likuiditas yang digunakan untuk membiayai penambahan piutang. Kesulitan likuiditas tersebut membuat kekurangan modal kerja, karena selain membutuhkan
dana untuk berproduksi juga membutuhkan dana untuh menambah piutang. Meskipun penambahan piutang biasanya berdampak pada penambahan laba
perusahaan, tetapi selalu ada trade-off antara penambahan laba kecukupan likuiditas modal kerja.
Kesimpulanya semakin lambat perputaran piutang, maka akan semakin lama pula rata-rata dana terikat dalam modal kerja selama satu proses produksi.
Akibatnya semakin besar pula biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk mendanai besarnya piutang yang semakin lama terikat dalam satu siklus
modal kerja.
C. Faktor-faktor pendukung dan penghambat penagihan piutang murabahah
Dari prosedur dan strategi dalam pengelolaan dan pengendalian piutang murabahah di BMT Fajar Shiddiq dan BMT Ta’awun, kita dapat mengetahui faktor-faktor yang
dapat mendukung dan menghambat penagihan piutang murabahah. Dalam menjalankan operasional perusahaan, BMT Fajar Shiddiq dan BMT Ta’awun
memiliki faktor-faktor yang dapat mendukung dalam penagihan piutang, yakni: 1.
Adanya SDM Sumber Daya Manusia yang memiliki skill yang baik 2.
Penyediaan soft ware sebagai alat pendukung sistem komputerisasi keuangan. 3.
Memiliki Standar Operasional SOP. 4.
Sarana fisik yang mendukung seperti adanya bangunan yang dijadikan kantor, meja teller dan meja marketing yang tersediri. Sehingga tercipta suasana kerja yang
nyaman.
5. Publikasi dan marketing dengan pembuatan papan nama, penyebaran brosur dan
pemasangan spanduk. 6.
Aspek legal menyangkut perjanjian dan penyelesaian kasus-kasus Faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan penagihan piutang murabahah pada
BMT Fajar Shiddiq dan BMT Ta’awun, yaitu: 1.
Rush terjadinya kerusuhan. 2.
Kondisi usaha nasabah. 3.
Nasabah sakit, mengalami kecelakaan dan atau meninggal dunia. 4.
Adanya musibah kebakaran, banjir dan bencana alam, seperti: gempa bumi dan tsunami.
5. Nasabah tidak ada ditempat pada saat penagihan.
6. Nasabah melarikan diri.
D. Analisis Rasio Keuangan.
Rasio keuangan biasanya digunakan untuk mengukur kinerja suatu perusahaan berdasarkan laporan keuangan yang telah dikeluarkan oleh manajemen perusahaan. Rasio
keuangan biasanya dinyatakan dala satuan prosentase dan “kali” yang menunjukan perputaran. Rasio keuangan dihitung berdasarkan pos-pos yang ada di dalam laporan
keuangan dari berbagai kombinasi atau pasangan angka. Perbandingan yang dilakukan pada pos-pos neraca dan laporan laba rugi dalam
bentuk rasio harus dilakukan pada periode yang sama. Idealisme dalam melakukan penilaian kinerja dengan menggunakan rasio adalah menggunakan data setiap bulan
sehingga dapat diketahui siklus maupun ada kejadian-kejadian yang luar biasa. Tetapi
biasanya para analis eksternal hanya dapat menganalisis dari laporan keuangan pada akhir periode.
1. Analisis Account Receivable Turnover.
Perputaran piutang
AR Turnover merupakan total pendapatan sales atau revenue
atau margin dibagi dengan jumlah piutang murabahah perusahaan. Cara lain untuk mendapatkan AR Turnover adalah dengan membagi waktu satu hari dalam
setahun dengan Average Collection Period maka akan diperoleh berapa kali perputaran piutang perusahaan dalam satu tahun. Rasio perputaran piutang atau AR
Turnover biasa digunakan dengan analisis terhadap modal kerja, karena memberikan
penilaian kinerja tentang seberapa cepat piutang perusahaan berputar kembali menjadi kas.
AR Turnover menunjukan siklus uang kas perusahan yang dimulai dari kas yang
dimiliki oleh perusahaan dalam bentuk jasa, selanjutnya dilakukan penjualan kredit yang menjadi piutang dan ketika debitur melunasi hutangnya maka piutang telah
menjadi kas kembali, sehingga lengkap berupa satu siklus atau satu kali putaran.
Rasio AR Turnover atau perputaran piutang dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Penjualan Kredit _________________
Perputaran Piutang = Piutang
Semakin cepat perputaran piutang, maka akan semakin cepat bagi perusahaan untuk mendapatkan dana dalam bentuk tunai, sehingga posisi keuangan perusahaan
tetapo terjaga atau likuiditas perusahaan menjadi semakin baik.
