Penggunaan serbuk biji kelor (moringa oleifera) sebagai koagulan dan flokulan dalam perbaikan kualitas air limbah dan air tanah

(1)

PENGGUNAAN SERBUK BIJI KELOR (Moringa oleifera)

SEBAGAI KOAGULAN DAN FLOKULAN DALAM PERBAIKAN

KUALITAS AIR LIMBAH DAN AIR TANAH

INDRA RANI YULIASTRI

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

PENGGUNAAN SERBUK BIJI KELOR (Moringa oleifera)

SEBAGAI KOAGULAN DAN FLOKULAN DALAM PERBAIKAN

KUALITAS AIR LIMBAH DAN AIR TANAH

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh :

INDRA RANI YULIASTRI 106096003223

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

PENGGUNAAN SERBUK BIJI KELOR (Moringa oleifera)

SEBAGAI KOAGULAN DAN FLOKULAN DALAM PERBAIKAN

KUALITAS AIR LIMBAH DAN AIR TANAH

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh :

INDRA RANI YULIASTRI 106096003223

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Hendrawati, M.Si Nurhasni, M.Si

NIP. 19720815 200312 2 001 NIP. 19740618 200501 2 005

Mengetahui,

Ketua Program Studi Kimia

Sri Yadial Chalid, M.Si NIP. 19680313 200312 2 001


(4)

PENGESAHAN UJIAN

Skripsi berjudul ”Penggunaan Serbuk Biji Kelor (Moringa oleifera) Sebagai Koagulan dan Flokulan dalam Perbaikan Kualitas Air Limbah dan Air Tanah” yang ditulis oleh Indra Rani Yuliastri, NIM 106096003223 telah diuji dan dinyatakan ”Lulus” dalam sidang Munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 10 Desember 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Kimia.

Menyetujui,

Penguji I Penguji II

Adi Riyadhi, M.Si Drs. Dede Sukandar, M.Si NIP. 19780621 200910 1 003 NIP. 19650104 199103 1 004

Pembimbing I Pembimbing II

Hendrawati, M.Si Nurhasni, M.Si

NIP. 19720815 200312 2 001 NIP. 19740618 200501 2 005

Mengetahui,


(5)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA TULIS ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN

Jakarta, Desember 2010

INDRA RANI YULIASTRI 106096003223


(6)

KATA PENGANTAR  

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang Maha Esa lagi Maha Perkasa yang

mengatur hidup dan kehidupan manusia dan para makhluk-Nya yang lain. Atas

berkat rahmat dan karunia serta ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul “Penggunaan Serbuk Biji Kelor (Moringa oleifera) Sebagai Koagulan dan Flokulan Dalam Perbaikan Kualitas Air Limbah dan Air Tanah”. Skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat menempuh ujian Sarjana Sains pada Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapat bimbingan dan

bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis selaku Dekan Fakultas Sains dan

Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Sri Yadial Chalid, M.Si selaku Ketua Program Studi Kimia, Fakultas Sains

dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Hendrawati, M.Si. selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan

bimbingan dan semangat serta nasihat kepada penulis dalam menyelesaikan


(7)

5. Adi Riyadhi, M.Si selaku Dosen Penguji I dan Drs. Dede Sukandar, M.Si

selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan saran yang membangun dan

masukan untuk perbaikan skripsi ini.

6. Kedua orang tua dan kedua adikku tercinta yang tiada henti memberikan doa

dan dukungan moril maupun materil yang begitu luar biasa selama

pelaksanaan tugas akhir.

7. Seluruh dosen, karyawan dan laboran Program Studi Kimia, terima kasih atas

ilmunya yang bermanfaat bagi penulis.

8. Sahabatku di setiap waktu, Diah, Pipit, dan Lintang, terima kasih atas bantuan,

semangat, dan kebersamaan di saat-saat yang sulit dan mudah.

9. Ahmad Zulfikar Fauzi yang telah memberikan bantuan dan dukungannya

kepada penulis.

10.Teman-teman Kimia 2006, terima kasih atas keceriaan yang selalu kita bagi.

11. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi

pembaca umumnya. Dengan segenap kerendahan hati penulis menyadari bahwa

skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Saran dan kritik yang membangun dari

pembaca sangat penulis harapkan.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jakarta, Desember 2010


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

ABSTRAK ... xvi

ABSTRACT ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Hipotesis ... 3

1.4. Tujuan Penelitian ... 4

1.5. Manfaat Penelitian ... 4

1.6. Pembatasan Masalah ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Air………... 5

2.1.1. Pencemaran Air ... 6

2.1.2. Sumber Pencemaran Air ... 8


(9)

2.3.1. Limbah Cair Industri Tekstil ... 17

2.3.2. Pengolahan Limbah Cair ... 19

2.3.3. Baku Mutu Air Limbah Industri ... 20

2.4. Koagulasi dan Flokulasi ... 22

2.4.1. Koagulan dan Flokulan ... 24

2.4.2. Mekanisme Koagulasi ... 25

2.4.3. Faktor yang Mempengaruhi Koagulasi dan Flokulasi ... 28

2.5. Moringa oleifera ... 30

2.6. Jar Test ... 34

2.7. Metode Most Probable Number (MPN) ... 36

2.8. Logam Berat ... 37

2.8.1. Kadmium (Cd) ... 37

2.8.2. Kromium (Cr) ... 38

2.8.3. Mangan (Mn) ... 39

2.9. Spektroskopi Serapan Atom (SSA) ... 40

2.9.1. Prinsip Kerja SSA ... 41

2.9.2. Komponen-komponen SSA ... 42

2.10. Turbidimeter ... 44

BAB III METODE PENELITIAN ... 45

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ... 45

3.2. Bahan dan Alat ... 45

3.2.1. Bahan ... 45


(10)

3.3. Metode Penelitian ... 46

3.3.1. Persiapan Sampel ... 46

3.3.2. Pembuatan Larutan Moringa oleifera ... 46

3.3.3. Analisa Laboratorium ... 47

3.3.4. Pengukuran Temperatur ... 48

3.3.5. Pengukuran pH ... 48

3.3.6. Pengukuran Konduktifitas ... 48

3.3.7. Pengukuran Turbiditas ... 49

3.3.8. Pengukuran Oksigen Terlarut ... 49

3.3.9. Total Koliform Menggunakan Prosedur MPN ... 50

3.3.10. Pengukuran Kadar logam ... 50

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 52

4.1. Nilai Temperatur Setelah Penambahan Koagulan ... 52

4.2. Pengaruh Penggunaan M. oleifera Terhadap Perubahan Turbiditas .... 52

4.3. Pengaruh Penggunaan M. oleifera Terhadap Perubahan pH ... 55

4.4. Pengaruh Penggunaan M. oleifera Terhadap Perubahan Konduktifitas 57 4.5. Pengaruh Penggunaan M. oleifera Terhadap Perubahan Total Koliform 60 4.6. Pengaruh Penggunaan M. oleifera Terhadap Perubahan Kadar Logam 62 4.7. Pengaruh Penggunaan M. oleifera Terhadap Oksigen Terlarut ... 64

4.8. Karakteristik Penggunaan Koagulan M. oleifera ... 66

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 68


(11)

DAFTAR PUSTAKA ... 70


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Moringa oleifera ... 31

2. Asam Oleat ... 32

3. Asam Palmitat ... 32

4. Asam Glukonat ... 32

5. Asam Linoleat ... 32

6. Biji Moringa oleifera ... 33

7. Jar Test ... 35

8. Struktur 4α L-ramnosiloksi-benzil-isotiosianat ... 37

9. Diagram alir SSA ... 43

10.Pengaruh penambahan koagulan terhadap kadar logam air limbah ... 62

11.Buah Kelor Muda ... 84

12.Buah Kelor Tua ... 84

13.Biji Kelor Muda ... 84

14.Biji Kelor Tua ... 84

15.Serbuk Biji Kelor ... 84

16.Larutan Kelor ... 84

17.PAC ... 84

18.Sampel Air Limbah dan Air Tanah ... 84


(13)

21.Sampling Air Limbah ... 85 22.Uji MPN Seri 3 ... 85


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Hubungan DO dengan Kualitas Air ... 11

2. Nilai temperatur setelah penambahan koagulan ... 52

3. Variasi konsentrasi koagulan terhadap turbiditas ... 53

4. Nilai turbiditas setelah penambahan koagulan ... 54

5. Variasi konsentrasi M. oleifera terhadap pH ... 56

6. Nilai pH setelah penambahan koagulan ... 57

7. Variasi konsentrasi M. oleifera terhadap konduktifitas ... 58

8. Nilai konduktifitas setelah penambahan koagulan... 58

9. Nilai total koliform per 100 ml sampel ... 60

10.Nilai DO dan BOD ... 65

11.Pengaruh penambahan koagulan terhadap parameter uji dari sampel ... 67

12.Hasil Pengujian Parameter Fisik Pada Limbah Cair ... 76

13.Hasil Pengujian Parameter Fisik Pada Air Tanah ... 77

14.Hasil Pengujian pH Pada Air Limbah ... 78

15.Hasil Pengujian pH Pada Air Tanah ... 79

16.Hasil Pengujian Kadar Logam Pada Sampel ... 80


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Diagram Alir Pembuatan Larutan Moringa oleifera ... 75

2. Data Pengujian Parameter Fisik ... 76

3. Data Pengujian Parameter Kimia ... 78

4. Data Pengujian Parameter Biologi ... 81

5. KEPMENLH NOMOR: KEP-51/MENLH/10/1995 ... 82

6. LAMPIRAN A. IX KEPMENLH ... 83


(16)

ABSTRAK

INDRA RANI YULIASTRI. Penggunaan Serbuk Biji Kelor (Moringa oleifera) Sebagai Koagulan dan Flokulan Dalam Perbaikan Kualitas Air Limbah dan Air Tanah. Dibawah bimbingan Hendrawati, M.Si dan Nurhasni, M.Si.

Pengolahan air limbah dan air tanah yang banyak dilakukan adalah dengan menggunakan koagulan sintetis PAC, padahal penggunaannya dapat beresiko bagi kesehatan dan lebih mahal. Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh biji kelor (Moringa oleifera) sebagai koagulan alami pengganti koagulan sintetis.

Moringa menurunkan turbiditas limbah cair sebesar 98,6%, konduktifitas sebesar 10,8%, BOD sebesar 11,7%, dan menghilangkan kadar logam (Cd, Cr, Mn). Pada air tanah, M. oleifera menurunkan turbiditas sebesar 97,5%, konduktifitas sebesar 53,4%, dan BOD sebesar18%. Pengunaan koagulan M. oleifera juga menurunkan nilai total koliform pada sampel. M. oleifera tidak menurunkan nilai pH seperti penggunaan PAC sehingga tidak memerlukan pengolahan lanjutan untuk menaikkan pH.


(17)

ABSTRACT

INDRA RANI YULIASTRI. Use of Drumstick (Moringa oleifera) Seed Powder as Coagulant and Flocculent to Improve Quality of Waste Water and Ground Water. Under direction of Hendrawati, M.Si and Nurhasni, M.Si.

Waste water and ground water treatment are mostly using PAC, a synthetic coagulant, which is provides risk of health and more expensive cost. The research was carried out to observe the effects of drumstick (Moringa oleifera) seed as natural coagulant to replaces synthetic coagulant. M. oleifera reduces turbidity of waste water for 98,6%, conductivity for 10,8 %, BOD for 11,7%, and removes metal contains (Cd, Cr, Mn). M. oleifera removes turbidity of ground water for 97,5%, conductivity for 53,4 %, and BOD for 18%. Use of Moringa also reduces total number of coliform. M. oleifera does not reduce the pH as PAC, hence does not require further treatment to increase pH.

