Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52PDT.G2004PN-LP, 2008.
USU Repository © 2009
Adapun yang menjadi manfaat punulisan sikripsi ini adalah : 1.
Manfaat secara teoritis. Penulis berharap kirannya penulisan skripsi ini bermanfaat untuk dapat
memberikan masukan sekaligus menambah khasanah ilmu pengetahuan dan literatur dalam dunia akademis, khususnya tentang penerapan hukum dalam
pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum. 2.
Manfaat secara praktis. 2.1. Agar pemerintah baik pusat maupun daerah sebagai lembaga yang
mempunyai wewenang dalam penyelenggaraan pengadaan tanah melakukan pengadaan tanah sesuai dengan peraturan pengadaan tanah yang berlaku
dengan memperhatikan hak-hak pemilikpemegang hak atas tanah. 2.2. Agar pemilikpemegang hak atas tanah dapat mempertahankan apa yang
menjadi hak-haknya dan yang menjadi kewajibannya dalam pengadaan tanah, sehingga tidak ada pihak-pihak yang dirugikan dalam pengadaan
tanah.
D. Keaslian Penulisan
“Tinjauan yuridis penerapan hukum dalam pengadaan tanah berdasarkan Keppres No.55 Tahun 1993”, yang diangkat menjadi judul skripsi ini belum pernah
ada penulis lain yang mengemukakannya, dan penulis telah mengkonfirmasikannya kepada Sekretaris Depertemen Hukum Agraria.
Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52PDT.G2004PN-LP, 2008.
USU Repository © 2009
Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah murni hasil pemikiran dari penulis yang dikaitkan dengan perundang-undangan, teori-teori hukum yang
berlaku maupun dengan doktrin-doktrin yang ada melalui refrensi buku-buku, pendapat hukum, putusan pengadilan., media elektronik dan bantuan dari berbagai
pihak, dalam rangka melengkapi tugas akhir dan memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera utara, dan apabila
ternyata di kemudian hari terdapat judul dan permasalahan yang sama, maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap skripsi ini.
D. Tinjaun Kepustakaan
1. Pengetian Tanah Pengertian tanah yang berkembng di tengah masyarakat tidak persis sama
sebagaimana yang ditetapkan dalam undang-undang. Tanah menurut Undang-Undang Pokok Agraria adalah permukaan bumi. Bumi itu sendiri terdiri dari tiga 3 unsur
yaitu permukaan bumi, tubuh bui dan yang berada dibawah air. Dari ketiga unsur bumi tersebut yang dimaksudkan dengan tanah hanyalah permukaan bumi saja.
14
14
Tampil Anshari Siregar, Mempertahankan Hak atas tanah, FH USU Medan, 2005, halaman 6.
Pasal 4 ayat 1 Undang –Undang Pokok Agararia menyatakan : “Atas dasar hak mengasai dari negara … ditentukan adanya macam-macam hakatas
permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat diberikan dan dipunyai oleh orang- orang, baik sendiri maupun bersam-sama dengan orang-orang lain serta badan
hukum”.
Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52PDT.G2004PN-LP, 2008.
USU Repository © 2009
Dari batasan ini dapat dipahamkan bahwa jika seorang mempunyai hak atas tanah berarti yang bersangkutan hanyalah berhak atas permukaan bumi saja. Jika atas tanah
tersebut yang bersangkutan mempunyai hak milik, bukan berarti benda-benda yang terdapat dibawahnya seperti barang-barang tambang otomatis menjadi miliknya.
15
Oleh karena itu harus dibedakan antara hak atas tanah dan hak menggunakan tanah tersebut. Hak ats tanah berarti hak atas permukaan bumi saja, sementara hak
menggunakannya dapat meliputi tubuh bumi, air dan ruang angkasa asalkan sesuai dengan syarat-syarat yang ditentukan pada pasal 4 ayat 2 UUPA diatas.
Sampai saat ini belum ada penegasan seberapa dalam dari permukaan bumi itu kebawah yang dapat disebut tanah, hanya disebutkan bahwa dalam mempergunakan
tanah miliknya bukan hanya semata-mata dapat mempergunakan permukaan tanahnya saja, sebagai mana dinyatakan pada Pasal 4 ayat 2 UUPA
Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Pokok Agraria menyatakan : “Hak–hak atas tanah … memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang
bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada diatasnya sekedar dipergunakan unutuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan
pengggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut undang-undang ini dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebuh tinggi”.
