pendapatan keluarga masih rendah yaitu sebanyak 105 orang atau sekitar 98.1.  Hal  ini  menunjukkan  bahwa  pendapatan  keluarga  dapat
mempengaruhi  status  gizi  pada  balita,  jika  suatu  keluarga  memiliki pendapatan  yang  besar  serta  cukup  untuk  memenuhi  kebutuhan  gizi
anggota  keluarga  maka  dijamin  kebutuhan  gizi  pada  balita  akan terpenuhi.
Pendapatan  seseorang  identik  dengan  mutu  sumber  daya  manusia, sehingga  seseorang  yang  berpendidikan  tinggi  umumnya  memiliki
pendapatan yang relatif tinggi pula. Pendapatan keluarga juga tergantung pada  jenis  pekerjaan  suami  dan  anggota  keluarga  lainnya.  Pendapatan
keluarga akan relatif lebih besar jika suami dan istri bekerja diluar rumah.
5.    Jenis Kelamin Balita
Berdasarkan  penelitian  ini  didapatkan  bahwa  jumlah  balita  gizi kurang perempuan di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten
Tangerang  tahun  2009  lebih  tinggi  daripada  balita  gizi  kurang  laki-laki. Hal  ini  dikarenakan  jumlah  balita  gizi  kurang  perempuan  yang
berkunjung  ke  Puskesmas  Sepatan  Kecamatan  Sepatan  Kabupaten Tangerang tahun 2009 lebih banyak daripada balita gizi kurang laki-laki.
Jenis  kelamin  merupakan  faktor  gizi  internal  yang  menentukan kebutuhan  gizi,  sehingga  pada  waktunya  ada  hubungan  antara  jenis
kelamin dengan keadaan gizi Apriadji, 1986. Jumlah balita gizi kurang
di  Puskesmas  Sepatan  Kecamatan  Sepatan  Kabupaten  Tangerang  tahun 2009 lebih banyak pada balita perempuan 60 balita daripada balita laki-
laki  47  balita.  Hal  ini  sejalan  dengan  yang  di  ungkapkan  Khumaidi 1989  yang  menyebutkan  bahwa  anak  laki-laki  biasanya  mendapatkan
prioritas  yang  lebih  tinggi  dalam  hal  makanan  dibandingkan  anak perempuan.  Tetapi  hasil  penelitian  ini  tidak  sejalan  dengan  hasil
Riskesdas  2007  yang  menyebutkan  bahwa  tidak  nampak  adanya perbedaan yang mencolok antara prevalensi gizi buruk, kurang, baik dan
lebih antara balita laki-laki dan perempuan. Status gizi balita perempuan seharusnya lebih tinggi daripada laki-
laki,  sebab  pada  balita  perempuan  pada  usia  dewasa  akan  mengalami proses  kehamilan.  Sehingga  ketika  pertambahan  berat  badannya  sesuai
dengan  pertambahan  usianya,  maka  risiko  untuk  mengalami  berat  badan lahir rendah BBLR menjadi lebih kecil.
6.    Umur Balita
Umur balita merupakan faktor internal yang menentukan kebutuhan gizi,  sehingga  umur  berkaitan  erat  dengan  status  gizi  anak  balita.  Hasil
penelitian  menunjukkan  bahwa  di  Puskesmas  Sepatan  Kecamatan Sepatan  Kabupaten  Tangerang  Tahun  2009  menunjukkaan  balita  yang
mengalami  gizi  kurang  banyak  terjadi  pada  umur  13-36  bulan  yaitu sebesar 60.7.
Anak  balita  merupakan  kelompok  yang  menunjukan  pertumbuhan badan  yang  pesat,  sehingga  memerlukan  zat-zat  gizi  yang  tinggi  setiap
kilogram berat badannya. Karena makanan memberikan sejumlah zat gizi yang  diperlukan  untuk  tumbuh  kembang  pada  setiap  tingkat
perkembangan  dan  usia,  yaitu  masa  bayi,  masa  balita  dan  masa  usia prasekolah.  Pemilihan  makanan  yang  tepat  dan  benar,  bukan  saja  akan
menjamin  kecukupan  gizi  bagi  tumbuh  kembang  fisik,  tetapi  juga perkembangan sosial, psikologis dan emosional.
Hasil ini sejalan dengan hasil Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa keseriusan  masalah  gizi  menjadi  lebih  jelas  terjadi  pada  kelompok  umur
12-47 bulan, karena pada kelompok ini merupakan periode pertumbuhan kritis  dimana  terjadi  kegagalan  pertumbuhan  growth  failure.  Kejadian
masalah  gizi  pada  kelompok  umur  tersebut  yang  tinggal  didaerah  desa lebih  tinggi  dibandingkan  dengan  kota.  Dengan  demikian  usia  12-47
bulan  merupakan  usia  rawan  untuk  menderita  gizi  kurang.  Karena semakin  bertambah  umur  anak  balita,  berarti  semakin  besar  pula
kebutuhan zat gizi bagi anak balita tersebut.
7.    Penyakit Infeksi Pada Balita