tubuh rentan dan tak mampu untuk mengakomodasinya, cemaran ini bisa sangat membahayakan bagi manusia.
2.2. Air Tanah
Air tanah, terutama air sumur dalam yang didapat pada kedalaman 9-30 m di bawah permukaan tanah, akan bebas dari kekeruhan, organisme pathogen, dan
zat-zat lainnya. Pada keadaan ini penggunaan air secara langsung sebagai sumber air bersih diizinkan tanpa pengolahan terlebih dahulu Hidayat, 2008. Air tanah
ground water adalah air yang menempati rongga-rongga dalam lapisan geologi. Air tanah terjadi sebagai hasil proses penyerapan air yang berasal dari
curah hujan maupun pencairan salju yang masuk kedalam tanah melalui tanah berporos, yang akhirnya mencapai lapisan impermeable dan tersimpan di
dalamnya. Lapisan tanah yang terletak di bawah permukaan tanah dinamakan daerah jenuh saturated zone sedangkan daerah tidak jenuh biasanya terletak
diatas daerah jenuh sampai ke permukaan tanah, dimana rongga-rongganya berisi air dan udara.
Data air tanah biasa dinyatakan dengan satuan konsentrasi mgL, untuk mengetahui perbandingan jumlah masing-masing ion dalam larutan maka satuan
mgL dikonversikan ke dalam satuan meqL. Pada umumnya air tanah mengandung 95 ion-ion utama yang terdiri dari 7 jenis ion, yaitu 4 ion positif,
natrium Na
+
, kalium K
+
, kalsium Ca
+
dan magnesium Mg
+
. Sedangkan 3 ion negatifnya adalah klorida Cl
-
, sulfat SO
4 2-
dan bikarbonat HCO
3 -
. Semua
16
jenis ion ini bila dijumlahkan akan menjadi mineralisasi atau padatan terlarut total Freeze dan Cherry, 1979.
2.3. Air Limbah
Kualitas limbah menunjukkan spesifikasi limbah yang diukur dari jumlah kandungan bahan pencemar di dalam limbah. Kandungan pencemar di dalam
limbah terdiri dari berbagai parameter. Semakin kecil jumlah parameter dan semakin kecil konsentrasinya, hal ini menunjukkan semakin kecil peluang untuk
terjadinya pencemaran lingkungan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas limbah adalah volume limbah, kandungan bahan pencemar, dan frekuensi
pembuangan limbah Kristanto, 2002. Dalam Kristanto 2002 disebutkan, ada beberapa kemungkinan yang akan
terjadi akibat masuknya limbah ke dalam lingkungan: a.
Lingkungan tidak mendapatkan pengaruh yang berarti. Hal ini disebabkan karena volume limbah kecil, parameter pencemar yang terdapat dalam limbah
sedikit dengan konsentrasi yang kecil. b.
Ada pengaruh perubahan, tetapi tidak mengakibatkan pencemaran. c.
Memberikan perubahan dan menimbulkan pencemaran.
2.3.1. Limbah Cair Industri Tekstil
Industri tekstil merupakan suatu industri yang bergerak dibidang garmen dengan mengolah kapas atau serat sintetik menjadi kain melalui tahapan proses
spinning pemintalan dan weaving penenunan. Limbah industri tekstil tergolong
17
limbah cair dari proses pewarnaan yang merupakan senyawa kimia sintetis, mempunyai kekuatan pencemar yang kuat. Bahan pewarna tersebut telah terbukti
mampu mencemari lingkungan. Zat warna tekstil merupakan semua zat warna kromofor yang
mempunyai kemampuan untuk diserap oleh serat tekstil dan gugus yang dapat mengadakan ikatan dengan serat tekstil auksokrom. Penggunaan zat yang
mengandung gugus auksokrom juga dilakukan untuk mengintensifkan warna pada serat tekstil Winarni dan Oriyati, 1980. Zat warna tekstil merupakan gabungan
dari senyawa organik dan anorganik. Kromofor dan auksokrom sebagai zat aktif yang bekerja, memberi warna dan pengikat antara warna dengan serat Risnandar
dan Kurniawan, 1998. Berdasarkan proses yang berbeda yang dilakukan, maka limbah yang
dihasilkan pun berbeda. Hasil dari proses pewarnaannya tergantung pada pewarna yang digunakan misalnya zat warna indigo C
12
H
10
N
12
O
12
dan sulfur. Limbah- limbah itu dialirkan ke kolam-kolam pengendapan pada proses pengolahan limbah
cair dan selanjutnya dialirkan ke sungai. Agar air limbah tidak menimbulkan pengaruh negatif terhadap lingkungan perairan maka diperlukan suatu teknik
pengolahan yang diarahkan agar kriteria yang ditetapkan dalam baku mutu air limbah industri dapat terpenuhi. Baku mutu merupakan spesifikasi dari jumlah
bahan pencemar yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan dan ini merupakan langkah penting dalam usaha mengendalikan pencemaran dan melestarikan
lingkungan Suratno, 1998.