Key word: Drumstick (Moringa oleifera), Natural coagulant, Waste water, Ground water 


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Air merupakan senyawa yang sangat penting bagi kehidupan umat

manusia dan makhluk hidup lainnya dan fungsinya bagi kehidupan tidak dapat

digantikan oleh senyawa lainnya. Hampir semua kegiatan yang dilakukan

manusia membutuhkan air. Kuantitas dan kualitas air yang sesuai dengan

kebutuhan manusia merupakan faktor penting yang menentukan kesehatan

hidupnya. Kualitas air berhubungan dengan adanya bahan-bahan lain yang

terkandung dalam air, terutama senyawa-senyawa sintetik baik dalam bentuk

organik maupun anorganik juga adanya mikroorganisme (Achmad, 2004).

Metode pengolahan air, terutama air limbah yang umum digunakan

adalah pengolahan secara fisika-kimia, yaitu koagulasi-flokulasi diikuti dengan

sedimentasi. Dalam proses koagulasi-flokulasi biasanya digunakan alum atau

tawas sebagai koagulan. Akan tetapi, metode ini sering mengalami kegagalan

karena prosesnya terlalu kompleks serta memerlukan biaya yang relatif tinggi

(Chandra, 1998). Oleh karena itu diperlukan penelitian tentang penggunaan

bahan alami yang dapat digunakan untuk mengolah air limbah.

Diantara seluruh tanaman yang telah diuji selama bertahun-tahun, serbuk

hasil proses dari biji kelor (Moringa oleifera) menunjukkan hasil yang efektif sebagai koagulan untuk pengolahan air dan dapat dibandingkan dengan alum


(19)

terdapat dugaan bahwa serbuk tersebut juga memiliki sifat antimikroba (Postnote,

2002).

Pada proses pengolahan limbah cair industri tekstil biasanya digunakan

koagulan dan flokulan yang berfungsi untuk mengendapkan partikel terlarut.

Pengendapan ini dilakukan untuk mempermudah proses pengolahan berikutnya

pada mesin clarifier yang berfungsi untuk menjernihkan limbah cair. Proses koagulasi dan flokulasi merupakan proses pretreatment pada pengolahan air limbah yang berasal dari industri tekstil (Kristanto, 2002). Demikian juga dengan

pengolahan air tanah, koagulan digunakan pada awal proses. Koagulan dan

flokulan yang biasa digunakan dalam pengolahan adalah bahan sintetis.

Penggunaan koagulan sintetis ini dapat digantikan dengan bahan alami atau yang

disebut biokoagulan. Salah satu bahan alami yang dapat digunakan adalah serbuk

biji kelor (Moringa oleifera).

Penggunaan bahan alami dilakukan sebisa mungkin untuk mengurangi

penggunaan bahan sintetis dengan tujuan “back to nature”. Proses koagulasi dengan M. oleifera telah memberikan keuntungan dibandingkan dengan pengolahan air yang menggunakan bahan sintetis karena bersifat alami dan

dilaporkan dapat dikonsumsi. Biaya penggunaan koagulan alami ini akan lebih

murah dibandingkan penggunaan koagulan yang biasa digunakan (alum) untuk

pemurnian air (Amagloh, 2009). Mengingat hal tersebut, penelitian ini dilakukan

untuk melihat kemampuan serbuk biji kelor (Moringa oleifera) yang telah matang dan dikeringkan, sebagai koagulan dalam proses pengolahan air limbah


(20)

dalam penelitian ini diantaranya turbiditas, konduktifitas, kadar logam (Cd, Cr,

Mn), BOD, DO, total koliform, dan pH.

1.2. Perumusan Masalah

Dalam penelitian ini, dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah serbuk biji kelor (Moringa oleifera) memiliki kemampuan sebagai koagulan dan flokulan pada air limbah yang berasal dari industri tekstil dan air

tanah?

2. Apakah penggunaan serbuk biji kelor (Moringa oleifera) sebagai koagulan dan flokulan dapat memperbaiki kualitas air limbah dan air tanah, berdasarkan

parameter turbiditas, konduktifitas, kadar logam (Cd, Cr, Mn), BOD, DO,

total koliform dan pH?

3. Berapakah dosis penggunaan serbuk biji kelor (Moringa oleifera) yang optimal untuk memperbaiki kualitas air limbah dan air tanah, berdasarkan

parameter turbiditas, konduktifitas, kadar logam (Cd, Cr, Mn), BOD, DO,

total koliform dan pH?

1.3. Hipotesa

1. Serbuk biji kelor (Moringa oleifera) memiliki kemampuan sebagai koagulan dan flokulan pada air limbah yang berasal dari industri tekstil dan air tanah.

2. Serbuk biji kelor (Moringa oleifera) dapat digunakan sebagai koagulan dan flokulan, menggantikan koagulan alum atau PAC untuk memperbaiki kualitas


(21)

1.4. Tujuan Penelitian

1. Mengamati pengaruh penggunaan serbuk biji kelor (Moringa oleifera)

sebagai koagulan dan flokulan pada pengolahan air limbah yang berasal dari

industri tekstil dan air tanah.

2. Menganalisis dosis optimal penggunaan serbuk biji kelor (Moringa oleifera)

untuk memperbaiki kualitas air limbah dan air tanah, berdasarkan parameter

turbiditas, konduktifitas, kadar logam (Cd, Cr, Mn), BOD, DO, total koliform

dan pH.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat memberikan

informasi bahwa serbuk biji Moringa oleifera memiliki kemampuan sebagai biokoagulan dalam memperbaiki kualitas air limbah dan air tanah untuk

menggantikan koagulan sintetik yang biasa digunakan.

 

1.6. Pembatasan Masalah

Biji kelor (Moringa oleifera) yang digunakan sebagai koagulan adalah supernatan dari serbuk biji kelor (Moringa oleifera) yang telah dilarutkan dalam aquades.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Air

Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan.

Makhluk hidup di muka bumi ini tak dapat terlepas dari kebutuhan akan air.

Namun demikian, air dapat menjadi malapetaka bilamana tidak tersedia dalam

kondisi yang benar, baik kualitas maupun kuantitasnya. Dalam jaringan hidup, air

merupakan medium untuk berbagai reaksi dan proses ekskresi (Achmad, 2004).

Air bersih sangat dibutuhkan oleh manusia, baik untuk keperluan hidup

sehari-hari, untuk keperluan industri, untuk kebersihan sanitasi kota, maupun

untuk keperluan pertanian dan lain sebagainya. Dewasa ini, air menjadi masalah

yang perlu mendapat perhatian yang serius. Untuk mendapat air yang baik sesuai

dengan standar tertentu, saat ini menjadi barang yang mahal, karena air sudah

banyak tercemar oleh bermacam-macam limbah dari berbagai hasil kegiatan

manusia. Sehingga secara kualitas, sumberdaya air telah mengalami penurunan.

Demikian pula secara kuantitas, yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan

yang terus meningkat.

Setiap tahun berjuta ton partikel padat terlepas di udara melalui cerobong

asap pabrik dan knalpot kendaraan sehingga mengkontaminasi awan yang

terbentuk, sehingga hujan yang turun pun dari hari ke hari semakin tinggi derajat

keasamannya, yang kemudian di dalamnya terkandung zat-zat yang berbahaya


(23)

berat dan bersifat akumulasi sehingga berakibat timbulnya potensi penyakit

seperti kanker (Achmad, 2004).

2.1.1. Pencemaran Air

Pengertian pencemaran air didefinisikan dalam Peraturan Pemerintah,

sebagai turunan dari pengertian pencemaran lingkungan hidup yang didefinisikan

dalam undang-undang. Definisi pencemaran air mengacu pada definisi lingkungan

hidup yang ditetapkan dalam UU tentang lingkungan hidup yaitu UU No.

23/1997. Dalam PP No. 20/1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air,

pencemaran air didefinisikan sebagai : “pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya” (Pasal 1, angka 2) (Purwanto, 2000).

Definisi pencemaran air juga dikemukakan dalam beberapa buku

diantaranya adalah “Pencemaran air adalah suatu perubahan keadaan di suatu tempat penampungan air seperti danau, sungai, lautan dan air tanah akibat aktivitas manusia. Walau fenomena alam seperti gunung berapi, badai, gempa bumi, dan sebagainya juga mengakibatkan perubahan yang besar terhadap kualitas air, hal ini tidak bisa dianggap sebagai pencemaran air” (Soemirat, 2000) dan “Pencemaran air adalah terjadinya perubahan komposisi atau kondisi yang diakibatkan oleh adanya kegiatan atau hasil kegiatan manusia sehingga secara langsung maupun tidak langsung air menjadi tidak layak atau kurang


(24)

layak untuk semua fungsi atau tujuan pemanfaatan sebagaimana kewajaran air yang dalam keadaan alami” (Parmamin, 2007).

Berdasarkan definisi pencemaran air, penyebab terjadinya pencemaran

dapat berupa masuknya makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain ke dalam

air sehingga menyebabkan kualitas air tercemar. Masukan tersebut sering disebut

dengan istilah unsur pencemar, yang pada prakteknya masukan tersebut berupa buangan yang bersifat rutin, misalnya buangan limbah cair.

Persyaratan kualitas air tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.

146 tahun 1990 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air. Sedangkan

parameter kualitas air minum/air bersih yang terdiri dari parameter kimiawi, fisik,

radioaktif dan mikrobiologi, ditetapkan dalam PERMENKES 416/1990 (Achmad,

2004).

Dalam UU Kesehatan No. 23 tahun 1992 ayat 3 disebutkan, air minum

yang dikonsumsi harus memenuhi persyaratan kualitas maupun kuantitas.

Persyaratan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan (PERMENKES) NO.

146 tahun 1990 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air.

a. Parameter Fisik

Parameter fisik yang harus dipenuhi pada air minum yaitu harus jernih, tidak

berbau, tidak berasa dan tidak berwarna. Sementara temperaturnya sebaiknya

sejuk dan tidak panas. Penyimpangan terhadap parameter ini menunjukkan bahwa

air tersebut telah terkontaminasi bahan lain yang mungkin berbahaya bagi


(25)

b. Parameter Kimia

Air haruslah bebas dari beberapa logam berat yang berbahaya seperti besi

(Fe), seng (Zn), air raksa (Hg), dan mangan (Mn). Air dengan kualitas yang baik

memiliki pH 6-8 dan tidak mengandung zat-zat kimia pencemar yang kadarnya

melebihi ambang batas yang diizinkan. Air yang terkontaminasi umumnya bisa

diketahui dari warna dan baunya.

c. Parameter Mikrobiologis

Dalam parameter mikrobiologis hanya dicantumkan Coli tinja dan total koliform. Bila mengandung Coli tinja berarti air tersebut tercemar tinja. Tentu saja tinja dari penderita sangat potensial menularkan penyakit, di antaranya tifus.

Sementara jika tercemar total koliform, air itu dapat mengakibatkan

penyakit-penyakit saluran pernapasan.

Air yang aman adalah air yang sesuai dengan kriteria bagi peruntukan air

tersebut. Misalnya kriteria air yang dapat diminum secara langsung (air kualitas

A) mempunyai kriteria yang berbeda dengan air yang dapat digunakan untuk air

baku air minum (kualitas B) atau air kualitas C untuk keperluan perikanan dan

peternakan dan air kualitas D untuk keperluan pertanian serta usaha perkotaan,

industri dan pembangkit tenaga air (Achmad, 2004).

