Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP)

(1)

Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP), 2008.

USU Repository © 2009

TINJUAN YURIDIS PENERAPAN HUKUM DALAM PENGADAAN TANAH BERDASARKAN Keppres No. 55 Tahun 1993

(Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai

Gelar Sarjana Hukum Oleh :

JUANDA PANJAITAN NIM. 020200037

Jurusan Hukum Administrasi Negara Program Studi Hukum Agraria

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP), 2008.

USU Repository © 2009

TINJUAN YURIDIS PENERAPAN HUKUM DALAM PENGADAAN TANAH BERDASARKAN Keppres No. 55 Tahun 1993

(Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Mencapai Gelar SARJANA HUKUM

Oleh

JUANDA PANJAITAN NIM. 020200037

Jurusan Hukum Administrasi Negara Program Studi Hukum Agraria

Disetujui Oleh :

KETUA BAGIAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

DR. PENDASTAREN TARIGAN, SH, MS. NIP. 131410462

DOSEN PEMBIMBING I DOSEN PEMBIMBING II

TAMPIL ANSHARI SIREGAR, SH, MS

2008

AFFAN MUKTI,SH NIP.130250421 NIP. 131570462

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP), 2008.

USU Repository © 2009

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat, karunia dan anugerah-Nya yang luar biasa kepada penulis, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk meraih gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam skripsi ini, Penulis menyajikan judul :

“TINJAUAN YURIDIS PENERAPAN HUKUM DALAM PENGADAAN TANAH BERDASRKAN Keppres No. 55 Tahun 1993”

Pada kesempatan ini, dengan segala hormat Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Tampil Ashari Siregar, SH,MS selaku Ketua Departemen Hukum Agraria Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan juga sekaligus menjadi Dosen Pembimbing I yang telah memberikan masukan-masukan yang sangat bermanfaat bagi penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

3. Bapak Affan Mukti, SH selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, saran dan masukan-masukan yang sangat bermanfaat bagi Penulis dalam penyelesaian skripsi ini

4. Bapak Kalelung Bukit, SH selaku Dosen Wali yang telah membimbing Penulis dalam penyelesaian kuliah.


(4)

Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP), 2008.

USU Repository © 2009

5. Bapak dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik penulis selama menuntut ilmu di Fakultas Hukum, serta segenap staf administrasi yang telah banyak membantu dalam pengurusan dokumen dan administrasi selama perkuliahan.

6. Keduaorangtua tercinta yang telah banyak memberi perhatian, dorongan semangat, kasih sayang dan doa yang sangat berarti bagi Penulis, serta Adik-adik yang memberi semangat untuk penyelesaian skripsi ini.

7. Kepada semua pihak yang telah banyak membantu dan mendukung penulis selama ini yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.

Akhir kata, penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena masih banyak kelemahan dan kekurangan. Maka dengan hati yang tulus penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun, agar dimasa yang akan datang dapat lebih baik lagi. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Hormat Saya,


(5)

Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP), 2008.

USU Repository © 2009

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……...……… i

DAFTAR ISI……….. iii

ABSTRAKSI……….. v

BAB I PENDAHULUAN……….. 1

A. Latar Belakang………. 1

B. Perumusan Masalah………. 8

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan……… 8

D. Keaslian Penulisan……….. 9

E. Tinjauan Kepustakaan………. 10

1. Pengertian Tanah……… 10

2. Pengertian Hak-hak Atas Tanah………. 11

3. Pengertian Pengadaan Tanah….……… 14

4. Pengertian Musyawarah………. 15

5. Pengertian Ganti Rugi ……… 16

F. Metode Penelitian……… ……… 21

G. Sistematika Penulisan……… ………. 23

BAB II PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN PENGADAAN TANAH A Analisa Komponem Struktural ……….. 25


(6)

Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP), 2008.

USU Repository © 2009

C. Analisa Komponem Kultural ……….... 39

BAB III TATA CARA PENGADAAN TANAH………. .. 45

A. Tata Cara Pengadaan tanah Secara Konnsional…………. 46

B. Tata Cara Pengadaan Tanah Melalui Lembaga Pencabutan Hak………. 47

C. Tata Cara Pengadaan Tanah dengan Lembaga Pengadaan Tanah……….. 53

BAB IV ANALISA PENERAPAN HUKUM DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM……….. 58

A. Kasus Posisi………. 58

B. Analisa Kasus……….. 61

C. Kendala-kendala yang ditemui dalam penerapan hukum dalam pengadaan tanah……….. 68

BAB V PENUTUP………. 72

A. Kesimpulan……….. 72

B.Saran……….. 74

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(7)

Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP), 2008.

USU Repository © 2009

ABSTRAKSI

Pada dasarnya setiap orang ataupun badan hukum membutuhkan tanah. Karena tidak ada aktivitas orang atupun badan hukum apalagi yang disebut kegiatan pembangunan yang tidak membutuhkan tanah. Pembagunan untuk kepentingan umum tidak bisa ditwar ataupun ditunda, terlebih lagi dalam dasar negara pancasila dinyatakan bahwa kepentingan umum harus dipandang porsinya lebih besar dan didahulukan dari kepentingan individu. Demikian juga pihak swasta yang melakukan upaya pembangunan dan peningkatan usahanya, baik yang bernuansa untuk kepentingan umum maupun tidak juga membutuhkan tanah. Jika tanah yang dibutuhkan untuk pembangunan kepentingan umum yang bersesuaian dengan rencana umum tata ruang (RUTR) cukup dan merupakan tanah negara bebas tidak akan menimbulkan masalah. Tetapi jika ternyata tanah-tanah yang diperlukan itu merupakan tanah-tanah negara tidak bebas dalam pengertian diatasnya telah ada orang atau badan hukum yang menggunakannya, apalagi tanah tersebut sudah tanah hak dari masyarakat yang sangat fungsional bagi kehidupan keluarga pemiliknya pengambilan dan implikasinya semakin rumit.oleh karena itu semakin cepat roda pembangunan berputar semakin luaslah tanah yang dibutuhkan. Dimana wilayah yang padat penduduknya, secara logis disitupulalah kegiatan pembangunan yang lebih luas dilaksanakan. Dengan demikian pengambilan tanah-tanah yang dimiliki/dikuasai masyarakat tidak terelakkan.

Metode penelitian yang digunakan pada penulisan ini adalah penelitian kepustakaan, yaitu penelitian yang dilakukan dengan meneliti bahan-bahan kepustakaan khususnya perundang-undangan dan kepustakaan hukum yang berkaitan dengan pengadaan tanah. Data yang digunakan adalah data skunder yang berupa dokumen-dokumen resmi, buku-buku karya ilmiah pendapat sarjana, artikel-artikel, dan sebagainya. Kemudian data diolah secara kualitatif.

Oleh karena itu untuk menghindari terjadinya korban dalam pengambilan tanah-tanah yang dimiliki/dikuasai masyarakat pemerintah berkewajiban untuk mengatur pengadaan tanah bagi keperluan pembangunan kepentingan umum sebagaiman ditetapkan dalan Keppres No.55 Tahun 1993 yang telah dirubah dengan Perpres No. 36 Tahun 2006 dan diperbaharui dengan Perpres No. 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah Bagi Keperluan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Namun pada kenyataannya pihak yang membutuhkan tanah untuk keperluan pembangunan tanah sering kali tidak mengadakan pengadaan tanah tersebut sesui dengan peraturan hukum yang berlaku. Hal ini disebabkan oleh kesadaran dan budaya hukum yang masih rendah dari pihak yang membutuhkan tanah, dan pengetahun hukum yang rendah dan faktor-faktor ekonomi pemilik tanah yang sangat rendah sehingga memungkinkan dilakukan pengadaan tanah yang tidak sesui dengan peraturan pengadaan tanah yang berlaku.


(8)

Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP), 2008.

USU Repository © 2009

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan nasional merupakan pencerminan kehendak rakyat Indonesia, untuk terus menerus meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya secara adil dan merata, serta mengembangkan kehidupan masyarakat kearah penyelenggaraan negara yang demokrtis berdasakan Pancasila. Untuk itu, pembangunan diarahkan untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan lahir batin bagi seluruh rakyat.1

Kemakmuran yang adil dan merata tersebut hanya akan dapat dicapai melalui pembangunan. Setiap kegiatan pembangunan selalu memerlukan tanah sebagai wadah dari kegiatan pembangunan tersebut. Kebutuhan akan tanah dalam masa pembangunan sekarang sangat meningkat bila dibandingdan dengan masa-masa sebelumnya, karena pada umumnya, hampir semua sektor pembangunan memerlukan tanah sebagai sarana utama untuk melaksanakan proyek-prkoyek pembangunan.2

1

Syafruddin kalo, Pengadaan Tanah Bagi Kepentingan Umum, Pustaka Bangsa Press, Jakarta, 2004, halaman 1.

2

Ibid.

Peraturan yang mengatur tentang pertanahan terutama yang menyangkut ganti rugai tanah, belum diatur secara khusus dalam Undang-undang. Undang-Undang Pokok Agraria ( UUPA ) No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria dalam pasal 18 menyatakan :


(9)

Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP), 2008.

USU Repository © 2009

“Untuk kepentingan umum termsuk keppentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut dengan memberi ganti kerugian yang layak serta menurut cara yang diatur dalam Undang-undang”. Untuk merealisasikan sebagian dari bunyi pasal 18 UUPA No. 5 Tahun 1960 tersebut pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang No.20 Tahun 1961, yang mengatur tentang Pencabutan Hak-hak Atas Tanah dan Benda-benda Yang Ada Diatasnya, sedangkan sebahagian lagi yang diamanatkan dalam pasal 18 UUPA No.5 Tahun 1960 tersebut mengenai Undang-undang ganti rugi tanah sampai saat ini belum ada.3

Peraturan perundang-undangan dibidang pertanahan terutama yang menyangkut ganti rugi tanah baik untuk kepentingan umum maupun kepentingan swsata, kurang akomoditif melindungi pemilik tanah dan yang membutuhkan tanah (atau yang berkepentingan dengan tanah), karena belum sebagaimana disebutkan dalam pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan peraturan hukum yang ada lebih banyak memperkuat posisi pemerintah dalam melakukan pengadaan tanah tanah.4

Peraturan yang berhubungan dengan ganti rugi tanah saat ini mengacu kepada Keputusan Presiden (Kepres) No.55 Tahun 1993 dan yang telah dirubah dengan Pihak-pihak yang dirugikan dalam kasus-kasus pertanahan khususnya dalam ganti rugi tanah yang berkaitan dengan pengadaan dan pembebasan tanah baik untuk kepentingan umum maupun kepentingan swasta adalah suatu persoalan yang menarik dan unik untuk dikaji, karena sering menimbulkan masalah, sementara kebutuhan akan tanah cukup tinggi sesuai dengan peningkatan pembangunan nasional.

