-rata gizi setiap hari bagi hampir semua orang (97,5%) menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh dan aktivitas untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal.

C. Penilaian Status Gizi

Definisi Penilaian Status Gizi (PSG) adalah interpretasi dari data yang didapatkan dengan menggunakan berbagai metode untuk mengindentfikasi populasi atau individu yang berisiko atau dengan status gizi buruk.

Tujuan Penilaian Status Gizi:

1. Memberikan gambaran secara umum mengenai metode penilaian status gizi.

2. Memberikan penjelasan mengenai keuntungan dan kelemahan dari

masing-masing metode yang ada.

3. Memberikan gambaran singkat mengenai pengumpulan data, perencanaan, dan implementasi untuk penilaian status gizi.


(46)

1. Pengukuran Antropometri

Pengukuran status gizi yang paling sering digunakan adalah antropometri gizi. Antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak kulit. Antropometri sangat umum digunakan untuk mengukur status gizi dari bebagai ketidakseimbangan antara asupan dan kebutuhan (Supariasa, 2002). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1

Pengukuran Antropometri yang Utama

Pengukuran Komponen Jaringan utama yang diukur

Tinggi badan Kepala, tulang belakang,

tulang panggul, dan kaki

Tulang

Berat Badan Seluruh tubuh Seluruh jaringan khususnya;

lemak, otot, tulang, tulang dan air.

Lingkar lengan

Lemak bawah kulit Otot (secara tehnik lebih

sedikit digunakan di negara maju)

Otot, tulang Lemak (lebih sering

digunakan secara tehnik di negara maju)

Lipatan lemak Lemak bawah kulit, kulit Lemak

Sumber: Jellife DB & Jellife EFP, 1989. Community Nutritional Assesment. Oxford University Press dalam Gizi dan Kesehatan Masyarakat.


(47)

22

2. Klasifikasi status gizi

Pertimbangan dalam menetapkan batas ambang (cut-off point) status gizi ini, adalah didasarkan pada asumsi resiko kesehatan:

a. Antara – 2 SD sampai + 2 SD, tidak memiliki atau beresiko paling ringan untuk menderita masalah kesehatan.

b. Antara – 2 SD sampai – 3 SD atau antara + 2 SD sampai + 3 SD, memilki resiko cukup tinggi (moderate) untuk menderita masalah kesehatan.

c. Dibawah – 3 SD atau diatas + 3 SD memiliki resiko tinggi untuk menderita masalah kesehatan.

Dalam keputusan Menteri Kesehatan RI nomor: 920/Menkes/SK/VIII/2002, disebutkan status gizi anak bawah lima tahun, sebagai berikut:

Tabel 2.2

Klasifikasi Gizi Anak Bawah Lima Tahun (Balita)

Indeks Status Gizi Ambang Batas*)

Berat Badan menurut Umur (BB/U)

Gizi lebih > + 2 SD

Gizi baik ≥ - SD sampai + 2 SD

Gizi kurang < - 2 SD sampai ≥ - 3 SD

Gizi buruk < - 3 SD

Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)

Normal ≥ - 2 SD

Pendek (stunted) < - 2 SD

Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB)

Gemuk > + 2 SD

Normal ≥ - 2 SD sampai + SD

Kurus < - 2 SD sampai ≥ - 3 SD

Kurus sekali < - 3 SD


(48)

D. Nilai Gizi Pangan (Nutritional Value of Food)

Menurut UU RI No. 7 Tahun1996, mutu pangan (food quality) adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan, kandungan gizi dan standar perdangan terhadap bahan makanan, makanan dan minuman. Tampak jelas bahwa nilai gizi pangan merupakan salah satu kriteria mutu pangan yang penting. Nilai gizi pangan, atau mutu pangan dalam dimensi gizi, yaitu nilai kemanfaatan suatu pangan terhadap kebutuhan baku tubuh akan energi dan zat gizi. Lebih rinci zat gizi pangan diartikan sebagai asupan energi dan zat gizi yang dapat memenuhi kebutuhan tubuh untuk beraktivitas (tenaga), pertumbuhan, pemeliharaan, dan pengaturan reaksi biokimiawi tubuh. Oleh karena itu nilai gizi pangan perlu dipertahankan dan diperbaiki agar bermanfaat bagi keseimbangan proses biokimiawi dalam tubuh manusia.

