5. Penanganan Masalah Anak Jalanan
Model atau pola penanganan anak jalanan selalu berbeda, disesuaikan dengan kondisi anak jalanan yang beragam. Model-model yang diterapkan untuk
anak jalanan tidak lepas dari pengaruh visi dan misi lembaga. Namun secara umum terdapat dua tujuan dalam penanganan anak jalanan, yakni:
a. Melepaskan anak jalanan untuk dikembalikan kepada keluarga asli, keluarga
pengganti, ataupun panti. b.
Penguatan anak dijalan dengan memberikan alternatif pekerjaan dan keterampilan.
Jadi pemberdayaan sebagai strategi penanganan masalah anak jalanan merupakan upaya untuk membangun daya dengan mendorong, memberikan
motivasi, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki anak jalanan serta berupaya untuk mengembangkannya.
Strategi penanganan masalah anak jalanan. Irwanto, 1999 dikutip oleh Setiawan, mengemukakan mengenai asumsi-asumsi dasar intervensi terhadap
permasalahan anak jalanan sebagai berikut: ”Pemahaman terhadap situasi anak jalanan saja tidak akan memberikan
jalan keluar yang efektif,. Agar sebuah intervensi efektif, maka diperlukan pemahaman yang menyeluruh mengenai masyarakat dan keluarga-
keluarga anak jalanan. Pemahaman makro struktural dan mikro dinamika keluarga sangat dibutuhkan.
56
Sementara itu Adidananta 1999 dikutip oleh Setiawan dalam mengangani anak jalanan di Yogyakarta mengemukakan pengalamannya sebagai
berikut :
56
Setiawan, Hari Hariyanto, Pengembangan Program Anak Jalanan Melalui Pendekatan Community,h.26
”Mengingat kanak-kanak adalah situasi yang sangat bersifat sementara mereka tidak lagi dikategorikan anak-anak selepas usia 18 tahun maka
sangatlah mendesak untuk menghadirkan substitusi keluarga atau bahkan komunitas ke dalam keseharian anak jalanan. Dengan hadirnya atmosfir
keluarga dan kemasyarakat maka pemenuhan hak kanak-kanak mereka yang sangat singkat itu lebih dimungkinkan.”
57
Dari asumsi terebut menurut Lusk 1989 dikutip oleh Sudrajat 1997 ada tiga model penanganan anak jalanan yaitu street based, center based, community
based. Masing-masing model ini memiliki kelemahan dan kelebihan tertentu. Community based
adalah model penanganan yang berpusat di masyarakat dengan menitikberatkan pada fungsi-fungsi keluarga dan potensi seluruh
masyarakat. Tujuan akhir adalah anak tidak menjadi anak jalanan atau sekalipun di jalan, mereka tetap berada di lingkungan keluarga. Kegiatannya biasanya
meliputi peningkatan pendapatan keluarga, penyuluhan dan bimbingan pengasuhan anak, kesempatan anak untuk memperoleh pendidikan dan kegiatan
waktu luang dan lain sebagainya. Street based
adalah kegiatan di jalan, tempat dimana anak-anak jalanan beroperasi. Pekerja sosial datang mengunjungi, menciptakan perkawanan,
mendampingi dan menjadi sahabat untuk keluh kesah mereka. Anak-anak yang sudah tidak teratur berhubungan dengan keluarga, memperoleh kakak atau orang
tua pengganti dengan adanya pekerja sosial. Center based
adalah kegiatan panti, untuk anak-anak yang sudah putus dengan keluarga. Panti menjadi lembaga pengganti keluarga untuk anak dan
memenuhi kebutuhan anak seperti kesehatan, pendidikan, keterampilan, waktu luang, makan, tempat tinggal, pekerjaan dan lain sebagainya.
57
Ibd, h. 27.
Open house rumah singgahrumah terbuka mulai berkembang akhir-akhir
ini di berbagai negara untuk melengkapi pendekatan yang sudah ada, termasuk Indonesia. Keunikannya adalah mampu digunakan untuk memperkuat ketiga
pendekatan di atas. Jika ditempatkan di wilayah yang dekat banyak anak jalanan, dapat dipandang sebagai street based yang menjadi pusat kegiatan anak jalanan.
Jika dipandang suatu wilayah dimana banyak anak warga tersebut menjadi anak jalanan, dapat dipandang sebagai pusat kegiatan pula atau pintu masuk menangani
anak jalanan dengan melibatkan warga masyarakat. Rumah singgah yang umumnya berupa rumah yang di kontrak juga dipandang sebagi panti center
baik untuk berlindung maupun sebagai pusat kegiatan.