2.1.2. Sumber Pencemaran Air

Banyak penyebab pencemaran air, tetapi secara umum sumbernya dapat

dikategorikan menjadi 2 (dua) yaitu sumber kontaminan langsung dan tidak


(26)

Pembuangan Akhir (TPA) sampah, rumah tangga dan sebagainya. Sumber tak

langsung adalah kontaminan yang memasuki badan air dari tanah, air tanah atau

dari atmosfir yang masuk melalui hujan.

Pada dasarnya sumber pencemaran air berasal dari industri, rumah tangga

(pemukiman) dan pertanian. Tanah dan air tanah mengandung sisa dari aktivitas

pertanian misalnya pupuk dan pestisida. Kontaminan dari atmosfir juga berasal

dari aktifitas manusia yaitu pencemaran udara yang menghasilkan hujan asam. Air

mempunyai sifat pelarut yang sangat baik, dalam perjalanan siklusnya banyak

melarutkan zat-zat padat, garam-garam, dan gas-gas. Jenis pencemar air yang

mungkin ada, antara lain seperti padatan tersuspensi, padatan koloid, padatan

terlarut, dan cairan yang tidak dapat bercampur (Warlina, 2004).

2.1.3. Kualitas Air

Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya

perubahan atau tanda yang dapat diamati dan dapat digolongkan menjadi:

a. Pengamatan secara fisis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan

tingkat kejernihan air (kekeruhan), perubahan suhu, warna dan adanya

perubahan warna, bau dan rasa

b. Pengamatan secara kimiawi, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan

zat kimia yang terlarut, salah satu indikasinya adalah terjadi perubahan pH

c. Pengamatan secara biologis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan


(27)

Menurut Hadisubroto (1989), beberapa petunjuk yang digunakan untuk

menjelaskan adanya pencemaran dan parameter kualitas air adalah:

a. Temperatur

Temperatur sangat penting bagi kondisi lingkungan air, disamping

pengaruh langsung pada proses biologi. Temperatur mempunyai pengaruh adanya

lapisan air di suatu perairan lapisan atas (epilimnion) lebih panas dari lapisan

bawah (hipolimnion). Kedua lapisan ini dipisahkan oleh lapisan transisi

(termokline). Temperatur dapat dikatakan sebagai faktor penentu dari tingkat

produktivitas perairan. Peningkatan temperatur mengakibatkan viskositas

menurun. Ada hubungan antara temperatur dengan bobot jenis air, dimana suhu

yang lebih tinggi mengakibatkan viskositas yang lebih rendah. Hubungan khas ini

menyebabkan pembentukan lapisan-lapisan yang berbeda (epilimnion,

hipolimnion, dan termokline) dalam badan air (Achmad, 2004). Peningkatan

temperatur juga menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi

organisme air yang dapat mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen. Suhu

pada badan air salah satunya dipengaruhi oleh musim, ketinggian dari permukaan

laut, sirkulasi udara, penutupan awan dan aliran, serta kedalaman badan air

(Effendi, 2003).

Perubahan temperatur berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan

biologi badan air. Temperatur sangat berperan dalam mengendalikan ekosistem

perairan. Berdasarkan peranan tersebut, temperatur air dapat mempengaruhi

kehidupan biota air yaitu melalui pengaruhnya terhadap kelarutan oksigen dalam


(28)

pada lapisan hipolimnion yang temperaturnya lebih rendah (Achmad, 2004).

Kisaran suhu normal untuk kehidupan biota di perairan Indonesia berkisar antara

27oC hingga 32oC (Wardoyo, 1979).

b. Dissolved Oxygen (DO)

Pada temperatur kamar, jumlah oksigen terlarut dalam air adalah sekitar

8 mg/L. Kelarutan oksigen di air tawar lebih tinggi daripada air asin, karena

sumber oksigen terlarut dekat permukaan, konsentrasi oksigen akan turun dengan

makin dalamnya air. Pada air yang terkena pencemaran, produksi oksigen melalui

fotosintesis dan oksigen terlarut dari udara dapat menjenuhkan air dengan oksigen

(Hadisubroto, 1989).

Tabel 1. Hubungan DO dengan Kualitas Air

Kualitas air O2 mg/L

Baik 13,5 – 15

Sedikit tercemar 11,25 – 13,5

Tercemar sedang 7,5 – 11,25

Sangat tercemar < 7,5

(Sumber : Hadisubroto, 1989)

c. Kekeruhan dan Warna

Di dalam air mungkin saja terdapat partikel-partikel terlarut yang akan

mempengaruhi warna air. Kekeruhan dan warna adalah bentuk cemaran yang

paling mudah dikenali dalam air. Buangan padat yang masuk ke dalam air akan

menimbulkan pencemaran dan akan menimbulkan pelarutan, pengendapan


(29)

Kekeruhan disebabkan oleh partikel terlarut di dalam air yang ukurannya

berkisar antara 0.01 – 10 mm. Partikel yang sangat kecil dengan ukuran kurang

dari 5 mm disebut dengan partikel koloid dan sangat sulit mengendap. Apabila

bahan buangan padat tersebut menimbulkan pelarutan, maka kepekatan atau berat

jenis air akan naik. Kadang-kadang pelarutan ini disertai pula dengan perubahan

warna air. Air yang mengandung larutan pekat dan berwarna gelap akan

mengurangi penetrasi sinar matahari ke dalam air. Pembentukan koloidal terjadi

bila buangan tersebut berbentuk halus, sehingga sebagian ada yang larut dan

sebagian lagi ada yang melayang-layang sehingga air menjadi keruh.

Kekeruhan adalah ukuran yang menggunakan efek cahaya sebagai dasar

untuk mengukur keadaan air baku dengan skala Nephelometric Turbidity Unit

(NTU) atau Jackson Turbidity Unit (JTU) atau Formazin Turbidity Unit (FTU), kekeruhan ini disebabkan oleh adanya benda tercampur atau benda koloid di

dalam air. Hal ini membuat perbedaan nyata dari segi estetika maupun dari segi

kualitas air itu sendiri (Arifin, 2007).

Penentuan tercemar atau tidaknya air limbah sangat dipengaruhi oleh sifat

fisik yang mudah dilihat. Salah satu faktor yang mempengaruhi sifat fisik tersebut

adalah turbiditas atau kekeruhan. Suatu badan air (water bodies) jika kekeruhannya tinggi maka menunjukkan banyaknya zat organik dan anorganik

yang ada pada air tersebut. Zat-zat tersebut sebagian merupakan sumber makanan

dan media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme. Adapun sifat fisik yang

penting adalah kandungan zat padat yang berefek estetika, kejernihan, warna, bau


(30)

d. Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman atau pH merupakan suatu konsentrasi ion hidrogen (H+)

dalam pelarut air yang biasa digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau

kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Nilai pH berkisar dari 0 hingga 14.

Suatu larutan dikatakan memiliki pH netral apabila memiliki nilai pH = 7,

sedangkan nilai pH > 7 menunjukkan larutan memiliki sifat basa, dan nilai pH < 7

menunjukkan sifat asam.

Secara matematis pH dapat didefinisikan sebagai berikut:

pH = - log [H+]

nilai pH = 7 dikatakan netral karena pada air murni ion H+ terlarut dan ion OH

-terlarut (sebagai tanda kebasaan) berada pada jumlah yang sama, yaitu pada reaksi

kesetimbangan.

H2O ' H+ + OH

-Penambahan senyawa ion H+ terlarut dari suatu asam akan mendesak

kesetimbangan ke kiri (ion OH- akan diikat oleh H+ membentuk air), akibatnya

terjadi kelebihan ion hidrogen dan meningkatkan konsentrasi asam (Effendi,

2003). Nilai pH dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti aktivitas biologis

misalnya pada aktivitas fotosintesis dan respirasi organisme yang hidup di dalam

perairan membentuk reaksi berantai karbonat sebagai berikut:

CO2 + H2O ' H2CO3

H2CO3 ' H+ + HCO3-


(31)

2-Semakin banyak CO2 yang dihasilkan dari hasil respirasi, reaksi akan

bergerak ke kanan dan secara bertahap melepaskan ion H+ yang menyebabkan pH

air turun. Reaksi sebaliknya terjadi dengan aktivitas fotosintesis yang banyak

membutuhkan ion CO2, menyebabkan pH air naik (Tancung & Ghufran, 2007).

e. Konduktifitas

Konduktifitas atau daya hantar listrik adalah sifat menghantarkan listrik

dalam air. Konduktifitas merupakan gambaran numerik dari kemampuan air untuk

meneruskan aliran listrik, oleh karena itu semakin banyak garam-garam terlarut

yang dapat terionisasi, maka akan semakin tinggi nilai daya hantar listriknya.

Keberadaan ion-ion bebas dari garam yang terionisasi dapat menghantarkan listrik

dalam air. Asam, basa, dan garam merupakan penghantar listrik (konduktor) yang

baik, sedangkan bahan organik seperti sukrosa dan benzena tidak mengalami

ionisasi di dalam air, sehingga bukan merupakan penghantar listrik yang baik

(Mackereth, 1989).

Penentuan daya hantar listrik pada dasarnya adalah pengukuran

kemampuan sampel air untuk menghantarkan arus listrik. Kemampuan sampel air

untuk menghantarkan arus listrik berhubungan erat dengan konsentrasi total zat

terionisasi dalam air. Pengukuran daya hantar listrik dapat digunakan untuk:

a) Menentukan derajat mineralisasi untuk menilai konsentrasi total ion dalam

keseimbangan kimia.

b) Menilai derajat ionisasi air suling dan air bebas ion.

c) Mengevaluasi variasi mineral terlarut dalam air baku, air permukaan atau air


(32)

Pada umumnya senyawa anorganik terlarut dalam air ditemukan dalam

bentuk ion-ion. Bentuk ion-ion tersebut akan menghantarkan aliran listrik dan

bergerak kearah elektroda-elektroda yang dicelupkan pada larutan tersebut.

Ion-ion yang bermuatan negatif akan bermigrasi kearah elektroda positif (Sihombing,

2002).

Dalam Boyd (1982) disebutkan, air suling memiliki nilai daya hantar

listrik sekitar 1 µS/cm, sedangkan perairan alami sekitar 20-1500 µS/cm. Perairan

laut memiliki nilai daya hantar listrik yang sangat tinggi karena banyak

mengandung garam terlarut. Nilai daya hantar listrik untuk jenis air laut berkisar

antara 45000-55000 µS/cm (Tancung & Ghufran, 2007).

Air yang layak konsumsi bagi manusia bukan air murni tanpa ion terlarut,

tapi air murni dengan sifat konduktifitas pada taraf wajar. Karena sifat

konduktifitas wajar ini diperlukan bagi metabolisme tubuh kita. Pengukuran daya

hantar listrik sampel air dapat diukur menggunakan conductimeter. Satuan yang digunakan adalah µmhos/cm atau µSiemens/cm. kedua satuan tersebut setara

(Mackereth & Talling, 1989). Daya hantar listrik (DHL) atau konduktifitas untuk

air konsumsi berkisar antara 88,7 – 111,8 µS/cm (Sayed, 2009).

f. Kontaminasi Mikrobiologi

Ada batas-batas kandungan mikrobiologi pada air yang kita minum

sehingga masih dapat diterima sistem kekebalan tubuh manusia yang akan melatih

tubuh dalam membentengi diri dari penyakit. Tapi jika melebihi batas tersebut,


(33)

tubuh rentan dan tak mampu untuk mengakomodasinya, cemaran ini bisa sangat

membahayakan bagi manusia.

