Analisa Penerapan Keppres No. 55 Tahun 1993 dalam Pengadaan Tanah Interchange Mabar

Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52PDT.G2004PN-LP, 2008. USU Repository © 2009 Penegakan hukum merupakan usaha untuk menegakan norma-norma hukum dan sekaligus nilai-nilai yang ada dibelakang norma tersebut. Para penegak hukum harus memehami benar-benar spirit hukum yang mendasari peraturan hukum ditegakkan 89 Pembangunan gerbang jalan tol Interchange tersebut termasuk kategori pembangunan untuk kepentingan umum sebagai mana disebutkan dalam Pasal 5 . Berdasarkan kasus diatas, maka dapat dibuat analisa penerapan Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 1993 sebagai berikut.

1. Analisa Penerapan Keppres No. 55 Tahun 1993 dalam Pengadaan Tanah Interchange Mabar

Pasal 5 Keppres No.55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Kepentingan Umum ayat 1 menyatakan : “Kegiatan pembangunan yang dilakukan dan selanjutnya dimiliki pemerintah serta tidak digunakan unutuk mencari keuntungan, dalam bidang-bidang antara lain sebagai berikut ; a. jalan umum, saluran pembuangan air; b. waduk, bendungan dan bangunan pengairan lainnya termasuk saluran irigasi ; c. rumah sakit umum dan pusat-pusat kesehatan masyarakat ; d. pelabuhan atua bandar udara atau terminal ; e. peribadatan ; f. pasar umum atau pasar IMPRES ; h. fasililtas pemakaman umum ; i. fasilitas keselamatan umum seperti antara lain tanggul penanggulanga banjir, lahar dan lain-lain bencana ; j. pos dan telekomonikasi ; k. sarana olah raga ; l. stasiun penyiar radio, televisi, beserta sarana pendukungnya ; m. kantor pemerintah ; n. fasilitas angkatan bersenjata indonesia.” 89 Siswanto Sunarso, Hukum dan Penyelesaina Sengketa, Rineka Cipta, Jakarta, halaman 205. Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52PDT.G2004PN-LP, 2008. USU Repository © 2009 Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 1993 ayat 1 huruf a. Dengan demikian pengadaan tanah untuk pembangunan gerbang jalan tol tersebut harus dilakukan dengan pelepasan atau penyerahan hak atas tanah, dengan cara jual-beli sebagaiman yang diatur dalam Pasal 2 ayat 2 dan ayat 3 PP No. 55 Tahaun1993, atau dengan lembaga pengadaan tanah. Kemudian dalam Pasal 6 Keppres No. 55 Tahun 1993 menyatakan : “Pengadaan tanah untuk kepentingan umum dilakukan dengan bantuan Panitia Pengadaan Tanah yang dibentuk oleh Gubernur Kepala Daerah Tinggkat Dari bunyi pasal 6 PP no. 55 Tahun 1993 tersebut diatas apabila luas tanah yang dibutuhkan melebihi 1 satu Ha maka pengadaan tanah lebih efektif ditempuh dengan Lembaga Pengadaan Tanah, apalagi pemilik dan hak-hak atas tanah tersebut berbeda-beda. 90 Apabila tanah yang diperlukan luasnya tidak lebih dari 1 Ha setelah menerima persetujuan penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum yang bersesuaian dengan rencana umum tata ruang wilayah, instansi pemerintah yang memerlukan tanah dapat melaksanakan pengadaan tanah tersebut secara langsung dengan pemegang hak atas tanah dan pemilik bangunan, tanaman dan benda-benda lain yang terkait dengan tanah yang bersangkutan atas dasar kesepakatan. Dalam pasal 21 Keppres No. 55 Tahun 1993 menyatakan : “Pelaksanaan pembangunan yang memerlukan tanah yang luasnya tidak lebih dari 1 satu Ha, dapat langsung dilakukan langsung oleh instansi Pemerintah yang memerlukan tanah dengan para pemegang hak atas tanah, dengan cara jual beli, tukar menukar atau cara lain yang disepakati kedua belah pihak”. 91 90 Tampil anshari siregar, Op.cit, halaman 84. 91 Ediwarman, op-cit, halaman 99. Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52PDT.G2004PN-LP, 2008. USU Repository © 2009 Dari pertimbangan hakim dalam kasus ini diketahui ternyata PT Jasa marga membutuhkan tanah seluas 6,9 Ha untuk pembangunan Interchange jalan Tol Mabar. PT Jasa Marga tersebut juga mengetahui bahwa tanah seluas 3.603 M2 milik Banua Chandra termasuk dalam tanah seluas 6,9 Ha tersebut. Dalam hal ini pemilik tanah seluas 6,9 Ha tersebut lebih dari satu orang dan hak atas tanah seluas 6,9 Ha tersebut juga berbeda. Banua Chandra dengan hak milik, sedangkan PT. Perkebunan Nusantara II dengan hak guna usaha. Dengan demikian seharusnya PT jasa marga menggunakan bantuan panita pengadaan tanah dalam memperoleh tanah tersebut dan bukan dengan cara atas dasar kesepakatan dengan pemilik hak atas tanah. Pada kenyatannya tanah seluas 3.603 M2 milik Banua Chandra yang diperoleh dari Tansri Chandra dengan cara jual-beli, perbuatan mana tersebut juga diketahui oleh PT jasa Marga, akan tetapi PT Jasa Marga tetap mengadakan permohonan pelepasan hak kepada PT. Perkebunan Nusantara II. Selanjutnya PT. Perkebunan Nusantara II sebagai BUMN mengadakan permohonan pelepasan hak kepada mentri BUMN atas tanah seluas 6,9 Ha yang didalamnya termasuk tanah hak milik Banua Chandra seluas 3.603 M2. Dalam Pasal 3 Peraturan presiden No.55 Tahaun 1993 menyatakan : ”pelepasan atau penyerahan hak atas tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum dilakukan berdasarkan prinsip penghormatan terhadap hak atas tanah.” Prinsip penghormatan terhadap hak atas tanah diartikan bahwa pemilik hak atas tanah yang dimbil tanahnya, tingkat kehidupan ekonominya harus lebih baik dibandingkan sebelum ia melepaskan hak atas tanahnya. Karena pemilik hak atas tanah tersebut Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52PDT.G2004PN-LP, 2008. USU Repository © 2009 telah merelakan tanahnya untuk keperluan pembangunan, sehingga harus diberikan suatu penghormatan stas jasa pemilik hak atas tanah tersebut. 92 Perbuatan PT. Jasa Marga yang tidak menggunakan lembaga pengadaan tanah untuk mendapatkan tanah seluas 6,9 Ha tesebut diakibatkan oleh PT Jasa marga tersebut tidak mengetahui bahwa pengadaan tanah tersebut harus dilakukan melalui lembaga pengadaan tanah. Namun perbuatan PT Jasa Marga yang tidak memberikan ganti rugi kepada Banua Candra atas penguasaan tanah seluas 3.603 M2 mengindikasikan bahwa PT. Jasa Marga tersebut mengindahkan hak-hak atas tanah orang lain, yang mengindikasikan bahwa PT. Jasa Marga tidak mempunyai budaya hukum yang baik dan melanggar prinsip penghormatan terhadap hak atas tanah sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3 PP No. 55 Tahun 1993. 93 Berkaitan dengan bunyi pasal 4 diatas, dalam kasus ini juga terdapat suatu kejanggalan mengenai budaya hukum yang dimiliki oleh pejabat kepala daerah provinsia ataupun kepala daerah kabupaten. Jika ditelusuri lebih lanjut, Banua Chandra menggugat gubernur Sumatra Utara Cq bupati Deliserdang disebabkan surat Selanjutnya Pasal 4 Keppres No. 55 Tahun 1993 juga menyatakan : “1 Pengadaan dan rencana pemenuhan kebutuhan tanah yang diperlukan bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum hanya dapat dilakukan apabila penetapan rencana pembanguna untuk kepentingan umum tersebut sesuai dengan dan berdasarkan pada rencana umum tata ruang yang telah ditetapkan terlebih dahulu. 2 Bagi daerah yang belum menetapkan rencana umum tata ruang, pengadaan tanah sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan berdasarkan perencanaan ruang wilayah atau kota yang telah ada.” 92 Ediwarman, Op.cit, halaman 86. 93 Poin 10 surat gugatan penggugat tanggal 21 Juni 2004. Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52PDT.G2004PN-LP, 2008. USU Repository © 2009 bukti permohonan izin pembangunan Jalan Tol Interchange Mabar yang diajukan oleh PT Jasa Marga kepada Gubernur Sumatera Utara. Bahwa kepala daerah yang bertanggung jawab atas perizinan yang dimiliki PT jasa marga atas pembangunan Jalan Tol Interchange Mabar tersebut dan kaitannya dengan Rencan Umum Tata Ruang yang ada di daerah. Seharusnya Gubernur Sumatera Utara yang mengetahui luas tanah yang dibutuhkan oleh PT. Jasa Marga melebihi 1satu Ha menentukan agar PT. Jasa Marga menggunakan lembaga pengadaan tanah sekaligus menunjuk Bupati Deliserdang menjadi ketua dalam susunan panitia pengadaan tanah tersebut.