3

Ibid, halaman 2.

4

Ediwarman, Perlindungan Hukum Bagi Korban Kasus-kasus Pertanahan, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2003, halaman 1.


(10)

Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP), 2008.

USU Repository © 2009

Peraturan Presiden (Perpres) No. 36 Tahun 2005 dan diperbaharui dengan Peraturan Presiden No.65 tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum, yang dalam konsiderannya menyatakan : a. Bahwa pembangunan nasional, khusuhnya pembangunan berbagai fasilitas untuk

kepentingan umum, memerlukan bidang tanah yang cukup dan untuk itu pengadaanya perlu dilakukan dengan sebaik-baiknya ;

b. Bahwa pelaksanaan pengadaan tanah tersebut dilakukan dengan memperhatikan peran tanah dalam kehidupan manusia dan prinsip penghormatan terhadap hak-hak yang sah atas tanah ;

c. Bahwa atas dasar pertimbangan tersebut, pengadaan tanah untuk kepentingan umum diusahakan dengan cara yang seimbang dan untuk tingkat pertama ditempuh dengan cara musyawarah langsung dengan para pemegang hak atasa tanah.5

Ditinjau dari aspek hukum keberadaan Keppres No.55 Tahun 1993 adalah untuk memberikan suatu landasan bagi pemeintah dalam mengatasi berbagai kesulitan bidang pertanahan ketika pemerintah melaksanakan berbagai proyek tertentu, baik untuk kepentingan umum maupun kepentingan swasta.

Tanah-tanah yang berada dan dikuasai atau dimiliki oleh orang-perorangan atau masyarakat, belum tentu pemiliknya bersedia menyerahkan kepada pemerintah atau swasta untuk pembangunan suatu proyek tertentu, baik untuk kepentingan umum maupun kepentingan swasta.

5

Pengadaan Tanah bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dan Peraturan Yang Terkait. Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat BPN, 1994, halaman 1.


(11)

Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP), 2008.

USU Repository © 2009

Kepemilikan tanah timbul dari kepribadian manusia. Hubengan manusia dengan tanah bersifat abadi, karena manusia sebagai makhluk sosial sekaligus sebagai pemilik tanah tidak bisa berbuat semena-mena mempergunakan hak atas tanah tanpa memperhatikan kepentingan orang lain yang melekat pada haknya yang berfungsi sosial. Sebagaiman yang telah diatur dalam Pasal 6 UUPA No.5 Tahun 1960 yang menyatakan :

“Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial, yang antara lain berarti bahwa kepentingan bersamalah yang harus didahulukan, kepentingan perseorangan harus tunduk pada kepentingan umum”.

Hal ini juga dapat terlihat pada penjelasan pasal 36 ayat (3) Undang-Undang No.39 Tahun 1999 tentang HAM. Yang dimaksusd hak milik mempunyai fungsi sosial yaitu bahwa setiap penggunaan hak milik harus memperhatikan kepentingan umum. Apabila kepentingan umum menghendaki atau membutuhkan benar-benar maka hak milik dapat dicabut dengan peraturan perundang-undangan.6

Sejalan dengan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 tersebut diatas kemudian dikaitkan dengan ketentuan pasal 1 ayat(2) maupun pasal 2 UUPA No.5 Tahun 1960 menyebutkan :bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung

Dalam pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan :

“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Pasal 33 UUD 1945 ini jelas mengandung amanat konsitusional yang sangat mendasar yaitu bahwa penataan dan pengggunaan tanah harus dapat mendatangkan yang sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat.

6


(12)

Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP), 2008.

USU Repository © 2009

didalanya dikuasai oleh negara. Sedangkan dalam Pasal 2 ayat (2) hak menguasai negara yang dimaksud tersebut dalam tingkat tertinggi memberikan wewenang untuk: a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan

pemeliharaannya.

b. Menentukan dan mengatur hak-hak yang dapat dipunyai atas (bagian dari) bumi, air dan ruang angkasa itu

c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan rung angkasa.7

Dalam banyak hal pengadaan tanah untuk pembangunan kepentingan umum selalu menimbulkan “ekses” yang mempunyai dampak cukup besar terhadap stabilitas masyarakat. Berbagai ketegangan dalam masyarakat timbul karena adanya ketidak sepakatan anatara para pemilik/pemegang hak atas tanah yang tanahnya akan diambil untuk keperluan proyek-proyek pembangunan dengan pihak penguasa yang bertugas untuk melakukan/meminta dilakukannya pembebasan tanah dimadsud, baik yang menyagkut status hak, besar dan bentuk ganti kerugian ataupun pelaksanaan teknis lainnya.8

7

A.P. Parlindungan, Komentar Atas Undang-undang Pokok Agraria, CV. Mandar Maju, bandung 1993, halaman 124.

8

Syafuddin kalo, Op.cit, halaman 2.

Pencabutan, pembebasan dan pelepasan hak-hak atas tanah itu tidak hanya dilakukan oleh pemerintah, untuk berbagai pembangunan proyek pemerintah, tetapi juga diperuntukkan untuk proyek yang dilaksanakan oleh swasta. Hanya saja dalam penggunaanya berbeda.


(13)

Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP), 2008.

USU Repository © 2009

Pemerintah melaksanakan pembebasan sebagian besar dipergunakan untuk pembangunan proyek pemerintah atau fasilitas umum, seperti kantor pemerintah, jalan raya, pelabuhan, lapangan udara dan sebagainya. Sedangkan pembebasan yang dilakukan pihak swasta dipergunakan untuk pembangunan proyek-proyek yang bersifat komersil, misalnya pembangunan pusat-pusat perbelanjaan.9

Pola sengketa berkisar antara rakyat dan pemerintah atau rakyat dengan swasta (yang didukung oleh orang-orang pemerintah) mengenai besarnya ganti rugi. Antara rakyat dengan pihak perkebunan serta kehutanan mengenai tanah garapan, antara rakyat dengan rakyat itu sendiri mengenai masalah kepemilikan, penggarapan, warisan dan sewa-menyewa. Bahwa sengketa tersebut diantaranya karena manipulasai pejabat atau perantara-perantara dan kecilnya ganti rugai atas tanah yang diambil.10

a. Belum adanya penetapan ahli waris (pemilik asli/nama yang tercantum pada surat keterangan tanah, yang telah meniggal dunia).

Disammping itu juga, penguasaan tanah oleh rakyat yang dilakukan tanpa alas hak yang sah dan dokumen kepemilikan tanah tidak lengkap. Dalam pososi yang demikian, pihak yang membutuhkan tanah dihadapkan pada keadaan yang dilematis. Keadaan ini dapat melemahkan posisi yang membutuhkan tanah dan berpotensi menimbulkan masalah, yaitu rakyat tidak memiliki bukti yang lengkap dan cukup atas tanah yang dimilikinya. Hal ini terutma terjadi pada tanah-tanah yang belum bersertifikat, kekurangan itu antara lain :

9

Ibid.

10


(14)

Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP), 2008.

USU Repository © 2009

b. Tidak ada surat kuasa untuk melepaskan hak.11

Keadaan itu bukan tidak diketahui oleh orang yang memerlukan tanah, akan tetapi dengan berbagai alasan untuk melaksanakan proyek yang telah direncanakan tetap dilakukan pembebasan dengan gnti rugi. Sehingga sulit bagi yang membutuhkan tanah untuk menentukan kepada siapa ganti rugi yang akan diberikan. Oleh sebab itu banyak dijumpai pembayaran ganti rugi yang dilakukan pada orang yang sebenarnya tidak berhak, yang akhirnya menimbulkan sengketa.12

Peraturan hukum mengenai pencabutan, pembebasan atau pelepasan hak-hak atas tanah untuk keperluan pemerintah maupun swasta dalam praktek, pelaksanaan peraturan tersebut belum bejalan sesuai dengan isi dan jiwa dari ketentuann-ketentuannya. Sehingga pada satu pihak timbul kesan seakan-akan hak dan kepentingan pemilik/pemegang hak atas tanah, tidak mendapat perlindungan hukum. Sedangkan dari pemerintah atau pihak yang memerlukan tanah juga mengalami kesulitan-kesulitan dalam memperoleh tanah untuk pembangunan proyeknya. Secara faktual pelaksanaan pencabutan, pembebasan dan pelepasan hak-hak atas tanah untuk keperntingan umum bernuansa konflik, baik dari sudut peraturan dan paradigma hukum yang berbeda antara masyarakat dengan penguasa/pemerintah serta penerapan hukum dari para hakim sangat bernuansa paham positivis yang mengabaikan kaedah-kaedah sosial dan kebiasaan serta nilai moral yang hidup dalam masyarakat.13

11

Syafuruddin kalo, Op.cit, halaman 3.

12

Ibid.

13


(15)

Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP), 2008.

USU Repository © 2009

B. Perumusan Masalah

Untuk memberikan arahan pembahasan yang jelas dalam penulisan ini, maka penulis mengemukakan beberapa hal yang menjadi permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini. Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Ketentuan perundang-undangan apa saja yang mengatur tentang pegadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum?

2. Bagaimana tata cara pengadaan tanah untuk pembangunan kepentingan umum dilakukan?

3. Bagaimana penerapan peraturan pengadaan tanah dalam kasus pengadaan tanah Jalan Tol Interchange Mabar?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan penulisan sikripsi ini adalah :

1. Untuk mengetahui perundang-undangan mana saja yang mengatur tentang pengadaan tanah di Indaonesia.

2. Untuk mengetahui tata cara pengadaan tanah untuk pembangunan kepentingan umum.

3. Untuk mengetahui bagaimana penerapan peraturan mengenai pengadaan tanah diterapkan dalam kasus pengadaan tanah untuk pembangunan Jalan Tol Interchange Mabar.


(16)

Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP), 2008.

USU Repository © 2009

Adapun yang menjadi manfaat punulisan sikripsi ini adalah : 1. Manfaat secara teoritis.

Penulis berharap kirannya penulisan skripsi ini bermanfaat untuk dapat memberikan masukan sekaligus menambah khasanah ilmu pengetahuan dan literatur dalam dunia akademis, khususnya tentang penerapan hukum dalam pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum.

2. Manfaat secara praktis.

2.1. Agar pemerintah baik pusat maupun daerah sebagai lembaga yang mempunyai wewenang dalam penyelenggaraan pengadaan tanah melakukan pengadaan tanah sesuai dengan peraturan pengadaan tanah yang berlaku dengan memperhatikan hak-hak pemilik/pemegang hak atas tanah.

2.2. Agar pemilik/pemegang hak atas tanah dapat mempertahankan apa yang menjadi hak-haknya dan yang menjadi kewajibannya dalam pengadaan tanah, sehingga tidak ada pihak-pihak yang dirugikan dalam pengadaan tanah.