2.2. Air Tanah

Air tanah, terutama air sumur dalam yang didapat pada kedalaman 9-30 m

di bawah permukaan tanah, akan bebas dari kekeruhan, organisme pathogen, dan

zat-zat lainnya. Pada keadaan ini penggunaan air secara langsung sebagai sumber

air bersih diizinkan tanpa pengolahan terlebih dahulu (Hidayat, 2008). Air tanah

(ground water) adalah air yang menempati rongga-rongga dalam lapisan geologi. Air tanah terjadi sebagai hasil proses penyerapan air yang berasal dari

curah hujan maupun pencairan salju yang masuk kedalam tanah melalui tanah

berporos, yang akhirnya mencapai lapisan impermeable dan tersimpan di dalamnya. Lapisan tanah yang terletak di bawah permukaan tanah dinamakan

daerah jenuh (saturated zone) sedangkan daerah tidak jenuh biasanya terletak diatas daerah jenuh sampai ke permukaan tanah, dimana rongga-rongganya berisi

air dan udara.

Data air tanah biasa dinyatakan dengan satuan konsentrasi mg/L, untuk

mengetahui perbandingan jumlah masing-masing ion dalam larutan maka satuan

mg/L dikonversikan ke dalam satuan meq/L. Pada umumnya air tanah

mengandung 95% ion-ion utama yang terdiri dari 7 jenis ion, yaitu 4 ion positif,

natrium (Na+), kalium (K+), kalsium (Ca+) dan magnesium (Mg+). Sedangkan 3


(34)

jenis ion ini bila dijumlahkan akan menjadi mineralisasi atau padatan terlarut total

(Freeze dan Cherry, 1979).

2.3. Air Limbah

Kualitas limbah menunjukkan spesifikasi limbah yang diukur dari jumlah

kandungan bahan pencemar di dalam limbah. Kandungan pencemar di dalam

limbah terdiri dari berbagai parameter. Semakin kecil jumlah parameter dan

semakin kecil konsentrasinya, hal ini menunjukkan semakin kecil peluang untuk

terjadinya pencemaran lingkungan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas

limbah adalah volume limbah, kandungan bahan pencemar, dan frekuensi

pembuangan limbah (Kristanto, 2002).

Dalam Kristanto (2002) disebutkan, ada beberapa kemungkinan yang akan

terjadi akibat masuknya limbah ke dalam lingkungan:

a. Lingkungan tidak mendapatkan pengaruh yang berarti. Hal ini disebabkan

karena volume limbah kecil, parameter pencemar yang terdapat dalam limbah

sedikit dengan konsentrasi yang kecil.

b. Ada pengaruh perubahan, tetapi tidak mengakibatkan pencemaran.

c. Memberikan perubahan dan menimbulkan pencemaran.

2.3.1. Limbah Cair Industri Tekstil

Industri tekstil merupakan suatu industri yang bergerak dibidang garmen


(35)

limbah cair dari proses pewarnaan yang merupakan senyawa kimia sintetis,

mempunyai kekuatan pencemar yang kuat. Bahan pewarna tersebut telah terbukti

mampu mencemari lingkungan.

Zat warna tekstil merupakan semua zat warna (kromofor) yang

mempunyai kemampuan untuk diserap oleh serat tekstil dan gugus yang dapat

mengadakan ikatan dengan serat tekstil (auksokrom). Penggunaan zat yang

mengandung gugus auksokrom juga dilakukan untuk mengintensifkan warna pada

serat tekstil (Winarni dan Oriyati, 1980). Zat warna tekstil merupakan gabungan

dari senyawa organik dan anorganik. Kromofor dan auksokrom sebagai zat aktif

yang bekerja, memberi warna dan pengikat antara warna dengan serat (Risnandar

dan Kurniawan, 1998).

Berdasarkan proses yang berbeda yang dilakukan, maka limbah yang

dihasilkan pun berbeda. Hasil dari proses pewarnaannya tergantung pada pewarna

yang digunakan misalnya zat warna indigo (C12H10N12O12)dan sulfur.

Limbah-limbah itu dialirkan ke kolam-kolam pengendapan pada proses pengolahan Limbah-limbah

cair dan selanjutnya dialirkan ke sungai. Agar air limbah tidak menimbulkan

pengaruh negatif terhadap lingkungan perairan maka diperlukan suatu teknik

pengolahan yang diarahkan agar kriteria yang ditetapkan dalam baku mutu air

limbah industri dapat terpenuhi. Baku mutu merupakan spesifikasi dari jumlah

bahan pencemar yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan dan ini merupakan

langkah penting dalam usaha mengendalikan pencemaran dan melestarikan


(36)

2.3.2. Pengolahan Limbah Cair

Air limbah mungkin terdiri dari satu atau lebih parameter pencemar yang

melampaui ambang yang telah ditetapkan. Kemungkinan di dalamnya terdapat

minyak, lemak, bahan anorganik seperti besi, aluminium, nikel, timbal, barium,

fenol, dan lain-lain, sehingga dalam pengolahannya dibutuhkan kombinasi dari

beberapa metode dan peralatan (Kristanto, 2002).

Menurut Kristanto (2002) pengolahan limbah air dapat dibedakan menjadi

pengolahan menurut tingkat perlakuan dan pengolahan menurut karakteristik

limbah. Berdasarkan karakteristik limbah, proses pengolahan dapat digolongkan

menjadi tiga bagian, yaitu proses fisik, kimia, dan biologi. Proses ini tidak dapat

berjalan secara sendiri-sendiri, tetapi kadang-kadang harus dilaksanakan secara

kombinatif. Pemisahan proses menurut karakteristik limbah sebenarnya untuk

memudahkan pengidentifikasian peralatan.

a. Proses Fisik

Perlakuan terhadap air limbah dengan cara fisika, yaitu proses pengolahan

secara mekanis dengan atau tanpa penambahan bahan kimia. Proses-proses

tersebut di antaranya adalah penyaringan atau filtrasi, penghancuran, dan

sedimentasi.

b. Proses Kimia

Proses secara kimia menggunakan bahan kimia untuk mengurangi

konsentrasi zat pencemar di dalam limbah. Kegiatan yang termasuk dalam proses


(37)

c. Proses Biologi

Proses pengolahan limbah secara biologi adalah memanfaatkan

mikroorganisme (ganggang, bakteri, protozoa) untuk mengurangi senyawa

organik dalam air limbah menjadi senyawa yang sederhana dan dengan demikian

menjadi lebih mudah mengolahnya.

Proses ini dilakukan jika proses fisika atau kimia atau gabungan kedua

proses tersebut tidak memuaskan. Proses biologi membutuhkan zat organik

sehingga kadar oksigen semakin lama semakin sedikit. Pada proses kimia zat

tersebut diendapkan dengan menambahkan bahan koagulan dan kemudian

endapannya diambil.

2.3.3. Baku Mutu Air Limbah Industri

Sehubungan dengan fungsi baku mutu lingkungan maka dalam hal

menentukan apakah telah terjadi pecemaran dari kegiatan industri atau pabrik

dipergunakan dua buah sistem baku mutu lingkungan yaitu:

a. Effluent Standard merupakan kadar maksimum limbah yang diperbolehkan untuk dibuang ke lingkungan. Pengukuran parameter dari limbah dilakukan

pada titik akhir proses pengolahan limbah.

b. Stream Standard merupakan batas kadar limbah untuk sumberdaya tertentu, seperti sungai, waduk, dan danau. Pengukuran parameter dari limbah

dilakukan pada titik masuknya limbah ke sungai, waduk, atau danau. Kadar

yang ditetapkan ini didasarkan pada kemampuan sumberdaya beserta sifat


(38)

Baku mutu limbah cair adalah batas kadar yang diperbolehkan bagi zat

atau bahan pencemar untuk dibuang dari sumber pencemaran ke dalam air pada

sumber air, sehingga tidak menyebabkan dilampauinya baku mutu air (Darsono,

1995). Baku mutu air limbah (effluent standard) dipergunakan untuk perencanaan, perizinan, dan pengawasan mutu air limbah dari perbagai sektor. Untuk

melindungi sumber air sesuai dengan peruntukannya maka perlu ditetapkan baku

mutu limbah cair dengan berpedoman kepada alternatif mutu limbah cair yang

telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 3

Tahun 1998, tentang baku mutu limbah cair bagi kawasan industri.

Baku mutu limbah yang telah ditetapkan Gubernur dimaksudkan untuk

melindungi peruntukan air di daerahnya, dengan demikian dalam setiap kegiatan

yang menghasilkan limbah cair dan yang membuang limbah cair tersebut ke

dalam air pada sumber air limbah cair harus memenuhi persyaratan sebagai

berikut:

a. mutu limbah cair yang dibuang ke dalam air pada sumber air tidak boleh

melampaui baku mutu limbah cair yang telah ditetapkan, dan

b. tidak mengakibatkan turunnya kualitas air pada sumber air penerima limbah

(Darsono, 1995).

Hal tersebut mengharuskan agar setiap pembuangan limbah cair ke dalam

air pada sumber air, mencantumkan kuantitas dan kualitas limbah (Darsono,


(39)

2.4. Koagulasi dan Flokulasi

Koagulasi adalah proses penggumpalan partikel koloid karena

penambahan bahan sintetik tertentu sehingga partikel-partikel tersebut bersifat

netral dan membentuk endapan karena adanya gaya grafitasi. Koagulasi secara

kimia dapat dilakukan dengan penambahan elektrolit, pencampuran koloid yang

berbeda muatan, dan penambahan koagulan. Salah satu cara pengolahan air adalah

melalui proses koagulasi-flokulasi. Pemisahan koloid dapat dilakukan dengan cara

penambahan koagulan sintetik ataupun koagulan alami yang diikuti dengan

pengadukan lambat pada proses flokulasi sehingga menyebabkan penggumpalan

partikel-partikel koloid yang kemudian sebagian besar dapat dipisahkan dengan

sedimentasi (Tebbut, 1982). Proses koagulasi-flokulasi dapat menggunakan bahan

koagulan sintetis dan alami. Proses koagulasi merupakan proses destabilisasi

koloid dengan adanya pembubuhan koagulan. Bahan koagulan dapat berupa

sintetik seperti ferro sulfat (FeSO4), alumunium sulfat atau alum (Al2(SO4)3), dan

Poly Alumunium Chloride (PAC) (Al2(OH)3Cl3)10. Al3+ dari PAC dan Al2(SO4)3

akan bereaksi dengan OH- membentuk Al(OH)3 yang mudah mengendap

(Dhallawati, 2000). Reaksinya adalah: Alum sulfat (Al2(SO4)3)

(Al2(SO4)3) + 6 H2O → 2 Al(OH)3 + 3 H2SO4.

PAC ((Al2(OH)3Cl3)10)

AlCl3- AlCl3- AlCl3……+3H2O→ 2 Al(OH)3- AlCl3- AlCl3……

Flokulasi adalah penyisihan kekeruhan air dengan cara penggumpalan


(40)

penggumpalan mikro flok menjadi makro flok yang sudah terbentuk pada proses

koagulasi. Menurut Vigneswaran dan Visvanathan (1995) ada tiga mekanisme

utama flokulasi, yaitu:

a. Flokulasi Perikinetik

Merupakan penggumpalan yang diakibatkan oleh gerak acak brown dari

molekul di dalam larutan. Ketika partikel-partikel bergerak di dalam air akibat

gerak Brown, partikel tersebut saling bertabrakan satu sama lain dan pada saat

hubungan itulah terjadi pembentukan partikel yang lebih besar dan selanjutnya

terus menumpuk.

b. Flokulasi Ortokinetik

Merupakan penggumpalan yang diakibatkan oleh gradien kecepatan dalam

cairan. Proses ini membutuhkan pergerakan yang lambat dari partikel di dalam air.

