Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52PDT.G2004PN-LP, 2008.
USU Repository © 2009
BAB II PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DIBIDANG PENGADAAN
TANAH
A. Analisa Komponen Struktural Peraturan Pengadaan tanah
Lawerence M. Friedman menyatakan komponen strutural adalah ”The structure of a system is its skeletal frame work it is the permanent shape, the
institusional body of the system”. Stuktur dari suatu sistem adalah rancangan kerangkanya itu adalah bentuk yang tetap,
badan lembaga dari suatu sistem.
36
Jika pendapat Lawarance M. Friedman tersebut dikaitkan dengan pengadaan tanah kususnya mengenai ganti rugi tanah, lembaga yang mengemban tugas dalam
36
Ediwarman, Op.cit, halaman 76.
Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52PDT.G2004PN-LP, 2008.
USU Repository © 2009
pelaksanaannya dapat dianalisis dengan melihat peraturan perundang-undangan pengadaan tanah.
37
Bila diteliti UUPA No. 5 Tahun 1960 yang merupakan dasar pokok hukum agraria nasional maka akan mempunyai apa yang dinamakan pencabutan hak.
Pencabutan hak-hak atas tanah yang bersumberkan dari Pasal 18 UUPA No. 5 Tahun 1960 yang menyebutkan untuk kepentingan umum termasuk kepentingan negara serta
kepentingan bersama dari rakyat hak atas tanah dapat dicabut dengan memberi ganti kerugian yang layak menurut cara yang diatur dalam undang-undang. Kemudian
beberapa pasal dalam UUPA ditegaskan pula Hak Milik, Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan akan hapus karena dicabut guna untuk kepentingan umum
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 27 sub a Pasal 34 sub b dan Pasal 40 sub d UUPA No 5 Tahun 1960. Hal yang demikian lazim juga disebut dengan pelepasan
A.1 Sebelum berlakunya Keppres No. 55 Tahun 1993
Komponem stuktural sebelum berlakunya keppres No.55 Tahun 1993 peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan khususnya yang menyangkut
ganti rugi tanah terjadi karena pencabutan hak-hak atas tanah dan pembebasan tanah. Pada prakteknya kedua lenbaga ini selalu dikacaukan orang angtara satu dengan yang
lain, karena antara pembebasan tanah dengan pencabutan hak atas tanah terdapat perbedaan yang prinsipil mengenai dasar hukumnya maupun prosedur pelaksanaan
dan tata cara penyelesaiannya.
37
Ibid.
Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52PDT.G2004PN-LP, 2008.
USU Repository © 2009
hak yaitu perbuatan seorang pemegang hak untuk melepaskan apa yang menjadi haknya secara sukarela setelah kepadanya diberikan suatu ganti rugi yang layak.
38
a Meminta kepada para Kepala Daerah yang bersangkutan untuk memberi
pertimbangan mengenai permintaan pencabutan hak-hak atas tanah tersebut berikut dengan rencana penampungan orang-orang yang haknya dicabut tersebut.
Pencabutan hak atas tanah yang bersumberkan dari Pasal 18 UUPA No. 5 Tahun 1960 kemudian diimplementasikan lewat Undang-undang No. 20 Tahun 1961.
Permintaan pencabutan hak atas tanah dilaksanakan atas permohonan yang berkepentingan kepada presiden dengan perantaraan mentri agraria yang
bersangkutan. Permintaan tersebut disertai dengan alasan untuk kepentingan umum sebagai mana yang telah diatur dalam Pasal 2 Undang-undang No. 20 Tahun 1961.
Kemudian setelah permintaan tersebut diajukan maka Kepala Inspeksi Agraria segera :
b Menuntut kepada panitia penaksir untuk melakukan penaksiran tentang ganti rugi
tanah dan benda-benda yang ada diatasnya yang ditetapkan oleh Mentri Agraria sekarang kepala BPN.
Dalam waktu 3 tiga bulan sejak diterimanya permintaan Kepala Inspeksi Agraria tersebut maka dalam Pasal 3 ayat 2 Undang-undang No. 20 Tahun 1961
menyatakan bahwa : a
Para Kepala Daerah sudah harus menyampaikan permintaannya kepada Inspeksi Agraria.
38
Ediwarman, Op.cit, halaman 78.
Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52PDT.G2004PN-LP, 2008.
USU Repository © 2009
b Panitia penaksir harus sudah menyampaikan taksiran ganti kerugian kepada Kepala Inspeksi Agraria.
Setelah itu baru segera menyampaikan permintaan pencabutan hak kepada Mentri Agraria, jika permintaan tersebut dikabulkan maka segara diikuti dengan
keputusan Presiden dan jika ditolak maka yang berkepentingan harus mengembalikan tanah atau benda-benda yang bersangkutan kepada keadaan semula.
Menurut pasal 8 ayat 1 Undang-undang No. 20 Tahun 1961 menyatakan bahwa benda-benda yang haknya dicabut tidak bersedia menerima ganti rugi yang
ditetapkan dengan keputusan presiden karena dianggap jumlahnya kurang layak, maka yang bersangkutan dapat mengajukan banding kepada Pengadilan Tinggi, yang
daerah kekuasaannya meliputi tempat letak tanah atau benda tersebut, agar pengadilan itulah yang menetapkan jumlah ganti kerugian. Pengadilan Tinggi
memutus soal tersebut dalam tingkat pertama dan terakhir.
