Obesitas Pada Remaja Anisa, 2012 bahwa mayoritas responden memiliki pengetahuan yang tinggi tentang pola makan sebanyak 47 50,5 responden,
mayoritas responden dengan tingkat pengetahuan tentang pola makan berkategori baik tidak mengalami obesitas yaitu sebanyak 40 67,8. Berdasarkan uji
statistik diperoleh nilai X
2
sebesar 22,43 yang lebih besar dari X
2
tabel df=2 yaitu sebesar 5,99 dan p-value sebesar 0,000
α =0,05 maka disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan tentang pola makan dengan
kejadian obesitas. Di dalam jurnal penelitian tentang Hubungan Pengetahuan Gizi terhadap
Pola Makan pada Mahasiswa yang Aktif Berolahraga Iqbal, 2013 yaitu bahwa rata-rata responden memiliki pengetahuan gizi yang cukup baik dengan rincian 28
orang 46,67 memiliki pengetahuan gizi cukup baik, 10 orang 16,67 memiliki pengetahuan gizi dalam kategori baik dan 22 orang 36,66 memiliki
pengetahuan gizi dalam kategori kurang. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diperoleh gambaran mengenai pola makan yang dimiliki oleh
responden. Rata-rata responden memiliki pola makan yang cukup baik dengan rincian 50 orang 46,67 memiliki pola makan dalam kategori cukup baik, 2
orang 3,33 memiliki pola makan dalam kategori baik dan 8 orang 13,34 memiliki pola makan dalam kategori kurang.
Dari hasil analisis data dengan menggunakan rumus Pearson Korelasi Momen dalam program SPSS 17 didapatkan hasil nilai pearson correlation antara
pengetahuan gizi dengan pola makan menunjukkan angka 0,285. Angka tersebut
menunjukkan adanya korelasi dan positif yang artinya adanya hubungan antara pengetahuan gizi terhadap pola makan pada mahasiswa yang aktif berolahraga.
2.5 Anak Sekolah Dasar
Anak sekolah dasar adalah anak berumur 6 atau 7 tahun sampai 12 tahun yang berada pada tahap pendidikan awal. Anak sekolah dasar adalah anak yang
tetap mengalami pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, sosial dan intelektual. Anak-anak pada usia ini tetap masih dalam masa pertumbuhan yang
biasanya berkaitan dengan peningkatan masukan dan nafsu makan.
Perkembangan fisiologik pada anak usia sekolah meningkat secara progresif. Anak-anak mampu melakukan gerakan-gerakan yang lebih kompleks,
sehingga memacu mereka untuk mengikuti kegiatan-kegiatan seperti dansa, olahraga, gimnastik dan aktivitas fisik lainnya. Selama awal periode sekolah,
persentase lemak tubuh mencapai minimum 16 pada perempuan dan 13 pada laki-laki Sulistyoningsih, 2012.
Menurut Sulistyoningsih 2012 karakteristik kognitif yang dimiliki anak usia sekolah pada perkembangan kognitifnya yaitu:
a. Anak sudah mampu memberikan perhatian pada beberapa aspek.
b. Anak mulai memiliki alasan rasional dan sistematik.
c. Anak mulai mengembangkan rasa percaya diri sendiri, semakin mandiri
dan mempelajari perannya dalam keluarga, di sekolah maupun di masyarakat.
d. Egosentris anak mulai berkurang, anak mulai dapat menerima pendapat
orang lain.
e. Terkait dengan pola makan, anak mulai menyadari pentingnya makanan
bergizi untuk pertumbuhan dan kesehatan, meyakini pentingnya waktu makan, serta mulai timbul konflik dalam pemilihan waktu makan.
f. Pengaruh lingkungan terhadap anak mulai meningkat.
g. Hubungan peer meningkat sangat penting.
Anak usia ini sering dianggap sedang memasuki fase J ohnny won’t eat
Adriani dan Wirjatmadi, 2014. Sehingga membuat orangtua khawatir setiap kali anak tidak mau makan. Ada beberapa cara untuk membuat anak mau makan,
yaitu: 1.
Orangtua hendaknya memerhatikan porsi yang pantas untuk anak. Tidak perlu memberi porsi yang langsung banyak, secukupnya saja,
apabila anak dapat menghabiskannya berikan dia pujian. 2.