D. Keaslian Penulisan

“Tinjauan yuridis penerapan hukum dalam pengadaan tanah berdasarkan Keppres No.55 Tahun 1993”, yang diangkat menjadi judul skripsi ini belum pernah ada penulis lain yang mengemukakannya, dan penulis telah mengkonfirmasikannya kepada Sekretaris Depertemen Hukum Agraria.


(17)

Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP), 2008.

USU Repository © 2009

Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah murni hasil pemikiran dari penulis yang dikaitkan dengan perundang-undangan, teori-teori hukum yang berlaku maupun dengan doktrin-doktrin yang ada melalui refrensi buku-buku, pendapat hukum, putusan pengadilan., media elektronik dan bantuan dari berbagai pihak, dalam rangka melengkapi tugas akhir dan memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera utara, dan apabila ternyata di kemudian hari terdapat judul dan permasalahan yang sama, maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap skripsi ini.

D. Tinjaun Kepustakaan

1. Pengetian Tanah

Pengertian tanah yang berkembng di tengah masyarakat tidak persis sama sebagaimana yang ditetapkan dalam undang-undang. Tanah menurut Undang-Undang Pokok Agraria adalah permukaan bumi. Bumi itu sendiri terdiri dari tiga (3) unsur yaitu permukaan bumi, tubuh bui dan yang berada dibawah air. Dari ketiga unsur bumi tersebut yang dimaksudkan dengan tanah hanyalah permukaan bumi saja.14

14

Tampil Anshari Siregar, Mempertahankan Hak atas tanah, FH USU Medan, 2005, halaman 6.

Pasal 4 ayat (1) Undang –Undang Pokok Agararia menyatakan :

“Atas dasar hak mengasai dari negara … ditentukan adanya macam-macam hakatas permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat diberikan dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersam-sama dengan orang-orang lain serta badan hukum”.


(18)

Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP), 2008.

USU Repository © 2009

Dari batasan ini dapat dipahamkan bahwa jika seorang mempunyai hak atas tanah berarti yang bersangkutan hanyalah berhak atas permukaan bumi saja. Jika atas tanah tersebut yang bersangkutan mempunyai hak milik, bukan berarti benda-benda yang terdapat dibawahnya seperti barang-barang tambang otomatis menjadi miliknya. 15

Oleh karena itu harus dibedakan antara hak atas tanah dan hak menggunakan tanah tersebut. Hak ats tanah berarti hak atas permukaan bumi saja, sementara hak menggunakannya dapat meliputi tubuh bumi, air dan ruang angkasa asalkan sesuai dengan syarat-syarat yang ditentukan pada pasal 4 ayat (2) UUPA diatas.

Sampai saat ini belum ada penegasan seberapa dalam dari permukaan bumi itu kebawah yang dapat disebut tanah, hanya disebutkan bahwa dalam mempergunakan tanah miliknya bukan hanya semata-mata dapat mempergunakan permukaan tanahnya saja, sebagai mana dinyatakan pada Pasal 4 ayat (2) UUPA

Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pokok Agraria menyatakan :

“Hak–hak atas tanah … memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada diatasnya sekedar dipergunakan unutuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan pengggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut undang-undang ini dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebuh tinggi”.

16

Hak seseorang atas tanah semestinya harus dihormati, dalam pengertian tidak boleh orang lain melakukan tindakan yang melawan hukum untuk memiliki atau menguasai lahan tersebut. Jika seseorang mempunyai hak atas tanah harus didukung

2. Pengertian Hak-hak Atas Tanah

15

Ibid, halaman 7.

16


(19)

Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP), 2008.

USU Repository © 2009

oleh bukti hak yang dapat berupa sertifikat, bukti hak nontertulis dan/atau pengakuan/keterangan yang dapat dipercayai kebenarannya.

Jika penguasaan atas tanah dimaksud hanya didasarkan atas kekuasaan, arogansi atau kenekatan semata, pada hakekatnya pengaausaan tersebut sudah melawan hukum dan berdasarkan hukum bahwa yang bersangkutan tidak dapat disebut mempunyai hak atas tanah itu. Dengan kata lain, penguasaan yang demikian tidak dapt ditolelir dan semestinya yang berwenang dengan segala wewenang yang ada padanya harus segera menggusurnya dari tanah tersebut aar masalahnya tidak semakin berlarut-larut. Masalah ini semakin meningkat akhir-akhir ini karena jumlah penduduk Indonesia sebagai petani yang membutuhkan tanah lahan untuk diolah dan warga kota yang membutuhkan hunia semakin bertambah besar jumlahnya.17

1) Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut ;

Pasal 2 ayt (2) UUPA menegaskan :

“Hak menguasi dari negara memberi wewenang untuk :

2) Menentukan dan mengatur hubunganhubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa ;

3) Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yan mengenai bumi, air dan ruang angkasa”.

Pengertian hak disini terlihat secara implisit dalam dua anak kalimat :

1. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa ;

17


(20)

Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP), 2008.

USU Repository © 2009

2. menentukan dan mengatur hak-hak yang dapat dipunyai atas bumu, air dan runga angkasa itu.18

Pada Pasal 1 angka 5 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Penataan Ruang meyatakan hak ats tanah adalah hak sebagaiman dimaksud dalam Pasal 16 Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria19

a. hak milik,

Pada Pasal 16 ayat 1 UUPA disebutkan jenis-jenis hak atas tanah yaitu

b. hak guna usaha, c. hak guna bangunan, d. hak pakai,

e. hak sewa,

f. hak membuka tanah, g. hak memungut hasil hutan,

h. hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang bersifat sementara sebagaimana disebut pada Pasal 53 UUPA.20

Dengan menyebutkan “hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan ditetapkan dengan Undang-Undang” secara implisit menegaskan bahwa ketentuan Pasal 16 ayat 1 UUPA itu tidak bersifat limitatif. Dalam pengertian bahwa dimungkinkan ada hak-hak atas tanah diluar yang tercantum

18

Ibid, halaman 5.

19

Ibid

20

Tampil Anshari Sirear, Pendalaman Lanjutan Undang-Undang Pokok Agraria , Pustaka bangsa Press, Medan,2005, hal. 200.


(21)

Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP), 2008.

USU Repository © 2009

dalam pasal tersebut bahkan lebih jauh akan dimungkinkan kemudian lahir hak-hak atas tanah yang baru sebagaimana kenyataan adanya hak pengelolaan yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 1977 (semestinya berdasarkan undang-undang).21

Pengertian agraria yang diatur dalam UUPA ini sangat luas sekali yaitu meliputi bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya. Kemudian kerangka dari Pasal 2 UUPA No. 5 Tahun 1960 itu, maka salah satu yang dioperasionalisasikan dalam Pasal 18 UUPA adalah pencabutan hak-hak atas tanah untuk kepentingan umum dengan cara musyawarah dan memberi ganti rugi yang layak menurut cara yang diatur dengan undang-undang.

3. Pengertian Pengadaan Tanah

Konsep dasar pengadaan tanah bagi keperluan untuk pembangunan untuk kepentingan umum merupakan filosofis konsitusional yang tercermin dalam perumusan sila kelima Pancasila yaitu “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” kemudian dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang merupakan pelaksanaannya melahirkan UUPA No. 5 Tahun 1960. UUPA No.5 Tahun 1960 ini merupakan induk dari segala peraturan mengenai hukum pertanahan sebagimana yang dirumuskan dalam Pasal 2 UUPA.

22

Dalam Peraturan Pemerintah No.55 Tahun 1993 ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (1), bahwa:

21

Ibid.

22


(22)

Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP), 2008.

USU Repository © 2009

”pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberi ganti rugi kepada yang berhak atas tanah tersebut.”

Selanjutnya dalam Peraturan Presiden No.65 Tahun 2006 tentang Perubahan Perpres No.36 Tahun 2005, dalam Pasal (1) point 3 menyatakan :

“Pengadaam tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau mrnyrahkan tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah.”

Kegiatan untuk mendapatkan tanah dalam pengadaan tanah tersebut dilakukan melalui pelepasan atau penyerahan hak atas tanah yang pelaksanaanya dibantu oleh Panitia Pengadaan Tanah.

Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah menurut pasal 1 ayat (2) Keppres No.55 Tahun 1993 jo. Pasal 1 ayat (1) angka 6 Perpres No. 65 Tahun 2006 adalah : “Suatu kegiatan melepaskan hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya dengan memberikan ganti kerugian atas dasar musyawarah”.

Pihak yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda lain yang berkaitan adalah perseorangan, badan hukum, lembaga, unit usaha yang mempunyai hak penguasaan atas tanah dan/atau bangunan serta tanaman yang ada diatas tanah.23

“Suatu kegiatan saling mendengar dengan sikap saling menerima pendapat dan keinginan yang didasarkan atas kesukarelaan antara pihak pemegang hak atas tanah 4. Pengertian musyawarah

Musyawarah menurut Pasal 1 ayat (5) Keppres No. 55 Tahun 19993 adalah :

23


(23)

Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP), 2008.

USU Repository © 2009

dan pihak yang memerlukan tanah, untuk memperoleh kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian”.

Musyawarah merupakan sarana yang paling menentukan berhasil tidaknya dengan baik pengambilan tanah dalam rangka pelaksaan pengadaan tanah. Tidak akan terelakkan perbedan pendapat antara kedua belah pihak terutama kesediaan si pemilik unutuk melepaskan tanahnya, apalagi tentang besar dan baentu ganti rugi.24

Ganti rugi tanah merupakan penggantian terhadap kerugian baik bersifat fisik dan/atau nonfisik sebagai akibat pengadaan tanah kepada yang mempunyai tanah, tanaman berikut bangunan dan atau benda-benda lain yang terkait dengan tanah yang dapat memberikan kelangsungan hidup yang lebih baik dari tingkat kehidupan sosial ekonomi sebelum terkena pengadaan tanah.

5. Pengertian Ganti Rugi

Mengenai ganti rugi tanah secara implisit diatur dalam Keppres No. 55 Tahun 1993, Perpres No. 36 Tahun 2006 jo. Perpres No. 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah Bagi Keperluan Untuk Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

25

Pengertian ganti rugi tanah tidak sama dengan pegertian ganti rugi dalam KUHPerdata (Kitab undang Hukum Perdata) dan KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana), karena ganti rugi dalam KUHPerdata timbul sebagai akibat wanprestasi dalam suatu perikatan baik karena suatu perjanjian maupun

24

Tampil Anshari Sieregar, Op.cit, halaman 96.

25


(24)

Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP), 2008.