58
Sehubungan dengan masalah anak jalanan Lusk dikutip oleh Setiawan juga mengemukakan 4 pendekatan intervensi untuk kasus anak jalanan di
Amerika Latin antar lain : a the corectional approach pendekatan koreksional, b the rehabilitatif perspective perspektif rehabilitatif, c
outreach strategies strategi penjangkauan, and d the preventive outlook
pencegahan. Secara lengkap strategi tersebut dijabarkan sebagai berikut
59
: 1.
Pendekatan rehabilitasi corectional Fenomena anak jalanan dalam pandangan ini didominasi oleh pemikiran
sebagian besar polisi dan pengadilan anak yang memang banyak berurusan dengan anak-anak jalanan. Pemikiran inilah yang mempengaruhi pandangan
masyarakat untuk melihat anak jalanan sebagai perilaku kenakalan. Sebab itu
58
Departemen Sosial RI. Direktorat Jendral Bina Kesejahteraan Anak, Keluarga dan Lanjut Usia, Tunjuk Pelaksanan Pembinaan Kesejahteraan Sosial Anak Jalanan, Jakarta : 2001 ,
h. 9-10.
59
Ibid, h. 29.
intervensi yang cocok adalah dengan memindahkan anak dari jalanan dan memperbaiki perilaku mereka. Pendekatan ini menempatkan pentingnya
mendidik kembali agar sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Kelemahan pendekatan ini adalah adanya kenyataan bahwa petugas dipandang
oleh anak sebagi musuh ketimbang mitra, juga adanya kenyataan bahwa kekerasan dan pelecehan seksual tetap berkembang.
2. Pendekatan rehabilitasi rehabilitatif
Para profesional memperdebatkan bahwa anak jalanan bukanlah perilaku menyimpang karena banyak dari mereka justru merupakan korban penganiayaan
dan penelantaran, dampak kemiskinan, dan kondisi rumah yang tidaj tetap. Anak jalanan dilihat sebagai anak yang dirugikan oleh lingkungan sehingga
mengakibatkan banyak program-program untuk mereka muncul. Pendekatan rehabilitatif memandang anak jalanan sebagai anak yang berada dalam kondisi
ketidakmampuan, membutuhkan, diterlantarkan, dirugikan, sehingga intervensi yang dilakukan adalah dengan melindungi dan merehabilitasi. Pada saat ini
kegiatan pendekatan rehabilitatif ini lebih dikenal dengan center based program. 3.
Pendidikan yang dilakukan di jalan Street education Pendekatan ini mengasumsikan bahwa cara terbaik untuk menanggulangi
masalah anak jalanan adalah dengan mendidik dan memberdayakan anak. Para pendidik jalanan yakin kesenjangan struktur sosial merupakan penyebab dari
masalah ini. Menurut mereka anak merupakan individu normal yang didorong oleh kesenjangan kondisi masyarakat yang hidup di bawah keadaan yang sulit.
Dengan melibatkan partisipasi anak, maka dapat dipelajari tentang situasi mereka dan mengikutsertakan dalam aksi bersama dalam menemukan pemecahan dari
masalah bersama. Bentuk kegiatan dari pandangan pendidikan anak jalanan pada saat ini lebih dikenal dengan nama program yang berpusat di jalanan atau street
based program. 4.
Pencegahan preventif Pendekatan ini memandang penyebab dari masalah anak jalanan adalah
dorongan dari masyarakat itu sendiri. Strategi pencegahan berusaha memberikan pendidikan dan pembelaan serta mencoba untuk menemukan penyelesaian dari
apa yang diperkirakan menjadi penyebab permasalahan yaitu dengan cara berusaha menghentikan kemunculan anak jalanan. Mengatasi masalah anak
jalanan, bukan hanya anak jalanan yang dijadikan fokus untuk dapat menyesuaikan diri dalam masyarakat, mengingat masyarakat sendiri terus
mengalami perubahan sesuai dengan pembangunan yang berlangsung. Bentuk kegiatan dari pandangan preventif dikenal dengan community based program.
Pendekatan tersebut dapat diterapkan dalam menangani masalah anak jalanan, tergantung pada kondisi anak. Bila pendekatan program atau strategi di
atas dihubungkan dengan tipologi anak jalanan dapat dilihat dalam tabel berikut ini.
Tabel 2.1 Tipologi Anak Jalanan Dihungkan dengan Pendekatan dan
Fungsi Intervensi
60
Kategori anak Pendekatan
Fungsi intervesi
Anak yang
mempunyai resiko tinggi childern-at-
high -risk
Community Based
Preventif Anak yang bekerja di jalan
childern-in-the street Street
Based Street
Education
60
Ibid, h. 11-13.