16
Hak seseorang atas tanah semestinya harus dihormati, dalam pengertian tidak boleh orang lain melakukan tindakan yang melawan hukum untuk memiliki atau
menguasai lahan tersebut. Jika seseorang mempunyai hak atas tanah harus didukung 2. Pengertian Hak-hak Atas Tanah
15
Ibid, halaman 7.
16
Ibid
Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52PDT.G2004PN-LP, 2008.
USU Repository © 2009
oleh bukti hak yang dapat berupa sertifikat, bukti hak nontertulis danatau pengakuanketerangan yang dapat dipercayai kebenarannya.
Jika penguasaan atas tanah dimaksud hanya didasarkan atas kekuasaan, arogansi atau kenekatan semata, pada hakekatnya pengaausaan tersebut sudah
melawan hukum dan berdasarkan hukum bahwa yang bersangkutan tidak dapat disebut mempunyai hak atas tanah itu. Dengan kata lain, penguasaan yang demikian
tidak dapt ditolelir dan semestinya yang berwenang dengan segala wewenang yang ada padanya harus segera menggusurnya dari tanah tersebut aar masalahnya tidak
semakin berlarut-larut. Masalah ini semakin meningkat akhir-akhir ini karena jumlah penduduk Indonesia sebagai petani yang membutuhkan tanah lahan untuk diolah dan
warga kota yang membutuhkan hunia semakin bertambah besar jumlahnya.
17
1 Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan
pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut ; Pasal 2 ayt 2 UUPA menegaskan :
“Hak menguasi dari negara memberi wewenang untuk :
2 Menentukan dan mengatur hubunganhubungan hukum antara orang-orang
dengan bumi, air dan ruang angkasa ; 3
Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yan mengenai bumi, air dan ruang angkasa”.
Pengertian hak disini terlihat secara implisit dalam dua anak kalimat :
1. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang
dengan bumi, air dan ruang angkasa ;
17
Ibid, halaman 4.
Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52PDT.G2004PN-LP, 2008.
USU Repository © 2009
2. menentukan dan mengatur hak-hak yang dapat dipunyai atas bumu, air dan runga
angkasa itu.
18
Pada Pasal 1 angka 5 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Penataan Ruang meyatakan hak ats tanah adalah hak sebagaiman dimaksud dalam Pasal 16
Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria
19
a. hak milik,
Pada Pasal 16 ayat 1 UUPA disebutkan jenis-jenis hak atas tanah yaitu
b. hak guna usaha,
c. hak guna bangunan,
d. hak pakai,
e. hak sewa,
f. hak membuka tanah,
g. hak memungut hasil hutan,
h. hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan
ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang bersifat sementara sebagaimana disebut pada Pasal 53 UUPA.
20
Dengan menyebutkan “hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan ditetapkan dengan Undang-Undang” secara implisit
menegaskan bahwa ketentuan Pasal 16 ayat 1 UUPA itu tidak bersifat limitatif. Dalam pengertian bahwa dimungkinkan ada hak-hak atas tanah diluar yang tercantum
18
Ibid, halaman 5.
19
Ibid
20
Tampil Anshari Sirear, Pendalaman Lanjutan Undang-Undang Pokok Agraria , Pustaka bangsa Press, Medan,2005, hal. 200.
Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52PDT.G2004PN-LP, 2008.
USU Repository © 2009
dalam pasal tersebut bahkan lebih jauh akan dimungkinkan kemudian lahir hak-hak atas tanah yang baru sebagaimana kenyataan adanya hak pengelolaan yang diatur
dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 1977 semestinya berdasarkan undang-undang.
21
Pengertian agraria yang diatur dalam UUPA ini sangat luas sekali yaitu meliputi bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung
didalamnya. Kemudian kerangka dari Pasal 2 UUPA No. 5 Tahun 1960 itu, maka salah satu yang dioperasionalisasikan dalam Pasal 18 UUPA adalah pencabutan hak-
hak atas tanah untuk kepentingan umum dengan cara musyawarah dan memberi ganti rugi yang layak menurut cara yang diatur dengan undang-undang.
