stabil. Dari kedua mekanisme tersebut, untuk menentukan mekanisme mana yang terjadi merupakan suatu hal yang sangat sukar karena kedua mekanisme tersebut
mungkin terjadi secara simultan. Tapi, umumnya mekanisme koagulasi dengan biji kelor adalah adsorpsi dan netralisasi tegangan Sutherland dkk, 1994.
Suatu keuntungan tambahan dalam hal ini adalah, bahwa semua lumpur yang berasal dari koagulasi biji M.oleifera adalah biodegradable dan merupakan
bahan organik. Tidak seperti tawas, aktivitas koagulasi sangat dipengaruhi oleh alkalinitas alami air yang akan dikoagulasi. Sehingga diperlukan bahan tambahan
lain seperti kapur untuk dapat meningkatan alkalinitas atau pH air yang akan dikoagulasi dengan menggunakan tawas. Akibatnya adalah lumpur yang
dihasilkan mempunyai volume yang besar dari pada lumpur yang dihasilkan oleh koagulan biji M.oleifera.
4.3. Pengaruh Penggunaan M. oleifera Terhadap Perubahan pH
Derajat keasaman pH adalah salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi proses koagulasi. Bila proses koagulasi dilakukan tidak pada rentang
pH optimum, maka akan mengakibatkan gagalnya proses pembentukan flok dan rendahnya kualitas air yang dihasilkan. pH optimum untuk masing-masing koagulan
berbeda-beda. Koagulan tertentu tidak akan bekerja maksimal pada suasana yang
lebih asam atau lebih basa dari nilai pH optimumnya. Berdasarkan hasil analisis,
diperoleh pH optimum biokoagulan Moringa oleifera adalah pada pH 6-8, pada pH tersebut asam amino mengalami ionisasi menghasilkan ion karboksilat dan proton,
55
muatan proton menarik elektron koloid membentuk kelompok netral lalu menghasilkan flok Wibraham, et al., 1982.
Tabel 5. Variasi konsentrasi M. oleifera terhadap pH
No. Konsentrasi
Moringa pH
mgL Air
Limbah Air
Tanah 1
2 3
4 5
6 7
8 20
40 60
80 100
110 120
140 4,83
4,85 5,1
5,67 6,2
6,18 6,14
6,2 6,7
7,25 7,41
7,38 7,39
7,39 7,41
7,42
Kisaran nilai pH untuk air yang disarankan oleh WHO 2006 adalah antara 6.0 sampai 8.0. Perlakuan yang dilakukan berada di kisaran 4,83 sampai
7,42 yang mana nilainya semakin meningkat dengan penambahan dosis koagulan. Pada 100 mL aquades yang ditambahkan 8 mg serbuk Moringa oleifera, pH-nya
naik dari 7,6 menjadi 8,2. Ini dapat dijelaskan dengan fakta bahwa larutan menjadi bersifat lebih basa disebabkan kekuatan Moringa oleifera sebagai koagulan
terletak pada keberadaan protein kationik larut air yang terdapat dalam kulit dan bijinya. Hal ini menyebabkan di dalam air terjadi penerimaan proton dari air oleh
asam amino yang bersifat basa yang terdapat dalam protein Moringa oleifera yang menghasilkan pelepasan grup hidroksil yang membuat larutan menjadi basa
Amagloh, 2009.
56
Tabel 6. Nilai pH setelah penambahan koagulan Sampel
pH Air Limbah
Air Tanah Awal 5,08
6,87 Kontrol 5,1 6,96
PAC 100 mgL 4,8
5,21 M.o 80 mgL
5,67 7,38
M.o 100 mgL 6,2
7,39
Pada sampel yang menggunakan koagulan PAC, pH akan semakin asam seiring penambahan dosis koagulan. Hal ini disebabkan karena pada pengolahan
air, alum memproduksi asam yang akan menurunkan nilai pH. Peningkatan keasaman bisa terjadi karena adanya kation trivalent alumunium yang menjadi
asam Lewis. Sehingga dapat menerima sepasang elektron sunyi Amagloh, 2009. Pada koagulan sintetik PAC, penurunan nilai pH disebabkan terdapatnya ion
hidrogen bebas H
+
yang dihasilkan dari reaksi hidrolisis, yaitu ketika koagulan bereaksi dengan air. Secara umum semakin banyak koagulan yang digunakan
maka penurunan pH akan semakin tinggi
4.4. Pengaruh Penggunaan M. oleifera Terhadap Perubahan Konduktifitas