Partikel akan dianggap bertabrakan jika jaraknya dekat atau berada dalam daerah

yang masih mempunyai pengaruh terhadap partikel lain. Pada proses ini kecepatan

pengendapan dari partikel diabaikan. Untuk itu dibutuhkan pergerakan air atau

gradient kecepatan untuk menaikkan tumbukan antar partikel.

c. Pengendapan Diferensial

Merupakan terjadinya flokulasi akibat dari kecepatan pengendapan yang

berbeda karena adanya perbedaan ukuran partikel. Partikel besar akan lebih cepat

mengendap dibandingkan partikel kecil. Hal ini akan membantu flokulasi

ortokinetik karena gradien kecepatan yang dihasilkan menyebabkan


(41)

dari tumbuh-tumbuhan tropis yang dapat digunakan sebagai koagulan diantaranya

adalah biji kelor (Moringa oleifera). Berbagai penelitian yang telah dilakukan menyatakan bahwa biji kelor merupakan biokoagulan yang dapat digunakan untuk

memperbaiki sifat fisika-kimia air limbah.

2.4.1. Koagulan dan Flokulan

Koagulan sintetik adalah garam logam yang bereaksi dengan air yang

bersifat alkali (basa) untuk menghasilkan flok logam hidroksida yang tidak larut,

dimana flok yang terbentuk tidak dapat digolongkan sebagai partikel koloid.

Pengendapan yang baik adalah terbentuknya flok-flok yang menghasilkan padatan

yang dapat turun. Koagulan sintetik yang sering digunakan untuk pengolahan air

adalah alumunium sulfat (alum) Al2(SO4)3. Untuk koagulan Al2(SO4)3.18H2O,

ketika penambahan koagulan kedalam air kotor disertai dengan pengadukan cepat,

Al2(SO4)3 segera bereaksi dengan natural alkalinity. Reaksi yang terjadi adalah

sebagai berikut.

Al2(SO4)3.18 H2O(s) + 3Ca(HCO3)2(aq) 2Al(OH)3È + 3CaSO4(aq)+ 6CO2(g)

+18H2O(l)

Namun pada kondisi sebenarnya ada beberapa tahapan reaksi yang harus

dilalui, yaitu ionisasi Al2(SO4)3 dalam air untuk membentuk ion Al3+ dan ion

sulfat (SO42-) yang diikuti dengan reaksi hidrolisis dengan H2O, untuk membentuk

logam hidroksida dan ion hidrogen, seperti reaksi dibawah ini (Karamah & Ferdi,

2008).


(42)

Flokulan merupakan polimer yang bisa terlarut dalam air dengan berat

molekul relatif (Mr) antara 1000 - 5.000.000 gr/mol dengan ukuran beberapa ratus

nanometer. Flokulan berfungsi membantu pembentukan makro flok yang akan

menahan pecahnya mikro flok setelah terjadi destabilisasi oleh koagulan (Arifin,

2007).

2.4.2. Mekanisme Koagulasi

Koloid berasal dari kata “colla” (Yunani) artinya lengket/lem, karena nampak seperti lapisan film atau bentuk gelatin. Partikel-partikel koloid umumya

berasal dari pasir, tanah liat, sisa tanaman, ganggang, zat organik dan lain-lain.

Koloid adalah partikel yang tidak dapat mengendap secara alami. Dengan

penambahan suatu pereaksi kimia yang disebut koagulan maka akan membuat

keadaan partikel menjadi tidak stabil. Di dalam sistem koloid terdapat dua jenis

gaya, yaitu gaya Van Der Waals dan gaya tolakan elektrostatik. Stabilitas suspensi

koloid tergantung pada kesetimbangan gaya tarik dan gaya tolak. Gaya tolakan

elektrostatis yang lebih besar daripada gaya Van Der Waals akan meningkatkan

stabilitas suspensi koloid (Pararaja, 2008).

Partikel-partikel koloid memiliki muatan sejenis, maka terjadi gaya

tolak-menolak yang mencegah partikel-partikel koloid bergabung dan mengendap

akibat gaya gravitasi. Oleh karena itu, selain gerak Brown, muatan koloid juga

berperan besar dalam menjaga kestabilan koloid.


(43)

Apabila dalam larutan ditambahkan larutan yang berbeda muatan dengan sistem

koloid, maka sistem koloid itu akan menarik muatan yang berbeda tersebut

sehingga membentuk lapisan ganda. Lapisan pertama ialah lapisan padat di mana

muatan partikel koloid menarik ion-ion dengan muatan berlawanan dari medium

pendispersi. Sedangkan lapisan kedua berupa lapisan difusi dimana muatan dari

medium pendispersi terdifusi ke partikel koloid. Model lapisan berganda tersebut

disebut lapisan ganda Stern. Adanya lapisan ini menyebabkan secara keseluruhan

bersifat netral. Jika partikel-partikel koloid tersebut bersifat netral, maka akan

terjadi penggumpalan dan pengendapan karena pengaruh gravitasi. Proses

penggumpalan dan pengendapan ini disebut koagulasi (Pararaja, 2008).

Energi yang dimiliki koloid adalah jumlah dari energi Van Der Waals dan

energi elektrostatik. Supaya suspensi koloid tidak stabil maka perlu untuk

melawan energi yang dibawa oleh koloid. Penambahan suatu koagulan akan

mengurangi gaya tolakan elektrostatik sehingga larutan koloid tidak stabil dan

akan terjadi pengendapan koloid. Penetralan dari muatan ini merupakan tujuan

utama dari suatu proses koagulasi.

Energi listrik yang dimiliki oleh suspensi koloid disebut zeta potensial,

energi ini terdapat di permukaan luar partikel flok. Muatan partikel ini saling tolak

menolak satu dengan yang lainnya. Tujuan penambahan koagulan adalah untuk

mereduksi gaya tolakan elektrokinetik antar partikel. Penambahan ion positif dari

koagulan pada koloid yang bermuatan negatif, misalnya partikel tanah, akan

mengurangi tolakan langsung dimana gaya Van Der Waals akan ditiadakan dan


(44)

Partikel-partikel koloid mempunyai muatan listrik akibat penyerapan

ion-ion dalam larutan. Muatan partikel ini dapat positif atau negatif. Muatan listrik

partikel dapat disebabkan oleh dua hal seperti dibawah ini :

a. Ionisasi dari partikel koloidnya sendiri

Beberapa partikel koloid memperoleh muatan dari proses ionisasi gugus

yang ada pada permukaan partikel koloid. Contohnya adalah koloid protein dan

koloid sabun/deterjen. Koloid protein merupakan jenis sol yang mempunyai gugus

yang bersifat asam (-COOH) dan basa (-NH2). Kedua gugus ini dapat terionisasi

dan memberikan muatan pada molekul-molekul protein. Pada pH rendah

(konsentrasi H+ tinggi), gugus basa –NH2 akan menerima proton (H+) dan

membentuk gugus –NH3+. Pada pH tinggi, -COOH akan mendonorkan proton H+

dan membentuk gugus –COO-.

Dalam keadaan asam:

HOOC-R-NH2 + H+

HOOC-R-NH3+

Dalam keadaan basa:

HOOC-R-NH2 + OH-

-OOC-R-NH2 + H2O

Maka, partikel sol protein bermuatan positif pada pH rendah dan

bermuatan negatif pada pH tinggi. Pada titik pH isoelektrik, partikel-partikel

protein bermuatan netral karena muatan -NH3+ dan –COO- saling meniadakan

menjadi netral.


(45)

misel. Sabun adalah garam karboksilat dengan partikel R-COO-Na+. Di dalam air

partikel ini akan terionisasi. Anion-anion R-COO- akan bergabung membentuk

misel. Gugus R- tidak larut dalam air sehingga akan terorientasi ke pusat,

sedangkan COO- larut dalam air sehingga berada di permukaan yang bersentuhan

dengan air.

b. Adsorpsi Selektif

Adsorpsi selektif dari ion-ion dalam larutan oleh partikel koloid

menyebabkan terjadinya lapisan listrik rangkap, partikel koloid menyerap ion

positif, ion-ion ini kemudian menyerap ion negatif, tetapi jumlahnya yang diserap

lebih sedikit dari ion positif yang ada. Disini terjadi lapisan listrik rangkap, yang

berkedudukan tetap. Contohnya adalah koloid Fe(OH)3 yang bermuatan positif

karena permukaannya menyerap ion H+ (Pararaja, 2008).

Tebbut (1982) menyatakan reaksi yang berlangsung untuk memisahkan

warna dengan proses koagulasi sangat tergantung pada pembentukan endapan dari

kombinasi zat organik dan anorganik terlarut dengan koagulan, sehingga terdapat

hubungan antara intensitas warna dan dosis koagulan yang diperlukan untuk

pemisahan warna. Partikel-partikel yang ada dalam air akan terdestabilisasi

kemudian terflokulasi, flok yang terbentuk akan memisahkan kekeruhan akibat

koloid dalam air.

2.4.3. Faktor yang Mempengaruhi Koagulasi dan Flokulasi

Gaya antar molekul yang diperoleh dari agitasi merupakan salah satu


(46)

faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan proses flokulasi adalah

pengadukan secara lambat, keadaan ini memberi kesempatan partikel melakukan

kontak atau hubungan agar membentuk penggabungan (agglomeration). Pengadukan lambat ini dilakukan secara hati-hati karena flok-flok yang besar

akan mudah pecah melalui pengadukan dengan kecepatan tinggi.

Dalam pengolahan air, untuk mencapai proses koagulasi-flokulasi yang

optimum diperlukan pengaturan semua kondisi yang saling berkaitan dan

mempengaruhi proses tersebut. Kondisi-kondisi yang mempengaruhi antara lain

adalah pH, suhu, konsentrasi koagulan dan pengadukan.

a. pH

Suatu proses koagulasi dapat berlangsung secara sempurna jika pH yang

digunakan berada pada jarak tertentu sesuai dengan pH optimum koagulan dan

flokulan yang digunakan.

b. Suhu

Proses koagulasi dapat berkurang pada suhu rendah kerena peningkatan

viskositas dan perubahan struktur agregat menjadi lebih kecil sehingga dapat

lolos dari saringan, sedangkan pada suhu tinggi yang mempunyai kerapatan lebih

kecil akan mengalir ke dasar kolam dan merusak timbunan lumpur yang sudah

terendap dari proses sedimentasi.

c. Konsentrasi koagulan

Konsentrasi koagulan sangat berpengaruh terhadap tumbukan partikel


(47)

partikel berkurang sehingga mempersulit pembentukan flok. Begitu juga

sebaliknya jika konsentrasi koagulan terlalu banyak maka flok tidak terbentuk

dengan baik dan dapat menimbulkan kekeruhan kembali.

d. Pengadukan

Pengadukan yang baik diperlukan untuk memperoleh koagulasi dan

flokulasi yang optimum. Pengadukan terlalu lamban mengakibatkan waktu

pertumbuhan flok menjadi lama, sedangkan jika terlalu cepat mengakibatkan

flok-flok yang terbentuk akan pecah kembali (Pararaja, 2008).