USU Repository © 2009

undang-undang. Bentuk ganti rugi dalam KUHPerdata berupa biaya rugi dan bunga yang mempunyai hubungan langsung dengan ingkar janji.26

Pada asasnya bentuk ganti rugi yang lazim dipergunakan adalah uang. Oleh karena menurut para ahli hukum perdata maupun yurisprudensi, uang merupakan alat yang paling praktis, yang palaing sedikit menimbulkan masalah dalam menyelesaikan suatu sengketa. Selain uang masih ada bentuk-bentuk lain yang diperlukan sebagai bentuk ganti rugi, yaitu pemulihan bentuk keadaan semula (in natura) dan larangan untuk mengulangi, keduanya ini kalau tidak ditepati dapat diperkuat dengan uang paksa. Jadi haruslah diingat bahwa uang paksa itu bukan merupakan wujud dari ganti rugi.27

1. uang;

Berdasarkan hal tersebut, maka bentuk-bentuk ganti rugi itu adalah berupa uang, bukan barang kecuali diperjanjikan lain.

Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 dalam Pasal 13 merinci bentuk-bentuk ganti rugi dapat berupa :

2. tanah pengganti; 3. pemukiman kembali;

4. gabungan dari dua dan lebih untuk ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c;

5. bentuk lain yang desetujui oleh pihak-pihak yang bersangkutan.28

26

Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Alumni Bandung, 1994, halaman 12.

27

Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, dalam rangka memperingati masa purna bakti usia 70 tahun, Citra Aditya, Bandung, 2001, halaman 23.

28


(25)

Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP), 2008.

USU Repository © 2009

Hanaya sayangnya dalam Pasal 13 ini “ganti rugi tidak juga diperhitungkan kerugian karena kepindahan ke tempat lain, atau kehilangan pencaharian ditempat yang lama, namun mengkin saja kelak berkembang suatu bentuk kerugian lain sebagai tafsiran Pasal 13”.29

a. lokasi dan faktor-faktor strategis lainnya yang dapat mempengaruhi harga tanah. Demikian juga dalam menetapkan ganti rugi atas bangunan dan tanaman harus berpedoman pada ketentuan yang telah detetapkan oleh Dinas Pekerjaan Umum/Dinas Pertanian setempat;

Sedangkan sebelumnya pada Pasal 6 ayat (2) PMDN No. 15 Tahun 1975 disebutkan bentuk ganti rugi dapat berupa uang, tanah dan atau fasilitas lain. Batasan ini lebih sederhana jika dibandingkan dengan yang diatur Keppres No. 55 Tahun 1993.

Ketentuan ganti rugi terhadap pelepasan atau penyerahan hak atas tanah dapat juga dilihat dalam PMDN No. 15 Tahun 1975. berdasarkan Pasal 6 PMDN No. 15 Tahum 1975 ditentukan sebagai berikut :

(1) Didalam mengadakan penatapan/penafsiran mengenai besarnya ganti rugi, Panitia Pembebasan Tanah harus mengadakan musyawarah dengan para pemilik/pemegang hak atas tanah dan/atau benda/tanaman yang ada diatasnya berdasarkan harga umum setempat.

(2) Dalam menetapkan besarnya ganti rugi harus diperhatikan pula tentang :

b. bentuk ganti rugi berupa uang, tanah dan atau faslitas-fasilitas lain;

29


(26)

Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP), 2008.

USU Repository © 2009

c. yang berhak atas ganti rugi itu ialah mereka yang berhak atas tanah/bangunan/tanaman yang ada diatasnya, dengan pedoman kepada hukum adat setempat, sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalan Undang-Undang Pokok Agraria dan kebijaksanaan pemerintah.

(3) Panitia Pembebasan Tanah berusaha agar dalam menentukan besarnya ganti rugi terdapat kata sepakat diantara para anggota panitia dengan memperhatikan kehendak dari pemegang hak atas tanah. Jika terdapat perbedaan tafsiran ganti rugi diantara para anggota panitia itu, maka yang dipergunakan adalah harga rata-rata dari tafsiran masing-masing anggota.

(4) Pelaksanaan pembebasan tanah harus dapat dilaksanakan dalam waktu yang singkat.

(5) Keputusan Panitia Pembebasan Tanah mengenai besar/bentuknya ganti rugi tersebut disampaikan kepada instansi yang memerlukan tanah, para pemegang hak atas tanah dan para anggota panitia yang turut mengambil keputusan.30

Berdasarkan ketentuan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam menentukan besarnya ganti kerugian harus dilakukan melalui peoses musyawarah atau kegiatan saling memperhatikan kehendak antara pemengan hak atas tanah dan Panitia Pembebasan Tanah untuk memperoleh kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian. Dalam melaksanakan penafsiran/penetapan besarnya ganti rugi panitia diharapkan benar-benar mengusahakan terciptanya persetujuan kedua

30


(27)

Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP), 2008.

USU Repository © 2009

belah pihak berdasarkan musyawarah serta dengan memperhatikan harga umum setempat dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi harga tanah.31

a. Harga tanah yang didasarkan atas nilai nyata atau sebenarnya, dengan memperhatikan nilai jual objek Pajak Bumi dan Bangunan yang terakhir untuk tanah yang bersangkutan;

Menurut Keppres No. 55 Tahun 1993, cara penentuan ganti rugi pelepasan hak atas tanah berbeda dengan yang diatur dalam PMDN No. 15 Tahun 1975. Pasal 15 Keppres No. 55 Tahun 1993, menegaskan bahwa dasar dan cara perhitungan ganti rugi ditetapkan atas dasar :

b. Nilai jual bangunan yang ditaksir oleh Instansi Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab dibidang bangunan;

c. Nilai jual tanah yang ditaksir oleh Instansi Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab di bidang pertanian.32

Selanjutnya dalam Pasal 16 Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan No. 1 Tahun 1994 ditentukan pula :

(1) Panitia memberikan penjelasan kepada kedua belah pihak sebagai bahan musyawarah untuk mufakat, terutama mengenai ganti rugi harus memperhatikan hal-hal berikut :

a) nilai tanah berdasarkan nilai nyata atau sebenarnya dengan memperhatikan Nilak Juak Obyek Pajak Bumi dan Bangunan (NJOP) tahun terkhir untuk tanah yang bersangkutan;

31

Ibid, halaman 25.

32


(28)

Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP), 2008.

USU Repository © 2009

b) faktor-faktor yang mempengaruhi harga tanh; 1. lokasi tanah;

2. jenis hak atan tanah; 3. status penguasan tanah; 4. peruntukan tanah;

5. kesesuaian penggunaan tanah dengan rencana tata ruang wilayah; 6. prasarana yang tersedia;

7. fasilitas dan utulitas; 8. lingkungan;

9. lain-lain yang mempengaruhi harga tanah;

c) nilai taksiran bangunan, tanaman, benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah;

(2) Pemegang hak atas tanah dan pemilik bangunan, tanaman dan/atau benda-benda lain yang terkait dengan tanah yang bersangkutan atau wakil yang ditunjuk menyampaikan keinginannya mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi;

(3) Instansi Pemerintah yang memerlukan tanah menyampaikan tanggapan terhadap keiginan pemegang hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dengan mengacu pada unsur-unsur dalam ayat (1);

(4) Ganti rugi diupayakan dalam bentuk yang tidak menyebabkan perubahan terhadap pola hidup masayarakat dengan mempertimbangkan kemungkinan dilaksanakannya alih pemukiman ke lokasi yang sesuai.33

33


(29)

Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP), 2008.

USU Repository © 2009

F. Metode Penelitan

Sudah merupakan ketentuan dalam hal penyusunan suata penulisan karya ilmiah atau skripsi diperlukan metode penelitian dalm pengerjaannya. Metode penelitian sebagai suatu hal yang mempunyai cara utama yang dipergunakan untuk mencapai suatu tujuan. Sehubungan dengan itu penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif yaitu dengan melakukan penelitian kepustakaan (library reserch) yakni penelitian yang dilakukan dengan meneliti bahan-bahan kepustakaan, khususnya perundang-undangan dan kepustakaan hukum yang berkaitan dengan pengadaan tanah.

Lazimnya dalam penelitian, dibedakan antara data yang diperoleh langsung dari masyarakat dan dari bahan pustaka dan dinamakan data skunder.34

Terhadap data yang diperoleh akan dianalisa secara kualitatif. Menurut Bogan dan Biklena analisa data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, menganalisa, mengorgasisasikan data, memilah-milahnya Data sekunder ini mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku karya ilmiah, pendapat sarjana, hasil penelitian yang berwujud laporan majalah, artikel dan juga berita dari internet yang bertujuan untuk mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori atas asas atau doktrin yang berkenaan dengan pengadaan tanah. Yang kesemuanya ini dimaksudkan untuk memperoleh data yang sifatnya teoritis yang digunakan sebagai pedoman dalam penelitian dan menganalisa permasalahan yang dihadapi.

34


(30)

Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP), 2008.

USU Repository © 2009

menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistesiskannya, mencari dan menemukan pola, menentukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.35

BAB III TATA CARA PENGADAN TANAH G. Sistematika Penulisan

Gambaran isi dari tulisan ini diuraikan secara sitematis dalam bentuk tahapan-tahapan atau bab-bab yang masalahnya diuraikan secara tersendiri, tetapi antara satu dengan lainnya mempunyai keterkaitan (komprehensif).

Berdasarkan sistematika penulisan yang baku, penulisan skripsi ini dibagi dalam 5 (lima) bab, yaitu :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan skripsi yang berisi latar belakang pemilihan judul, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan, dan gambaran isi.

BAB II PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PENGADAAN TANAH Didalam bab ini dianalisa beberapa peraturan perundang-undangan yang

berlaku dalam pengadaan tanah secara struktural, substantif dan kultural.

35

Lexy J. Moleong Metedelogi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung 2007, halaman 248.


(31)

Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP), 2008.

USU Repository © 2009

Didalam bab ini dijelaskan tata cara pengadaan tanah seca konvensional, tata cara pengadaan tanah dengan lembaga pengadaan tanah dan tata cara pengadaan tanah dengan lembaga pencabutan hak.

BAB IV PENERAPAN HUKUM DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

Didalam bab ini dijelaskan mengenai kasus Register No: 52/PDT.G/2004/PN-LP tentangpengadaan tanah Jalan Tol Interchange Mabar, penerapan peraturan pengadaan tanah dalam pengadaan tanah Jalan Tol Interchange Mabar dan kendala-kendala penerapan hukum dalam pengadaan tanah Jalan Tol Interchange Mabar.

BAB V PENUTUP

Bab terakhir ini akan memberikan kesimpulan dari seluruh analisis dan pembahasan dan saran yang dapat diberikan oleh penulis.


(32)

Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP), 2008.