Tabel 2.3

Nilai kepadatan zat gizi beberapa pangan (dalam 100 gram) Energi dan zat

gizi

Kepadatan Zat , % AKG

Beras Jagung Terigu Singkong Telur Ikan Udang Kedelai

Energi (Kal) 18,3 17,3 16,7 7,7 9,9 5,4 3,4 19,1

Karbohidrat (g) 28,7 26,8 28,1 13,4 0,3 1,7 0,03 9,1

Protein (g) 15,2 18,4 18,0 2,0 26,0 37,2 31,6 80,8

Lemak (g) 1,3 5,2 1,3 0,4 20,4 1,5 0,3 22,3

Tiamin (mg) 26,0 38,0 10,0 6,0 13,0 3,0 1,0 52,0

Riboflavin (mg) 2,0 6,0 3,5 * 31,5 5,0 2,5 6,0

Niasin (mg) 22,9 12,9 7,1 * 1,4 20,0 12,1 8,6

Vitamin C (mg) 0 0 0 51,7 0 0 0 0

Vitamin A (RE) 0 15,3 0 0 7,5 0 1,8 0,8

Kalsium (Ca; mg) 6,6 1,1 2,4 8,6 13,8 7,3 11,3 24,7

Zat besi (Fe, mg) 5,0 15,0 8,1 6,9 20,6 43,8 37,5 62,5


(49)

24

Kandungan zat gizi (nutrient content) pangan menunjukan jumlah energi dan zat gizi dalam pangan, namun tidak langsung menentukan nilai gizi pangan. Sementara, konsep kepadatan zat gizi (nutrient density) lebih dapat digunakan untuk menentukan suatu pangan bergizi atau tidak. Yang dimaksud dengan kepadatan zat gizi adalah nisbah antara kandungan energi, atau zat gizi terhadap kebutuhan energi, atau zat gizi yang dianjurkan (AKG atau angka kecukupan gizi). Kepadatan zat gizi dinyatakan sebagai persentase terhadap energi, atau zat gizi yang dianjurkan (% AKG). Konsep tersebut menjelaskan bahwa pangan bergizi (nutrient food) adalah pangan yang mampu memberi sumbangan tinggi terhadap kecukupan dan kebutuhan energi dan zat gizi yang dianjurkan. Oleh karena itu, kepadatan zat gizi dapat digunakan untuk menilai suatu pangan lebih bergizi dari jenis pangan yang lain.

E. Kelompok Rawan Pangan Dan Gizi

Kelompok masyarakat yang rawan (vunerable) terhadap pangan dan gizi dapat dibedakan sesuai dengan:

a. Lokasi tempat tinggalnya, disebut rawan ekologis, misalnya daerah terpencil.

b. Kedudukan/posisinya di masyarakat, disebut rawan sosio-ekonomis, misalnya kelompok miskin.


(50)

Secara biologis kelompok yang paling rawan terhadap kekurangan pangan atau gizi adalah bayi, balita dan anak sekolah, wanita hamil dan menyusui, penderita penyakit dan orang yang sedang dalam penyembuhan, penderita cacat, mereka yang diasingkan dan para jompo. Semua golongan ini sering kali dijumpai pada masyarakat miskin dan tidak memliki lahan pangan.

Disektor pertanian, terdapat proporsi rumah tangga miskin yang sangat besar (72,0%) dibandingkan dengan sektor lainnya (Irawan & Romdiati, 2000). Kemiskinan inilah yang menjadi akar permasalahan dari ketidak mampuan keluarga untuk menyediakan pangan dalam jumlah, mutu, dan ragam yang sesuai dengan kebutuhan setiap individu untuk memenuhi asupan kebutuhan karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan perkembangan, serta kesehatan jasmani maupun rohani.

F. Konsep Pertumbuhan dan Perkembangan 1. Pertumbuhan

Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang bisa diukur dengan ukuran berat (gram, pound, dan kilogram), ukuran panjang (cm, meter), umur tulang dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh) (Soetjiningsih,1995).