Anak yang hidup di jalan childern-of-the street
Center Based
Rehabilitatif Corectional
Sumber : Lusk 1989,h.67-74 D. Pengertian Keterampilan
Keterampilan dasar adalah keterampilan tahap permulaan yang harus dimiliki oleh seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan.
61
Keterampilan atau life skill
adalah berbagai keterampilan yang atau kemampuan untuk beradaptasi dan berperilaku positif yang memungkinkan seseorang mampu menghadapi berbagai
tuntunan dan tantangan dalam kehidupan sehari-hari secara efektif.
62
Keterampilan Peter Salim dan Yenny Salim adalah kecakapan dalam menyelesaikan tugas, kecekatan.
63
Keterampilan atau life skills dapat dikelompokkan dalam empat jenis yaitu:
1. Keterampilan personal personal skills ysng mencakup keterampilan
mengenal diri sendiri, keterampilan berpikir rasional dan percaya diri. 2.
Keterampilan sosial social skills seperti keterampilan melakukan kerjasama, bertenggang rasa dan tanggung jawab sosial.
3. Keterampilan akademik academic skills adalah keterampilan yang berkaitan
dengan melakukan penelitian, percobaan-percobaan dengan pendekatan ilmiah.
4. Keterampilan vokasional vocacional skills adalah keterampilan yang
berkaitan dengan suatu bidang kejuruanketerampilan tertentu seperti di
61
Aliminsyah. SE. dan Drs. Patji, MA. “Kamus Istilah Manajemen”.CV. Yrama widya, Bandung 2004,h.194.
62
Pedoman Penyelenggaraan Program Kecakapan. Life Skill Pendidikan Luar Sekolah, Direktorat Jendral Pendidikan Luar Sekolah dan Pemerintah departemen Pendidikan Nasional,
2003. h.5.
63
Peter Salim dan Yenny Salim, h.1596.
bidang perbengkelan, jahit-menjahit, pertenakan, pertanian, produksi barang tertentu.
64
Keempat kecakapan tersebut dilandasi oleh kecakapan spiritual yakni, keimanan, ketaqwaan, moral, etika, budi pekerti yang baik sebagai salah satu
pengalaman dari sila pertama Pancasila. Dengan demikian pendidikan keterampilan atau life skills di arahkan pada pembentukan manusia yang
berakhlak mulia, cerdas, terampil, sehat dan mandiri. Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa hakekat pendidikan
keterampilan atau life skills merupakan upaya untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan kemampuan yang memungkinkan warga belajar dapat hidup mandiri
dalam menyelenggarakan keterampilan atau life skills berprinsip dari empat pilar pendidikan yaitu learning to know belajar untuk memperoleh pengetahuan,
learning to do belajar untuk dapat berbuat atau melakukan pekerjaan, learning
to be belajar untuk dapat menjadikan dirinya menjadi orang yang berguna dan
learning to live togheter belajar untuk dapat hidup bersama orang lain.
64
Ibid, h.7.
BAB III GAMBARAN UMUM PANTI SOSIAL ASUHAN ANAK JALANAN
B. Latar Belakang Berdirinya Panti
Upaya penanganan permasalahan anak jalanan telah banyak dilakukan, baik oleh Lembaga Pemerintah maupun Lembaga Non Pemerintah. Departemen
sosial sejak tahun 1994, bekerjasama dengan UNDP menyelenggarakan Proyek INS94007 dalam memberikan perlindungan dan bantuan kepada anak jalanan di
perkotaan. Meskipun secara riil program pendampingan baru dimulai pada tahun 1997, melalui pendekatan rumah singgah, mobil unit keliling dan boarding
house.
65
Pemerintah Daerah DKI Jakarta melalui Dinas Bintal Kessos Bimbingan Mental dan Kesejahteraan Sosial yang menganggulangi masalah-masalah sosial,
salah satunya adalah anak jalanan, mendirikan sebuah lembaga pemerintah yang khusus menanggulangi masalah anak jalanan yang bernama Panti Sosial Asuhan
Anak Putra Utama V Duren Sawit. Lembaga ini merupakan unit pelaksana teknis dari Dinas Bintal Kessos yang memberikan pelayanan sosial terhadap anak
jalanan.
66
Dasar Hukum Panti Sosial Asuhan Anak ini berdasarkan SK. Gubernur Provinsi DKI Jakarta No.412002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Bintal
dan Kessos Provinsi DKI Jakarta, dan SK. Gubernur Provinsi DKI Jakarta No.1632003 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelayanan
65
Triyanti, Maria April Astuti Anny, Pemberdayaan Anak Jalanan di DKI Jakarta Universitas Indonesia Program Studi Sosiologi,200 h.7
66
Hasil Wawancara Pribadi dengan Kepala Panti Bpk. Drs. Wahyu Rasyid