18
2.3.2. Pengolahan Limbah Cair
Air limbah mungkin terdiri dari satu atau lebih parameter pencemar yang melampaui ambang yang telah ditetapkan. Kemungkinan di dalamnya terdapat
minyak, lemak, bahan anorganik seperti besi, aluminium, nikel, timbal, barium, fenol, dan lain-lain, sehingga dalam pengolahannya dibutuhkan kombinasi dari
beberapa metode dan peralatan Kristanto, 2002. Menurut Kristanto 2002 pengolahan limbah air dapat dibedakan menjadi
pengolahan menurut tingkat perlakuan dan pengolahan menurut karakteristik limbah. Berdasarkan karakteristik limbah, proses pengolahan dapat digolongkan
menjadi tiga bagian, yaitu proses fisik, kimia, dan biologi. Proses ini tidak dapat berjalan secara sendiri-sendiri, tetapi kadang-kadang harus dilaksanakan secara
kombinatif. Pemisahan proses menurut karakteristik limbah sebenarnya untuk memudahkan pengidentifikasian peralatan.
a. Proses Fisik
Perlakuan terhadap air limbah dengan cara fisika, yaitu proses pengolahan secara mekanis dengan atau tanpa penambahan bahan kimia. Proses-proses
tersebut di antaranya adalah penyaringan atau filtrasi, penghancuran, dan sedimentasi.
b. Proses Kimia
Proses secara kimia menggunakan bahan kimia untuk mengurangi konsentrasi zat pencemar di dalam limbah. Kegiatan yang termasuk dalam proses
kimia di antaranya adalah koagulasi, klorinasi, oksidasi dan reduksi, netralisasi, ion exchange
, dan desinfektan.
19
c. Proses Biologi
Proses pengolahan limbah secara biologi adalah memanfaatkan mikroorganisme ganggang, bakteri, protozoa untuk mengurangi senyawa
organik dalam air limbah menjadi senyawa yang sederhana dan dengan demikian menjadi lebih mudah mengolahnya.
Proses ini dilakukan jika proses fisika atau kimia atau gabungan kedua proses tersebut tidak memuaskan. Proses biologi membutuhkan zat organik
sehingga kadar oksigen semakin lama semakin sedikit. Pada proses kimia zat tersebut diendapkan dengan menambahkan bahan koagulan dan kemudian
endapannya diambil.
2.3.3. Baku Mutu Air Limbah Industri
Sehubungan dengan fungsi baku mutu lingkungan maka dalam hal menentukan apakah telah terjadi pecemaran dari kegiatan industri atau pabrik
dipergunakan dua buah sistem baku mutu lingkungan yaitu: a.
Effluent Standard merupakan kadar maksimum limbah yang diperbolehkan untuk dibuang ke lingkungan. Pengukuran parameter dari limbah dilakukan
pada titik akhir proses pengolahan limbah. b.
Stream Standard merupakan batas kadar limbah untuk sumberdaya tertentu, seperti sungai, waduk, dan danau. Pengukuran parameter dari limbah
dilakukan pada titik masuknya limbah ke sungai, waduk, atau danau. Kadar yang ditetapkan ini didasarkan pada kemampuan sumberdaya beserta sifat
peruntukannya Darsono, 1995.