Bogin (1988) mendefinisikan pertumbuhan sebagai meningkatnya secara kuantitatif ukuran organ atau jaringan. Penambahan ukuran tinggi badan dakm


(51)

26

centimeter dan berat badan dalam kilogram menunjukan seberapa besar pertumbuhan anak telah terjadi. Pertumbuhan jaringan tubuh seperti hati dan otak juga dapat dijelaskan dengan mengukur jumlah, berat atau besar sel yang ada. Sementara itu Johnston (1986) mendefinisikan pertumbuhan sebagai peningkatan atau penurunan secara kuantitatif jaringan. Sedangkan Satoto (1990) mengutif dari pendapat Hurlock (1978) menjelaskan bahwa istilah pertumbuhan berbeda dengan perkembangan, walaupun tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya. Pertumbuhan secara konseptual didefinisikan sebagai perubahan kuantitatif dalam arti meningkatnya ukuran dan struktur.

2. Perkembangan

Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dari lingkungan (Soetjiningsih,1995).

Frankerburg dkk (1981) melalui DDST (Denver Developmental Screening Test) mengemukakan 4 parameter perkembangan yang dipakai dalam menilai perkembangan anak balita yaitu:


(52)

1) Personal social (kepribadian/tingkah laku sosial). Aspek yang

berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi dan

berinteraksi dengan lingkunganya.

2) Fine motor adaptive (gerakan motorik halus)

Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dilakukan otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat. Misalnya kemampuan memegang suatu benda dan kemampuan untuk menggambar.

3) Language (bahasa)

Kemampuan untuk memberikan respons suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan.

4) Gross motor (perkembangan motorik kasar)

Aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.

Ada juga yang membagi perkembangan balita ini menjadi 7 aspek perkembangan, seperti pada buku petunjuk program BKB (Bina Keluarga dan Balita) yaitu perkembangan:

1) Tingkah laku sosial 2) Menolong diri sendiri 3) Intelektual


(53)

28

5) Komunikasi pasif 6) Komunikasi aktif 7) Gerakan motorik kasar.

G. Prinsip Gizi Pada Balita

Setelah anak berumur satu tahun menunya harus bervariasi untuk mencegah kebosanan dan diberi susu, serealia (seperti bubur beras, roti), daging, sup, sayuran dan buah-buahan. Makanan padat yang diberikan tidak perlu diblender lagi melainkan yang kasar supaya anak yang sudah mempunyai gigi dapat belajar mengunyah. Adakalanya anak tidak mau makan dan sebagai gantinya ibu memberikan susu. Kebiasaan demikian akan mengarah kediet yang hanya terdiri dari susu saja. Jika anak tidak mau makan makanan padatnya, jangan diberikan susu sebagai pangganti akan tetapi bawa pergi makanan itu dan coba lagi jika anak sudah tidak lapar.

Tabel 2.4

Kecukupan gizi rata-rata pada anak prasekolah Golongan

Umum

Berat Badan

Tinggi

Badan Energi Protein

1-3 tahun 12 kg 89 cm 1220 Kkal 23 gram

4-6 tahun 18 kg 108 cm 1720 Kkal 32 gram


(54)

Anak dibawah lima tahun (balita) merupakan kelompok yang menunjukan pertumbuhan badan yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini justru merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi.

Gizi ibu yang kurang atau buruk pada waktu konsepsi atau sedang hamil muda dapat berpengaruh pada pertumbuhan seorang balita. Masa balita adalah masa pertumbuhan sehingga memerlukan gizi yang baik. Bila gizinya kurang itu akan berpengaruh pada kehidupannya di usia sekolah dan prasekolah.

H. Mengatur Makanan Anak Usia Dibawah Lima Tahun

Makanan memberikan sejumlah zat gizi yang diperlukan untuk tumbuh kembang pada setiap tingkat perkembangan dan usia, yaitu masa bayi, masa balita dan masa usia prasekolah. Pemilihan makanan yang tepat dan benar, bukan saja akan menjamin kecukupan gizi bagi tumbuh kembang fisik, tetapi juga perkembangan sosial, psikologis dan emosional. Kebutuhan manusia akan zat gizi untuk tiap kurun umumnya sama, dan hanya jumlah zat gizi yang dibutuhkan yang berbeda. Untuk itu, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Pertama, anak memerlukan keteladan terutama dari lingkungan keluarga, guna menciptakan makan dan pola makan yang sehat. Kedua, para orang tua hendaknya mendorong anak menyenangi aneka ragam makanan. Penanaman kebiasaan makanan yang baik dan sehat sejak usia dini dapat mengurangi resiko terjadinya gangguan kesehatan yang bersumber pada kesalahan akan makan, seperti kurang gizi,


(55)

30

kegemukan (obesitas), penyakit kencing manis, penyakit kardiovaskuler dan berbagai penyakit kronis.

I. Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Anak Balita 1. Pendidikan

Latar belakang pendidikan seseorang merupakan salah satu unsur penting yang dapat mempengaruhi keadaan gizinya karena dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan pengetahuan atau informasi tentang gizi yang dimiliki menjadi lebih baik. Sering masalah gizi timbul karena ketidaktahuan atau kurang informasi tentang gizi yang memadai (Berg, 1987). Seseorang dengan pendidikan rendah belum tentu kurang mampu menyusun makanan yang memenuhi persyaratan gizi dibanding dengan orang lain yang pendidikannya lebih tinggi. Karena sekalipun berpendidikan rendah, kalau orang tersebut rajin mendengarkan atau melihat informasi mengenai gizi, bukan mustahil pengertian gizinya akan lebih baik (Apriadji, 1986).

Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain, baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Pendidikan kesehatan adalah suatu penerapan konsep pendidikan didalam kesehatan. Dilihat dari segi pendidikan, pendidikan kesehatan adalah suatu pedagogik praktis atau praktek pendidikan, oleh sebab itu konsep pendidikan kesehatan adalah konsep pendidikan yang diaplikasikan pada bidang kesehatan. Konsep


(56)

dasar pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan atau perubahan kearah yang lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang pada diri individu, kelompok atau masyarakat (Notoadmodjo, 2003).

Pendidikan pada hakekatnya adalah:

a. Salah satu bentuk pemecahan masalah kesehatan dengan pendekatan pendidikan.

b. Suatu bentuk penerangan pendidikan dalam pemecahan masalah

kesehatan masyarakat.

c. Suatu usaha untuk membantu individu, keluarga atau masyarakat dalam meningkatkan kemampuan atau perilaku untuk mencapai kesehatan secara optimal.

d. Didalam pendidikan terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, perubahan kearah yang lebih baik, lebih dewasa, lebih matang pada diri individu, kelurga, kelompok, dan masyarakat.

e. Merupakan komponen vital dalam community health nursing sebab peningkatan, pemeliharaan, dan perbaikan kesehatan mengandalkan klien untuk memahami syarat-syarat pemeliharaan kesehatan.

f. Salah satu kompetensi yang dituntut dari tenaga keperawatan.

g. Salah satu peranan yang harus dilaksanakan dalam setiap pemberian asuhan keperawatan.


(57)

32

Unsur-unsur pendidikan a. Input

Input adalah sasaran pendidikan yaitu individu, kelompok, masyarakat, dan pendidik atau pelaku pendidikan.

b. Proses

Proses adalah upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain.

c. Output

Output adalah melakukan apa yang diharapkan atau pelaku.

Perlu dipertimbangkan bahwa tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang mereka peroleh. Hal ini bisa dijadikan landasan untuk membedakan metode penyuluhan yang tepat. Dalam kepentingan gizi keluarga, pendidikan amat diperlukan agar seseorang lebih tanggap terhadap adanya masalah gizi di dalam keluarga dan bisa mengambil tindakan secepatnya (Apriadji, 1986).

2. Pengetahuan

Pengetahuan adalah kesan didalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya. Yang berbeda sekali dengan kepercayaan (beliefes), takhayul (supersitition, dan penerangan-penerangan yang keliru (misinformation). (Soekanto, 2003). Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek


(58)

tertentu. Penginderaan terjadi melaui panca indera, penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan merupakan hal yang sangat utuh terbentuknya tindakan seseorang (over behavior) (Notoadmodjo, 2003).

a. Tingkat pengetahuan

Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif menurut Notoadmodjo (2003) mempunyai 6 tingkatan, yaitu:

1) Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, mengingat kembali temasuk (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan atau rangsangan yang telah diterima.

2) Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara luas.

3) Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah di pelajari pada situasi atau kondisi nyata.