2.5. Moringa oleifera

Moringa oliefera di Indonesia dikenal sebagai kelor. Tumbuhan ini termasuk jenis tumbuhan perdu yang dapat memiliki ketinggian batang 7 -11

meter. Pohon kelor tidak terlalu besar. Batang kayunya getas (mudah patah) dan

cabangnya jarang tetapi mempunyai akar yang kuat. Batang pokoknya berwarna

kelabu. Daunnya berbentuk bulat telur dengan ukuran kecil-kecil bersusun

majemuk dalam satu tangkai. Kelor dapat berkembang biak dengan baik pada

daerah yang mempunyai ketinggian tanah 300-500 meter di atas permukaan laut.

Bunganya berwarna putih kekuning-kuningan dan tudung pelepah bunganya

berwarna hijau. Bunga kelor keluar sepanjang tahun dengan aroma bau semerbak.

Buah kelor berbentuk segi tiga memanjang. Buahnya berbentuk seperti kacang

panjang berwarna hijau dan keras serta memiliki panjang 120 cm. Bunga kelor


(48)

sepanjang 20-45 cm dan isinya sederetan biji bulat, tetapi bersayap tiga (Schwarz,

2000).

Klasifikasi

Kingdom : Plantae

Ordo : Brassicales

Family : Moringaceae

Genus : Moringa

Species : M. oleifera

Gambar 1. Moringa oleifera

Budidaya tanaman Moringa atau kelor tidak memerlukan pemeliharaan yang rumit dan dapat tahan pada musim kering yang panjang. Cepat tumbuh

sampai ketinggian 4-10 meter, berbunga, dan menghasilkan buah hanya dalam

waktu 1 tahun sejak ditanam. Tanaman tersebut tumbuh cepat baik dari biji

maupun dari stek, juga dapat tumbuh pada lahan yang gersang dan tidak subur.

Sehingga baik bila dikembangkan di lahan-lahan kritis yang mengalami musim

kekeringan yang panjang (Schwarz, 2000).

Tanaman kelor ini bermanfaat dan berkhasiat sebagai obat tradisional,

karena mengandung beberapa zat kimia untuk menyembuhkan penyakit. Daun

kelor mengandung alkaloid moringin, moringinan, dan pterigospermin. Kemudian

gomnya mengandung arabinosa, galaktan, asam glukonat, dan ramnosa,


(49)

Gambar 2. Asam Oleat Gambar 3. Asam Palmitat

Gambar 4. Asam Glukonat Gambar 5. Asam Linoleat

Analisis nutrisi yang telah dilakukan pada daun kelor menunjukkan bahwa

daun kelor kaya akan nutrisi esensial. Konsentrat daun kelor kering mengandung

nilai nutrisi yang lebih tinggi dibandingkan wortel dan bayam. Vitamin A yang

terdapat pada daun kelor berupa prekusornya, yaitu karoten. Bentuk ini lebih

efektif karena usus menyerap vitamin A dalam bentuk karoten (Dolcas Biotech,

2008). Madsen dan Dchlundt serta Grabow menunjukkan bahwa serbuk biji kelor

mampu menumpas bakteri Escherichia coli, Streptococcus faecalis dan

Salmonella typymurium.

Secara tradisional, kegunaan biji Moringa oleifera pada pengolahan air skala rumah tangga telah dilakukan di beberapa wilayah pedalaman di Sudan.


(50)

Wanita-wanita di daerah tersebut yang mengambil air dari Sungai Nil,

memasukkan serbuk Moringa oleifera dalam kantong kecil yang terbuat dari kain. Kantong ini kemudian dicelupkan dan diputar dalam wadah yang berisi air keruh

dari Sungai Nil yang mereka ambil.

Gambar 6. Biji Moringa oleifera

Kulit dari biji Moringa oleifera mengandung molekul protein larut air dengan berat molekul yang rendah. Protein ini akan bermuatan positif jika

dilarutkan dalam air. Fungsi protein akan bekerja seperti bahan sintetik yang

bermuatan positif dan dapat digunakan sebagai koagulan polimer sintetik. Ketika

Moringa oleifera yang sudah diolah (serbuk) dimasukkan kedalam air kotor, protein yang terdapat dalam Moringa oleifera akan mengikat partikulat-partikulat yang bermuatan negatif, partikulat ini menyebabkan kekeruhan.

Pada kondisi kecepatan pengadukan yang tepat, partikulat-partikulat

bermuatan negatif yang sudah terikat, ukurannya akan membesar dan membentuk

flok. Flok ini bisa diendapkan dengan gravitasi atau dihilangkan dengan filtrasi.


(51)

Efektifitas koagulasi oleh biji kelor ditentukan oleh kandungan protein

kationik bertegangan rapat dengan berat molekul sekitar 6,5 kdalton. Elusi NaCl

pada pengujian elektroforesis terhadap protein yang terkandung dalam Moringa oleifera menunjukkan kandungan protein ini 79.3% bersifat kationik dan 20.7% bersifat anionik (Sahni dan Srivastava, 2008).

. Potensial zeta larutan 5% biji kelor tanpa kulit adalah sekitar +6 mV. Hal

ini menunjukkan bahwa larutan ini didominasi oleh tegangan positif meskipun

merupakan campuran heterogen yang kompleks. Potensial zeta air limbah adalah

sekitar -46 mV. Akibatnya, koagulasi partikel tersuspensi dengan biji kelor

dipengaruhi oleh proses destabilisasi tegangan negatif koloid oleh polielektrolit

kationik (Broin, 2002).

2.6. Jar Test

Untuk mengetahui tingkat kekeruhan suatu sampel air, maka kita bisa

menggunakan alat laboratorium yang bernama Jar Test. Jar Test ini juga dapat digunakan untuk mengetahui kinerja koagulasi dan flokulasi secara simulasi di

laboratorium asalkan air yang dilakukan simulasi dengan Jar Test ini adalah air yang benar-benar akan dilakukan pengolahan di lapangan.

Standar ini menetapkan suatu metode pengujian koagulasi flokulasi,

termasuk prosedur umum untuk mengevaluasi pengolahan dalam rangka

mengurangi bahan-bahan terlarut, koloid, dan yang tidak dapat mengendap dalam

air dengan menggunakan bahan kimia dalam proses koagulasi-flokulasi, yang


(52)

Uji koagulasi-flokulasi dilaksanakan untuk menentukan dosis bahan-bahan

kimia, dan persyaratan yang digunakan untuk memperoleh hasil yang optimum.

Variabel-variabel utama yang dikaji sesuai dengan yang disarankan, termasuk

bahan kimia pembantu, pH, temperatur, dan kondisi campuran.

Metode uji ini digunakan untuk mengevaluasi berbagai jenis koagulan dan

koagulan pembantu pada proses pengolahan air tanah dan air limbah. Pengaruh

konsentrasi koagulan dan koagulan pembantu dapat juga dievaluasi dengan

metode ini. Peralatan yang diperlukan terdiri dari batang pengaduk, gelas kimia,

rak pereaksi bahan kimia dan bahan pembantu yang digunakan untuk larutan dan

suspensi pengujian. Tersedia juga alat yang terintegrasi dan lebih modern yang

diperuntukkan khusus pengujian dengan metode jar test.

Gambar 7. Jar Test

Jar test secara subyektif masih merupakan uji yang paling banyak digunakan dalam mengontrol koagulasi dan tergantung semata-mata kepada

penglihatan kita (secara visual) untuk mengevaluasi suatu interpretasi/tafsiran.

Penambahan garam aluminium atau garam besi, akan menurunkan pH air,


(53)

2.7. Metode Most Probable Number (MPN)

Pendekatan untuk enumerasi bakteri hidup adalah dengan metode MPN.

MPN didasarkan pada metode statistik (teori kemungkinan). Metode MPN ini

umumnya digunakan untuk menghitung jumlah bakteri pada air khususnya untuk

mendeteksi adanya bakteri koliform yang merupakan kontaminan utama sumber

air minum. Ciri-ciri utamanya yaitu bakteri gram negatif, batang pendek, tidak

membentuk spora, memfermentasi laktosa menjadi asam dan gas CO2 yang

dideteksi dalam waktu 24 jam inkubasi pada 37º C. Sampel ditumbuhkan pada

seri tabung sebanyak 3 atau 5 buah tabung untuk setiap kelompok. Apabila

dipakai 3 tabung disebut seri 3, dan jika dipakai 5 tabung maka disebut seri 5.

Media yang digunakan adalah Lactose Broth yang memiliki komposisi

Beef extract (3 g), peptone (5 g), lactose (10 g) dan Bromthymol Blue (0,2 %) per liternya. Pemberian sampel pada tiap seri tabung berbeda-beda. Untuk sampel

sebanyak 10 mL ditumbuhkan pada media LBDS (Lactose Broth Double Strength), untuk sampel 1 mL dan 0,1 mL dimasukkan pada media LBSS (Lactose Broth Single Strength). Pada proses pengujiannya, media yang telah dimasukkan kedalam tabung, diberi indikator perubahan pH dan dimasukkan tabung durham

yang berfungsi untuk memerangkap gas CO2 yang terbentuk (Pelczar dan Chan,

1985).

Berdasar sifat koliform, maka bakteri ini dapat memfermentasikan laktosa

menjadi asam dan gas CO2 yang dideteksi oleh berubahnya warna dan gas dalam

tabung durham. Nilai MPN ditentukan dengan kombinasi jumlah tabung positif


(54)

Salah satu zat aktif (active agent) yang terkandung dalam biji kelor yaitu 4α L-ramnosiloksi-benzil-isotiosianat yang memiliki aktivitas anti mikroba (Grabow, 1985)

Gambar 8. Struktur 4α L-ramnosiloksi-benzil-isotiosianat

2.8. Logam berat

Logam berat adalah unsur logam yang mempunyai densitas > 5 g /cm3.

Secara alamiah, logam berat terdapat dalam perairan, namun kadarnya sangat

kecil (Hutagalung, 1997). Peningkatan konsentrasi logam berat umumnya

disebabkan oleh masuknya limbah industri, limbah pertambangan, limbah

pertanian dan limbah domestik. Hal ini disebabkan senyawa logam berat sering

digunakan dalam industri, baik sebagai bahan baku, bahan tambahan, maupun

sebagai katalis.

2.8.1. Kadmium (Cd)

Kadmium (Cd) merupakan unsur esensial bagi fungsi biologis dan

memiliki tingkat toksisitas yang tinggi bagi tumbuhan dan hewan, namun


(55)

sistem sirkulasi (darah) dan jantung, kerusakan sistem reproduksi, sistem saraf,

bahkan dapat mengakibatkan kerusakan tulang (Widowati dkk., 2008). Kadmium

bersifat tahan panas dan merupakan logam yang sering digunakan dalam

lempengan elektroda, pengecatan, stabilizer. Kadmium relatif aktif dalam

lingkungan aquatik dan garam-garamnya dapat larut dalam air.

Unsur ini digunakan dalam campuran logam poros dengan koefisien gesek

yang rendah dan tahan lama. Ia juga banyak digunakan dalam aplikasi sepuhan

listrik (electroplating). Kadmium digunakan pula dalam pembuatan solder, baterai Ni-Cd, dan sebagai penjaga reaksi nuklir fisi. Senyawa kadmium digunakan

dalam fosfor tabung TV hitam-putih dan fosfor hijau dalam TV bewarna.