Hasil perhitungan
Account Receivable Turnover pada BMT Fajar Shiddiq UJKS
KOPPAS Tanah Abang ditunjukan oleh data sebagai berikut:
KETERANGAN 2004 2005
2006
Penerimaan piutang murabahah
Rp. 118.545.350 Rp. 879.160.527
Rp.2.299.212.075
Piutang murabahah Rp. 1.131.201.930
Rp. 652.467.744 Rp. 2.307.136.695
Pembiayaan murabahah
Rp. 1.249.747.280 Rp. 1.531.628.271
Rp. 4.606.348.770
Account receivable turnover
1,10 kali 2,35 kali
1,99 kali
Pertumbuhan rasio 113,64
-15,32
Perhitungan account receivable turnover pada BMT Fajar Shiddiq UJKS KOPPAS Tanahn Abang menunjukan peningkatan perputaran pada tahun 2005 dari
sebesar 1,10 kali 2004 menjadi 2,35 kali 2005 dengan pertumbuhan rasio sebesar 113,64, namun pada tahun 2006 perhitungan account receivable turnover
mengalami penurunan perputaran dari sebesar 113,64 2005 menjadi -15,32 2006. Hasil perhitungan rasio ini dapat dijadikan pertimbangan BMT Fajar Shiddiq
UJKS KOPPAS Tanah Abang dalam membuat kebijakan maupun program kerja yang
mendukung pengendalian piutang murabahah yang mengalami kenaikan pada tahun 2005 dan penurunan pada tahun 2006.
Hasil perhitungan Account Receivable Trunover pada BMT Ta’awun ditunjukan oleh data sebagai berikut:
KETERANGAN 2004 2005
2006
Penerimaan piutang murabahah
Rp. 125.961.449 Rp. 253.957.150
Rp. 683.506.200
Piutang murabahah Rp. 174.788.551
Rp. 234.842.850 Rp. 566.817.100
Pembiayaan murabahah
Rp. 300.750.000 Rp. 488.800.000
Rp. 1.250.323.300
Account receivable turnover
1,72 kali 2,08 kali
2,20 kali
Pertumbuhan rasio 20,93
5,77
Perhitungan account receivable turnover
pada BMT Ta’awun menunjukan peningkatan perputaran piutang dari tahun 2004 sampai tahun 2006. Pada tahun 2005
perputaran piutang mengalami peningkatan dari sebesar 1,72 kali 2004 menjadi 2,08 kali 2005 dengan pertumbuhan rasio sebesar 20,93 dan pada tahun 2006
perputaran piutang mengalami peningkatan dari sebesar 2,08 kali 2005 menjadi 2,20 kali 2006 dengan pertumbuhan rasio 5,77 dari tahun sebelumnya.
Hasil perhitungan rasio ini dapat dijadikan pertimbangan BMT Ta’awun dalam membuat kebijakan maupun program kerja yang mendukung pengendalian piutang
murabahah agar pada setiap tahunnya BMT Ta’awun dapat terus meningkatkan
tingkat pengendalian piutang murabahahnya. Dari
hasil account receivable turnover
pada BMT Fajar Shiddiq UJKS KOPPAS Tanah Abang dan BMT Ta’awun, maka dapat diambil suatu perbandingan tentang
tingkat pengendalian piutang pada masing-masing BMT. Pada tahun 2005 BMT Fajar Shiddiq mengalami peningkatan perputaran sebesar 2,35 kali dengan rasio sebesar
113,64, pada BMT Ta’awun juga mengalami peningkatan perputaran sebesar 2,08 kali dengan rasio sebesar 20,93, pada tahun 2005 BMT Fajar Shiddiq memiliki
pertumbuhan rasio lebih besar sebanyak 92,71 dibandingkan dengan BMT Ta’awun, pada tahun 2006 BMT Fajar Shiddiq mengalami penurunan perputaran
piutang sebesar 1,99 kali dengan rasio -15,32 dan BMT Ta’awun mengalami peningkatan perputaran piutang sebesar 2,20 kali dengan rasio 5,77, pada tahun
2006 BMT Ta’awun memiliki pertumbuhan rasio lebih besar sebanyak 21,09 dibandingkan BMT Fajar Shiddiq. Apabila dilihat secara keseluruhan BMT Ta’awun
memiliki tren pengendalian piutang yang lebih baik daripada BMT Fajar Shiddiq karena rasio perputaran piutang murabahahnya selalu meningkat dari tahun ke tahun.