(59)

34

4) Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5) Sintesis (Syntesis)

Sintesis menunjukan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Pengukuran penilaian dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden.

Pentingnya pengetahuan gizi terhadap konsumsi didasari atas tiga kenyataan: (1) status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan; (2) setiap orang hanya akan cukup gizi yang diperlukan jika makanan yang dimakan mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal, pemeliharaan, dan energi; (3) ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar menggunakan pangan dengan baik bagi perbaikan gizi.


(60)

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan 1) Pendidikan

Makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang diperkenalkan (Kuncoroningrat, 1997).

2) Pekerjaan

Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang membosankan, berulang dan banyak tantangan (Erick, 1996).

3) Umur

Umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun (Elizabeth, BH, 1995).

3. Jenis Kelamin

Kebutuhan zat gizi anak laki-laki berbeda dengan anak perempuan dan biasanya lebih tinggi karena anak laki-laki memiliki aktivitas fisik yang lebih tinggi. Khumaidi (1989) menyebutkan bahwa anak laki-laki biasanya mendapatkan prioritas yang lebih tinggi dalam hal makanan dibandingkan anak perempuan. Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa kekurangan gizi lebih banyak terdapat pada anak perempuan daripada anak laki-laki.


(61)

36

4. Sosial Ekonomi

Faktor yang berperan dalam menentukan status kesehatan seseorang adalah tingkat sosial ekonomi, dalam hal ini adalah daya beli keluarga. Kemampuan keluarga untuk membeli bahan makanan antara lain tergantung pada besar kecilnya pendapatan keluarga, harga bahan makanan itu sendiri, serta tingkat pengelolaan sumber daya lahan dan pekarangan. Keluarga dengan pendapatan terbatas kemungkinan besar akan kurang dapat memenuhi kebutuhan makanannya terutama untuk memenuhi kebutuhan zat gizi dalam tubuhnya.

Tingkat pendapatan dapat menentukan pola makan. Orang dengan tingkat ekonomi rendah biasanya akan membelanjakan sebagian pendapatan untuk makanan, sedangkan orang dengan tingkat ekonomi tinggi akan berkurang belanja untuk makanan. Berg (1986) mengatakan bahwa pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan kuantitas hidangannya.

5. Pekerjaan Ibu

Menurut Hurlock (1999), pengaruh ibu yang bekerja terhadap hubungan ibu dan anak, sebagian besar bergantung pada usia anak pada waktu ibu mulai bekerja. Jika ia mulai bekerja sebelum anak telah terbiasa selalu bersamanya dan sebelum suatu hubungan terbentuk maka pengaruhnya akan minimal, tetapi bila hubugan ibu dan anak telah terbentuk maka pengaruhnya akan mengakibatkan anak merasa kehilangan dan kurang diperhatikan.


(62)

Menurut pudjiadi (2000), para ibu setelah melahirkan kemudian langsung bekerja dan harus meninggalkan bayinya dari pagi sampai sore akan membuat bayi tidak mendapat ASI sedangkan pemberian pengganti ASI maupun makanan tambahan tidak dilakukan dengan semestinya.

6. Pendapatan keluarga

Pendapatan/kapita/bulan adalah besarnya rata-rata penghasilan yang diperoleh seluruh anggota keluarga (ayah dan ibu, jika bekerja) dibagi dengan jumlah anggota keluarga. Pendapatan seseorang identik dengan mutu sumber daya manusia, sehingga seseorang yang berpendidikan tinggi umumnya memiliki pendapatan yang relatif tinggi pula. Pendapatan keluarga juga tergantung pada jenis pekerjaan suami dan anggota keluarga lainnya. Pendapatan keluarga akan relatif lebih besar jika suami dan istri bekerja bekerja diluar rumah (Susanti, 1999).

Pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang tumbuh kembang anak dan status gizi anak, karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik primer maupun sekunder.

Berdasarkan hasil laporan statistik yang dikeluarkan oleh BPS (Badan Pusat Statistik) diketahui bahwa pendapatan per kapita penduduk Indonesia tahun 2007 sebesar 17.600.000,- per orang/tahun. Artinya untuk keluarga dengan 4 orang (orang tua dengan 2 anak) didapat penghasilan keluarga sebesar Rp


(63)

38

6000.000,- per bulan (Anonim, 2008). Jika dihitung dalam per kapita penduduk diperoleh sebesar Rp 1.500.000,- /kapita/bulan.

