BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam perkembangan bank umum, prakarsa masyarakat sangat penting. Dari prakarsa masyarakat tersebut, sebelum adanya legislasi syari’ah, telah berkembang bank
syari’ah mikro, yang bernama Bait al Maal wa al Tamwil BMT atau Bait al Tamwil BT yang disponsori oleh gerakan Muhammadiyah, sehingga di lingkungan
Muhammadiyah lebih dikenal lembaga BTM Bait ai Tamwil Muhammadiyah. BMT ini, sebagai lembaga kredit mikro berkembang pesat. Model BMT ini juga tidak dijumpai di
negara-negara lain. Jumlahnya di seluruh Indonesia hampir 4.000 unit, dengan nilai asset sekitar Rp. 1,4 Triliun. Tapi operasi BMT ini masih menghadapi banyak kendala,
misalnya tidak adanya penjamin terhadap tabungan masyarakat, belum adanya lembaga untuk menyimpan surplus dana, seperti Sertifikat Bank Indonesia dan tidak adanya
lembaga pengawas BMT semacam “bank sentral” untuk BMT dan bank syari’ah lainnya.
1
BMT adalah suatu lembaga keuangan mikro syariah yang digerakan awal tahun sembilan puluhan oleh aktivis muslim yang resah melihat keberpihakan ekonomi negara
yang tidak berpihak kepada wong cilik. Para penggerak lembaga ini benar-benar beragam mulai dari Dompet Dhuafa, Baitul Maal Muamalat, dan kelompok perorangan seperti
BMT Bina Insan Kamil, BMT Semarang dan BMT Tamzis di Wonosobo. Pada tahun 1992 gerakan ini mulai menyebar dari Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jakarta. Dan pada
1
Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta, PT.Raja Grafindo Persada, 2007,h. XXIV
tahun 1995 oleh Dr. Amin Aziz digerakan secara masal melalui PINBUK Pusat Inkulasi Bisnis Usaha Kecil.
Keberhasilan BMT adalah bagaimana bisa meraih kepercayaan dari masyarakat dan mengenali nasabah secara intens dan cepat. Ini dimungkinkan karena transaksi
dilakukan secara harian. Selain itu, ada keseimbangan antara jumlah nasabah penabung dan yang membutuhkan pembiayaan. Tidak heran kalau pembiayaan bermasalah dalam
lembaga ini relatif sangat kecil, yaitu kurang dari 2 . Perkembangan lembaga keuangan mikro yang seperti ini dilihat secara jeli oleh
perbankan nasional yang sekarang dikuasai investor asing. Mereka mulai melirik ceruk pasar yang digarap BMT dengan kekuatan teknologi dan modal yang besar, bahkan
mereka melakukan rekrutmen terhadap SDM-SDM BMT yang ada untuk bersaing dengan lembaga yang dulu ditekuninya, sesuatu yang lazim namun ironi.
2
Dan sayangnya, gairah munculnya begitu banyak BMT di Indonesia tidak didukung oleh faktor-faktor pendukung yang memungkinkan BMT untuk terus
berkembang dan berjalan dengan baik. Fakta yang ada di lapangan menunjukan banyaknya BMT yang tenggelam dan bubar yang disebabkan oleh berbagai macam hal,
antara lain : manajemen yang tidak baik, pengelola yang tidak amanah dan professional, tidak dipercaya oleh masyarakat, kesulitan modal dan lain-lain. Akibatnya, citra yang
timbul di masyarakat sangat buruk . Suatu BMT tetap harus memenuhi kriteria-kriteria syari’ah. Salah satu alasan
yang sederhana adalah sebuah lembaga yang mengelola uang masyarakat, tentunya harus kredibel, dapat dipercaya oleh masyarakat. Siapapun pasti ingin dirinya diyakinkan
2
www.republika.com
bahwa uang yang dia simpan di suatu BMT aman dari resiko apapun dan setiap saat dapat diambil kembali
3
. Keberhasilan Perbankan Syari’ah di tanah air tak bisa dilepaskan dari peran
Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah LKMS. Kedudukan LKMS, yaitu Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah BPRS, Baitul Maal wat Tamwil BMT dan Koperasi Pesantren
KOMPOTREN sangat vital melayani masyarakat yang tidak dapat dijangkau bank umum sekalipun bank yang membuka unit cabang syari’ah.
Hanya saja sampai saat ini banyak LKMS yang memiliki keterbatasan baik dalam modal kerja maupun manajemen sehingga membuat gerak mereka sebagai ujung tombak
pengmbangan syari’ah menjadi tumpul. Keberadaan LKMS diakui banyak membantu masyarakat kecil dan Usaha Kecil Menengah UKM dalam menjalankan bisnisnya.
Namun, acapkali LKMS tidak dapat menyalurkan pembiayaannya kepada mereka karena keterbatasan modal kerja.
Dari uraian diatas, penulis merasa perlu menganalisis bagaimana strategi pengelolaan piutang khususnya murabahah yang dilakukan oleh BMT Fajar Shidiq UJKS
KOPPAS Tanah Abang dan BMT Ta’awun Cipulir, agar modal kerja BMT dapat terus berputar dan BMT dapat terus berkembang dan dapat memberikan pembiayaan pada
masyarakat sekitar.
B. Perumusan Masalah