Grafik Perbandingan Pertumbuhan AR Turnover BMT Fajar Shiddiq UJKS KOPPAS Tanah Abang dengan BMT Ta’awun tahun 2004 -2006:
-40 -20
20 40
60 80
100 120
140
2004 2005
2006 BMT Fajar Shiddiq
BMT Taawun
2. Analisis Average Collection Period.
Pengelolaan piutang dengan menggunakan rasio average collection period yang membagi piutang account receivable dengan rata-rata total pendapatan per hari
average sales per days, adalah untuk melihat sejauh mana efektifitas kebijakan yang diambil perusahaan dan waktu penagihannya.
Semakin lama waktu yang dibutuhkan dalam penagihan, maka kebijakan penagihan perusahaan semakin tidak efektif. Kondisi ini menunjukan bahwa
perusahaan modal kerja yang lebih besar atau membutuhkan biaya yang lebih besar untuk mendanai piutang dalam jangka waktu yang lebih lama. Jika waktu rata-rata
penagihan semakin sedikit, maka modal kerja yang dibutuhkan untuk mendanai piutang semakin sedikit.
Rasio average collection period atau rata-rata penagihan piutang dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Piutang
Rata-rata penagihan piutang = _________________________________ Rata-rata Pendapatan Per Hari
Rata-rata pendapatan per hari dapat diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Pendapatan Rata-rata Pendapatan Per Hari = ___________________
360 Hari
Asumsi pada perhitungan dalam tulisan ini tentang penggunaan jumlah hari dalam setahun adalah 360 hari hal tersebut telah disesuaikan dengan buku literature yang
telah dijadikan acuan, meskipun pada beberapa literature lain asumsi waktu dalam setahun adalah 365 hari.
Hasil perhitungan average collection period pada BMT Fajar Shiddiq UJKS KOPPAS Tanah Abang ditunjukan oleh data sebagai berikut:
KETERANGAN 2004 2005 2006
Penerimaan piutang murabahah
Rp. 118.545.350 Rp. 879.160.527
Rp. 2.299.212.075
Pertumbuhan penerimaan piutang
murabahah 641,62
161,52
Piutang murabahah Rp.1.131.201.930
Rp. 652.467.744 Rp2.307.136.695
Pertumbuhan piutang murabahah
0 -42,32 253,60
Rata-rata pendapatan per hari
Rp. 329.292,64 Rp. 2.442.112,57
Rp. 6.386.700,21
Average collection period
3.435,2Hari 267,2Hari 361,2Hari
Pertumbuhan rasio -92,22
35,18
Hasil perhitungan
average collection period pada BMT Fajar Shiddiq pada tahun
2005 mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari 3.435,2 hari 2004 menjadi 267,2 hari 2005 dengan pertumbuhan rasio -92,22, sedangkan pada tahun 2006
average collection period pada BMT Fajar Shiddiq mengalami penurunan perputaran, yaitu dari 267,2 hari 2005 menjadi 361,2 hari 2006 dengan pertumbuhan rasio
35,18. Hasil perhitungan average collection period pada BMT Ta’awun ditunjukan oleh
data sebagai berikut:
KETERANGAN 2004 2005 2006
Penerimaan piutang murabahah
Rp. 125.961.449 Rp. 253.957.150
Rp. 683.506.200
Pertumbuhan penerimaan piutang
101,61 169,14
murabahah Piutang murabahah
Rp. 174.788.551 Rp. 234.842.850
Rp. 566.817.100 Pertumbuhan piutang
murabahah 0 34,36
141,36
Rata-rata pendapatan per hari
Rp. 349.892,91 Rp. 705.436,53
Rp. 1.898.628,33
Average collection period
499,5Hari 332,9Hari 298,5Hari
Pertumbuhan rasio -33,35
-10,33
Hasil perhitungan average collection period pada BMT Ta’awun mengalami kenaikan pada tahun 2005 dari 499,5 hari 2004 menjadi 332,9 hari 2005 dengan
pertumbuhan rasio -33,35. Begitu pula pada tahun 2006 perputaran piutang terus meningkat dari 332,9 hari 2005 menjadi 298,5 hari 2006 dengan pertumbuhan -
10,33. Dari
hasil average collection period
pada BMT Fajar Shiddiq dan BMT Ta’awun maka dapat diambil suatu perbandingan tentang tingkat perputaran piutang pada
masing-masing BMT. Pada tahun 2005 BMT Fajar Shiddiq memiliki tingkat perputaran piutang lebih baik yaitu dengan pertumbuhan rasio sebesar -92,22
dibandingkan tingkat perputaran piutang pada BMT Ta’awun dengan pertumbuhan rasio sebesar -33,35, namun pada tahun 2006 BMT Fajar Shiddiq mengalami
penurunan perputaran piutang sebesar 35,18 sedangkan pada BMT Ta’awun mengalami peningkatan perputaran piutang sebesar -10,33. Apabila dilihat secara
keseluruhan BMT Ta’awun memiliki tren perputaran piutang lebih baik daripada BMT Fajar Shiddiq.