7. Jumlah anggota keluarga

Jumlah anak yang banyak pada keluarga yang keadaan sosial ekonominya cukup, akan mengakibatkan berkurangnya perhatian dan kasih sayang yang diterima oleh anak. Lebih-lebih jika jarak anak terlalu dekat. Menurut Apriadji (1986) jumlah anggota keluarga akan berpengaruh terhadap tingkat konsumsi makanan, yaitu jumlah dan distribusi makanan dalam rumah tangga. Dengan jumlah anggota keluarga yang besar diikuti dengan distribusi makanan yang tidak merata, dengan asumsi orang dewasa lebih banyak dari anak-anak akan menyebabkan anak balita dalam keluarga tersebut menderita kurang gizi.

J. Akibat KEP (Kurang Energi Protein)

Kekurangan protein terdapat pada masyarakat dengan sosial ekonomi rendah. Kekurangan protein murni pada stadium berat menyebabkan kwashiorkor pada anak-anak balita. Kekurangan protein sering ditemukan secara bersamaan dengan kekurangan energi yang menyebabkan kondisi malnutrisi yang dinamakan marasmus.

1. Kwashiorkor

Istilah kwashiorkor pertama diperkenalkan oleh Dr.Cecily Williams pada tahun 1933 ketika dia menentukan keadaan ini di Ghana, Afrika. Ditinjau dari


(64)

golongan umur, kwashiorkor sering terjadi pada anak balita. Angka kejadian tertinggi pada umur 1½ - 2 tahun, yaitu saat terjadinya penyapihan sedangkan anak belum mengenal jenis makanan lainnya. Pada masa pertumbuhan balita memerlukan protein lebih banyak dibanding orang dewasa, apabila keseimbangan energi protein tidak terpenuhi, maka setelah beberapa saat anak akan menderita malnutrisi protein.

Gejala kwashiorkor

Gejala umum kwashiorkor adalah sebagai berikut:

a. Pertumbuhan dan mental mundur, perkembangan mental apatis.

b. Edema.

c. Otot menyusut (kurus).

d. Depigmentasi rambut dan kulit.

e. Karakteristik di kulit: timbul sisik, gejala kulit itu disebut dengan flaky paint dermatosis.

f. Hipoalbuminemia, infiltrasi lemak dalam hati yang reversibel.

g. Atropi dari kelenjar Acini dari pankreas sehingga produksi enzim untuk merangsang aktivitas enzim atau mengeluarkan juice duodenum terhambat.

h. Anemia.


(65)

40

j. Menderita kekurangan vitamin A, dihasilkan karena ketidakcukupan sintesis plasma protein pengikat retinol sehingga sering kali timbul gejala kebutaan yang tetap atau permanen.

2. Marasmus

Marasmus adalah suatu keadaan kekurangan protein dan kalori yang kronis. Karakteristik dari marasmus adalah berat badannya sangat rendah (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKM UI, 2007).

a. Gejala marasmus

Gejala umum maarasmus adalah: 1) Kurus kering.

2) Tampak hanya tulang dan kulit.

3) Otot dan bawah kulit atropi (mengecil). 4) Wajah seperti orang tua.

5) Keriput atau kulit wajah mengkerut. 6) Lemas, layu/kering.

7) Diare umum terjadi.

b. Masalah penyebab terjadinya marasmus

Marasmus terjadi karena adanya faktor-faktor sebagai berikut: 1) Masalah sosial yang kurang menguntungkan

2) Kemiskinan


(66)

3. Stunting dan Wasting

Stunting (tubuh yang pendek) dan wasting (tubuh yang kurus) didiagnosis melalui pemeriksaan antropometri. Berat badan dan tinggi badan anak dinyatakan dalam skor standar nilai tengah (median of reference) yang diterima secara international sebagai acuan menurut usia dan jenis kelamin. Kekurangan berat badan yang sedang (moderat) menunjukan bahwa berat badan menurut usia yang kurang dari -2 SD dibawah nilai tengah/median dari NCHS (the National for Center Health Statistics), stunting yang menunjukkan tinggi badan menurut usia yang kurang dari -2 SD, dan wasting yang sedang menunjukkan berat badan menurut tinggi badan yang kurang dari -2 SD. Nilai dibawah -3 SD menunjukkan keadaan yang parah.