20
Baku mutu limbah cair adalah batas kadar yang diperbolehkan bagi zat atau bahan pencemar untuk dibuang dari sumber pencemaran ke dalam air pada
sumber air, sehingga tidak menyebabkan dilampauinya baku mutu air Darsono, 1995. Baku mutu air limbah effluent standard dipergunakan untuk perencanaan,
perizinan, dan pengawasan mutu air limbah dari perbagai sektor. Untuk melindungi sumber air sesuai dengan peruntukannya maka perlu ditetapkan baku
mutu limbah cair dengan berpedoman kepada alternatif mutu limbah cair yang telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 3
Tahun 1998, tentang baku mutu limbah cair bagi kawasan industri. Baku mutu limbah yang telah ditetapkan Gubernur dimaksudkan untuk
melindungi peruntukan air di daerahnya, dengan demikian dalam setiap kegiatan yang menghasilkan limbah cair dan yang membuang limbah cair tersebut ke
dalam air pada sumber air limbah cair harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. mutu limbah cair yang dibuang ke dalam air pada sumber air tidak boleh
melampaui baku mutu limbah cair yang telah ditetapkan, dan b.
tidak mengakibatkan turunnya kualitas air pada sumber air penerima limbah Darsono, 1995.
Hal tersebut mengharuskan agar setiap pembuangan limbah cair ke dalam air pada sumber air, mencantumkan kuantitas dan kualitas limbah Darsono,
1995.
21
2.4. Koagulasi dan Flokulasi
Koagulasi adalah proses penggumpalan partikel koloid karena penambahan bahan sintetik tertentu sehingga partikel-partikel tersebut bersifat
netral dan membentuk endapan karena adanya gaya grafitasi. Koagulasi secara kimia dapat dilakukan dengan penambahan elektrolit, pencampuran koloid yang
berbeda muatan, dan penambahan koagulan. Salah satu cara pengolahan air adalah melalui proses koagulasi-flokulasi. Pemisahan koloid dapat dilakukan dengan cara
penambahan koagulan sintetik ataupun koagulan alami yang diikuti dengan pengadukan lambat pada proses flokulasi sehingga menyebabkan penggumpalan
partikel-partikel koloid yang kemudian sebagian besar dapat dipisahkan dengan sedimentasi Tebbut, 1982. Proses koagulasi-flokulasi dapat menggunakan bahan
koagulan sintetis dan alami. Proses koagulasi merupakan proses destabilisasi koloid dengan adanya pembubuhan koagulan. Bahan koagulan dapat berupa
sintetik seperti ferro sulfat FeSO
4
, alumunium sulfat atau alum Al
2
SO
4 3
, dan Poly Alumunium Chloride
PAC Al
2
OH
3
Cl
3 10
. Al
3+
dari PAC dan Al
2
SO
4 3
akan bereaksi dengan OH
-
membentuk AlOH
3
yang mudah mengendap Dhallawati, 2000. Reaksinya adalah:
Alum sulfat Al
2
SO
4 3
Al
2
SO
4 3
+ 6 H
2
O → 2 AlOH
3
+ 3 H
2
SO
4
. PAC
Al
2
OH
3
Cl
3 10
AlCl
3
- AlCl
3
- AlCl
3
……+ 3
H
2
O → 2 AlOH
3
- AlCl
3
- AlCl
3
…… Flokulasi adalah penyisihan kekeruhan air dengan cara penggumpalan
partikel kecil menjadi partikel yang lebih besar. Pada proses flokulasi terjadi
22
penggumpalan mikro flok menjadi makro flok yang sudah terbentuk pada proses koagulasi. Menurut Vigneswaran dan Visvanathan 1995 ada tiga mekanisme
utama flokulasi, yaitu: a.
Flokulasi Perikinetik Merupakan penggumpalan yang diakibatkan oleh gerak acak brown dari
molekul di dalam larutan. Ketika partikel-partikel bergerak di dalam air akibat gerak Brown, partikel tersebut saling bertabrakan satu sama lain dan pada saat
hubungan itulah terjadi pembentukan partikel yang lebih besar dan selanjutnya terus menumpuk.
b. Flokulasi Ortokinetik
Merupakan penggumpalan yang diakibatkan oleh gradien kecepatan dalam cairan. Proses ini membutuhkan pergerakan yang lambat dari partikel di dalam air.
