Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52PDT.G2004PN-LP, 2008.
USU Repository © 2009
Dalam perpres ini lebih menunjukkan dan mengutamakan agar musyawarah diutamakan dalam proses pengadaan tanah dan penetapan ganti kerugian.
59
Budaya hukum adalah unsur dari sikap sosial dan nilai. Legal Culture budaya hukum ini merupakan sebagai budaya masyarakat anglo-saxon yang kemudian
ditrasformasi kedalam bentuk hukum kebiasaan custumary law atau kebiasaan hukum legal customs. Dalam perkembangannya budaya hukum anglo-saxon
menjadi tradisi common law, sedangkan hukum kebiasaan tetap ada dan berkembang dalam masyarakat sederhana. Kebiasaan hukum merupakan aturan hukum yang tidak
dibentuk oleh legislatif atau hakim, melainkan lahir dari opini-opini populer dan diperkuat oleh sanksi yang bersifat kebiasaan yang telah berkembang lama.
C. Analisis Komponen Kultural
Komponen kultural menyangkut nilai-nilai yang mendasari peraturan hukum yang berlaku yaitu nilai konsep-konsep abstrak mengenai apa yang dianggap kurang
baik sehingga dihindari.
60
Selanjutnya menurut M. Solly Lubis, pendekatan kultural memegang peranan dalam strategi pengendalian sosial. Perubahan sosial perlu ditafsirkan melalui
pendekatan budaya, apalagi dalam hal-hal yang bertalian dengan kepercayaan dan keyakinan belief dan nilai-nilai luhur masyarakat setempat.
61
59
Ibid.
60
Lili Rasidi, Hukum Sebagai Suatu Sistem, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993, halaman 108.
61
M. Solly Lubis, Serba-serbi Politik dan Hukum, Mandar Maju, Bandung, halaman 135.
Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52PDT.G2004PN-LP, 2008.
USU Repository © 2009
Berdasarkan uraian diatas ada budaya hukum yang tidak tertulis dan budaya hukum yang tertulis. Budaya hukum yang tidak tertulis mempunyai karakter sebagai
berikut : 1.
Hukum tidak tertulis 2.
Senantiasa mepertimbangkan dan memperhatikan kondisi psikologis anggota masyarakat hukum setempat
3. Senantiasa mempertimbangkan perasaan hukum, rasa keadilan dan rasa butuh
masyarakat 4.
Dibentuk dan diberlakukan oleh masyarakat tempat hukum itu hendak diberlakukan
5. Pembentukan itu lebih merupakan proses kebiasaan
62
Berdasarkan uraian diatas dikaitkan dengan peraturan yang tertulis nilai-nilai yang mendasari peraturan perundang-undangan dibidang pertanahan yang
menyangkut pengadaan tanah dapat dilihat :
C.1. Sebelum Berlakunya Keppres No. 55 Tahun 1993
Komponen kultural dalam UUPA No. 5 Tahun 1960 sebagaimana tertuang dalam Memori Penjelasan atas rancangan Undang-Undang Pokok Agraria ialah :
a Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum Agraria Nasional yang akan
merupakan alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi negara dan rakyat tani, dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur
62
Lili Rasidi, Op-cit, halaman 108.
Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52PDT.G2004PN-LP, 2008.
USU Repository © 2009
b Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam
pertanahan c
Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.
63
UUPA No. 5 Tahun 1960 dijiwai oleh filsafat dasar yaitu Pasal 33 UUD 1945, dan Manisto Politik Republik Indonesia sebagaimana ditegaskan dalam pidato
presiden tanggal 17 Agustus 1960, yang mewajibkan negara untuk menguasai tanah dan memimpin penggunaanya, sehingga semua tanah di seluruh wilayah kedaulatan
bangsa dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, baik secara perseorangan maupun secara gotong-royang.
64
Kemudian berdasarkan Pasal 18 UUPA No. 5 Tahun 1960 dikeluarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 1961 dan PP No. 39 Tahun 1973 serta Inpres No. 9
Tahun 1973 yang dijiwai oleh Pasal 5 ayat 2. Jo Pasal 23 ayat 3, Pasal 4 ayat 1 UUD 1945 tersebut. Ditetapkannya UU No. 20 Tahun 1961 jo PP No. 39 Tahun 1973
serta Inpres No. 9 Tahun 1973 adalah untuk memberikan perlindungan hukum kepada pihak yang berkepentingan dengan tanah bukan kepada pemilik tanah, dalam
pelaksanaan pencabutan hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada diatasnya supaya menggunakan pedoman-pedoman agar dilaksanakan dengan sebaik-baiknya
dengan penuh tanggung jawab, namun peraturan perundang-undangan ini tidak dapat deterapkan karena prosedurnya terlalu panjang bahkan lebih bersifat politis.
65
63
AP. Parlindungan, Komentar Atas Undang-undang Pokok Agraria, CV. Mandar Maju, 1998, halaman 20.
64
Ediwarman, Op.cit, halaman 111.
65
Ibid.
Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52PDT.G2004PN-LP, 2008.
