Nilai Temperatur Setelah Penambahan Koagulan Pengaruh Penggunaan M. oleifera Terhadap Perubahan Turbiditas

52

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Nilai Temperatur Setelah Penambahan Koagulan

Penambahan serbuk biji kelor Moringa oleifera dan PAC sebagai koagulan dalam proses pengolahan limbah cair dan penjernihan air tidak mempengaruhi perubahan temperatur secara signifikan. Pada sampel limbah cair, temperatur awal adalah 28,267 o C dan temperatur tertinggi setelah penambahan koagulan adalah 29,167 o C. Pada sampel air tanah, temperatur awalnya adalah 28,467 o C dan temperatur tertinggi setelah penambahan koagulan adalah 29,067 o C. Penggunaan koagulan pada proses pengolahan air tidak mengubah temperatur secara drastis. Temperatur dari masing-masing sampel masih berada dalam kisaran suhu normal untuk air. Tabel 2. Nilai temperatur setelah penambahan koagulan Sampel Temperatur o C Air Limbah Air Tanah Awal Kontrol PAC 100 mgL M.o 80 mgL M.o 100 mgL 29,1 28,3 28,6 28,7 28,8 28,7 28,5 28,9 28,9 29

4.2. Pengaruh Penggunaan M. oleifera Terhadap Perubahan Turbiditas

Pada tabel 3 dapat dilihat konsentrasi optimum bagi penurunan turbiditas air limbah adalah pada penggunaan koagulan Moringa oleifera 100 mgL, sedangkan air tanah pada 80 mgL. Pemberian konsentrasi optimum pada air limbah 52 menurunkan turbiditas sebesar 97,9 dan pada air tanah sebesar 97,5. Dibandingkan dengan PAC konsentrasi 100 mgL yang mampu menurunkan turbiditas sebesar 89,6 bagi air limbah dan 89,4 bagi air tanah, koagulan M. oleifera memiliki kemampuan koagulasi yang lebih baik untuk menurunkan nilai turbiditas. Tabel 3. Variasi konsentrasi koagulan terhadap turbiditas. No. Konsentrasi M. oleifera Turbiditas mgL Penurunan Turbiditas mgL Air Limbah Air Tanah Air Limbah Air Tanah 1 20 65,32 42,22 90,6 90,8 2 40 54,07 39,86 92,2 91,3 3 60 24,75 26,11 96,4 94,3 4 80 14,46 11,59 97,9 97,5 5 100 9,71 11,72 98,6 97,4 6 110 12,97 24,66 98,1 94,6 7 120 18,6 18,31 97,3 96,3 8 140 24,9 31,87 96,4 93 Nilai turbiditas tertinggi pada air limbah setelah proses koagulasi menggunakan M. oleifera adalah 65,32 mgL dan nilai turbiditas terendah adalah 9,71 mgL. Sedangkan pada air tanah, nilai turbiditas tertinggi adalah 42,22 mgL dan terendah adalah 11,59 mgL. Dosis optimum penggunaan koagulan M. oleifera adalah pada konsentrasi 100 mgL untuk air limbah dan 80 mgL untuk air tanah. Hal ini dilihat dari nilai turbiditas terendah dari limbah cair dan air tanah. Pada konsentrasi yang melebihi dosis optimum, turbiditas kembali naik karena koloid telah dinetralkan semuanya dan mengendap dengan dosis yang optimum, sehingga kelebihan koagulan akan menyebabkan kekeruhan karena tidak berinteraksi dengan partikel koloid lain yang berbeda muatan. 53 Tabel 4. Nilai turbiditas setelah penambahan koagulan Sampel Turbiditas mgL Air Limbah Air Tanah Awal 695,25 459 Kontrol 193,043 112,313 PAC 100 mgL 72,4208 48,78 M.o 80 mgL 14,4601 11,5949 M.o 100 mgL 9,71258 11,7225 Kekeruhan pada air disebabkan oleh adanya zat padat tersuspensi, baik zat organik maupun zat anorganik. Zat anorganik biasanya berupa lapukan batuan, pasir, lumpur, dan logam terlarut. Sedangkan zat organik berasal dari buangan limbah domestik maupun industri yang dapat menjadi makanan bakteri dan perkembangbiakkan bakteri. Selain itu mikroorganisme, alga, dan plankton juga dapat menyebabkan kekeruhan pada air. Ketika ditambahkan koagulan ke dalam sampel dan diikuti dengan pengadukan cepat, protein kationik yang dihasilkan Moringa oleifera tersebut terdistribusi ke seluruh bagian cairan dan kemudian berinteraksi dengan partikel- partikel bermuatan negatif penyebab kekeruhan yang terdispersi. Interaksi tersebut mempengaruhi gaya yang menyebabkan stabilitas partikel menjadi terganggu, sehingga bisa berikatan dengan partikulat kecil membentuk endapan. Proses inilah yang disebut koagulasi. Oleh karena itu Moringa bisa disebut sebagai koagulan. Karena koagulan ini berasal dari tumbuhan dan tanpa melalui proses sintetik, maka disebut juga koagulan alami atau biokoagulan. Mekanisme yang paling mungkin terjadi dalam proses koagulasi adalah adsorpsi dan netralisasi tegangan atau adsorpsi dan ikatan antar partikel yang tidak 54 stabil. Dari kedua mekanisme tersebut, untuk menentukan mekanisme mana yang terjadi merupakan suatu hal yang sangat sukar karena kedua mekanisme tersebut mungkin terjadi secara simultan. Tapi, umumnya mekanisme koagulasi dengan biji kelor adalah adsorpsi dan netralisasi tegangan Sutherland dkk, 1994. Suatu keuntungan tambahan dalam hal ini adalah, bahwa semua lumpur yang berasal dari koagulasi biji M.oleifera adalah biodegradable dan merupakan bahan organik. Tidak seperti tawas, aktivitas koagulasi sangat dipengaruhi oleh alkalinitas alami air yang akan dikoagulasi. Sehingga diperlukan bahan tambahan lain seperti kapur untuk dapat meningkatan alkalinitas atau pH air yang akan dikoagulasi dengan menggunakan tawas. Akibatnya adalah lumpur yang dihasilkan mempunyai volume yang besar dari pada lumpur yang dihasilkan oleh koagulan biji M.oleifera.

4.3. Pengaruh Penggunaan M. oleifera Terhadap Perubahan pH