3. Pengertian Pengadaan Tanah Konsep dasar pengadaan tanah bagi keperluan untuk pembangunan untuk
kepentingan umum merupakan filosofis konsitusional yang tercermin dalam perumusan sila kelima Pancasila yaitu “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia,” kemudian dalam Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang merupakan pelaksanaannya melahirkan UUPA No. 5 Tahun 1960. UUPA No.5 Tahun 1960 ini
merupakan induk dari segala peraturan mengenai hukum pertanahan sebagimana yang dirumuskan dalam Pasal 2 UUPA.
22
Dalam Peraturan Pemerintah No.55 Tahun 1993 ditegaskan dalam Pasal 1 ayat 1, bahwa:
21
Ibid.
22
Ediwarman, Op.cit, halaman 37.
Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52PDT.G2004PN-LP, 2008.
USU Repository © 2009
”pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberi ganti rugi kepada yang berhak atas tanah tersebut.”
Selanjutnya dalam Peraturan Presiden No.65 Tahun 2006 tentang Perubahan Perpres
No.36 Tahun 2005, dalam Pasal 1 point 3 menyatakan : “Pengadaam tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara
memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau mrnyrahkan tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah.”
Kegiatan untuk mendapatkan tanah dalam pengadaan tanah tersebut dilakukan
melalui pelepasan atau penyerahan hak atas tanah yang pelaksanaanya dibantu oleh Panitia Pengadaan Tanah.
Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah menurut pasal 1 ayat 2 Keppres No.55 Tahun 1993 jo. Pasal 1 ayat 1 angka 6 Perpres No. 65 Tahun 2006 adalah :
“Suatu kegiatan melepaskan hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya dengan memberikan ganti kerugian atas dasar
musyawarah”. Pihak yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman, dan benda-
benda lain yang berkaitan adalah perseorangan, badan hukum, lembaga, unit usaha yang mempunyai hak penguasaan atas tanah danatau bangunan serta tanaman yang
ada diatas tanah.
23
“Suatu kegiatan saling mendengar dengan sikap saling menerima pendapat dan keinginan yang didasarkan atas kesukarelaan antara pihak pemegang hak atas tanah
4. Pengertian musyawarah Musyawarah menurut Pasal 1 ayat 5 Keppres No. 55 Tahun 19993 adalah :
23
Pengadaan Tanah , Op.cit, halaman 3.
Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52PDT.G2004PN-LP, 2008.
USU Repository © 2009
dan pihak yang memerlukan tanah, untuk memperoleh kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian”.
Musyawarah merupakan sarana yang paling menentukan berhasil tidaknya dengan
baik pengambilan tanah dalam rangka pelaksaan pengadaan tanah. Tidak akan terelakkan perbedan pendapat antara kedua belah pihak terutama kesediaan si pemilik
unutuk melepaskan tanahnya, apalagi tentang besar dan baentu ganti rugi.
24
Ganti rugi tanah merupakan penggantian terhadap kerugian baik bersifat fisik danatau nonfisik sebagai akibat pengadaan tanah kepada yang mempunyai tanah,
tanaman berikut bangunan dan atau benda-benda lain yang terkait dengan tanah yang dapat memberikan kelangsungan hidup yang lebih baik dari tingkat kehidupan sosial
ekonomi sebelum terkena pengadaan tanah. 5. Pengertian Ganti Rugi
Mengenai ganti rugi tanah secara implisit diatur dalam Keppres No. 55 Tahun 1993, Perpres No. 36 Tahun 2006 jo. Perpres No. 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan
Tanah Bagi Keperluan Untuk Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
25
Pengertian ganti rugi tanah tidak sama dengan pegertian ganti rugi dalam KUHPerdata Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan KUHAP Kitab Undang-
undang Hukum Acara Pidana, karena ganti rugi dalam KUHPerdata timbul sebagai akibat wanprestasi dalam suatu perikatan baik karena suatu perjanjian maupun
24
Tampil Anshari Sieregar, Op.cit, halaman 96.
