Jenis-Jenis Pertanggungjawaban Sistem Pertanggungjawaban Dalam Perseroan

Perjanjian itu. sesudah berakhir masa itu, Maka tiada lagi perdamaian dengan orang- orang musyrikin. Surat at-Taubah ayat ke-4 ini Allah menyatakan, Orang-orang Musyrik yang telah menjalin perjanjian dengan kalian, meski mereka tidak konsekuen dengan perjanjian tersebut, namun selama mereka tidak membantu musuh-musuh kalian, mereka ini mendapat perkecualian. Mereka diberi kesempatan untuk tetap tinggal di Mekah sampai berakhirnya waktu perjanjian yang telah mereka jalin dengan kaum Muslimin. Setelah itu, barulah hukum pengusiran dari kota Mekah, itu akan diperlakukan kepada mereka. Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik: a. Komitmen dan setia terhadap janji sangat ditekankan Islam, termasuk janji terhadap orang-orang Musyrik dan musuh-musuh sekalipun, selama pihak lain juga komitmen dan setia terhadap janji tersebut. b.Setia dan komitmen pada janji menunjukkan ciri-ciri ketakwaan, sehingga ukuran orang bertakwa bukan saja rajin melaksanakan shalat dan puasa, namun juga sikap menjunjung tinggi berbagai perjanjian yang dijalinnya dengan orang lain.

2. Jenis-Jenis Pertanggungjawaban

Pembahasan yang berkaitan dengan pertanggungjawaban dalam perseroan menjadi semakin menarik, karena pertanggungjawaban tersebut dijadikan sebagai salah satu pertimbangan mengapa kalangan pengusaha lebih memilih mendirikan Perseroan Terbatas untuk menjadi badan hukum bagi perusahaannya. Pengutamaan perseroan dalam pilihan tersebut tercermin pula dari pandangan, bahwa ada beberapa faktor atau alasan mengapa seorang pengusaha memilih Perseroan Terbatas untuk menjalankan usaha dibandingkan dengan bentuk perusahaan lain seperti Persekutuan Perdata, Koperasi, Firma, CV, yaitu semata-mata untuk mengambil manfaat karakteristik pertanggungjawaban terbatas. 7 Namun demikian perlu ditegaskan dari penjelasan di atas bahwa pertanggungjawaban perseroan terbatas yang pada dasarnya merupakan suatu instrumen yang khas perseroan terbatas itu tidak semata-mata dimanfaatkan kemudahannya apalagi disalahgunakan untuk tujuan-tujuan yang tercela dalam dunia bisnis. Untuk menuju kinerja perseroan yang efektif dan efisien, Pemegang Saham, Direksi, Komisaris dan konstituen-konstituen perseroan lainnya harus memahami tidak hanya pertanggungjawaban terbatas, tetapi juga komponen-komponen lain dari sistem pertanggungjawaban perseroan pada umumnya. Secara garis besarnya sistem pertanggungjawaban dalam perseroan terdiri dari : a. Tanggungjawab Pemegang Saham Sehubungan dengan uraian mengenai tanggung jawab pemegang saham terlebih dahulu hendaknya dipisahkan antara Pemegang Saham dan Rapat Umum Pemegang Saham RUPS yang merupakan salah satu organ perseroan. Sementara itu Pemegang saham pada dasarnya merupakan pribadi atau orang dan atau badan hukum yang memiliki saham-saham suatu perseroan. Dengan demikian Pemegang Saham 7 Binoto Nadapdap, 2009, Hukum Perseroan Terbatas, Jala Permata Aksara, Jakarta, h. 2. bukanlah organ perseroan. Berbeda halnya dengan RUPS, Pemegang Saham tidak memiliki kewenangan, melainkan kewajiban pokok yaitu melakukan penyetoran atas modal saham yang diambilnya, dan suatu tanggungjawab. Adapun tanggungjawab yang dimaksud adalah seperti yang tertuang dalam Pasal 3 UUPT yakni tanggungjawab tersebut meliputi tanggungjawab terbatas dan tanggungjawab pribadi. Tanggungjawab terbatas mengandung pengertian, dimana pemegang saham perseroan tidak bertanggungjawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggungjawab atas kerugian perseroan melebihi saham yang dimilikinya Pasal 3 ayat 1. 