Termasuk dalam ranah kebudayaan yang didalamnya ada film? Mungkin bisa dengan keseharian mereka masyarakat muslim- red? Hanya bersifat simbolik belaka? Dan itu berkaitan dengan apa sih yang menjadi problem mendasar dengan film al-kautsar ini?

LAMPIRAN Lembar Wawancara Responden : H. Chaerul Umam Koresponden : Rinal Rinoza Waktu Wawancara : 4 Februari 2010 Tempat Wawancara : Gedung Perintis Kemerdekaan Jalan Proklamasi Jakarta Pusat Assalamuaikum wr.wb terima kasih atas atensi bapak kepada saya, begini skripsi saya membahas film Bapak Al-Kautsar, skripsi saya berjudul Persepektif Komunikasi Antar Budaya Dalam Film Al-Kautsar , jadi ada satu hal yang saya angkat dari film itu terutama dari konteks komunikasi antar budayanya Pak, dan berkenaan dengan materi skripsi saya, yang saya tanyakan kepada bapak. 1. Sebelum saya membahas film al-kautsar ini ke bapak, ada yang ingin saya tanyakan ke bapak. Indonesia itu adalah menganut Islam terbesar di dunia. Ironisnya film-film Islam masih minim diproduksi, bagaimana menurut bapak? Ya, karena Indonesia itu kuantitasnya saja yang besar tapi kualitas keberagamaannya sangat rendah dibandingkan dengan kuantitasnya jadi masih agama turunan masih belum jadi agama kesadaran. Jadi, itu pun menyangkut dari hal yang lain seperti si pembuat filmnya juga tidak tersentuh dengan ajaran-ajaran agamanya, terus bisnismennya tidak tersentuh dengan sentimen ajaran agamanya , kebanyakan begitu yang tersntuh itu bisa dihitung dengan jari bisa dikatakan tidak ada, itu masalahnya, jadi, besarnya umat islam di Indonesia itu besarnya secara kuantitas tapi kualitasnya masih rendah dari segala hal. 2. Termasuk dalam ranah kebudayaan yang didalamnya ada film? Ya, itu apalagi. Film adalah teknologi baru 3. Yang berkaitan dengan pertanyaan saya ini ketika film Al – Kautsar ini diproduksi pada tahun 1977 itu kan kita bisa lihat perbandingannya sangat jumping sekali itu pak, dengan tema-tema yang lain, bagimana bapak melihat film Al-Kautsar ini dengan film-film yang lain pada saat itu pak? Saya kira sama saya, sekarang juga sama saja ya kalau waktu itu motivasinya sebetulnya disamping memang keinginan saya tema-tema Islam itu lebih dekat dengan kehidupan saya secara marketing itu sudah saya perhitungkan hal-hal yg melawan arus itu biasanya sensasionil dan ternyata itu memang benar. Saya tidak tahu apa karena melawan arus atau kerinduan masyarakat muslim akan tontonan yang Islami, saya belum tahu, 4. Mungkin bisa dengan keseharian mereka masyarakat muslim- red? Mungkin juga, mungkin mereka jenuh dengan tontonan yang sampai sekarang ini ada tontonan anti agama. Ketika ada film-film yang bertema religius mereka akan suka tapi disamping itu film-filmnya film Islam harus komunikatif kalau nggak ya jadinya tetap slogan melulu 5. Hanya bersifat simbolik belaka? Ya slogan, jadi cuma simbol-simbol saja 6. Dan itu berkaitan dengan apa sih yang menjadi problem mendasar dengan film al-kautsar ini? Bahwa agama itu dilakukan didalam motif cerita film ini, agama itu dilakukan tidak sekedar diomongkan tapi dilakukan jadi Islam agama yang juga mengurus masalah pertanian, mengurus masalah keterbelangan, mengurus masalah HAM juga 7. Kalau Boleh saya asumsikan tokoh Saiful Bahri itu lokomotif pembaharu dicerita film tersebut dan juga berkenaan dengn figur Saiful Bahri sebagai agen transformasi sosial yang merombak sistem pendidikan di madarasah dengan metode baru, membangun irigasi pertanian? Ya, saya kira memang betul dia mengimplementasikan bahwa agama itu dilakukan bukan sekedar diomongkan yang sekedar ritual, sekedar di-tabligh-kan aja tapi dilakukan 8. Cuma masalahnya upaya yang dilakukan Saiful Bahri itu justru mendapat atau kurang ada rasa simpatik dari H. Musa, bagaimana menurut pandangan bapak? Nggak, sebetulnya tidak, sebetulnya h.Musa itu berpihak kepada Saiful Bahri cuma ia tidak langsung menerima, dia menguji, prinsipnya anak muda oke, tapi harus diuji dulu jangan langsung diterima saja ka nada adegan ketika orang kampung datang kemudian menyampaikan semacam laporan. H. Musa si Saiful begini- begini…, ini akan mengaliri sawah menurut kamu bagus apa nggak… tapi men urut pak haji aja deh… oh nggak bisa itu namanya kamu keluar dari mulut buaya masuk ke mulut singa… menurut kamu bagus nggak … kalau menurut saya bagus… ya ikutin, gitu Jadi dia ini H. Musa-red bermain di dua tempat di masyarakat ia menganjurkan ikutin Saiful tapi sementara di depan Saifulnya tidak begitu saja memberi hati, di tes… diteror… Ya anak uda ini bisanya ngomong doang… uwah jadi anu… jadi semangat. Disini sebetulnya bukan konflik antar generasi, bukan. 