Partikel akan dianggap bertabrakan jika jaraknya dekat atau berada dalam daerah yang masih mempunyai pengaruh terhadap partikel lain. Pada proses ini kecepatan
pengendapan dari partikel diabaikan. Untuk itu dibutuhkan pergerakan air atau gradient kecepatan untuk menaikkan tumbukan antar partikel.
c. Pengendapan Diferensial
Merupakan terjadinya flokulasi akibat dari kecepatan pengendapan yang berbeda karena adanya perbedaan ukuran partikel. Partikel besar akan lebih cepat
mengendap dibandingkan partikel kecil. Hal ini akan membantu flokulasi ortokinetik karena gradien kecepatan yang dihasilkan menyebabkan
penggumpalan lebih lanjut. Selain bahan kimia sintetis, terdapat bahan-bahan alami yang bisa berasal
23
dari tumbuh-tumbuhan tropis yang dapat digunakan sebagai koagulan diantaranya adalah biji kelor Moringa oleifera. Berbagai penelitian yang telah dilakukan
menyatakan bahwa biji kelor merupakan biokoagulan yang dapat digunakan untuk memperbaiki sifat fisika-kimia air limbah.
2.4.1. Koagulan dan Flokulan
Koagulan sintetik adalah garam logam yang bereaksi dengan air yang bersifat alkali basa untuk menghasilkan flok logam hidroksida yang tidak larut,
dimana flok yang terbentuk tidak dapat digolongkan sebagai partikel koloid. Pengendapan yang baik adalah terbentuknya flok-flok yang menghasilkan padatan
yang dapat turun. Koagulan sintetik yang sering digunakan untuk pengolahan air adalah alumunium sulfat alum Al
2
SO
4 3
. Untuk koagulan Al
2
SO
4 3
.18H
2
O, ketika penambahan koagulan kedalam air kotor disertai dengan pengadukan cepat,
Al
2
SO
4 3
segera bereaksi dengan natural alkalinity. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut.
Al
2
SO
4 3
.18 H
2
O
s
+ 3CaHCO
3 2aq
2AlOH
3
È + 3CaSO
4aq
+ 6CO
2g
+18H
2
O
l
Namun pada kondisi sebenarnya ada beberapa tahapan reaksi yang harus dilalui, yaitu ionisasi Al
2
SO
4 3
dalam air untuk membentuk ion Al
3+
dan ion sulfat SO
4 2-
yang diikuti dengan reaksi hidrolisis dengan H
2
O, untuk membentuk logam hidroksida dan ion hidrogen, seperti reaksi dibawah ini Karamah Ferdi,
2008. Al
3+
+ 3H
2
O
l
AlOH
3
+ 3H
+
24
Flokulan merupakan polimer yang bisa terlarut dalam air dengan berat molekul relatif Mr antara 1000 - 5.000.000 grmol dengan ukuran beberapa ratus
nanometer. Flokulan berfungsi membantu pembentukan makro flok yang akan menahan pecahnya mikro flok setelah terjadi destabilisasi oleh koagulan Arifin,
2007.
2.4.2. Mekanisme Koagulasi
Koloid berasal dari kata “colla” Yunani artinya lengketlem, karena nampak seperti lapisan film atau bentuk gelatin. Partikel-partikel koloid umumya
berasal dari pasir, tanah liat, sisa tanaman, ganggang, zat organik dan lain-lain. Koloid adalah partikel yang tidak dapat mengendap secara alami. Dengan
penambahan suatu pereaksi kimia yang disebut koagulan maka akan membuat keadaan partikel menjadi tidak stabil. Di dalam sistem koloid terdapat dua jenis
gaya, yaitu gaya Van Der Waals dan gaya tolakan elektrostatik. Stabilitas suspensi koloid tergantung pada kesetimbangan gaya tarik dan gaya tolak. Gaya tolakan
elektrostatis yang lebih besar daripada gaya Van Der Waals akan meningkatkan stabilitas suspensi koloid Pararaja, 2008.
Partikel-partikel koloid memiliki muatan sejenis, maka terjadi gaya tolak- menolak yang mencegah partikel-partikel koloid bergabung dan mengendap
akibat gaya gravitasi. Oleh karena itu, selain gerak Brown, muatan koloid juga berperan besar dalam menjaga kestabilan koloid.
Pada awalnya, partikel-partikel koloid mempunyai muatan yang sejenis yang didapatkannya dari ion yang diadsorpsi dari medium pendispersinya.
