Kerugian Pihak Investor Akibat Tindakan Ultra Vires

65

BAB IV UPAYA REMEDIAL TERHADAP PIHAK INVESTOR DALAM

PERSPEKTIF SISTEM PERTANGGUNGJAWABAN PERSEROAN

A. Sistem Pertanggungjawaban Dalam Perseroan

1. Kerugian Pihak Investor Akibat Tindakan Ultra Vires

Uraian ini berkisar pada kerugian yang dialami oleh pihak ketiga. Oleh karena itu untuk memperjelas maknanya maka perlu diuraikan terlebih dahulu pengertian kerugian itu sendiri. Berikut ini akan dikemukakan beberapa pengertian bahwa kerugian atau damage pada pokoknya sebagai berikut: a. Kerusakan atau cidera pada harta kekayaan atau orang yang mengakibatkan pelemahan terhadap kemanfaatan atas kekayaan atau orang tersebut. 1 b. Kehilangan atau kerusakan yang terjadi karena cidera atau kecacatan pada orang, harta kekayaan atau nama baik. 2 c. Cidera atau kerusakan pada orang, harta kekayaan atau nama baik, suatu kehilangan yang mengurangi nilai kurang sempurna dan luka-luka. 3 d. Kerugian atau damage pada dasarnya merupakan suatu kehilangan atau pengurangan dari apa yang dimiliki orang yang terjadi karena kesalahan orang lain. e. Suatu kehilangan atau kekurangan yang disebabkan oleh seseorang terhadap orang lain atau terhadap harta kekayaannya, baik dengan maksud mencederai, karena kelalaian, dan kekuranghati-hatian, maupun karena kejadian yang tidak dapat dielakkan. 4 1 Damage, http:www.thefreedictionary.com. 30092013 8:29 WIB. 2 Definition of Damage, http:www.merriam-webster.com. 30092013 8:35 WIB. 3 Definition of Damage, http:www.brainyquote.com 30092013 8:38 WIB. 4 Damage, http:www.lectlaw.com. 30092013 8:45 WIB. Pengertian-pengertian di atas dapat dikelompokan menjadi dua bagian yaitu pengertian yang bersifat umum yang diuraikan pada huruf a, b, c, dan pengertian menurut hukum seperti diuraikan pada huruf d serta e. Kedua pengertian tersebut pada dasarnya mengandung suatu persamaan dan perbedaan atau penekanan- penekanan tersendiri. Dikaji dari aspek persamaannya, baik pengertian umum maupun yang secara hukum, keduanya sama-sama memandang bahwa kerugian merupakan suatu kehilangan atau pengurangan yang dapat menimpa sesuatu dari diri pribadi atau harta kekayaan baik sudah ada maupun yang diharapkan akan ada dikemudian hari. Inilah yang merupakan inti persamaan dari seluruh pengertian kerugian. Pengertian-pengertian di atas rata-rata menguraikan bahwa sasaran kerugian atau obyek yang dapat dirugikan itu berkisar pada harta kekayaan berupa benda, dan bentuk-bentuk seperti luka, cidera atau cacat pada orang. Namun demikian pengertian yang diuraikan pada huruf b dan c, secara khusus mengemukakan dimana nama baik juga dapat dirugikan. Kehilangan atau pengurangan yang menyangkut harta kekayaan atau hak-hak kebendaan dan cidera atau cacat fisik itu pada pokoknya memperkenalkan istilah kerugian materil atau fisik. Sementara itu kerugian yang berkaitan dengan nama baik atau reputasi seseorang akhirnya menimbulkan istilah kerugian immateril. Dalam hal ini beracara di pengadilan mengenai kasus-kasus tindakan wanprestasi misalnya selalu disyaratkan agar identitas baik penggugat maupun tergugat haruslah jelas dan dapat dibuktikan adanya. Pihak yang mengajukan gugatan atau tuntutan hak disebut penggugat, yakni orang atau badan hukum yang memerlukan atau berkepentingan akan perlindungan hukum dan oleh karenanya ia mengajukan gugatan. Syarat mutlak untuk dapat mengajukan gugatan adalah adanya kepentingan langsung atau melekat dari si penggugat. 