Kadmium dan solusi senyawa-senyawanya sangat beracun. Dalam industri

pertambangan logam Pb dan Zn, proses pemurniannya akan selalu diperoleh hasil

samping kadmium.

2.8.2. Kromium (Cr)

Berdasarkan pada sifat-sifat kimianya, logam kromium (Cr) dalam

persenyawaan mempunyai bilangan oksidasi +2, +3, dan +6. Kromium banyak

digunakan dalam bidang perindustrian. Kegunaan umum yang dikenal dari

senyawa-senyawa kromat dan dikromat ini adalah dalam bidang-bidang seperti

tekstil, penyamakan, pencelupan, fotografi, zat warna, dan sejenisnya.

Kromium dapat masuk dalam badan perairan dengan dua cara, yaitu secara

alamiah dan non alamiah. Masuknya Cr secara alamiah dapat terjadi karena erosi


(56)

Masuknya Cr yang terjadi secara non alamiah lebih merupakan dampak dari

aktivitas yang dilakukan manusia. Sumber-sumber Cr yang berkaitan dengan

aktivitas manusia dapat berupa limbah atau buangan industri sampai buangan

rumah tangga.

Proses-proses kimiawi yang berlangsung dalam badan perairan juga dapat

mengakibatkan terjadinya peristiwa reduksi senyawa-senyawa Cr (VI) yang

sangat beracun menjadi Cr (III) yang kurang beracun. Peristiwa reduksi yang

terjadi pada senyawa Cr (VI) dan Cr (III), dapat berlangsung bila badan perairan

berada dan atau mempunyai lingkungan yang bersifat asam. Untuk perairan yang

berlingkungan basa, ion-ion Cr (III) akan diendapkan di dasar perairan (Palar,

2004).Kromium merupakan logam yang terintegrasi dalam molekul zat pewarna

tekstil dalam jumlah yang cukup signifikan. Logam ini merupakan salah satu

parameter dalam baku mutu air limbah industri tekstil (Smith, 1988).

2.8.3. Mangan (Mn)

Kandungan mangan yang diizinkan terdapat dalam air yang digunakan

untuk keperluan domestic sangat rendah yaitu dibawah 0,05 mg/L. dalam kondisi

aerob, mangan dalam perairan terdapat dalam bentuk MnO2 dan pada dasar

perairan tereduksi menjadi Mn2+ atau dalam air yang kekurangan oksigen (DO

rendah). Oleh karena itu pemakaian air yang berasal dari dasar suatu sumber air

sering ditemukan mangan dalam konsentrasi tinggi. Pada pH yang agak tinggi dan


(57)

Mangan termasuk logam esensial yang dibutuhkan oleh tubuh sebagaimana zat besi. Tubuh manusia mengandung Mn sekitar 10 mg dan banyak ditemukan di liver, tulang, dan ginjal. Mn dapat membantu kinerja liver dalam

memproduksi urea, superoxide dismutase, karboksilase piruvat, dan enzim

glikoneogenesis serta membantu kinerja otak bersama enzim glutamine sintetase. Kelebihan Mn dapat menimbulkan racun yang lebih kuat dibanding besi. Toksisitas Mn hampir sama dengan nikel dan tembaga. Mangan bervalensi 2 terutama dalam bentuk permanganat merupakan oksidator kuat yang dapat

mengganggu membran mucous, menyebabkan gangguan kerongkongan,

timbulnya penyakit “manganism” yaitu sejenis penyakit parkinson, gangguan

tulang, osteoporosis, penyakit Perthe’s, gangguan kardiovaskuler, hati, reproduksi

dan perkembangan mental, hipertensi, hepatitis, posthepatic cirrhosis, perubahan

warna rambut, kegemukan, masalah kulit, kolesterol, neurological symptoms dan

menyebabkan epilepsi (Janelle, 2004).

 

2.9. Spektroskopi Serapan Atom (SSA)

Spektroskopi serapan atom merupakan metode yang memanfaatkan

fenomena penyerapan energi sinar oleh atom netral dalam bentuk gas sebagai

dasar pengukuran dan sangat tepat digunakan untuk analisis zat pada konsentrasi

rendah. Atom-atom bebas bisa dihasilkan dengan cara menyemprotkan sampel

yang berupa larutan atau suspensi kedalam nyala. Besarnya kepekatan analit

ditentukan dari besarnya penyerapan bekas sinar garis resonansi yang melewati


(58)

tanpa nyala (flameless atomizer), yaitu dengan menggunakan energi listrik dengan batang carbon (CRA= Carbon Rod Atomizer) atau bahkan dengan uapnya saja seperti pada analisis merkuri.

Spektroskopi Serapan Atom adalah cara analitis yang berdasarkan pada

proses penyerapan energi radiasi gelombang elektromagnetik oleh populasi atom

yang berbeda pada tingkat energi yang lebih tinggi. Jika pada sejumlah populasi

atom yang berada pada tingkat energi dasar (E0) diberikan seberkas radiasi

golombang elektromagnetik dengan tingkat energi tertentu (sesuai dengan

besarnya energi untuk menaikkan tingkat energi atom dari E0 E1) maka

sebagian energi radiasi akan diserap oleh atom dan tingkat energi atom naik dari

E0 E1.

Energi radiasi gelombang elektromagnetik yang tidak mengalami

penyerapan akan keluar dari populasi atom dan intensitasnya berkurang sesuai

dengan jumlah atom yang mengalami perpindahan tingkat energi. Dengan

demikian, pengurangan intensitas radiasi pada panjang gelombang yang sesuai

dapat diukur dan besarnya sebanding dengan populasi atom yang menyerap

radiasi tersebut. Dengan mengukur jumlah energi yang diserap, maka dapat

menentukan konsentrasi atom elemen yang diuji alam contoh (Suryana, 2001).

2.9.1. Prinsip Kerja SSA

Metode ini berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom


(59)

atom pada keadaan dasar dinaikan tingkat energinya ketingkat eksitasi.

Keberhasilan analisis ini tergantung pada proses eksitasi dan memperoleh garis

resonansi yang tepat (Khopkar. 2003).

Secara proporsional konsentrasi atom bebas dalam nyala ditunjukkan

menurut hukum Lambert-Beer:

Absorbansi = log lo / lI = K.C.L

dimana:

lo = Intensitas awal radiasi cahaya yang diemisikan sumber cahaya

lI = Intensitas cahaya yang ditransmisikan (jumlah yang tidak terabsorpsi)

C = Konsentrasi sampel (atom bebas) (mol/L) K = Konstanta

L = Tebal media (cm)

2.9.2. Komponen-komponen SSA

a. Lampu katoda berongga (Hollow Cathode Lamp)

Lampu katoda berongga terdiri atas tabung gelas yang diisi dengan

gas argon (Ar) atau neon (Ne) bertekanan rendah (4-10 torr) dan di dalamnya

dipasang sebuah katoda berongga dan anoda. Rongga katoda berlapis logam

murni dari unsur obyek analisis. Batang anoda terbuat dari logam

wolfram/tungsten (W).

b. Ruang pengkabutan (Spray Chamber)

Merupakan bagian di bawah burner dimana larutan contoh diubah

menjadi aerosol. Dinding dalam dari spray chamber ini dibuat dari plastik/teflon. Dalam ruangan ini dipasang peralatan yang terdiri atas :


(60)

1. Nebulizer glass bead atau impact bead (untuk memecahkan larutan menjadi partikel butir yang halus)

2. Flow spoiler (berupa baling-baling berputar, untuk mengemburkan butir / partikel larutan yang kasar)

3. Inlet dari fuel gas dan drain port (lubang pembuangan) c. Pembakar (Burner)

Merupakan alat dimana campuran gas (bahan bakar dan oksida)

dinyalakan. Dalam nyala yang bersuhu tinggi itulah terjadi pembentukan

atom-atom analit yang akan diukur. Burner untuk nyala udara asetilen (suhu 2000-2200 0C) berlainan dengan untuk nyala nitrous oksida-asetilen (suhu

2900-3000 0C). Burner harus selalu bersih untuk menjamin kepekaan yang tinggi dan kedapatulangan (repeatability) yang baik.

d. Monokromator & Slit (Peralatan optik)

Fungsinya untuk mengisolir sebuah resonansi dari sekian banyak

spektrum yang dihasilkan oleh lampu katoda berongga.

e. Detektor

Detektor yang biasa digunakan dalam SSA ialah jenis photomultiplier tube, yang jauh lebih peka daripada phototube biasa dan responnya juga sangat cepat (10-9 detik). Fungsinya untuk mengubah energi radiasi yang

jatuh pada detektor menjadi sinyal elektrik / perubahan panas.

f. Lain-lain


(61)

Gambar 9. Diagram alir SSA

2.10. Turbidimeter

Metode yang sering digunakan dalam menentukan nilai kekeruhan adalah

metode nefelometri dengan satuan NTU (Nephelometric Turbidity Unit). Prinsip analisa dengan menggunakan metode nefelometri adalah pengukuran terhadap

intensitas cahaya yang dihamburkan oleh partikel-partikel yang ada di dalam air.

Semakin tinggi intensitas cahaya yang dihamburkan maka semakin tinggi nilai

kekeruhan air tersebut.

Pengukuran dilakukan dengan membendingkan intensitas cahaya yang

dihamburkan oleh sampel dengan intensitas cahaya yang dihamburkan oleh

larutan standar dalam keadaan sama. Sebagai standar kekeruhan digunakan

larutan suspensi polimer formazin dengan satuan FTU (Formazin Turbidity Unit) atau sama dengan satuan NTU. Jika dikonversi kedalam satuan mg/L sebagai SiO2

adalah sebesar 2,25 mg/L (Pararaja, 2008).

   


(62)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Sampel air limbah diambil dari sebuah industri tekstil di Karawang yang

bergerak dalam industri tekstil. Pengambilan sampel air limbah dilakukan pada

bulan Maret, April, dan Mei 2010, dimana keadaan perusahaan sedang dalam

masa produksi normal. Sampel air limbah diambil dari equalization basin. Sampel air tanah diambil dari sebuah sumur bor di daerah Pamulang, pada bulan Mei dan

Juni. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian, Pusat Laboratorium

Terpadu (PLT) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, pada bulan

April sampai Juni 2010.

3.2. Bahan dan Alat 3.2.1. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan uji (sampel)

dan bahan kimia. Bahan uji adalah air limbah yang diambil dari sebuah industri

tekstil di Karawang dan air tanah yang diambil dari daerah Pamulang, serta biji

Moringa oleifera yang diambil pada bulan Maret, di Desa Pasawahan, Purwakarta. Air limbah diambil pada titik dan waktu yang sama.

Bahan kimia yang digunakan adalah Poly Alumunium Chloride (PAC) merek Kuriflock konsentrasi 100 mg/L, Single Strength Lactose Broth (Merck), Double


(63)

Iodida (NaI) sebagai oksidator, Natrium Tiosulfat (Na2S2O3) 0,025 N (Merck),

Asam Sulfat (H2SO4) 6 N (Merck), Mangan Sulfat (MnSO4) 4 M (Merck), dan

indikator amilum.

3.2.2. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pH meter (Myron L

ARH1), thermometer digital, portable conductymeter (Myron L ARH1), portable turbidity meter (HANNA Instrument), Atomic Adsorption Spectrophotometer

(Perkin Elmer), magnetic stirrer (Cymarec*2), cuvet, tabung durham, dan alat gelas lainnya.