25
Apabila dalam larutan ditambahkan larutan yang berbeda muatan dengan sistem koloid, maka sistem koloid itu akan menarik muatan yang berbeda tersebut
sehingga membentuk lapisan ganda. Lapisan pertama ialah lapisan padat di mana muatan partikel koloid menarik ion-ion dengan muatan berlawanan dari medium
pendispersi. Sedangkan lapisan kedua berupa lapisan difusi dimana muatan dari medium pendispersi terdifusi ke partikel koloid. Model lapisan berganda tersebut
disebut lapisan ganda Stern. Adanya lapisan ini menyebabkan secara keseluruhan bersifat netral. Jika partikel-partikel koloid tersebut bersifat netral, maka akan
terjadi penggumpalan dan pengendapan karena pengaruh gravitasi. Proses penggumpalan dan pengendapan ini disebut koagulasi Pararaja, 2008.
Energi yang dimiliki koloid adalah jumlah dari energi Van Der Waals dan energi elektrostatik. Supaya suspensi koloid tidak stabil maka perlu untuk
melawan energi yang dibawa oleh koloid. Penambahan suatu koagulan akan mengurangi gaya tolakan elektrostatik sehingga larutan koloid tidak stabil dan
akan terjadi pengendapan koloid. Penetralan dari muatan ini merupakan tujuan utama dari suatu proses koagulasi.
Energi listrik yang dimiliki oleh suspensi koloid disebut zeta potensial, energi ini terdapat di permukaan luar partikel flok. Muatan partikel ini saling tolak
menolak satu dengan yang lainnya. Tujuan penambahan koagulan adalah untuk mereduksi gaya tolakan elektrokinetik antar partikel. Penambahan ion positif dari
koagulan pada koloid yang bermuatan negatif, misalnya partikel tanah, akan mengurangi tolakan langsung dimana gaya Van Der Waals akan ditiadakan dan
partikel akan mengendap Sudarmo, 2004.
26
Partikel-partikel koloid mempunyai muatan listrik akibat penyerapan ion- ion dalam larutan. Muatan partikel ini dapat positif atau negatif. Muatan listrik
partikel dapat disebabkan oleh dua hal seperti dibawah ini : a.
Ionisasi dari partikel koloidnya sendiri Beberapa partikel koloid memperoleh muatan dari proses ionisasi gugus
yang ada pada permukaan partikel koloid. Contohnya adalah koloid protein dan koloid sabundeterjen. Koloid protein merupakan jenis sol yang mempunyai gugus
yang bersifat asam -COOH dan basa -NH
2
. Kedua gugus ini dapat terionisasi dan memberikan muatan pada molekul-molekul protein. Pada pH rendah
konsentrasi H
+
tinggi, gugus basa –NH
2
akan menerima proton H
+
dan membentuk gugus –NH
3 +
.
Pada pH tinggi, -COOH akan mendonorkan proton H
+
dan membentuk gugus –COO
-
. Dalam keadaan asam:
HOOC-R-NH
2
+ H
+
HOOC-R-NH
3 +
Dalam keadaan basa: HOOC-R-NH
2
+ OH
- -
OOC-R-NH
2
+ H
2
O Maka, partikel sol protein bermuatan positif pada pH rendah dan
bermuatan negatif pada pH tinggi. Pada titik pH isoelektrik, partikel-partikel protein bermuatan netral karena muatan -NH
3 +
dan –COO
-
saling meniadakan menjadi netral.
Sedangkan pada koloid sabundeterjen, yang memiliki molekul lebih kecil daripada molekul koloid, pada konsentrasi yang relatif pekat kedua molekul ini
dapat bergabung dan membentuk partikel-partikel berukuran koloid yang disebut
27
misel. Sabun adalah garam karboksilat dengan partikel R-COO
-
Na
+
. Di dalam air partikel ini akan terionisasi. Anion-anion R-COO
-
akan bergabung membentuk misel. Gugus R- tidak larut dalam air sehingga akan terorientasi ke pusat,
sedangkan COO
-
larut dalam air sehingga berada di permukaan yang bersentuhan dengan air.
b. Adsorpsi Selektif
Adsorpsi selektif dari ion-ion dalam larutan oleh partikel koloid menyebabkan terjadinya lapisan listrik rangkap, partikel koloid menyerap ion
positif, ion-ion ini kemudian menyerap ion negatif, tetapi jumlahnya yang diserap lebih sedikit dari ion positif yang ada. Disini terjadi lapisan listrik rangkap, yang
berkedudukan tetap. Contohnya adalah koloid FeOH
3
yang bermuatan positif karena permukaannya menyerap ion H
+
Pararaja, 2008. Tebbut 1982 menyatakan reaksi yang berlangsung untuk memisahkan
warna dengan proses koagulasi sangat tergantung pada pembentukan endapan dari kombinasi zat organik dan anorganik terlarut dengan koagulan, sehingga terdapat
hubungan antara intensitas warna dan dosis koagulan yang diperlukan untuk pemisahan warna. Partikel-partikel yang ada dalam air akan terdestabilisasi
kemudian terflokulasi, flok yang terbentuk akan memisahkan kekeruhan akibat koloid dalam air.