5 . Sehubungan dengan persoalan apakah dari setiap kerugian tersebut melahirkan hak bagi pihak yang dirugikan untuk bertindak atau menuntut ganti kerugian haruslah terlebih dahulu dikaji pertama, dari perspektif hak dan kedua, dari bentuk-bentuk kerugian yang timbul baik dari peristiwa hukum maupun hubungan hukum. Kajian yang pertama pada pokoknya memperlihatkan terdapatnya dua macam hak, yaitu hak absolut dan hak relatif sebagai berikut: a. Hak absolut memberi wewenang bagi pemegangnya untuk berbuat atau tidak berbuat, yang pada dasarnya dapat melaksanakannya terhadap siapa saja dan melibatkan setiap orang. Isi hak absolut ini ditentukan oleh kewenangan pemegang hak. Kalau ada hak absolut pada seseorang maka ada kewajiban bagi setiap orang lain untuk menghormati dan tidak menggangunya. Pada hak absolut pihak ketiga berkepentingan untuk mengetahui eksistensinya sehingga memerlukan publisitas. b. Hak relatif adalah hak yang berisi wewenang untuk menuntut hak yang hanya dimiliki seseorang terhadap orang-orang tertentu. Jadi hanya berlaku bagi orang- orang tertentu seperti kreditur tertentu dan debitur tertentu. Hak relatif ini tidak berlaku bagi mereka yang tidak terlibat dalam perikatan tertentu. Jadi hanya berlaku bagi mereka yang mengadakan perjanjian. Hak relatif ini berhadapan dengan kewajiban seseorang tertentu antara kedua pihak terjadi hubungan hukum yang menyebabkan pihak yang satu berhak atas suatu prestasi dan yang lain wajib memenuhi prestasi. 6 5 Darwan Prinst, 2002, Strategi Menyusun Dan Menangani Gugatan Perdata, Citra Aditya Bakti,h. 2. 6 Sudikno Mertokusumo, 1986, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, h.45. Bertumpu pada pandangan pertama di atas dapatlah dikemukakan bahwa kerugian yang timbul pada pihak ketiga yang mengadakan perjanjian dengan perseroan yang ultra vires pada pokoknya dapat melahirkan hak relatif. Penyebutan dengan istilah “pihak ketiga” tidaklah dimaksudkan pihak tersebut tidak terlibat dalam perjanjian. Penyebutan pihak ketiga dalam hubungannya dengan ultra vires mengacu pada kreditur dan konstituen-konsituen korporasi lainnya seperti pemasok dan pelanggan. Oleh karena itu pihak ketiga tersebut merupakan para pihak dalam perjanjian. Dengan demikian apabila terjadi kerugian, pihak ketiga memiliki hak relatif, yaitu menuntut ganti kerugian pada perseroan. Uraian di atas juga diperjelas mengenai kerugian yang dialami oleh pihak ketiga di dalam perjajian atas tindakan ultra vires juga didukung oleh satu ayat dalam kitab suci Al- Qur’an yakni surat At-taubah ayat 4 tentang perjanjian yaitu :                         Artinya: “kecuali orang-orang musyrikin yang kamu telah Mengadakan Perjanjian dengan mereka dan mereka tidak mengurangi sesuatu pun dari isi perjanjianmu dan tidak pula mereka membantu seseorang yang memusuhi kamu, Maka terhadap mereka itu penuhilah janjinya sampai batas waktunya. Sesungguhnya Allah menyukai orang- orang yang bertaqwa”. Maksud yang diberi tangguh empat bulan itu ialah: mereka yang memungkiri janji mereka dengan Nabi Muhammad SAW. Adapun mereka yang tidak memungkiri janjinya Maka Perjanjian itu diteruskan sampai berakhir masa yang ditentukan dalam Perjanjian itu. sesudah berakhir masa itu, Maka tiada lagi perdamaian dengan orang- orang musyrikin. Surat at-Taubah ayat ke-4 ini Allah menyatakan, Orang-orang Musyrik yang telah menjalin perjanjian dengan kalian, meski mereka tidak konsekuen dengan perjanjian tersebut, namun selama mereka tidak membantu musuh-musuh kalian, mereka ini mendapat perkecualian. Mereka diberi kesempatan untuk tetap tinggal di Mekah sampai berakhirnya waktu perjanjian yang telah mereka jalin dengan kaum Muslimin. Setelah itu, barulah hukum pengusiran dari kota Mekah, itu akan diperlakukan kepada mereka. Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik: a. Komitmen dan setia terhadap janji sangat ditekankan Islam, termasuk janji terhadap orang-orang Musyrik dan musuh-musuh sekalipun, selama pihak lain juga komitmen dan setia terhadap janji tersebut. b.Setia dan komitmen pada janji menunjukkan ciri-ciri ketakwaan, sehingga ukuran orang bertakwa bukan saja rajin melaksanakan shalat dan puasa, namun juga sikap menjunjung tinggi berbagai perjanjian yang dijalinnya dengan orang lain.

2. Jenis-Jenis Pertanggungjawaban