USU Repository © 2009

BAB II

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DIBIDANG PENGADAAN TANAH

A. Analisa Komponen Struktural Peraturan Pengadaan tanah

Lawerence M. Friedman menyatakan komponen strutural adalah ”The structure of a system is its skeletal frame work it is the permanent shape, the institusional body of the system”.

Stuktur dari suatu sistem adalah rancangan kerangkanya itu adalah bentuk yang tetap, badan lembaga dari suatu sistem.36

Jika pendapat Lawarance M. Friedman tersebut dikaitkan dengan pengadaan tanah kususnya mengenai ganti rugi tanah, lembaga yang mengemban tugas dalam

36


(33)

Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP), 2008.

USU Repository © 2009

pelaksanaannya dapat dianalisis dengan melihat peraturan perundang-undangan pengadaan tanah.37

Bila diteliti UUPA No. 5 Tahun 1960 yang merupakan dasar pokok hukum agraria nasional maka akan mempunyai apa yang dinamakan pencabutan hak. Pencabutan hak-hak atas tanah yang bersumberkan dari Pasal 18 UUPA No. 5 Tahun 1960 yang menyebutkan untuk kepentingan umum termasuk kepentingan negara serta kepentingan bersama dari rakyat hak atas tanah dapat dicabut dengan memberi ganti kerugian yang layak menurut cara yang diatur dalam undang-undang. Kemudian beberapa pasal dalam UUPA ditegaskan pula Hak Milik, Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan akan hapus karena dicabut guna untuk kepentingan umum sebagaimana yang diatur dalam Pasal 27 sub a Pasal 34 sub b dan Pasal 40 sub d UUPA No 5 Tahun 1960. Hal yang demikian lazim juga disebut dengan pelepasan

A.1 Sebelum berlakunya Keppres No. 55 Tahun 1993

Komponem stuktural sebelum berlakunya keppres No.55 Tahun 1993 peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan khususnya yang menyangkut ganti rugi tanah terjadi karena pencabutan hak-hak atas tanah dan pembebasan tanah. Pada prakteknya kedua lenbaga ini selalu dikacaukan orang angtara satu dengan yang lain, karena antara pembebasan tanah dengan pencabutan hak atas tanah terdapat perbedaan yang prinsipil mengenai dasar hukumnya maupun prosedur pelaksanaan dan tata cara penyelesaiannya.

37


(34)

Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP), 2008.

USU Repository © 2009

hak yaitu perbuatan seorang pemegang hak untuk melepaskan apa yang menjadi haknya secara sukarela setelah kepadanya diberikan suatu ganti rugi yang layak.38

a) Meminta kepada para Kepala Daerah yang bersangkutan untuk memberi pertimbangan mengenai permintaan pencabutan hak-hak atas tanah tersebut berikut dengan rencana penampungan orang-orang yang haknya dicabut tersebut.

Pencabutan hak atas tanah yang bersumberkan dari Pasal 18 UUPA No. 5 Tahun 1960 kemudian diimplementasikan lewat Undang-undang No. 20 Tahun 1961. Permintaan pencabutan hak atas tanah dilaksanakan atas permohonan yang berkepentingan kepada presiden dengan perantaraan mentri agraria yang bersangkutan. Permintaan tersebut disertai dengan alasan untuk kepentingan umum sebagai mana yang telah diatur dalam Pasal 2 Undang-undang No. 20 Tahun 1961.

Kemudian setelah permintaan tersebut diajukan maka Kepala Inspeksi Agraria segera :

b) Menuntut kepada panitia penaksir untuk melakukan penaksiran tentang ganti rugi tanah dan benda-benda yang ada diatasnya yang ditetapkan oleh Mentri Agraria (sekarang kepala BPN).

Dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak diterimanya permintaan Kepala Inspeksi Agraria tersebut maka dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-undang No. 20 Tahun 1961 menyatakan bahwa :

a) Para Kepala Daerah sudah harus menyampaikan permintaannya kepada Inspeksi Agraria.

38


(35)

Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP), 2008.

USU Repository © 2009

b) Panitia penaksir harus sudah menyampaikan taksiran ganti kerugian kepada Kepala Inspeksi Agraria.

Setelah itu baru segera menyampaikan permintaan pencabutan hak kepada Mentri Agraria, jika permintaan tersebut dikabulkan maka segara diikuti dengan keputusan Presiden dan jika ditolak maka yang berkepentingan harus mengembalikan tanah atau benda-benda yang bersangkutan kepada keadaan semula.

Menurut pasal 8 ayat (1) Undang-undang No. 20 Tahun 1961 menyatakan bahwa benda-benda yang haknya dicabut tidak bersedia menerima ganti rugi yang ditetapkan dengan keputusan presiden karena dianggap jumlahnya kurang layak, maka yang bersangkutan dapat mengajukan banding kepada Pengadilan Tinggi, yang daerah kekuasaannya meliputi tempat letak tanah atau benda tersebut, agar pengadilan itulah yang menetapkan jumlah ganti kerugian. Pengadilan Tinggi memutus soal tersebut dalam tingkat pertama dan terakhir.39

Dilihat dari ketentuan pasal-pasal tersebut diatas maka perlindungan hukum dalam pencabutan hak atas tanah ini sifatnya hanya pemaksaan secara sepihak, karena pemilik tanah tidak dapat mempertahankan haknya untuk selama-lamanya, sebab jika dipergunakan untuk kepentingan umum pemilik tanah harus melepaskan haknya meskipun semua hak-hak atas tanah mempunyai fungsi sosial, namun hak-hak

Setelah keputusan pencabutan hak ditetapkan dengan suatu surat keputusan, maka baru dilakukan pembayaran ganti rugi dan tanah tersebut langsung dikuasai negara.

39


(36)

Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP), 2008.

USU Repository © 2009

masyarakat harus dilindungi dan ganti kerugian yang diberikan harus dapat mensejahterakan kehidupan masyarakat sesui dengan ketetuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.40

Undang-undang No. 20 Tahun 1961 ini tidak pernah diterapkan, sebab prosesnya terlalu sulit dan ditempuh dengan waktu pelaksanaan yang lama. Oleh karena itu kasus pertanahan dalam pengadaan tanah yang terjadi lebih banyak kasus-kasus pembebasan tanah berdasarkan PMDN No. 15 Tahun 1975 dan Keppres No. 55 Tahun 1993, karena peraturan ini mudah dilaksanakan oleh instansi di daerah.41

40

Ibid, halaman 80.

41

Ibid.

A.2. Setelan Berlakunya Keppres No.55 Tahun 1993.

Komponem struktural setelah berlakunya Keppres No. 55 Tahun 1993 tentang pengadaan tanah bagi pelaksaana pembangunan untuk kepentingan umum, istilah pencabutan hak atas tanah maupun pembebasan tanah tidak dipakai lagi, sebab pencabutan hak itu merupakan tindakan yang sangat berbelit-belit dan merugikan pemilik tanah yang berakibat mengurangi hak seseorang, maka yang memutuskannya adalah pejabat eksekutif yang tertinggi yaitu presiden.

Berdasarkan keppres No.55 Tahun 1993, maka sesui dengan ketentuan Pasal 24 dinyatakan tidak berlaku lagi ketentuan :


(37)

Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP), 2008.

USU Repository © 2009

1. PMDN No. 15 Tahun 1975 tentang ketentuan-ketentuan mengenai Tata Cara Pembebasan Tanah.

2. PMDN No. 2 Tahun 1976 tentang Penggunaan Acara Pembebasan Tanah Untuk Kepentingan Pemerintah Bagi Pembebasan Tanah oleh Pihak Swasta.

3. PMDN No. 2 Tahun 1985 tentang Tata Cara Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Proyek Pembangunan di Wilayah Kecamatan.42

Mengenai pengadaan tanah untuk kepentingan swasta dalam Keppres No. 55 tahun 1993 ini tidak diatur secara tegas, sehingga dalam praktek masih mengacu kepada Surat Edaran Kepala BPN No. 580.2-5568. D III Tanggal 6 Desember Tahun 1990. Bila dibandingkan dengan PMDN No. 15 Tahun 1975 terdapat suatu perbedaan yang prinsipil, karena dalam Keppres No. 55 Tahun 1993 hanya mengatur pembebasan tanah untuk kepentingan umum saja, sedangkan untuk kepentingan swasta tidak dinyatakan secara tegas.

Mengenai stuktur kelembagaan yang terkait dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum tidak dijelaskan secara rinci, dalam peraturan perundang-undangan mengenai pertanahan, akibatnya kepentingan umum selalu dijadikan sebagai alat untuk mengambil tanah rakyat.

Dalam Pasal 1 angka 3 keppres No. 55 Tahun 1993 menyatakan kepentingan umum adalah kepentingan semua lapisan masyarakat. Sedangkan dalam Pasal 1 angka 5 Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005 menyatakan kepentingan umum adalah kepentingan sebagian besar lapisan masyarakat. Ketentuan Keppres No. 55

42


(38)

Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP), 2008.

USU Repository © 2009

Tahun 1993 ini lebih memungkinkan sulitnya kepentingan umum tersebut dimanipulasi. Apa yang ditetapkan oleh Perpres No.36 Tahun 2005 akan lebih mudah membenarkan suatu kepentingan itu menjadi suatu kepentingan umum dan cenderung kemauan penguasa akan sangat berpengaruh dalam penetapan kepentingan umum tersebut.43

Secara yuridis substansi Undang-undang No. 20 Tahun 1961 belum memberikan perlindungan hukum secara konperhensive kepada pemilik/pemegang

B. Analisa Komponen Substantif

Substansi dari peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan sesungguhnya mengatur tentang bagaimana lembaga-lembaga itu harus berjalan didalam proses ganti rugi tanah, untuk itu dapat dianalisis sebagai berikut :

B.1. Sebelum Berlakunya Keppres No. 55 Tahun 1993.

Berdasarlan Pasal 18 UUPA No. 5 Tahun 1960 dikeluarkanlah Undang-undang No. 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-hak Atas Tanah dan Benda-benda yang Ada di Atasnya. Dalam undang-undang ini upayan pencabutan hak itu merupakan alternatif terakhir setelah dilakukan upaya-upaya lain secara maksimal dan jika ternyata mengalami jalan buntu, sementara kepentingan umum sangat mendesak dan membahayakan kepentingan bersama dan keselamatan bersama, baru pencabutan hak itu dilakukan.

43


(39)

Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP), 2008.

USU Repository © 2009

hak atas tanah, karena perlindungan yang ada bersifat sepihak, sedangkan kepentingan umum dalam undang-undang ini tidak jelas kriterianya. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1 Undang-undang No. 20 tahun 1961 yang menyatakan : untuk kepentingan umum termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, demikian pula kepentingan pembangunan, maka presiden dalam keadaan yang memaksa setelah mendengar Mentri Agraria, Mentri Kehakiman dan mentri yang bersangkutan dapat mencabut hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada diatasnya. Kemudian apa saja yang harus diganti rugi dalam undang-undang ini tidak dijelaskan secara tegas.44

44

Ediwarman, Op.cit, halaman 88.