Izinkan anak menentukan porsi makannya sendiri, apabila orangtua melihat porsi makan anak sangat kurang, coba cari tahu apa
penyebabnya. 3.
Sajikan makanan ketika anak sedang lapar. 4.
Pola makan orang tua sebaiknya memenuhi anjuran gizi seimbang sehingga dapat diterapkan pada anak-anaknya, karena biasanya anak
mengikuti kebiasaan orangtuanya dan juga kebiasaan makan yang baik ditanamkan sejak kecil sehingga dapat terus diterapkan hingga dewasa.
5. Ciptakan suasana yang hangat antara orangtua dan anak, karena hal
tersebut dapat meningkatkan nafsu makan anak.
2.5.1 Faktor Yang Memengaruhi Kebiasaan Makan Anak Sekolah Dasar
Makan dapat dijadikan media oleh orangtua untuk mendidik anak supaya dapat menerima, menyukai, memilih makanan yang dikonsumsi yang baik bagi
kesehatan dan menentukan jumlah makanan yang cukup dan bermutu untuk dikonsumsi. Pada anak dapat dibina kebiasaan yang baik tentang makan dan
melalui cara pemberian makan yang teratur sehingga anak makan sesuai waktu yang sudah lazim ditentukan, sehingga anak tidak terkena penyakit yang
berhubungan dengan pencernaan seperti maag.
Manusia hidup bermasyarakat atau membentuk kelompok hidup bersama, memiliki pola makan dan kebiasaan makan seperti kelompoknya. Pola budaya,
agama, taraf ekonomi, lingkungan alam dan sebagainya. Kebiasaan makan
individu, keluarga, dan masyarakat dipengaruhi oleh:
1. Faktor perilaku, seperti cara pandang terhadap makanan. Kemudian
dinyatakan dalam bentuk tindakan makan dan memilih makanan. Kejadian ini berulang kali dan dilakukan secara berkelanjutan sehingga
menjadi kebiasaan makan. 2.
Faktor lingkungan sosial, seperti tingkat pendidikan. 3.
Faktor lingkungan ekonomi, seperti pendapatan dan daya beli. 4.
Lingkungan ekologi, seperti kondisi tanah, iklim dan lingkungan biologi.
5. Faktor ketersediaan bahan makanan, dipengaruhi oleh kondisi yang
bersifat hasil karya manusia seperti sistem pertanian, prasarana dan sarana kehidupan.
6. Faktor perkembangan teknologi seperti bioteknologi yang
menghasilkan jenis-jenis bahan makanan yang lebih praktis dan lebih bergizi, menarik dan awet jika disimpan dalam waktu yang lama.
Jadi dapat dikatakan bahwa pola makan anak sangat dipengaruhi oleh pola makan keluarganya sendiri atau di lingkungan masyarakat tempat anak tinggal.
Oleh karena itu, di lingkungan anak hidup terutama keluarga perlu pembiasaan makan yang memerhatikan kesehatan dan gizi.
TV menjadi salah satu media elektronik yang berdampak cukup besar dalam memengaruhi kebiasaan makan anak. Hal ini dikarenakan sangat seringnya
anak-anak menonton TV yang terkadang di sela-sela acaranya ada iklan-iklan terutama iklan makanan. Menurut Merryana dan Bambang 2014, pengaruh TV
terhadap kebiasaan makan dapat terjadi melalui dua proses, yaitu: 1.
Iklan TV akan menyebabkan meningkatnya alokasi pembelian jenis makanan baru yang sebelumnya tidak pernah dikonsumsi. Anak-anak
yang konsumsi makannya sangat tergantung pada ketersediaan pangan di rumah akhirnya terkondisi dengan jenis-jenis makanan baru yang
sedang dicoba ibunya. Akhirnya, terbentuklah kebiasaan makan dengan komoditas pilihan berdasarkan iklan TV.
2. Makanan dalam iklan TV sering kali ditampilkan dalam rangka
menunjang suatu aktivitas. Jadi tidak sekedar memenuhi rasa lapar, karena terlalu banyaknya aktivitas dalam hidup seseorang maka jenis-
jenis makanan yang menyertai aktivitas itu pun akan semakin banyak