USU Repository © 2009
Kemudian keluarlah PMDN No.15 Tahun 1975, nilai yang mendasari dalam PMDN No. 5 Tahun 1975 ini adalah atas musyawarah dan nilai ini merupakan suatu budaya
hukum bangsa Indonesia. Dalam proses pembebasan tanah yang menjadi masalah adalah nilai-nilai, sikap dan pandangan masyarakat dan aparat panitia pembebasan
tanah yang dipengaruhi oleh nilai-nilai yang bersifat ekonomis, komersil dan materil. Nilai-nilai yang bersifat ekonomis dalam ganti rugi tanah sering diterapkan
secara sepihak sehingga mengabaikan asas musyawarah yang juga mengorbankan pemilik tanah atau pihak-pihak yang membutuhkan tanah, karena nilai ganti rugi
tersebut terlalu rendah sehingga tidak dapat menjadikan keadaan sosial pemilik tanah lebih baik dari keadaan sebelum pembebasan tanah dilakukan.
Pembebasan tanah dengan mendudukkan posisi yang sama diantara kedua belah pihak secara langsung sengaja ditiadakan, karena sering pihak yang
memerlukan tanah berprinsip pada hukum ekonomi kapitalistik dalam pengertian melalui waktu yang singkat dan biaya yang murah dapat mencapai keuntungan
sebanyak-banyaknya. Ganti rugi tanah sering dinilai dengan uang tetapi sering kejadian yang
menerima uang selalu rugi, dan juga diartikan sebagai upaya untuk pindah tempat. Padahal jika dilihat sejumlah bentuk ganti rugi, semestinya dapat ditafseirkan berupa
konpensasi yang tidak hanya diberikan dalam bentuk uang tetapi dapat diberikan dalam bentuk lain yang sebanding dengan jaminan kehidupan dikemudian hari secara
lebih baik.
66
66
Ibid, halaman 112.
Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52PDT.G2004PN-LP, 2008.
USU Repository © 2009
Pada kenyataannya sering kali masyarakat menerima ganri rugi yang rendah, karena budaya hukum pada zaman orde baru dengan pembebasan tanah yang selalu
mempergunakan dengan cara paksa dan menggunakan jasa perantara atau calo, calo ini mempunyai peran untuk mengintimidasi warga masyarakat, tatapi karena budaya
hukum dan pendidikan masyarakat masih rendah, mereka selalu mempercayai segala sesuatu yang dilakukan oleh calo perantara tersebut, apalagi pemilik tanah orang tak
mampu dan melihat jumlah uang yang diterima cukup banyak, yang sebelumnya mereka tidak pernah melihat uang merka tergiur untuk menerimanya, padahal nilai
tanah yang diserahkan tersebut masih jauh dibawah harga Nilai Jual Objek Pajak NJOP yang akhirnya calo yang bertindak sebagai perantara lebih banyak
mendapatkan keuntungan, karena pintarnya mempengaruhi warga masyarakat.
67
Oleh karena budaya hukum warga masyarakat selaku pemilik tanah masih rendah, akibat dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial ekonomi, pendidikan politik,
C.2 Setelah Berlakunya Keppres No. 55 Tahun 1993.
Komponen kultural setelah berlakunya Keppres No. 55 Tahun 1993 dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum dapat dilihat dengan cara musyawarah
langsung dengan para pemegang hak atas tanah, namun dalam proses yang terjadi seolah-olah sudah menjadi budaya di dalam masyarakat antara pemilik tanah dengan
yang membutuhkan tanah, selalu keputusan musyawarah tersebut bersifat sepihak, karena sifatnya memeksa dan intimidasi kepada masyarakat.
67
Ibid.
Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52PDT.G2004PN-LP, 2008.
USU Repository © 2009
dipengaruhi oleh keadaan-keadaan dari kehidupan keluarganya sendiri, akibatnya pemilik tanah menuruti apa yang dikehendaki oleh panitia pembebasan tanah, dan
disamping itu budaya hukum panitia pembebasan tanah selalu dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomis, maka berbagai upaya dipergunakan untuk memaksa
masarakat untuk menerima ganti rugi tanah.
68
68
Ibid, halaman 115.
Disamping peraturan diatas, ada beberap peraturan lain dibidang pertanahan yang menyinggung mengenai pelaksanaan pengadaan tanah, antara lain yaitu :
1. Pasal 4 ayat 1 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 2. UUPA No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria
3. Undang-Undang No.51 Prp Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atau Kuasanya
4. Undang-Undang No.20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-hak Atas Tanah dan Benda-benda Yang Ada Di Atasnya
5. Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 6. Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang yang telah
diperbaharui dengan Undang-undang No. 26 Tahun 2007 7. Peraturan Pemerintah No.8 Tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah-tanah Negara.
8. Peraturan Pemerintah No.10 Tahun 1961, sekarang PP No.24 Tahun 1994 tentang Pendagtaran Tanah
Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52PDT.G2004PN-LP, 2008.
USU Repository © 2009
9. Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah
69
Jika pemerintah dengan berbagai jajarannya memrluksn sebidang tanah yang penggunaannya untuk kepentingan negara danatau umum dapat menempuh cara
yfang bersesuaian dengan ststus tanah yang diperlukan itu. Jika tanah tersebut tanah negara yang bebas cukup dengan mengajukan permohonan hak, tetapi jika tanah
tanah negara tidak bebas dapat ditempuh dengan cara konvensional seperti jual beli, tukar menukar dan cara lain yang berdasarkan kesepakatan, atu dengan lembaga
pengadaan tanah dan lembaga pencabutan hak atas tanah.
BAB III TATA CARA PENGADAAN TANAH