2. Analisa Materi Putusan No. 52PDT.G2004PN-LP.- Kriteria suatu perbuatan hukum adalah :

Dokumen yang terkait

Analisa Hukum Penetapan Ahli Waris (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Medan No. 1229/Pdt.G/2010/PA/Mdn)

10 177 117

Tinjauan Yuridis Terhadap Kepastian Hukum Pelaksanaan Pengadaan Tanah : Studi Kasus Pelaksanaan Pembebasan Tanah Jalan Arteri Bandara Kualanamu

5 129 124

Tinjauan Yuridis Terhadap Kewarisan Anak Li’an Dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Putusan Pengadilan Agama Nomor 1595/PDT.G/2010/PA Sidoarjo)

1 68 141

Analisis Hukum Putusan Pengadilan Agama Yang Memutuskan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah Tidak Berkekuatan Hukum (Studi Kasus : Putusan Pengadilan Agama Tebing Tinggi No. 52/Pdt.G/2008/PA-TTD jo. Putusan Pengadilan Tinggi Agama Sumatera Utara No. 145/Pdt.G

3 62 135

Analisis Yuridis Kompetensi Pengadilan Niaga Dalam Perkara Kepailitan (Studi Kasus Terhadap Putusan Nomor 65/PAILIT/2010/PN.NIAGA.JKT.PST)

1 81 151

Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP)

11 59 85

Tinjauan Yuridis Pembatalan Putusan Arbitrase Oleh Pengadilan Negeri (Studi Kasus Perkara No. 167/Pdt.P/2000/PN-Jak.Sel)

2 51 168

Perbuatan Menjual Tanah Wakaf Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Positif (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor Perkara : 995 K/Pdt/2002)

3 14 87

Analisis Putusan Pengadilan Tentang Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi (Studi Kasus Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK dan Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK)

1 9 63

Tinjauan Yuridis Terhadap Proses Tuntutan Ganti Kerugian Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 2730/Pid.B/2001/PN.Mdn)

0 2 130