Grafik Perbandingan Pertumbuhan Average Collection Period BMT Fajar Shiddiq UJKS Tanah Abang dengan BMT Ta’awun tahun 2004 – 2006:
-100 -80
-60 -40
-20 20
40 60
2004 2005
2006 BMT Fajar Shiddiq
BMT Taawun
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Analisis Account Receivable Turnover dan
Analisis Average Collection Period
a. Pada BMT Fajar Shiddiq adalah sebagai berikut:
1 Jumlah SDM yang kurang memadai
2 Satu orang merangkap 2 posisi
3 Nasabah kurang terkontrol
4 Penanganan nasabah NPF belum maksimal
b. Pada BMT Ta’awun adalah sebagai berikut: 1
Penambahan modal tidak disetujui dalam RAT 2
Nasabah NPF kurang terkontrol
3 Belum ada penanganan serius bagi nasabah NPF
4 Tim remedial belum terbentuk sehingga jaminan tidak dapat disita
c. Perkembangan NPF pembiayaan murabahah pada BMT Fajar Shiddiq: Tahun Lancar
Diperhatikan Kurang lancar Macet
2004
Rp. 82.981.745 Rp. 5.927.268
Rp. 29.636.337 Rp.1.131.201.930
2005
Rp. 659.370.396 Rp. 43.958.026
Rp.175.832.105 Rp. 652.467.744
2006
Rp.1.954.330.264 Rp.114.960.603,8 Rp.229.921.207,5 Rp.2.307.136.695
d. Perkembangan NPF pembiayaan murabahah pada BMT Ta’awun: Tahun Lancar
Diperhatikan Kurang lancar Macet
2004
Rp. 128.887.091 Rp. 19.139.880
Rp. 26.761.580 Rp. 174.788.551
2005
Rp. 167.508.618 Rp. 26.016.506
Rp. 166.318.655 Rp. 234.842.850
2006
Rp. 522.206.360 Rp. 16.177.355
Rp. 280.598.882 Rp. 566.817.100
E. Analisis SWOT
Analisis SWOT adalah analisis faktor-faktor internal maupun eksternal yang mempengaruhi pembiayaan, dimana faktor-faktor internal meliputi Strengths
kekuatan, Weaknesses kelemahan, dan faktor-faktor eksternal meliputi Threats ancaman, dan Opportunities peluang.
Hasil analisa SWOT pada BMT Fajar Shiddiq dan BMT Ta’awun sebagai berikut: 1.
Strenghts kekuatan pada BMT Fajar Shiddiq meliputi: a.
Memiliki gedung kantor yang memadai b.
Adanya SOP standar operasional prosedur c.
SDM berpengalaman dalam ke BMT-an d.
Memiliki kerjasama dengan lembaga lain 2. Strenghts kekuatan pada BMT Ta’awun meliputi:
a. Memiliki SDM yang produktif
b. Jumlah SDM yang memadai
c. Memiliki kerjasama dengan Kementerian Koperasi, Bank Muamalat Indonesia,
BPRS Wakalumni 3. Weaknesses kelemahan pada BMT Fajar Shiddiq meliputi:
a. Jumlah SDM belum memadai
b. Belum mermiliki inventaris kendaraan
c. Program Baitul Maal belum maksimal
4. Weaknesses kelemahan pada BMT Ta’awun meliputi: a.
Gedung kantor belum memadai b.
Skill SDM belum maksimal c.
Belum memiliki inventaris kendaran. 5. Opportunities peluang pada BMT Fajar Shiddiq dan BMT Ta’awun meliputi:
a. Potensi pasar tradisional masih terbuka lebar
b. Potensi funding masih luas baik bersifat lembaga maupun perorangan
c. Potensi mendirikan cabang
6. Threats ancaman pada BMT Fajar Shiddiq dan BMT Ta’awun meliputi: a.
Belum memiliki legalitas yang bersifat independen dalam hal izin pendirian dan operasional BMT.
b. Sidak kementerian koperasi, atas produk-produk dan jumlah pengurus yang tidak
sesuai dengan peraturan menteri koperasi. c.
Lingkungan kantor yang tidak kondusif d.
Karakter buruk dari nasabah
D. Perlakuan Akuntansi Piutang Murabahah