Dalam Pasal 8 Undang-undang No. 20 tahan 1961 tercermin adanya lembaga banding ke Pengadilan Tinggi yang merupakan instansi pertama dan terakhir sebgaimana yang diuraikan dalam Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 1973, sedangkan dalam peraturan pembebasan tanah tidak ada lembagan banding. Mengenai penetapan besarnya ganti rugi tanah, harus ditetapkan dalam Keputusan Presiden, demikian juga gati rugi tanah harus diumumukan secara transparan sesuai dengan ketentuan Pasal 6 Impres No. 9 Tahun 1973. Oleh karena peraturan pencabutan hak atas tanah prosedurnya sangat lama dan kurang melindungi pihak yang membutuhkan tanah maupun pemilik tanah bila ingan mendapatkan tanah maupun melepaskan hak atas tanah dengan cepat dan mudah, maka dikeluarkan peraturan pembebasan tanah seperti PMDN No. 15 Tahun 1975.


(40)

Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP), 2008.

USU Repository © 2009

Pembebasan tanah dalam PMDN No. 15 Tahun 1975 ini bukan saja semata-mata untuk kepentingan umum, akan tetapi juga untuk kepentingan swasta sebagaimana yang diatur dalam Pasal 11. peraturan ini menegaskan bahwa pembebasan tanah untuk keperluan swasta pada asasnya harus dilakukan secara langsung antara pihak-pihak yang berkepentingan dengan pemberian ganti rugi atas dasar asas musyawarah. Musayawarah dimaksud mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi.45

1. PMDN No. 15 Tahun 1975 baik ditinjau dari formilnya (yang tidak memenuhi persyaratan yuridis) maupun ditinjuau dari segi meterilnya (yaitu berupa perlindungan kepada anggota masyarakat yang akan dicabut haknya) adalah batal menurut hukum

Menurut A.P. Parlindungan PMDN No. 15 Tahun 1975 ini mengandung beberapa kelemahan antara lain :

2. Apbila PMDN itu diuji kepada doktrin (bahwa ada pembatas wewenang dari badan negara untuk membuat undang-undang dalam arti materil) dengan anggapan bahwa pembebasan tanah adalah sama dengan pencabutan hak, maka peraturan mentri termasuk adalah batal karena :

a) Mentri dalam negri tidak mempunyai wewenang membuat peraturan yang mengikat umum, tanpa adanya pendelegasian wewenang.

b) Mengenai pencabutan hak, Undang-Undang No. 20 Tahun 1961 telah menunjuk Presiden sebagai instansi yang berwenang memutus.

45


(41)

Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP), 2008.

USU Repository © 2009

3) PMDN mengatur suatu soal yang telah diatur oleh Undang-Undang No. 20 Tahun 1961 dan isi PMDN tersebut bertentangan dengan undagn-undang termadsud.46

Mengenai kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi diwilayah kecamatan diatur dalan Peraturan Pemerintah No. 2 Tahaun 1985. pengadaan tanah di wilayah kecamatan menurut Pasal 2 PMDN No. 2 Tahun 1985 luasnya tidak lebih dari 5 (lima) Ha dengan syarat-syarat sebagai berikut :

1) Lokasi dan luas tanah yang diperuntukkan bagi proyek pembagunan harus disesuikan dengan rencana penggunaan tanah/pembangunan pemerintah daerah ; 2) Harga tanah harus memadai dalam arti yang paling menguntungkan bagi negara

dan harta tanah tersebut juga harus sesui dengan harga tanah bagi proyek-peoyek pembangunan lainnya di wilayah yang bersangkutan dalam tahun anggaran yang sama.47

Dalam menetapkan besarnya ganti rugi tanah harus dilakukan secara musyawarah antara pimpinan proyek dengan pemilik tanah dengan memperhatikan ketentuan harga dasar yang ditetapkan di daerah setempat. Apabila telah tercapai kata sepakat berdasarkan musyawarah dengan para pemilik yang berhak atas tanah, tetap memperlakukan PMDN No. 15 Tahun 1975 dan apabila belum dicapai musyawarah dengan para pemilik tanah yang diperlukan menurut ketentuan peraturan, hal ini sesui denga ketentuan Pasal 11 PMDN No. 2 Tahun 1985 yang menyatakan bahwa :

46

AP. Parlindungan, Op.cit, halaman 2.

47


(42)

Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP), 2008.

USU Repository © 2009

1) Pengadaan tanah untuk kepentingan proyek-proyek pembangunan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah dilaksanakan oleh pemimpin instansi proyek yang bersangkutan.

2) Pengadaan tanah yang dimaksud dalam ayat 1 luasnya tidak lebih 5 (lima) Ha. 3) Dalam melaksanakan pengadaan tanah dimaksud dalam ayat 1 pemimpin proyek

memberitahukan kepada Camat mengenai letak dan luas tanah yang dibutuhkan. 4) Apabila dipandang perlu Camat dapat memeinta bantuan dari instansi/dinas yang

bersangkutan sesui dengan jenjang hirarki.48

Ketentuan PMDN No. 2 Tahun 1985 memperpendek jalur dari pembebasan tanah untuk luas kurang dari 5 (lima) Ha yang diserahkan saja kepada Camat dan pimpinan setempat.49

Kelemahan PMDN No. 2 Tahun 1985 dapat mempermudah timbul KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme) karena yang memutuskan adalah ketua panitia dan camat setempat dan terlalu mudah untuk membebaskan satu bidang tanah, yang akibatnya dapat menimbulkan pihak yang dirugikan dalam pengadaan tanah ini, misalnya tanah yang dibebaskan puluhan hektar, tetapi dalam pelaksanaan yang dibebaskan dibagi-bagi menjadi 5 Ha, sehingga unsur KKN dalam pembebasan tanah dapat berjalan lancar. Ketentuan ini secara yuridis dan sosiologis maupun filosofis belum memenuhi suatu aturan yang benar-benar dapat memberikan perlindungan kepada kedua belah pihak.50

48

Sajudi Wiranoto, Himpunan Peraturan Pembebasan Tanah, BP. Dharma Bhakti, 1992, halaman 209-210

49

AP. Parlindungan, Op-cit, halaman 49.

50


(43)

Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP), 2008.

USU Repository © 2009

B. 2. Sesudah Berlakunya Keppres No. 55 Tahun 1993

Komponem substantif sesudah berlakunya Keppres No. 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanan Pembangunan untuk Kepentingan Umum, maka PMDN No. 15 Tahun 1975, PMDN No. 2 Tahun 1976 dan PMDN No. 2 Tahun 1985 dinyatakan tidak berlaku lagi. Dalam Keppres No.55 Tahun 1993 ini ada beberapa substansi yang perlu dianalisis yaitu : aspek pengadaan tanah, aspek ruang lingkup kepentingan umum, aspek musyawarah, aspek ganti rugi dan aspek konsinyasi.

Aspek pengadaan tanah berbeda dengan aspek pembebasan tanah, kalau pembebasan tanah mempunyai arti melepaskan hubungan hukum yang semula terdapat diantara pemegang hak atau penguasa atas tanah dengan cara memberikan ganti rugi. Disisni kata pembebasan tersebut sifatnya menekan dan memaksa, sehingga dalam pengambilan tanah untuk kepentingan umum maupun swasta dalam praktek selalu disalah artikan akibatnya dalam pengambilan alih tanah, individu/masyarakat selalu menjadi korban pembangunan.51

Istilah pengadaan tanah jika dianalisis mengandung arti lebih baik, karena dapat menghindari adanya paksaan, intimidasi dalam proses pengambilan tanah milik masyarakat. Pengambilan tanah dilakukan dengan mempethatikan peranan tanah dalam kehidupan masyarakat dan prinsip penghormatan terhadap hak-hak yang sah

51


(44)

Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP), 2008.

USU Repository © 2009

atas tanah. Dalan pokok-pokok kebijakan pengadaan tanah sebagaimana yang dikemukakan dalam Pasal 2 Keppres No.55 Tahun 1993 yang menyatakan :

a) Ketentuan tentang pengadaan tanah dalam keputusan presiden ini semata-mata hanya digunakan untuk pemenuhan kebutuhan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum.

b) Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum oleh pemerintah dilaksanakan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah. c) Pengadaan tanah selain untuk kepentingan umum oleh pemerintah dilaksanakan

dengan cara jual beli, tukar menukar, atau cara lain yang disepakati secara sukarela oleh pihak-pihak yang bersangkutan.52

Kemudian dalam Pasal 4 Keppres No. 55 Tahun 1993 juga menyatakan : a) Pengadaan dan rencana pemenuhan kebutuhan tanah yang diperlukan bagi

pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum hanya dapat dilakukan apabila penetapan rencana pembangunan untuk kepentingan umum tersebut sesuai dengan dan berdasarkan pada rencana umum tata ruang yang telah ditetapkan lebih dahulu.

b) Bagi daerah yang belum menetapkan rencana umum tata ruang sebgaiman dimaksud dalam ayat 1 dilakukan berdasarkan perencanaan ruang wilayah korta yang telah ada.53

Dalam Keppres No. 55 Tahan 1993 kepentingan umum telah didefenisikan sebagai kepentingan seluruh lapisan masyarakat. Pada hakekatnya kegiatan yang

52

Ibid, halaman 98.

53


(45)

Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP), 2008.

USU Repository © 2009

termasuk dalam kategori kepentingan umum ini dapat diinterpretasikan jika memiliki 3 (tiga) unsur yaitu kegiatan kepentingan pembangunan yang dilakukan, selanjutnya oleh pemerintah serta tidak dipergunakan untuk mencari keuntungan atau profit.

Batasan tentang kepentingan umum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan pada bidang pertanahan berbeda dengan Keppres No. 55 Tahun 1993 ini, karena dalam keppres ini dipilih pendekatan berupa penyebutan kepentingan umum dalam suatu daftar kegiatan (list provisions). 54

Dalam Keppres ini, kegiatan yang termasuk dalam kategori kepentingan umum sebagaimana yang diatur dalam Pasal 5 ayat (1) Keppres No. 55 Tahun 1993 meliputi 14 (empat belas)jenis kegiatan yang tidak memerlukan penafsiran lebih lanjut,yaitu meliputi; jalan umum, waduk, rumah sakit, pelabuhan (bandar udara atau terminal), peribadatan, pendidikan, pasar umum, fasilitas pemakaman umum, pos dan telekomonikasi, sarana olah raga, stasiun penytar radio, kantor pemerintah, pasilitas angkatan bersenjata RI.55

Jika diperhatikan dengan cermat dalam keppres ini tidak memuat suatu sanksi pidana jika terjadi penyelewengan yang dilakukan ataupun adanya manipulasi atau kejahatan ganti rugi tanah yang dilakukan oleh seorang pejabat yang mengatasnamakan kepentingan umum tetapi dalam kenyataannya untuk kepentingan swasta, demikian juga tidak ada sanksi pidana manakala proyek tersebut tidak jadi dilakukan, sedangkan tanahnya sudah dibebaskan atas dasar kepentingan umum,

54

Mansour Fakih, Tanah Rakyat dan Domokrasi, Forum LSM-LPSM DIY 1995, halaman 105.