8 Tanggungjawab pribadi mengandung pengertian, pemegang saham perseroan tidak dibatasi lagi tanggungjawabnya dalam hal persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi,yang bersangkutan dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan untuk kepentingan pribadi, yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan dan yang bersangkuatan secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan yang mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang Perseroan Pasal 3 ayat 2. 9 8 Pasal 3 ayat 2 “Pasal Pemegang saham Perseroan tidak bertanggungjawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama Perseroan dan tidak bertanggungjawab atas kerugian Perseroan melebihi saham yang dimiliki”. 9 Pasal 3 ayat 2”ketentuan-ketentuan yang sebagaimana dimaksud pada pasal 3 ayat 1 tidak berlaku” . Tanggungjawab pribadi terhadap pemegang saham yang antara lain seperti tertuang dalam ketentuan tersebut pada intinya merupakan suatu asas atau prinsip dalam pengertian mengecualikan berlakunya asas tanggungjawab terbatas Pemegang Saham. Asas tanggungjawab pribadi bersifat adanya tanggungjawab yang keberadaan prinsipnya yang selama ini membentengi dan menjadi kebanggaan bagi pemegang saham. Oleh karena sifatnya yang menguak suatu hambatan, maka kinerja asas tanggungjawab pribadi tersebut disebut pula dengan Piercing The Corporate Veil Principle. Berdasarkan Piercing The Corporate Veil Principle, tanggungjawab terbatas pemegang saham dapat menjadi hapus apabila terbukti telah terjadi pembauran harta kekayaan pribadi pemegang saham dan harta kekayaan perseroan, sehinga perseroan yang didirikan semata-mata sebagai alat yang dipergunakan pemegang saham untuk memenuhi tujuan pribadinya. 10 b. Tanggungjawab Komisaris UUPT pada dasarnya menentukan tanggung jawab Komisaris secara limitatif dan ketentuan-ketentuannya dapat dijumpai dalam Pasal 114 dan Pasal 115. Dari kedua pasal tersebut dapat diketahui, bahwa ruang lingkup tanggung jawab Komisaris itu meliputi dua hal yaitu: 1. Komisaris bertanggung jawab atas pengawasan perseroan menyangkut kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai perseroan maupun usaha perseroan, dan memberi nasehat kepada Direksi Pasal 114 ayat 1 yang merujuk Pasal 108 ayat 1, 2. Dalam hal terjadi kepailitan karena kesalahan atau kelalaian Dewan Komisaris dalam melakukan pengawasan terhadap pengurusan yang dilaksanakan oleh Direksi dan kekayaan Perseroan tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan akibat kepailitan tersebut, setiap anggota Dewan Komisaris secara tanggung renteng ikut bertanggung jawab dengan anggota Direksi atas kewajiban yang belum dilunasi Pasal 115. 10 Jamin Ginting, 2007, Hukum Perseroan TerbatasUU. No. 40 Tahun 2007, Citra Aditya Bakti,Bandung, h. 19 Jika Komisaris melaksanakan tanggungjawab yang kedua, berarti Komisaris tunduk pada Sistem Majelis. Sistem Majelis ini dimaksudkan bahwa seseorang tidak dapat bertindak sendiri terlepas satu sama lain dalam hal mewakili satu kelompok. Melainkan haruslah selalu bertindak secara bersama-sama. 11 Sistem Majelis adalah sesuai dengan Pasal 108 ayat 3 dan 4 yang pada pokoknya menentukan Dewan Komisaris terdiri atas 1 satu orang anggota atau lebih. Dewan Komisaris yang terdiri atas lebih dari 1 satu orang anggota merupakan majelis dan setiap anggota Dewan Komisaris tidak dapat bertindak sendiri-sendiri, melainkan berdasarkan keputusan Dewan Komisaris. UUPT menetapkan organ Komisaris tersebut sebagai dewan atau board, dan apabila anggotanya lebih dari satu, maka dewan itu sudah merupakan suatu majelis assembly. Oleh karena karakteristik kinerja suatu assembly bertumpu pada kebersamaan dari setiap anggota, maka Dewan Komisaris sebagai majelis harus bertindak dan bertanggungjawab secara bersama-sama. Tanggungjawab inilah yang dalam UUPT dikukuhkan dengan konsep Tanggungjawab Renteng. c. Tanggungjawab Direksi Seperti halnya Dewan Komisaris, tanggungjawab Direksi pun juga diatur secara limitatif. Pengatuan mengenai tanggungjawab Direksi dapat dijumpai dalam Pasal 97 ayat 1 ayat 3, dan ayat 4. Ketentuan-ketentuan