4. Penyakit Infeksi

Scrimshaw (1968, 2003) mengemukakan interaksi sinergis antara gizi dengan infeksi. Dikemukakan bahwa kurang gizi sebagian besar diikuti dengan infeksi, dan sebaliknya, infeksi akan mempengaruhi status gizi. Tomkins (1989) menjelaskan proses hubungan antara kesakitan, kekurangan asupan gizi dengan pertumbuhan seperti pada skema 2.2. Kurang gizi merupakan hasil interaksi antara penyakit dan kecukupan asupan gizi. Kekurangan gizi akan menurunkan daya tahan tubuh dan meningkatkan resiko dan meningkatkan infeksi. Ketidakcukupan asupan gizi dapat menyebabkan kematian. Mekanisme dampak infeksi terhadap pertumbuhan dijelaskan sebagai berikut. Infeksi menurunkan asupan karena gangguan nafsu makan, mengganggu absorbsi zat gizi,


(67)

42

menyebabkan kehilangan zat gizi, meningkatkan metabolisme dan katabolisme dan mengganggu transpor zat gizi.

Penyakit infeksi pada anak akan mengganggu metabolisme yang membuat ketidakseimbangan hormon dan mengganggu fungsi imunitas. Jadi anak yang terkena infeksi yang berulang dan kronis akan mengalami gangguan gizi dan imunitas baik secara absolut maupun relatif (Syamsul, 1999). Diantara penyakit infeksi, diare merupakan penyebab utama gangguan pertumbuhan anak balita. Menurut Thomkin, et al. (1989) bahwa diare sering sebagai penyebab kemerosotan status gizi dan di pihak lain status gizi yang jelek dapat menambah lamanya sakit diare. Penelitian di Bangladesh dan Guatemala menunjukan bahwa diare menyebabkan berkurangnya konsumsi makanan anak sekitar 20-40%. Disamping itu kebiasaan orang tua mencegah pemberian makanan pada anak yang menderita diare ikut memperburuk keadaan. Belum lagi akibat buruk gangguan penyerapan zat-zat gizi karena peristaltik usus yang meningkat dan malabsorpsi yang terjadi sewaktu diare (Jalal dan Sukirman, 1990) dalam Minarto (2006).

Anak yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering diserang diare atau demam akhirnya akan menderita kurang gizi, demikian juga pada anak yang makan tidak cukup baik maka daya tahan tubuhnya (imunitas) dapat melemah dan dalam keadaandemikian akan mudah diserang infeksi, yang dapat mengurangi nafsu makan dan akhirnya anak dapat menderita kurang gizi (Depkes RI, 2000).


(1)

Bivariat umur balita

Case Processing Summary

107 100.0% 0 .0% 107 100.0%

Umur balita * s tatusgizi

N Percent N Percent N Percent

Valid Mis sing Total

Cas es

Umur balita * statusgizi Crosstabulation

0 1 1

.0% 100.0% 100.0%

6 7 13

46.2% 53.8% 100.0%

31 37 68

45.6% 54.4% 100.0%

9 16 25

36.0% 64.0% 100.0%

46 61 107

43.0% 57.0% 100.0%

Count

% within Umur balita Count

% within Umur balita Count

% within Umur balita Count

% within Umur balita Count

% within Umur balita 1-6 bulan

7-12 bulan 13-36 bulan 37-59 bulan Umur

balita

Total

baik kurang s tatusgizi

Total

Chi-Square Tests

1.493a 3 .684

1.870 3 .600

107 Pears on Chi-Square

Likelihood Ratio N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-s ided)

2 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .43.

a.

Risk Estimate

a

Odds Ratio for Umur balita (1-6 bulan / 7-12 bulan)

Value

Ris k Es timate statis tics cannot be computed. They a.