9. Bukan juga dikotomi antara yang satu modernis yang satu tradisional, Bukan juga, yang tradisional itu masyarakatnya, sebetulnya H.Musa itu modern tapi baru dalam pemikiran kan, dia cuma tidak berbuat nah ini ada anak muda yang berbuat, setuju dia… dia diuji dulu 10. Ya, kalau saya boleh katakan hal apa yang membuat film itu dalam konteks ini adalah pandangan bapak mengenai tajdid Tadjid, ya itu tadi bahwa agama itu dikerjakan… dilakukanlah… itu sebetulnya tajdid, bahwa agama mengurus pertanian, waktu itu kan tidak, pertanian ya pertanian… agamawan ya agamawan… Renal: ya itu menjadi dialog-dialog yang sangat alot yang ketika H. Musa berdebat dengan Saiful Bahri Ya itu pancingan saja… itu sebetulnya teror H. Musa untuk menguji sampai seberapa jauh semangatnya anak muda ini. Jadi sekadar menguji… 11. Ya itukan sering kita lihat ada sebuah adegan terjadi perdebatan soal mengimplementasikan ajaran Islam, itu menurut bapak posisinya baigamana? Tetap dalam konteks itu, dalam rangka menguji dalam rangka menyangi… seberapa jauh motivasi si Saiful Bahri sebab sebelumnya ada yang jago seperti dia yang jago Al-Quran, jago Hadis disitu yang namanya Sutan akhirnya dia rusak terlena duniawi jangan-jangan ini anak begitu juga, ada contohnya makanya H.Musa menguji 12. Ini berkenaan dengan posisi film al-kautsar dengan film-film nasional ketika itu, ada hal yang menarik ulasan dari kritikus film. Menurut JB. Kristanto seorang kritikus film mengatakan bahwa film Al-Kautsar pantas dicatat. Pertama, karena jenis film itu langkamelawan arus. Kedua, film ini sempat menyuguhkan suatu suasana masyarakat yang selama ini tak terjamah dalam film-film nasional. Nah Salim Said mengatakan film Indonesia tidak jauh dari wajah perkotaan yang serba mewah dan dipenuhi gaya hidup yang sangat kontras dengan kebanyakan masyarakat Indonesia, namun film Al-Kautsar berani untuk mengambil tema yang berbeda, bagaimana komentar bapak berkenaan dengan grafik perfilman nasional yang ketika mencapai puncaknya dan bapak berani membuat film seperti itu? Ya kira mereka benar, karena analisanya saya tadi, sesuatu yang melawan arus secara teoritis itu akan diminati orang dan yang kedua motif saya itu saya beranggapan sebuah karya akan komunikatif apabila si pembuat itu tahu dan dekat dengan permasalahannya, film saya yang Islami itu cuma 4 biji klo nggak salah tuh disamping 20 sekian biji tapi orang mencap saya sebagai sutradara film Islam karena itu yang lebih komunikatif disamping film yang komedi . Mungkin karena sejak kecil saya dekat dengan lingkungan surau, Ibu saya seorang muballighat… kemana-mana saya dibawa disekolah juga teman-temannya yang Islam ketika mahasiswa masuknya ke HMI sampai dengan sekarang ini lingkungan saya itu ustad-ustad… sehingga lebih mengerti masalah-masalah lingkungan keislaman… Ya, jadi itu menurut bapak Ya, disamping melawan arus juga ada motivasi pribadi saya berpendapat bahwa suatu karya akan komunikatif apalabila si pembuat dekat dengan lingkungannya 13. Dan itu berbanding terbalik dengan tema-tema film nasional ketika itu yang melihat wajah perkotaan yg serba mewah, glamour, wah, dsb? Tapi si pembuatnya orang kampung , sutradara-sutradaraanya kan waktu itu orang kampung jadi aneh terlalu dibuat-buat ada orang dirumah mau masak pake make up nggak karuan baju mewah… itu kan berarti dia nggak ngerti kehidupan orang kaya, orang kayak lo dirumah juga pake daster biasa kan tapi di film kita nggak karena mereka nggak tahu klo orang kaya tuh begini…begini… berarti dia nggak tau tuh masak dirumah pake sanggul…pake gincu ngapain 14. Berkenaan dengan itu, bapak sependapat bahwa film Al-Kautsar ini bukan bertujuan mencari keuntungan akan tetapi mendidik masyarakat? Tetap, kita tetap cari keuntungan juga itu yang saya bilang bahwa yang melawan arus pasti diminati dan itukan duit dan kenyataannya memang benar apalagi ketika itu dapat Piala kan ah tambah laris… beredarnya setelah Festival Film Asia XVIII di Bangkok tahun 1977, wah orang pada rame-rame nonton … apa karena temanya apa karena itu FFA XVII-red… 15. Berkenaan dengan FFA XVIII di Bangkok pada tahun 1977, film ini mendapat penghargaan untuk Tata Suara Terbaik karena ada kor kasidahannya yang membuat film ini kira-kira mendapat penghargaan? Bukan karena itu juga kasidahan-red karena komposisi itunya meskipun kasidah klo kasidahnya jelek… jadi perekamannya itu lo… rekaman suara terus sama sesuai budaya Itu siapa yg punya idenya Pak yang masukin suara kor kasidahan saya sendiri, saya pake grup amatir saja itu, anak-anak Assyafiiyah dan konduktornya teman di Jogja dulu… saya suruh ngarang aja… 16. Di film tersebut syutingnya benar-benar di Pabelan?