tersebut pada pokoknya menentukan, Direksi bertanggungjawab atas pengurusan Perseroan untuk 11 Munir Fuady, 2002, Hukum Bisnis Dalam Teori Dan Praktek, Buku Ketiga, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 74. kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan Pasal 97 ayat 1 yang merujuk Pasal 92 ayat 1. Setiap anggota Direksi bertanggungjawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya Pasal 97 ayat 3. Dalam hal Direksi terdiri atas 2dua anggota Direksi atau lebih, tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat 3 berlaku tanggung jawab renteng bagi setiap anggota Direksi Pasal 97 ayat 4. Tidak seperti Dewan Komisaris yang dapat merupakan majelis, keberadaan Direksi menurut UUPT tidak dirancang sebagai majelis, akan tetapi personalia atau anggotanya dapat terdiri lebih dari 1satu orang. Oleh karena itu dari aspek pertanggungjawaban, pada satu sisi Direksi menganut Sistem Individual Representatif, dan pada sisi lainnya tunduk pada Sistem Kolegial. Sistem Individual Representatif memperkenalkan semacam otoritas yang mana seseorang dapat bertindak sendiri untuk mewakili satu kelompok. 12 Implementasi sistem di atas dapat dijumpai dalam Pasal 98 ayat 2 yang pada pokoknya menentukan, dalam hal anggota Direksi terdiri lebih dari 1 satu orang yang berwenang mewakili Perseroan adalah setiap anggota Direksi, kecuali ditentukan lain dalam anggaran dasar. Dewan Komisaris melaksanakan tugas sesuai karakteristik majelis, sedangkan Direksi menunaikan tugas-tugas yang dibebankan berdasarkan model yang bersifat kolegial. 13 Sistem kolegial di atas pada intinya juga dapat diterapkan terhadap Direksi yang melakukan perbuatan hukum atas nama Perseroan yang belum memperoleh status badan hukum, hanya boleh dilakukan oleh semua anggota Direksi bersama-sama semua pendiri serta semua anggota Dewan Komisaris Perseroan dan mereka semua bertanggungjawab secara tanggung renteng atas perbuatan hukum tersebut. 14 12 Munir Fuady,Hukum Bisnis Dalam Teori Dan Praktek, Buku Ketiga,h.74 13 Munir Fuady,Hukum Bisnis Dalam Teori Dan Praktek, Buku Ketiga,h.76. 14 Pasal 14 ayat 1 UUPT No. 40 Tahun 2007. d. Pertanggungjawaban Dalam Hubungannya Dengan Pihak Investor Uraian mengenai sistem pertanggungjawaban perseroan yang telah ditentukan secara limitatif dan telah pula disesuaikan dengan organ 156 organ perseroan tersebut pada akhirnya menimbulkan persoalan siapakah yang bertanggung jawab dalam hal pihak ketiga mengalami kerugian akibat perjanjiannya dengan perseroan yang ultra vires. Pemegang saham yang tanggungjawabnya juga dapat meliputi antara lain perbuatan hukum yang dilakukan untuk dan atas nama Perseroan oleh anggota Direksi sebelum pengangkatannya batal Pasal 95 ayat 3, pada dasarnya dapat diminta memberikan pertanggungjawaban secara pribadi sepanjang dapat dibuktikan bahwa tindakan ultra vires itu dilakukan untuk memenuhi tujuan pribadi pemegang saham. Demikian pula halnya dengan Dewan Komisaris dan Direksi. Diantara stakeholder perseroan yang telah disebutkan itu, Direksilah yang menjadi sasaran yang paling relevan untuk diminta pertanggungjawaban dalam hal pihak ketiga mengalami kerugian akibat perjanjiannya dengan perseroan yang ultra vires. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa oleh undang-undang Direksi sudah ditetapkan sebagai wakil perseroan baik didalam maupun di luar pengadilan. Dengan demikian Direksilah yang berhadapan langsung dengan pihak ketiga. Prinsipnya, mengingat pihak ketiga yang beritikad baik dan tidak menyadari adanya unsur ultra vires itu harus memperoleh perlindungan hukum, maka secara logika haruslah ada pihak yang dapat diminta pertanggungjawabanya, dalam pengertian harus terdapat solusi atau upaya-upaya baik yang bertujuan mencegah maupun yang bersifat remedial atau memulihkan.

B. Pelaksanaan Upaya Remedial Terhadap Pihak Investor.