55


(46)

Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP), 2008.

USU Repository © 2009

bagaimana apakah tanah tersebut dikembalikan kepada pemilik semula atau bisa saja pemerintah menetapkan untuk kegiatan lainnya.56

Sedangkan dalam Pepres No. 36 tahun 2005 kepentingan diartikan sebagai kepentingan sebagian besar masyarakat. Dalam perpres ini yang disebut dengan pembangunan untuk kepentingan umum sengaja dikaburkan dan memungkinkan proyek-proyek swasta yang bekejasama dengan pemerintah yang memeng bertujuan untuk mencari keuntungan dapat disebut sebagi pembangunan untuk kepentingan umum.57

Perpres No.36 Tahun 2006 memberikan kewenangan yang sangat luas bagi pemerintah dan pengusaha untuk mencabut hak kepemilikan rakyat atas tanah. Jika pemerintah membutuhkan tanah, rakyat tidak bisa menolak. Dalam waktu 90 hari sejak musyawarah pertama dengan masyarakat tidak terjasi kesepakatan, pemerintah cukup memberikan uang titipan ganti rugi kepada pengadilan negri. Dan sudah dapat melakukan penggusuran. Pemerintah hanya perlu membuat satu kali musyawarah, dan setelah 90 hari pengusuran dapat dilakukan tanpa ditempuh kesepakatan dengan pemilik/pemegamg hak atas tanah. 58

Didalam Perpres No.65 tahun 2006 tenggang waktu melakukan musyawarah adalah 120 hari. Jika tidak dicapai kata sepakat dalam musyawarah untuk menetapkan besarnya ganti kerugian maka panitia pengadaan tanah menitipkan ganti rugi kepada pengadilan negri yang wilayah hukumnyameliputi lokasi tanah yang bersangkutan.

56

Ediwarman, Op-cit, halaman 107

57

www.

58


(47)

Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP), 2008.

USU Repository © 2009

Dalam perpres ini lebih menunjukkan dan mengutamakan agar musyawarah diutamakan dalam proses pengadaan tanah dan penetapan ganti kerugian.59

Budaya hukum adalah unsur dari sikap sosial dan nilai. Legal Culture (budaya hukum) ini merupakan sebagai budaya masyarakat anglo-saxon yang kemudian ditrasformasi kedalam bentuk hukum kebiasaan (custumary law) atau kebiasaan hukum (legal customs). Dalam perkembangannya budaya hukum anglo-saxon menjadi tradisi common law, sedangkan hukum kebiasaan tetap ada dan berkembang dalam masyarakat sederhana. Kebiasaan hukum merupakan aturan hukum yang tidak dibentuk oleh legislatif atau hakim, melainkan lahir dari opini-opini populer dan diperkuat oleh sanksi yang bersifat kebiasaan yang telah berkembang lama.

C. Analisis Komponen Kultural

Komponen kultural menyangkut nilai-nilai yang mendasari peraturan hukum yang berlaku yaitu nilai konsep-konsep abstrak mengenai apa yang dianggap kurang baik sehingga dihindari.

60

Selanjutnya menurut M. Solly Lubis, pendekatan kultural memegang peranan dalam strategi pengendalian sosial. Perubahan sosial perlu ditafsirkan melalui pendekatan budaya, apalagi dalam hal-hal yang bertalian dengan kepercayaan dan keyakinan (belief) dan nilai-nilai luhur masyarakat setempat.61

59

Ibid.

60

Lili Rasidi, Hukum Sebagai Suatu Sistem, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993, halaman 108.

61


(48)

Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP), 2008.

USU Repository © 2009

Berdasarkan uraian diatas ada budaya hukum yang tidak tertulis dan budaya hukum yang tertulis. Budaya hukum yang tidak tertulis mempunyai karakter sebagai berikut :

1. Hukum tidak tertulis

2. Senantiasa mepertimbangkan dan memperhatikan kondisi psikologis anggota masyarakat hukum setempat

3. Senantiasa mempertimbangkan perasaan hukum, rasa keadilan dan rasa butuh masyarakat

4. Dibentuk dan diberlakukan oleh masyarakat tempat hukum itu hendak diberlakukan

5. Pembentukan itu lebih merupakan proses kebiasaan62

Berdasarkan uraian diatas dikaitkan dengan peraturan yang tertulis nilai-nilai yang mendasari peraturan perundang-undangan dibidang pertanahan yang menyangkut pengadaan tanah dapat dilihat :

C.1. Sebelum Berlakunya Keppres No. 55 Tahun 1993

Komponen kultural dalam UUPA No. 5 Tahun 1960 sebagaimana tertuang dalam Memori Penjelasan atas rancangan Undang-Undang Pokok Agraria ialah : a) Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum Agraria Nasional yang akan

merupakan alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi negara dan rakyat tani, dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur

62


(49)

Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP), 2008.

USU Repository © 2009

b) Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam pertanahan

c) Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.63

UUPA No. 5 Tahun 1960 dijiwai oleh filsafat dasar yaitu Pasal 33 UUD 1945, dan Manisto Politik Republik Indonesia sebagaimana ditegaskan dalam pidato presiden tanggal 17 Agustus 1960, yang mewajibkan negara untuk menguasai tanah dan memimpin penggunaanya, sehingga semua tanah di seluruh wilayah kedaulatan bangsa dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, baik secara perseorangan maupun secara gotong-royang.64

Kemudian berdasarkan Pasal 18 UUPA No. 5 Tahun 1960 dikeluarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 1961 dan PP No. 39 Tahun 1973 serta Inpres No. 9 Tahun 1973 yang dijiwai oleh Pasal 5 ayat (2). Jo Pasal 23 ayat (3), Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 tersebut. Ditetapkannya UU No. 20 Tahun 1961 jo PP No. 39 Tahun 1973 serta Inpres No. 9 Tahun 1973 adalah untuk memberikan perlindungan hukum kepada pihak yang berkepentingan dengan tanah bukan kepada pemilik tanah, dalam pelaksanaan pencabutan hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada diatasnya supaya menggunakan pedoman-pedoman agar dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dengan penuh tanggung jawab, namun peraturan perundang-undangan ini tidak dapat deterapkan karena prosedurnya terlalu panjang bahkan lebih bersifat politis.65

63

AP. Parlindungan, Komentar Atas Undang-undang Pokok Agraria, CV. Mandar Maju, 1998, halaman 20.

64

Ediwarman, Op.cit, halaman 111.

65


(50)

Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP), 2008.

USU Repository © 2009

Kemudian keluarlah PMDN No.15 Tahun 1975, nilai yang mendasari dalam PMDN No. 5 Tahun 1975 ini adalah atas musyawarah dan nilai ini merupakan suatu budaya hukum bangsa Indonesia. Dalam proses pembebasan tanah yang menjadi masalah adalah nilai-nilai, sikap dan pandangan masyarakat dan aparat panitia pembebasan tanah yang dipengaruhi oleh nilai-nilai yang bersifat ekonomis, komersil dan materil.

Nilai-nilai yang bersifat ekonomis dalam ganti rugi tanah sering diterapkan secara sepihak sehingga mengabaikan asas musyawarah yang juga mengorbankan pemilik tanah atau pihak-pihak yang membutuhkan tanah, karena nilai ganti rugi tersebut terlalu rendah sehingga tidak dapat menjadikan keadaan sosial pemilik tanah lebih baik dari keadaan sebelum pembebasan tanah dilakukan.

Pembebasan tanah dengan mendudukkan posisi yang sama diantara kedua belah pihak secara langsung sengaja ditiadakan, karena sering pihak yang memerlukan tanah berprinsip pada hukum ekonomi kapitalistik dalam pengertian melalui waktu yang singkat dan biaya yang murah dapat mencapai keuntungan sebanyak-banyaknya.

Ganti rugi tanah sering dinilai dengan uang tetapi sering kejadian yang menerima uang selalu rugi, dan juga diartikan sebagai upaya untuk pindah tempat. Padahal jika dilihat sejumlah bentuk ganti rugi, semestinya dapat ditafseirkan berupa konpensasi yang tidak hanya diberikan dalam bentuk uang tetapi dapat diberikan dalam bentuk lain yang sebanding dengan jaminan kehidupan dikemudian hari secara lebih baik.66

66


(51)

Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP), 2008.

USU Repository © 2009

Pada kenyataannya sering kali masyarakat menerima ganri rugi yang rendah, karena budaya hukum pada zaman orde baru dengan pembebasan tanah yang selalu mempergunakan dengan cara paksa dan menggunakan jasa perantara atau calo, calo ini mempunyai peran untuk mengintimidasi warga masyarakat, tatapi karena budaya hukum dan pendidikan masyarakat masih rendah, mereka selalu mempercayai segala sesuatu yang dilakukan oleh calo (perantara) tersebut, apalagi pemilik tanah orang tak mampu dan melihat jumlah uang yang diterima cukup banyak, yang sebelumnya mereka tidak pernah melihat uang merka tergiur untuk menerimanya, padahal nilai tanah yang diserahkan tersebut masih jauh dibawah harga Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang akhirnya calo yang bertindak sebagai perantara lebih banyak mendapatkan keuntungan, karena pintarnya mempengaruhi warga masyarakat.67

Oleh karena budaya hukum warga masyarakat selaku pemilik tanah masih rendah, akibat dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial ekonomi, pendidikan politik,

C.2 Setelah Berlakunya Keppres No. 55 Tahun 1993.

Komponen kultural setelah berlakunya Keppres No. 55 Tahun 1993 dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum dapat dilihat dengan cara musyawarah langsung dengan para pemegang hak atas tanah, namun dalam proses yang terjadi seolah-olah sudah menjadi budaya di dalam masyarakat antara pemilik tanah dengan yang membutuhkan tanah, selalu keputusan musyawarah tersebut bersifat sepihak, karena sifatnya memeksa dan intimidasi kepada masyarakat.

67


(1)

Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP), 2008.

