maka dialog film biasanya lebih bersahaja, lebih bersifat sehari-hari dan tidak begitu puitis. Dialog puitis lebih cocok untuk panggung daripada untuk film.
30
D. Struktur Film
Film yang setiap kali kita tonton pastilah memiliki bentuk-karena dia dapat dilihat maupun didengar- dan bentuk film itulah yang sering disebut sebagai Film
Form. Apabila ditelusuri lebih lanjut dalam film terdapat dua hal besar yang merupakan sebuah unsur inti pembentuk yang terdiri dari formal system dan
stylistic system. Dalam formal system terdiri dari dua unsur—naratif dan non- naratif. Unsur naratif inilah yang selalu diperhatikan oleh penonton dibandingkan
unsur yang lain, karena disinilah cerita dan narasi film dibentuk. Sepanjang film mereka akan mengikuti kemana arah alur cerita itu menuju. Sedangkan untuk yang
non-naratif dapat dibagi menjadi rhetorical form, categorical form, abstract form, associational form. Namun kali ini pembahasan akan menyempit dan berkisar pada
unsure naratifnya saja. Stylistic system memiliki empat elemen terpisah yang terdiri dari mise en
scene, cinematography, editing dan sound. Diantara empat elemen tersebut mise en scene-lah yang keberadaannya diadopsi dari seni teater. Yang didalamnya sendiri
masih terdapat apa yang dimaksud dengan setting, property, kostum make up, figure ekspresi movement, juga lighting. Elemen sound juga diadopsi dari seni
pertunjukan namun lebih pada seni musiknya, karena memang music menjadi salah satu bagian dari sound dalam film. Selain unsur-unsur tersebut hampir kesemuanya
30
André Bazin, Sinema… Hal 247.
merupakan bagian dari film yang berada lebih dekat dengan teknologi yang nantinya berfungsi sebagai elemen penunjang utama dalam menyampaikan naratif
cerita film. Tanpa adanya teknologi maka tidak akan ada apa yang disebut dengan film, karena film tanpa teknologi hanya akan menjadi sebuah drama panggung
biasa. Berbagai macam unsur-unsur tersebut tentu saja saling terkait satu dengan
yang lain. tidak ada satu buah petunjuk pun yang tersusun acak dalam hubungan antara naratif dan style. Bagaimana akan memahami sebuah film secara penuh bila
unsur-unsurnya tersusun secara acak dan tidak berpola. Oleh karena itulah alasannya film memiliki sebuah bentuk film form utuh yang terwujudkan dalam
berbagai unsur pembentuk. Setiap film memiliki kemampuan untuk bercerita mengenai story dalam
naratif yang mereka miliki masing-masing namun itu saja belum cukup tanpa ada dukungan sepenuhnya dari sistem elemen besar yang disebut style. Akan menjadi
sebuah sajian yang komplit rasanya jika kesatuan dan keterpaduan itu terwujud antara naratif dan style. Antara formal system dan stylistic system terdapat
hubungan interaksi keduanya yang menjadi setiap adegan dan scene yang terlihat memiliki satu keutuhan.
31
31
Kus Pujiati dalam Naratif dan Style; Pasangan Setia Tidak Terpisahkan. Makalah yang belum dipublikasikan.
Seperti yang terlihat pada bagan dibawah ini.
FILM FORM
FORMAL SYSTEM STYLISTIC SYSTEM
Mise en Scene
Cinematography
Editing
Sound
Karena film form adalah sebagai sebuah sistem—yang mempersatukan hubungan, saling keterkaitan antar elemen—yang mesti pada beberapa prinsip
dapat menciptakan hubungan antara beberapa bagian.
32
Secara mendasar naratif adalah sebuah petunjuk bagi manusia terhadap keberadaannya di dunia. Kelaziman dari sebuah cerita adalah salah satu alasan
yang kita butuhkan untuk lebih dekat pada bagaimana cara film mewujukan bentuk naratif. Saat kita berbicara tentang “membuat film” kita hampir selalu mengartikan
bahwa kita akan melihat naratif film—film yang menceritakan sebuah kisah. Apa itu naratif?
Kita dapat menganggap sebuah naratif menjadi sebuah rangkaian peristiwa dalam hubungan sebab akibat yang terjadi dalam suatu ruang dan waktu. Sebuah
naratif adalah apa yang biasa kita artikan sebagai inti cerita, walaupun kita akan menggunakan cerita dalam sebuah situasi yang biasanya berbeda. Khususnya
sebuah naratif diawali dengan satu situasi; dimulai dengan rentetan perubahan
32
David Bordwell dan Kristin Thompson ,Film Art; An Introduction, 7
th
Edition. New York: McGrawHill, 2004. Hal 59
Narrative Non- Narrative
yang terjadi menurut pola dari sebab akibat. Akhirnya sebuah situasi baru terangkat yang menghasilkan akhir dari naratif. Seluruh komponen dari definisi
kita—kausalitas, ruang dan waktu sangatlah penting bagi naratif dalam banyaknya media, tapi kausalitas dan waktu merupakan pusatnya.
33
33
David Bordwell dan Kristin Thompson Film Art… Hal 68-9
41
BAB III FILM AL-KAUTSAR DAN DERIVASI GAGASANNYA
A. Gambaran Umum Film Al-Kautsar dan Konteks Historisnya
Film Al-Kautsar adalah film yang diproduksi tahun 1977, disutradarai oleh Chaerul Umam dan skenarionya ditulis oleh Asrul Sani. Film ini berkisah tentang
keteguhan hati seorang santri yang dikirim untuk mengajar di sebuah desa yang bernama desa Sekarlangit. Perjuangannya dalam menegakkan kebenaran
merupakan tema utama film ini sebagai misi pembaruan Islam. Dalam film ini tokoh protagonis banyak mengalami berbagai kesulitan yang ia temui sepanjang
cerita, mulai dari ketegangannya dengan seorang tokoh ulama setempat yang berselisih paham pada pemahaman dan pengalamanpraktik beragama, si tokoh
protagonis—Saiful Bahri dengan tokoh ulama setempat—Haji Musa acapkali berdebat berkenaan dengan perbedaan pemahaman dalam mengartikulasikan ajaran
Islam.
1
Di film ini diperlihatkan bagaimana seorang Saiful Bahri memperjuangkan Islam sesuai dengan konteks dalam menjawab kebutuhan paling aktual umat—
warga desa Sekarlangit, Saiful Bahri tampil sebagai lokomotif pembaharu dengan membawa gagasan dan pemahaman Islam yang berkemajuan dengan
perkembangan zaman dan akibat gagasannya tersebut ia mendapati berbagai macam rintangan. Salah satu implementasi gagasan pembaruannya ialah
merombak sistem pendidikan di sebuah madrasah dengan metode pengajaran yang sangat baru dan melakukan transformasi keislaman yang menyangkut hidup orang
banyak seperti pembangunan irigasi untuk memajukan pertanian dan keahliannya
1
Lihat Petikan dialog di scene 45 naskah skenario film Al-Kautsar