25
Ibid
Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52PDT.G2004PN-LP, 2008.
USU Repository © 2009
undang-undang. Bentuk ganti rugi dalam KUHPerdata berupa biaya rugi dan bunga yang mempunyai hubungan langsung dengan ingkar janji.
26
Pada asasnya bentuk ganti rugi yang lazim dipergunakan adalah uang. Oleh karena menurut para ahli hukum perdata maupun yurisprudensi, uang merupakan alat
yang paling praktis, yang palaing sedikit menimbulkan masalah dalam menyelesaikan suatu sengketa. Selain uang masih ada bentuk-bentuk lain yang diperlukan sebagai
bentuk ganti rugi, yaitu pemulihan bentuk keadaan semula in natura dan larangan untuk mengulangi, keduanya ini kalau tidak ditepati dapat diperkuat dengan uang
paksa. Jadi haruslah diingat bahwa uang paksa itu bukan merupakan wujud dari ganti rugi.
27
1. uang;
Berdasarkan hal tersebut, maka bentuk-bentuk ganti rugi itu adalah berupa uang, bukan barang kecuali diperjanjikan lain.
Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 dalam Pasal 13 merinci bentuk- bentuk ganti rugi dapat berupa :
2. tanah pengganti;
3. pemukiman kembali;
4. gabungan dari dua dan lebih untuk ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam huruf
a, b, dan c; 5.
bentuk lain yang desetujui oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
28
26
Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Alumni Bandung, 1994, halaman 12.
27
Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, dalam rangka memperingati masa purna bakti usia 70 tahun, Citra Aditya, Bandung, 2001, halaman 23.
28
Ediwarman, Op.cit, halaman 103.
Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52PDT.G2004PN-LP, 2008.
USU Repository © 2009
Hanaya sayangnya dalam Pasal 13 ini “ganti rugi tidak juga diperhitungkan kerugian karena kepindahan ke tempat lain, atau kehilangan pencaharian ditempat
yang lama, namun mengkin saja kelak berkembang suatu bentuk kerugian lain sebagai tafsiran Pasal 13”.
29
a. lokasi dan faktor-faktor strategis lainnya yang dapat mempengaruhi harga
tanah. Demikian juga dalam menetapkan ganti rugi atas bangunan dan tanaman harus berpedoman pada ketentuan yang telah detetapkan oleh
Dinas Pekerjaan UmumDinas Pertanian setempat; Sedangkan sebelumnya pada Pasal 6 ayat 2 PMDN No.
15 Tahun 1975 disebutkan bentuk ganti rugi dapat berupa uang, tanah dan atau fasilitas lain. Batasan ini lebih sederhana jika dibandingkan dengan yang diatur
Keppres No. 55 Tahun 1993. Ketentuan ganti rugi terhadap pelepasan atau penyerahan hak atas tanah dapat
juga dilihat dalam PMDN No. 15 Tahun 1975. berdasarkan Pasal 6 PMDN No. 15 Tahum 1975 ditentukan sebagai berikut :
1 Didalam mengadakan penatapanpenafsiran mengenai besarnya ganti rugi, Panitia Pembebasan Tanah harus mengadakan musyawarah dengan para
pemilikpemegang hak atas tanah danatau bendatanaman yang ada diatasnya berdasarkan harga umum setempat.
2 Dalam menetapkan besarnya ganti rugi harus diperhatikan pula tentang :
b. bentuk ganti rugi berupa uang, tanah dan atau faslitas-fasilitas lain;
29
A.P. Parlindungan, Op.cit, halaman 34.
Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52PDT.G2004PN-LP, 2008.
USU Repository © 2009
c. yang berhak atas ganti rugi itu ialah mereka yang berhak atas
tanahbangunantanaman yang ada diatasnya, dengan pedoman kepada hukum adat setempat, sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan-
ketentuan dalan Undang-Undang Pokok Agraria dan kebijaksanaan pemerintah.