USU Repository © 2009

BAB IV

PENUTUP

Berdasarkan uraian diatas dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka yang menjadi kesimpulan dan saran bagi penutup dari tulisan ini adalah :

A. Kesimpulan

1. Mengenai pengadaan tanah untuk pembangunan kepentingan umum diatur dalam Keppres No. 55 Tahun 1999, yang telah dirubah dengan Perpres No. 36 Tahun 2005 dan diperbaharui dengan Perpres No. 65 Tahun 2006. Perubahan peraturan pengadaan tanah bagi keperluan untuk pembangunan kepentingan umum dari Keppres No. 55 menjadi Perpres No. 36 Tahun 2005 mengakibatkan kurangnya penghormatan terhadap hak atas tanah yang dimiliki/dikuasai masyarakat dan memberikan kewenangan yang sangat luas bagi pemerintah untuk mencabut hak kepemilikan/penguasaan rakyat atas tanah. Atas dasar tersebut Perpres No. 36 Tahun 2005 tersebut dirubah dengan Perpres No. 65 tahun 2006. Perubahan yang terjadi pada dasarnya menggariskan agar pengadaan tanah untuk pembangunan kepentingan umum dilakukan kembali sesuai dengan yang telah diatur terlebih dahulu dalam Keppres No.55 Tahun 1993.

2. Dalam kasus pengadaan tanah untuk pembangunan Jalan Tol Interchange Mabar, yang terjadi adalah pengadaan tanah tersebut tidak dilakukan sesuai peraturan pengadaan tanah bagi keperluan untuk pembangunan untuk kepentingan umum


(2)

Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP), 2008.

USU Repository © 2009

yang berlaku, sehingga merugikan penggugat. Terhadap pengadaan tanah tersebut PT. Jasa marga sebagi instansi pemerintah yang membutuhkan tanah sudah mengetahui bahwa tanah yang akan dimohonkan pelepasan hak atasnya dimiliki oleh orang yang bebeda dengan jenis hak yang berbeda pula. Seharusnya PT. Jasa Marga melakukan pengadaan tanah dengan bantuan panitia pengadaan tanah sesui dengan Pasal 6 Keppres No. 55 Tahun 1999 jo. Perpres No. 36 Tahun 2005 jo. Perpres No. 65 Tahun 2006. Kemudian, putusan yang dibuat oleh Majelis Hakaim telah memberikan perlindungan hukum kepada penggugat dengan mengembalikan hak atas yang dimiliki penggugat.

3. Tidak diterapkannya peraturan pengadaan tanah bagi keperluan untuk pembangunan untuk kepentingan umum dalam kasus pengadaan tanah Jalan Tol Interchage Mabar disebabkan oleh rendahnya loyalitas hukum yang dimiliki oleh pihak yang membutuhkan tanah, yang mengindikasikan tidak mematuhi prinsip penghormatan hak atas tanah dalam pengadaan tanah dan tidak memikirkan kepentingan pemilik/penguasa hak atas tanah, namun cenderung memikirkan kepentingan sendiri dan juga tidak memiliki rasa kepemilikan bersama dalam pengadaan tanah. Pemerintah daerah kabupaten Deliserdang sebagi pihak yang bertanggungjawab dalam memberikan izin lokasi juga memiliki budaya hukum yang rendah dan kurang memikirkan hak-hak pemilik/penguasa atas tanah sehingga pengadaan tanah tersebut berlansung tidak sesuai dengan peraturan pengadaan tanah untuk keperluan pembangunan untuk kepentingan umum yang berlaku.


(3)

Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP), 2008.

USU Repository © 2009

B. Saran

Masalah pengadaan tanah pada perkembangannya sampai saat ini adalah merupakan masalah yang selalu terjadi, dan sampai saat ini terus diupayakan upaya terbaik untuk memecahkan permasalahan tersebut agar masyarakat sebgai pemilik/penguasa hak atas tanah dan pihak-pihak yang membutuhkan tanah tidak menjadi pihak yang dirugikan dalam proses pembangunan. Oleh karena itu dalam tulisan ini dapat diberikan beberapa saran :

a. Pembangunan akan selalu membutuhkan tanah sebagi tempat mendirikan fasilitas-fasilitas yang mendukung keperluan hidup bernegara. Pemerintah telah membuat peraturan perundangan untuk mengatur tatacara mendapatkan tanah untuk keperluan pembangunan untuk kepentingan umum untuk melindungi pemilik/penguasa hak atas tanah. Namun demikian Pemerintah dalam hal ini khususnya kepala daerah harus lebih serius lagi untuk melindungi hak-hak atas tanah yang dimiliki/dikuasai oleh masyarakat. Dan juga pejabat lainnya yang bekewajiban dalam pengadaan tanah harus memililki kesadaran hukum yang tinggi mengenai fungsi tanah bagi masyarakat dalam kelangsungan hidupnya dalam pengadan tanah, agar melakukan pengadaan tanah dengan benar sesuai dengan peraturan yang berlaku.

b. Untuk mengantisipasi pengadaan tanah yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku perlu dilakukan penegakan hukum bagi para pelaku pengadan tanah yang


(4)

Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP), 2008.

USU Repository © 2009

memenipulasi kepentingan umum dan tidak menghormati hak-hak atas tanah masyarakat perlu dilakukan penegakan hukum secara konsekuen dengan memberi sanksi yang dimuat dalam peraturan pengadaan tanah tersebut.

c. Pada umumnya kesulitan untuk mendapatkan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum terletak pada masyarkat tidak ingin melepaskan haknya atas dasar jaminan tinggkat ekonomi yang lebih baik yang akan diperolehnya setelah ia melepaskan haknya. Dengan kata lain ganti rugi adalah permasalahan utama dalam pengadaan tanah. Hal ini akan dapat teratasi jika penyuluhan dan sikap pelayanan yang tepat oleh berbagi pihak terutama Panitia Pengadaan Tanah dilaksanakan dengan baik. Oleh karena itu harus ditumbuhkan penerapan asas perlindungan hukum dan asas legalitas didalam pelaksanaan kegiatan pengadaan tanah tersebut. Dan sudah selayaknya pemerintah menentukan suatu peraturan perundang-undangan tantang ganti rugi tanah.


(5)

Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP), 2008.

USU Repository © 2009

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, H, (1994), Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum di Indonesia (Edisi Revisi), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

---(1996), Masalah Pencabutan Hak-hak Atas Tanah, Pembebasan Tanah dan Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum di Indonesia (Edisi Revisi), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Arrasid, Chainur,(2000), Pengantar Hukum Indinesia, USU Press, Medan.

Badrulzaman, Mariam, Darus, (2001), Kompilasi Hukum Perikatan, dalam rangka memperingati masa purna bakti 70 tahun, Citra adytia, Bandung.

---, (19940, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Banung.

Ediwarman, (2003), Perlilndungan Hukum Bagi Kasus-kasus Pertanahan, Pustaka Bangsa Press, Medan.

Fakih, Mansour, (1995), Tanah Rakyat dan Demokrasi, LSM-LPSM, Yoyakarta. Kalo, Syafuddin, (2004), Pengadaan Tanah Bagi Kepentingan Umum, Pustaka

Bangsa Press, Jakarta.

Lubis, M, Solly, (1989), Serba Serbi Politik dan Hukum, Mandar Maju, Bandung. .Moleong, Lexy, J, (2007), Metode Penelitian Kualitatif,PT Rosdakarya, Bandung. Parlindungan,A.P, (1998), Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, Mandar

Maju, Bandung.

---,(1993), Pencabutan dan Pembebasan hak Atas Tanah, Suatu Studi Perbandingan, Mandar Maju, Bandung.

Rasidi Lili, (1988), Filsafat Hukum, Apakah Hukum Itu, Rosdakarya, Bandung. Rajagukguk, Erman, Hukum dan Masyarakat, Bina Aksara, Jakarta.

Siregar, Tampil Anshari, (2005), Mempertahankan Hak-hak Atas Tanah, FH-USU, Medan.

---,(2005), Undang-Undang Pokok Agraria Dalam Bagan, Pustaka Bangsa Press, Medan.


(6)

Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP), 2008.

USU Repository © 2009

---,(2005), Pendalaman Lanjutan Undang-Undang Pokok Agraria, Pustaka Bangsa Press, Medan.

Soekanto, Sarjono, (1986), PengantarPenelitian hukum, UI Press, Jakarta.

Subekti, (2001), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, PT Pradnya Paramita, Jakarta.

Wiranoto, Sajudi, (1992), Himpunan Peraturan Pembebasan Tanah, BP Drarma Bakti.

(1994), Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum & Peraturan Yang Terkait, Biro Hukum Dan Hubungan Masayarakat Badan Pertanahan Nasional.

Undang-Undang Dasar 1945

Undang-Undang No. 5 Tahun 1960, tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok graria Undang-Undang No. 20 Tahun1960, temtang Pencabutan Hak Atas Tanah dan

Benda-benda yang Ada di atasnya.

Kepres No. 55 Tahun 1993, tentang Pengadaan Tanah bagi pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005, tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentngan Umum.

Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2006, tentang Perubahan Atas Perpres No. 36 tahun 2005


Dokumen yang terkait

Analisa Hukum Penetapan Ahli Waris (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Medan No. 1229/Pdt.G/2010/PA/Mdn)

10 177 117

Tinjauan Yuridis Terhadap Kepastian Hukum Pelaksanaan Pengadaan Tanah : Studi Kasus Pelaksanaan Pembebasan Tanah Jalan Arteri Bandara Kualanamu

5 129 124

Tinjauan Yuridis Terhadap Kewarisan Anak Li’an Dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Putusan Pengadilan Agama Nomor 1595/PDT.G/2010/PA Sidoarjo)

1 68 141

Analisis Hukum Putusan Pengadilan Agama Yang Memutuskan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah Tidak Berkekuatan Hukum (Studi Kasus : Putusan Pengadilan Agama Tebing Tinggi No. 52/Pdt.G/2008/PA-TTD jo. Putusan Pengadilan Tinggi Agama Sumatera Utara No. 145/Pdt.G

3 62 135

Analisis Yuridis Kompetensi Pengadilan Niaga Dalam Perkara Kepailitan (Studi Kasus Terhadap Putusan Nomor 65/PAILIT/2010/PN.NIAGA.JKT.PST)

1 81 151

Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP)

11 59 85

Tinjauan Yuridis Pembatalan Putusan Arbitrase Oleh Pengadilan Negeri (Studi Kasus Perkara No. 167/Pdt.P/2000/PN-Jak.Sel)

2 51 168

Perbuatan Menjual Tanah Wakaf Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Positif (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor Perkara : 995 K/Pdt/2002)

3 14 87

Analisis Putusan Pengadilan Tentang Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi (Studi Kasus Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK dan Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK)

1 9 63

Tinjauan Yuridis Terhadap Proses Tuntutan Ganti Kerugian Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 2730/Pid.B/2001/PN.Mdn)

0 2 130