3. Film Al-Kautsar sebagai Representasi Islam yang Transformatif
Film Al-Kautsar merupakan sebuah representasi Islam dalam film Indonesia, narasi yang dibangun merupakan landmark bagi misi Islam yang
membebaskan dan memiliki sebuah platform tentang perubahan sosial dan intisari ajaran Islam yang termanifestasikan dalam bentuk zikir, pikir, dan ibadah menjadi
modal utama dalam membangun sebuah Islam dengan meminjam istilah Kuntowijoyo—berlandaskan humanisme teosentris atau doktrin tauhid sosial.
Dalam tesisnya Kuntowijoyo menyebut bahwa konsep tauhid mengandung implikasi doktrinal lebih jauh bahwa tujuan kehidupan manusia tak lain kecuali
mengabdi kepada Allah dan orientasi pengabdian ini mendapatkan titik baliknya terhadap manusia.
Dalam pandangan teosentris sebuah keyakinan religius tak terpisahkan dari amal jariyah perbuatan. Iman harus teraktualisasikan menjadi aksi kemanusiaan.
Pusat dari perintah zakat—misalnya adalah iman, adalah keyakinan kepada Tuhan; tapi ujungnya terwujudnya kesejahteraan sosial. Dengan demikian, di dalam Islam,
konsep teosentrisme ternyata bersifat humanistik. Artinya, menurut Islam, manusia harus memusatkan diri kepada Tuhan, tetapi tujuannya adalah untuk kepentingan
manusia sendiri. Humanisme-teosentris inilah yang merupakan nilai-inti core- value dari seluruh ajaran Islam.
39
Humanisme-teosentris menjadi tema sentral peradaban Islam. Arti tema sentral inilah muncul sistem simbol. Sistem yang terbentuk karena proses dialektik
antara nilai dan kebudayaan. Misalnya dalam Al-quran, kita mengenal adanya rumusan amar ma’ruf nahiy mungkar, yaitu perintah untuk menyeru kepada
bernafaskan dan berlatar belakang budaya Islam. Ekky Imanjaya dalam Wajah Islam dan Umatnya dalam Film Indonesia, 2008. http:ekkyij.multy.comjournalitem104
39
Kuntowijoyo dalam Paradigma Islam; Interpretasi Untuk Aksi, Cet. VIII, Bandung, Penerbit Mizan. 1998. Hal 229-9
kebajikan dan mencegah kemungkaran. Dari rumusan itu kita melihat adanya dua proses yang sekaligus berlawanan tapi sekaligus merupakan satu kesatuan:
emansipasi dan pembebasan. Dalam konteks ini seluruh sistem simbol yang muncul dari rumusan amar ma’ruf m\nahiy munkar ditujukan untuk serangkian
gerakan pembebasan dan emansipasi. Nahiy mungkar, atau mencegahkan kemungkaran, berarti membebaskan manusia dari semua bentuk kegelapan
zhulumat alam pelbagai manifestasinya. Dalam bahasa ilmu sosial, ini juga berarti pembebasan dari kebodohan, kemiskinan, ataupun penindasan. Sementara
itu, amar ma’ruf yang merupakan langkah berangkai dari gerakan nahi munkar, diarahkan untuk mengemasipasikan manusia kepada nur, kepada cahaya petunjuk
ilahi, untuk mencapai keadaan fitrah. Fitrah adalah keadaan di mana manusia mendapatkan posisinya sebagai makhluk yang mulia.
40
Dalam konteks ini, apa yang terkandung pada cerita film Al-Kautsar, film yang telah memenangi penghargaan pada Festival Film Asia XVIII di Bangkok
untuk kategori Tata Suara Terbaik
41
adalah melakukan dakwah dengan menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar di desa Sekarlangit yang dilakukan oleh
Saiful Bahri—tokoh utama film ini yang mengaktualisasikan ajaran Islam berdimensi emansipatif dan liberatif. Usaha Saiful Bahri dalam melangsungkan
dakwahnya terbukti telah memberikan perubahan yang signifikan bagi desa Sekarlangit dengan menggagas dan mengimplementasikan Islam yang berpihak
pada misi kemanusiaan.
40
Kuntowijoyo dalam Paradigma Islam; Interpretasi Untuk Aksi, Cet. VIII, Bandung, Penerbit Mizan. 1998. Hal 228-9
41
JB. Kristanto dalam Katalog Film Indonesia; 1926-2005. Jakarta, Penerbit Nalar-FFTV IKJ Press. 2005. Hal 145
D. Sekilas Profil Pembuat Film Al-Kautsar 1. Asrul Sani