(2)

Bivariat penyakit infeksi

Case Processing Summary

107 100.0% 0 .0% 107 100.0%

Bila pernah s akit, s akit apa? * s tatus gizi

N Percent N Percent N Percent

Valid Mis sing Total

Cases

Bila pernah sakit, sakit apa? * statusgizi Crosstabulation

6 8 14

42.9% 57.1% 100.0%

40 53 93

43.0% 57.0% 100.0%

46 61 107

43.0% 57.0% 100.0%

Count

% within Bila pernah s akit, s akit apa? Count

% within Bila pernah s akit, s akit apa? Count

% within Bila pernah s akit, s akit apa? Infeks i berat ( diare, ISPA,

pneumonia, campak) infeks i ringan (nbatuk, pilek, demam) Bila pernah

s akit, s akit apa?

Total

baik kurang

s tatusgizi

Total

Chi-Square Tests

.000b 1 .991

.000 1 1.000

.000 1 .991

1.000 .613

107 Pears on Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio Fis her's Exact Test N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-s ided)

Exact Sig. (2-s ided)

Exact Sig. (1-s ided)

Computed only for a 2x2 table a.

0 cells (.0%) have expected count les s than 5. The minimum expected count is 6. 02.


(3)

Risk Estimate

.994 .319 3.093

.996 .521 1.906

1.003 .616 1.631

107 Odds Ratio for Bila

pernah s akit, sakit apa? (Infeksi berat ( diare, ISPA, pneumonia, campak) / infeksi ringan (nbatuk, pilek, demam)) For cohort s tatus gizi = baik

For cohort s tatus gizi = kurang

N of Valid Cases

Value Lower Upper

95% Confidence Interval

Bivariat Jumlah Anggota Keluarga

Case Processing Summary

107 100.0% 0 .0% 107 100.0%

Berapa jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam serumah dan menjadi tanggungan keluarga?... orang. *

N Percent N Percent N Percent

Valid Mis sing Total


(4)

Chi-Square Tests

.104b 1 .747

.012 1 .913

.105 1 .746

.832 .458

107 Pears on Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio Fis her's Exact Test N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-s ided)

Exact Sig. (2-s ided)

Exact Sig. (1-s ided)

Computed only for a 2x2 table a.

0 cells (.0%) have expected count les s than 5. The minimum expected count is 13. 76.

b.

Berapa jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam serumah dan menjadi tanggungan keluarga?... orang. * statusgizi Crosstabulation

33 42 75

44.0% 56.0% 100.0%

13 19 32

40.6% 59.4% 100.0%

46 61 107

43.0% 57.0% 100.0%

Count

% within Berapa jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam serumah dan menjadi tanggungan keluarga?... orang. Count

% within Berapa jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam serumah dan menjadi tanggungan keluarga?... orang. Count

% within Berapa jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam serumah dan menjadi tanggungan keluarga?... orang. ≤ 6 orang

> 6 orang Berapa jumlah anggota

keluarga yang tinggal dalam serumah dan menjadi tanggungan keluarga?... orang.

Total

baik kurang statusgizi


(5)

Bivariat pengetahuan

Case Processing Summary

107 100.0% 0 .0% 107 100.0%

kategori pengetahuan * status gizi

N Percent N Percent N Percent

Valid Mis sing Total

Cas es

kategori pengetahuan * statusgizi Crosstabulation

0 3 3

.0% 100.0% 100.0%

46 58 104

44.2% 55.8% 100.0%

46 61 107

Count

% within kategori pengetahuan Count

% within kategori pengetahuan Count

% within kategori pengetahuan rendah

pengetahuan tinggi kategori pengetahuan

Total

baik kurang

s tatusgizi

Total Risk Estimate

1.148 .496 2.660

1.083 .663 1.769

.943 .665 1.338

107 Odds Ratio for Berapa

jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam serumah dan menjadi tanggungan keluarga?... orang. (≤ 6 orang / > 6 orang) For cohort statusgizi = baik

For cohort statusgizi = kurang

N of Valid Cases

Value Lower Upper

95% Confidence Interval


(6)

Chi-Square Tests

2.328b 1 .127

.873 1 .350

3.437 1 .064

.258 .181

107 Pears on Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio Fis her's Exact Test N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-s ided)

Exact Sig. (2-s ided)

Exact Sig. (1-s ided)

Computed only for a 2x2 table a.

2 cells (50.0%) have expected count les s than 5. The minimum expected count is 1. 29.

b.

Risk Estimate

1.793 1.511 2.128

107 For cohort

s tatusgizi = kurang N of Valid Cases

Value Lower Upper

95% Confidence Interval