39
Dilihat dari ketentuan pasal-pasal tersebut diatas maka perlindungan hukum dalam pencabutan hak atas tanah ini sifatnya hanya pemaksaan secara sepihak, karena
pemilik tanah tidak dapat mempertahankan haknya untuk selama-lamanya, sebab jika dipergunakan untuk kepentingan umum pemilik tanah harus melepaskan haknya
meskipun semua hak-hak atas tanah mempunyai fungsi sosial, namun hak-hak Setelah keputusan pencabutan hak ditetapkan dengan suatu surat keputusan,
maka baru dilakukan pembayaran ganti rugi dan tanah tersebut langsung dikuasai negara.
39
Ibid, halaman 79.
Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52PDT.G2004PN-LP, 2008.
USU Repository © 2009
masyarakat harus dilindungi dan ganti kerugian yang diberikan harus dapat mensejahterakan kehidupan masyarakat sesui dengan ketetuan Pasal 33 ayat 3 UUD
1945.
40
Undang-undang No. 20 Tahun 1961 ini tidak pernah diterapkan, sebab prosesnya terlalu sulit dan ditempuh dengan waktu pelaksanaan yang lama. Oleh
karena itu kasus pertanahan dalam pengadaan tanah yang terjadi lebih banyak kasus- kasus pembebasan tanah berdasarkan PMDN No. 15 Tahun 1975 dan Keppres No. 55
Tahun 1993, karena peraturan ini mudah dilaksanakan oleh instansi di daerah.
41
40
Ibid, halaman 80.
41
Ibid.
A.2. Setelan Berlakunya Keppres No.55 Tahun 1993.
Komponem struktural setelah berlakunya Keppres No. 55 Tahun 1993 tentang pengadaan tanah bagi pelaksaana pembangunan untuk kepentingan umum, istilah
pencabutan hak atas tanah maupun pembebasan tanah tidak dipakai lagi, sebab pencabutan hak itu merupakan tindakan yang sangat berbelit-belit dan merugikan
pemilik tanah yang berakibat mengurangi hak seseorang, maka yang memutuskannya adalah pejabat eksekutif yang tertinggi yaitu presiden.
Berdasarkan keppres No.55 Tahun 1993, maka sesui dengan ketentuan Pasal 24 dinyatakan tidak berlaku lagi ketentuan :
Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52PDT.G2004PN-LP, 2008.
USU Repository © 2009
1. PMDN No. 15 Tahun 1975 tentang ketentuan-ketentuan mengenai Tata Cara
Pembebasan Tanah. 2.
PMDN No. 2 Tahun 1976 tentang Penggunaan Acara Pembebasan Tanah Untuk Kepentingan Pemerintah Bagi Pembebasan Tanah oleh Pihak Swasta.
3. PMDN No. 2 Tahun 1985 tentang Tata Cara Pengadaan Tanah untuk
Kepentingan Proyek Pembangunan di Wilayah Kecamatan.
42
Mengenai pengadaan tanah untuk kepentingan swasta dalam Keppres No. 55 tahun 1993 ini tidak diatur secara tegas, sehingga dalam praktek masih mengacu
kepada Surat Edaran Kepala BPN No. 580.2-5568. D III Tanggal 6 Desember Tahun 1990. Bila dibandingkan dengan PMDN No. 15 Tahun 1975 terdapat suatu perbedaan
yang prinsipil, karena dalam Keppres No. 55 Tahun 1993 hanya mengatur pembebasan tanah untuk kepentingan umum saja, sedangkan untuk kepentingan
swasta tidak dinyatakan secara tegas. Mengenai stuktur kelembagaan yang terkait dalam pengadaan tanah untuk
kepentingan umum tidak dijelaskan secara rinci, dalam peraturan perundang- undangan mengenai pertanahan, akibatnya kepentingan umum selalu dijadikan
sebagai alat untuk mengambil tanah rakyat. Dalam Pasal 1 angka 3 keppres No. 55 Tahun 1993 menyatakan kepentingan
umum adalah kepentingan semua lapisan masyarakat. Sedangkan dalam Pasal 1 angka 5 Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005 menyatakan kepentingan umum
adalah kepentingan sebagian besar lapisan masyarakat. Ketentuan Keppres No. 55
42
Ibid, halaman 85.
Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52PDT.G2004PN-LP, 2008.
USU Repository © 2009
Tahun 1993 ini lebih memungkinkan sulitnya kepentingan umum tersebut dimanipulasi. Apa yang ditetapkan oleh Perpres No.36 Tahun 2005 akan lebih mudah
membenarkan suatu kepentingan itu menjadi suatu kepentingan umum dan cenderung kemauan penguasa akan sangat berpengaruh dalam penetapan kepentingan umum
tersebut.
43
Secara yuridis substansi Undang-undang No. 20 Tahun 1961 belum memberikan perlindungan hukum secara konperhensive kepada pemilikpemegang
B. Analisa Komponen Substantif