3 Panitia Pembebasan Tanah berusaha agar dalam menentukan besarnya ganti rugi terdapat kata sepakat diantara para anggota panitia dengan memperhatikan
kehendak dari pemegang hak atas tanah. Jika terdapat perbedaan tafsiran ganti rugi diantara para anggota panitia itu, maka yang dipergunakan adalah harga
rata-rata dari tafsiran masing-masing anggota. 4 Pelaksanaan pembebasan tanah harus dapat dilaksanakan dalam waktu yang
singkat. 5 Keputusan Panitia Pembebasan Tanah mengenai besarbentuknya ganti rugi
tersebut disampaikan kepada instansi yang memerlukan tanah, para pemegang hak atas tanah dan para anggota panitia yang turut mengambil keputusan.
30
Berdasarkan ketentuan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam menentukan besarnya ganti kerugian harus dilakukan melalui peoses musyawarah
atau kegiatan saling memperhatikan kehendak antara pemengan hak atas tanah dan Panitia Pembebasan Tanah untuk memperoleh kesepakatan mengenai bentuk dan
besarnya ganti kerugian. Dalam melaksanakan penafsiranpenetapan besarnya ganti rugi panitia diharapkan benar-benar mengusahakan terciptanya persetujuan kedua
30
Syafruddin Kallo, Op.cit, halaman 24.
Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52PDT.G2004PN-LP, 2008.
USU Repository © 2009
belah pihak berdasarkan musyawarah serta dengan memperhatikan harga umum setempat dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi harga tanah.
31
a. Harga tanah yang didasarkan atas nilai nyata atau sebenarnya, dengan
memperhatikan nilai jual objek Pajak Bumi dan Bangunan yang terakhir untuk tanah yang bersangkutan;
Menurut Keppres No. 55 Tahun 1993, cara penentuan ganti rugi pelepasan hak atas tanah berbeda dengan yang diatur dalam PMDN No. 15 Tahun 1975. Pasal
15 Keppres No. 55 Tahun 1993, menegaskan bahwa dasar dan cara perhitungan ganti rugi ditetapkan atas dasar :
b. Nilai jual bangunan yang ditaksir oleh Instansi Pemerintah Daerah yang
bertanggung jawab dibidang bangunan; c.
Nilai jual tanah yang ditaksir oleh Instansi Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab di bidang pertanian.
32
Selanjutnya dalam Pasal 16 Peraturan Menteri AgrariaKepala Badan Pertanahan No. 1 Tahun 1994 ditentukan pula :
1 Panitia memberikan penjelasan kepada kedua belah pihak sebagai bahan musyawarah untuk mufakat, terutama mengenai ganti rugi harus
memperhatikan hal-hal berikut : a
nilai tanah berdasarkan nilai nyata atau sebenarnya dengan memperhatikan Nilak Juak Obyek Pajak Bumi dan Bangunan NJOP tahun terkhir untuk
tanah yang bersangkutan;
31
Ibid, halaman 25.
32
Ibid, halaman 26
Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52PDT.G2004PN-LP, 2008.
USU Repository © 2009
b faktor-faktor yang mempengaruhi harga tanh;
1. lokasi tanah;
2. jenis hak atan tanah;
3. status penguasan tanah;
4. peruntukan tanah;
5. kesesuaian penggunaan tanah dengan rencana tata ruang wilayah;
6. prasarana yang tersedia;
7. fasilitas dan utulitas;
8. lingkungan;
9. lain-lain yang mempengaruhi harga tanah;
c nilai taksiran bangunan, tanaman, benda-benda lain yang berkaitan dengan
tanah; 2 Pemegang hak atas tanah dan pemilik bangunan, tanaman danatau benda-benda
lain yang terkait dengan tanah yang bersangkutan atau wakil yang ditunjuk menyampaikan keinginannya mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi;
3 Instansi Pemerintah yang memerlukan tanah menyampaikan tanggapan terhadap keiginan pemegang hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam ayat 2
dengan mengacu pada unsur-unsur dalam ayat 1; 4 Ganti rugi diupayakan dalam bentuk yang tidak menyebabkan perubahan
terhadap pola hidup masayarakat dengan mempertimbangkan kemungkinan dilaksanakannya alih pemukiman ke lokasi yang sesuai.
33
33
Ibid, halamaman 28.
Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52PDT.G2004PN-LP, 2008.
USU Repository © 2009
F. Metode Penelitan