3.3. Metode Penelitian 3.3.1. Persiapan Sampel

Sampel air limbah dan air tanah masing-masing dimasukkan sebanyak 500

mL kedalam gelas beaker 1000 mL. Disiapkan juga koagulan PAC dengan

konsentrasi 100 mg/L sebagai pembanding koagulan Moringa oleifera. Disiapkan juga kontrol, yaitu 500 mL sampel air limbah dan air tanah yang tidak

ditambahkan koagulan tetapi tetap dilakukan jar test.

3.3.2. Pembuatan Larutan Moringa oleifera

Disiapkan 8 buah kelor tua yang berwarna kecoklatan dengan ujung buah

yang mulai terbuka, panjang buah 20-25 cm, seperti pada gambar 8 di lampiran.


(64)

biji kelor yang memiliki kadar air 5 % dari berat biji. Biji kelor dihancurkan

dengan grinding mill lalu disaring dengan saringan berukuran 210 µm. Serbuk biji kelor ditimbang sebanyak 10, 20, 30, 40, 50, 55, 60, dan 70 mg. Masing-masing

dilarutkan dengan 500 mL aquades dalam gelas beaker. Campuran serbuk biji

kelor dan air dalam gelas beaker diaduk menggunakan batang gelas sehingga

didapatkan larutan yang homogen untuk mendapatkan bahan aktif polielektrolit

kationik.

Larutan tersebut kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring,

lalu larutan yang telah disaring tersebut yang akan digunakan sebagai koagulan.

Larutan Moringa oleifera harus dibuat langsung setiap akan digunakan. Hal ini disebabkan biji Moringa oleifera merupakan bahan organik yang mudah

membusuk. Jika disimpan dalam pendingin 4

0

C dapat disimpan selama 3 hari

saja.

3.3.3. Analisa Laboratorium

Digunakan metode Jar Test. Dari semua dosis yang telah disiapkan, diambil 1 mL dari berbagai konsentrasi, lalu dimasukkan kedalam gelas beaker

yang berisi 500 mL air limbah maupun air tanah. Larutan dicampurkan dan

diaduk dengan cepat (120 rpm) selama 2 menit, diikuti dengan pengadukan

perlahan (40 rpm) selama 10 menit untuk membantu pembentukan flok.

Pengadukan dilakukan dengan bantuan magnetic stirrer. Suspensi dibiarkan selama 1 jam tanpa gangguan. Diambil supernatan dari masing-masing sampel


(65)

untuk dilakukan pengujian parameter. Setelah parameter diuji, dihitung

persentase perubahannya dengan cara:

% Perubahan x 100%

3.3.4. Pengukuran Temperatur

Temperatur dari sampel diukur meggunakan thermometer yang terdapat

pada alat konduktimeter. Pengukuran temperatur dilakukan terhadap

masing-masing sampel dengan konsentrasi yang berbeda dan juga blanko. Sampel

dimasukkan ke dalam sample cell hingga katoda tergenang sampel. Pembacaan temperatur diambil setelah angka digital muncul dalam keadaan yang stabil.

3.3.5. Pengukuran pH

pH dari sampel dibaca menggunakan alat pengukur pH digital yang

terdapat pada alat konduktimeter. Pengukuran nilai pH dilakukan terhadap

masing-masing sampel dengan konsentrasi yang berbeda dan juga blanko.

Sampel dimasukkan ke dalam sample cell hingga katoda tergenang sampel. Pembacaan nilai pH diambil setelah angka digital muncul dalam keadaan yang

stabil.

3.3.6. Pengukuran Konduktifitas

Sampel yang telah digunakan untuk pengukuran pH digunakan juga untuk


(66)

dikalibrasi. Pengukuran nilai konduktifitas atau daya hantar listrik dilakukan

terhadap masing-masing sampel dengan konsentrasi yang berbeda dan juga

blanko. Sampel dimasukkan ke dalam sample cell hingga katoda tergenang sampel. Pembacaan nilai konduktifitas diambil setelah angka digital muncul

dalam keadaan yang stabil.

3.3.7. Pengukuran Turbiditas

Pengukuran ini dilakukan pada supernatan yang didapatkan setelah proses

jar test, dilakukan menggunakan turbidimeter. Sampel dimasukkan ke dalam

sample cell. Pembacaan nilai turbiditas diambil setelah angka digital muncul dalam keadaan yang stabil. Nilai kekeruhan dari sampel ditunjukkan oleh alat

turbidimeter dalam satuan Formazin Turbidity Units (FTU), yang kemudian dikonversi ke satuan ppm.

Nilai dalam satuan FTU x 2,25 = nilai dalam satuan ppm

3.3.8. Pengukuran Oksigen Terlarut

Pengukuran oksigen terlarut dilakukan dengan metode titrasi sesuai

dengan SNI 06-6989.14-2004, yaitu sebanyak 50 mL sampel dalam botol uji

ditambahkan 1 mL MnSO4 dan pereaksi oksigen (NaI). Sampel ditutup,

dihomogenkan hingga terbentuk gumpalan. Gumpalan yang terbentuk dibiarkan

mengendap selama 5-10 menit. Ditambahkan 1 mL H2SO4 pekat, lalu


(67)

3.3.9. Total Koliform Menggunakan Prosedur MPN

Penentuan nilai kemungkinan terbesar dari koliform yang terdapat di

setiap sampel yang telah diberi perlakuan, dilakukan metode fermentasi beberapa

tabung. Medium pertumbuhan bakteri yang digunakan adalah medium cair

laktosa. Disiapkan dua jenis medium cair laktosa. Medium cair Single Strength Lactose Broth (SSLB) dan medium cair Double Strength Lactose Broth (DSLB).

Pada pembuatan medium cair SSLB, ditimbang 13.0 g serbuk laktosa dan

dilarutkan dalam 1000 mL aquades. Larutan kemudian diaduk perlahan selama 10

menit. Medium cair DSLB dibuat dengan mencampurkan bahan medium cair

SSLB sebanyak dua kali lipat beratnya. Larutan ini kemudian diletakkan di

pengaduk magnetik dan diaduk perlahan selama 10 menit.

Sebanyak 0.1 dan 1.0 mL sampel dan supernatan dari perlakuan dengan

alum dan Moringa diukur dan dimasukkan kedalam tabung uji yang berisi 10 mL medium cair SSLB dan sampel dan supernatan dari perlakuan dengan alum dan

Moringa diukur dan dimasukkan kedalam tabung uji yang berisi 10 mL medium cair DSLB. Tabung uji lalu diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37o C. Hasil yang

didapatkan dibandingkan dengan tabel untuk mendapatkan nilai kemungkinan

terbesar dengan tingkat kepercayaan 95.0%.

3.3.10. Pengukuran Kadar Logam

Logam berat dalam sampel yang diukur adalah Cd, Cr, dan Mn.

Pengukuran kadar logam dilakukan terhadap supernatan dari sampel dengan


(1)

Tabel 16. Hasil Pengujian Kadar Logam Pada Sampel

No.

Perlakuan Air Limbah Air Tanah (detention time

1 jam)

Kadar Logam (mg/L) Kadar Logam (mg/L) Cd Cr Mn Cd Cr Mn

1 Tanpa Perlakuan 0,043 0,005 0,005 0,001 0,005 0,35 2 PAC 100 mg/L 0,07 -0,001 0,006 0,001 0,002 0,35 3 M.o 100 mg/L 0 -0,001 0,007 0,002 0 0,36

No.

Perlakuan Air Limbah Air Tanah (detention time

1 jam)

Kadar Logam (mg/L) Kadar Logam (mg/L) Cd Cr Mn Cd Cr Mn

1 Tanpa Perlakuan 6 6 6 -0,021 -0,501 0,594 2 PAC 100 mg/L 0,024 -0,327 0,092 -0,013 -0,06 0,265

3 M.o 100 mg/L -0,004 -0,676 -0,007 -0,22 -0,264 -0,004

80   


(2)

Lampiran 4. Data Pengujian Parameter Biologi

Tabel 17. Hasil Pengujian Nilai MPN Pada Sampel

No

Perlakuan Air Limbah

(detention time 1

jam) Nomor Tabung Positif

Indeks MPN Batas Kepercayaan 95% DSLB (10 ml) SSLB (1 ml) SSLB

(0,1 ml) per 100 ml Terendah Tertinggi 1 Tanpa Perlakuan 3 3 3 >1100 >150 >4800 2 PAC 100 mg/L 3 3 2 1100 150 4800

3 M.o 100 mg/L 3 2 2 210 35 470

No

Perlakuan Air Tanah

(detention time 1

jam) Nomor Tabung Positif

Indeks MPN Batas Kepercayaan 95% DSLB (10 ml) SSLB (1 ml) SSLB

(0,1 ml) per 100 ml Terendah Tertinggi 1 Tanpa Perlakuan 2 2 1 28 10 150

2 PAC 100 mg/L 2 1 1 20 7 89


(3)

Lampiran 5. KEPMENLH NOMOR: KEP-51/MENLH/10/1995

LAM PI RAN B.I X K EPU T U SAN

M EN T ERI N EGARA LI N GK U N GAN H I DU P N OM OR : K EP-5 1 /M EN LH /1 0 /1 9 9 5

T EN T AN G

BAK U M U T U LI M BAH CAI R BAGI K EGI AT AN I N DU ST RI T AN GGAL 2 3 OK T OBER 1 9 9 5

BAK U M U T U LI M BAH CAI R U N T U K I N DU ST RI T EK ST I L

PARAMETER

KADAR

BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (kg/ton) MAKS

(mg/L) Tekstil Pencucian Pengikisan Pengikisan Pengikisan    Terpadu Kapas Pemucatan Pencelupan Pencetakan       Pemintalan (Blencing) (Dyeing) (Printing)

      Penenunan         

BOD5 60 6 0,42 1,08 1,2 0,36

COD 150 15 1,05 2,7 3 0,9

TSS 50 5 0,35 0,9 1 0,3

Fenol Total 0,5 0,05 0,004 0,009 0,01 0,003 Krom Total

1 0,1 - - 0,02 0,006

(Cr)

Amonia Total

8 0,8 0,056 0,144 0,16 0,048 (NH3-N)

Sulfida

0,3 0,03 0,002 0,005 0,006 0,002 (sebagai S)

Minyak dan

lemak 3 0,3 0,021 0,054 0,06 0,018

pH 6,0 - 9,0

Debit limbah maksimum

20 6

(m3/ton produk)

Catatan :

1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan dalam miligram parameter per liter air limbah.

2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan dalam kg parameter per ton produk tekstil.

82   


(4)

Lampiran 6. LAMPIRAN A. IX KEPMENLH

LAMPIRAN A.IX : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP 51-/MENLH/10/1995

TENTANG : BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN INDUSTRI TANGGAL : 23 OKTOBER 1995

BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI TEKSTIL

Catatan :

1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel diatas dinyatakan dalam miligram parameter per liter air limbah.

2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter pada tabel di atas dinyatakan dalam kg parameter per ton produk tekstil.


(5)

Lampiran 7. Dokumentasi Penelitian

Gambar 11. Buah Kelor Muda Gambar 12. Buah Kelor Tua

Gambar 13. Biji Kelor Muda Gambar 14. Biji Kelor Tua

Gambar 15. Serbuk Biji Kelor Gambar 16. Larutan Kelor

Gambar 17. PAC Gambar 18. Sampel Air Limbah dan Air Tanah

84   


(6)

Gambar 19. Proses Koagulasi (Detention Time 1 jam)

Gambar 20. Lokasi Sampling Limbah Gambar 21.Sampling Air Limbah