2.4.3. Faktor yang Mempengaruhi Koagulasi dan Flokulasi
Gaya antar molekul yang diperoleh dari agitasi merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap laju terbentuknya partikel flok. Salah satu
28
faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan proses flokulasi adalah pengadukan secara lambat, keadaan ini memberi kesempatan partikel melakukan
kontak atau hubungan agar membentuk penggabungan agglomeration. Pengadukan lambat ini dilakukan secara hati-hati karena flok-flok yang besar
akan mudah pecah melalui pengadukan dengan kecepatan tinggi. Dalam pengolahan air, untuk mencapai proses koagulasi-flokulasi yang
optimum diperlukan pengaturan semua kondisi yang saling berkaitan dan mempengaruhi proses tersebut. Kondisi-kondisi yang mempengaruhi antara lain
adalah pH, suhu, konsentrasi koagulan dan pengadukan. a.
pH Suatu proses koagulasi dapat berlangsung secara sempurna jika pH yang
digunakan berada pada jarak tertentu sesuai dengan pH optimum koagulan dan flokulan yang digunakan.
b. Suhu
Proses koagulasi dapat berkurang pada suhu rendah kerena peningkatan viskositas dan perubahan struktur agregat menjadi lebih kecil sehingga dapat
lolos dari saringan, sedangkan pada suhu tinggi yang mempunyai kerapatan lebih kecil akan mengalir ke dasar kolam dan merusak timbunan lumpur yang sudah
terendap dari proses sedimentasi. c.
Konsentrasi koagulan Konsentrasi koagulan sangat berpengaruh terhadap tumbukan partikel
sehingga penambahan koagulan harus sesuai dengan kebutuhan untuk membentuk flok-flok. Jika konsentrasi koagulan kurang mengakibatkan tumbukan antar
29
partikel berkurang sehingga mempersulit pembentukan flok. Begitu juga sebaliknya jika konsentrasi koagulan terlalu banyak maka flok tidak terbentuk
dengan baik dan dapat menimbulkan kekeruhan kembali. d.
Pengadukan Pengadukan yang baik diperlukan untuk memperoleh koagulasi dan
flokulasi yang optimum. Pengadukan terlalu lamban mengakibatkan waktu pertumbuhan flok menjadi lama, sedangkan jika terlalu cepat mengakibatkan flok-
flok yang terbentuk akan pecah kembali Pararaja, 2008.
2.5. Moringa oleifera
Moringa oliefera di Indonesia dikenal sebagai kelor. Tumbuhan ini
termasuk jenis tumbuhan perdu yang dapat memiliki ketinggian batang 7 -11 meter. Pohon kelor tidak terlalu besar. Batang kayunya getas mudah patah dan
cabangnya jarang tetapi mempunyai akar yang kuat. Batang pokoknya berwarna kelabu. Daunnya berbentuk bulat telur dengan ukuran kecil-kecil bersusun
majemuk dalam satu tangkai. Kelor dapat berkembang biak dengan baik pada daerah yang mempunyai ketinggian tanah 300-500 meter di atas permukaan laut.
Bunganya berwarna putih kekuning-kuningan dan tudung pelepah bunganya berwarna hijau. Bunga kelor keluar sepanjang tahun dengan aroma bau semerbak.
Buah kelor berbentuk segi tiga memanjang. Buahnya berbentuk seperti kacang panjang berwarna hijau dan keras serta memiliki panjang 120 cm. Bunga kelor
berupa malai yang keluar dari ketiak daun, sedangkan buahnya menggantung
30
sepanjang 20-45 cm dan isinya sederetan biji bulat, tetapi bersayap tiga Schwarz, 2000.
Klasifikasi Kingdom :
Plantae Ordo
: Brassicales
Family : Moringaceae
Genus : Moringa
Species : M. oleifera
Gambar 1. Moringa oleifera Budidaya tanaman Moringa atau kelor tidak memerlukan pemeliharaan
yang rumit dan dapat tahan pada musim kering yang panjang. Cepat tumbuh sampai ketinggian 4-10 meter, berbunga, dan menghasilkan buah hanya dalam
waktu 1 tahun sejak ditanam. Tanaman tersebut tumbuh cepat baik dari biji maupun dari stek, juga dapat tumbuh pada lahan yang gersang dan tidak subur.
Sehingga baik bila dikembangkan di lahan-lahan kritis yang mengalami musim kekeringan yang panjang Schwarz, 2000.
Tanaman kelor ini bermanfaat dan berkhasiat sebagai obat tradisional, karena mengandung beberapa zat kimia untuk menyembuhkan penyakit. Daun
kelor mengandung alkaloid moringin, moringinan, dan pterigospermin. Kemudian gomnya mengandung arabinosa, galaktan, asam glukonat, dan ramnosa,
sedangkan bijinya mengandung asam palmitat, strearat, linoleat, oleat, lignoserat.
31
Gambar 2. Asam Oleat Gambar 3. Asam Palmitat
Gambar 4. Asam Glukonat Gambar 5. Asam Linoleat
Analisis nutrisi yang telah dilakukan pada daun kelor menunjukkan bahwa daun kelor kaya akan nutrisi esensial. Konsentrat daun kelor kering mengandung
nilai nutrisi yang lebih tinggi dibandingkan wortel dan bayam. Vitamin A yang terdapat pada daun kelor berupa prekusornya, yaitu karoten. Bentuk ini lebih
efektif karena usus menyerap vitamin A dalam bentuk karoten Dolcas Biotech, 2008. Madsen dan Dchlundt serta Grabow menunjukkan bahwa serbuk biji kelor
mampu menumpas bakteri Escherichia coli, Streptococcus faecalis dan Salmonella typymurium
. Secara tradisional, kegunaan biji Moringa oleifera pada pengolahan air
skala rumah tangga telah dilakukan di beberapa wilayah pedalaman di Sudan.
32
Wanita-wanita di daerah tersebut yang mengambil air dari Sungai Nil, memasukkan serbuk Moringa oleifera dalam kantong kecil yang terbuat dari kain.
Kantong ini kemudian dicelupkan dan diputar dalam wadah yang berisi air keruh dari Sungai Nil yang mereka ambil.
Gambar 6. Biji Moringa oleifera Kulit dari biji Moringa oleifera mengandung molekul protein larut air
dengan berat molekul yang rendah. Protein ini akan bermuatan positif jika dilarutkan dalam air. Fungsi protein akan bekerja seperti bahan sintetik yang
bermuatan positif dan dapat digunakan sebagai koagulan polimer sintetik. Ketika Moringa oleifera
yang sudah diolah serbuk dimasukkan kedalam air kotor, protein yang terdapat dalam Moringa oleifera akan mengikat partikulat-partikulat
yang bermuatan negatif, partikulat ini menyebabkan kekeruhan. Pada kondisi kecepatan pengadukan yang tepat, partikulat-partikulat
bermuatan negatif yang sudah terikat, ukurannya akan membesar dan membentuk flok. Flok ini bisa diendapkan dengan gravitasi atau dihilangkan dengan filtrasi.
Seperti koagulan lainnya, kemampuan biji kelor Moringa oleifera untuk menjernihkan air dapat bervariasi, tergantung dari keadaan air yang akan diproses.
33
Efektifitas koagulasi oleh biji kelor ditentukan oleh kandungan protein kationik bertegangan rapat dengan berat molekul sekitar 6,5 kdalton. Elusi NaCl
pada pengujian elektroforesis terhadap protein yang terkandung dalam Moringa oleifera
menunjukkan kandungan protein ini 79.3 bersifat kationik dan 20.7 bersifat anionik Sahni dan Srivastava, 2008.
. Potensial zeta larutan 5 biji kelor tanpa kulit adalah sekitar +6 mV. Hal ini menunjukkan bahwa larutan ini didominasi oleh tegangan positif meskipun
merupakan campuran heterogen yang kompleks. Potensial zeta air limbah adalah sekitar -46 mV. Akibatnya, koagulasi partikel tersuspensi dengan biji kelor
dipengaruhi oleh proses destabilisasi tegangan negatif koloid oleh polielektrolit kationik Broin, 2002.
2.6. Jar Test