2. Sesudah Berlakunya Keppres No. 55 Tahun 1993

Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52PDT.G2004PN-LP, 2008. USU Repository © 2009

B. 2. Sesudah Berlakunya Keppres No. 55 Tahun 1993

Komponem substantif sesudah berlakunya Keppres No. 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanan Pembangunan untuk Kepentingan Umum, maka PMDN No. 15 Tahun 1975, PMDN No. 2 Tahun 1976 dan PMDN No. 2 Tahun 1985 dinyatakan tidak berlaku lagi. Dalam Keppres No.55 Tahun 1993 ini ada beberapa substansi yang perlu dianalisis yaitu : aspek pengadaan tanah, aspek ruang lingkup kepentingan umum, aspek musyawarah, aspek ganti rugi dan aspek konsinyasi. Aspek pengadaan tanah berbeda dengan aspek pembebasan tanah, kalau pembebasan tanah mempunyai arti melepaskan hubungan hukum yang semula terdapat diantara pemegang hak atau penguasa atas tanah dengan cara memberikan ganti rugi. Disisni kata pembebasan tersebut sifatnya menekan dan memaksa, sehingga dalam pengambilan tanah untuk kepentingan umum maupun swasta dalam praktek selalu disalah artikan akibatnya dalam pengambilan alih tanah, individumasyarakat selalu menjadi korban pembangunan. 51 Istilah pengadaan tanah jika dianalisis mengandung arti lebih baik, karena dapat menghindari adanya paksaan, intimidasi dalam proses pengambilan tanah milik masyarakat. Pengambilan tanah dilakukan dengan mempethatikan peranan tanah dalam kehidupan masyarakat dan prinsip penghormatan terhadap hak-hak yang sah 51 Ibid. Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52PDT.G2004PN-LP, 2008. USU Repository © 2009 atas tanah. Dalan pokok-pokok kebijakan pengadaan tanah sebagaimana yang dikemukakan dalam Pasal 2 Keppres No.55 Tahun 1993 yang menyatakan : a Ketentuan tentang pengadaan tanah dalam keputusan presiden ini semata-mata hanya digunakan untuk pemenuhan kebutuhan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum. b Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum oleh pemerintah dilaksanakan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah. c Pengadaan tanah selain untuk kepentingan umum oleh pemerintah dilaksanakan dengan cara jual beli, tukar menukar, atau cara lain yang disepakati secara sukarela oleh pihak-pihak yang bersangkutan. 52 Kemudian dalam Pasal 4 Keppres No. 55 Tahun 1993 juga menyatakan : a Pengadaan dan rencana pemenuhan kebutuhan tanah yang diperlukan bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum hanya dapat dilakukan apabila penetapan rencana pembangunan untuk kepentingan umum tersebut sesuai dengan dan berdasarkan pada rencana umum tata ruang yang telah ditetapkan lebih dahulu. b Bagi daerah yang belum menetapkan rencana umum tata ruang sebgaiman dimaksud dalam ayat 1 dilakukan berdasarkan perencanaan ruang wilayah korta yang telah ada. 53 Dalam Keppres No. 55 Tahan 1993 kepentingan umum telah didefenisikan sebagai kepentingan seluruh lapisan masyarakat. Pada hakekatnya kegiatan yang 52 Ibid, halaman 98. 53 Ibid. Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52PDT.G2004PN-LP, 2008. USU Repository © 2009 termasuk dalam kategori kepentingan umum ini dapat diinterpretasikan jika memiliki 3 tiga unsur yaitu kegiatan kepentingan pembangunan yang dilakukan, selanjutnya oleh pemerintah serta tidak dipergunakan untuk mencari keuntungan atau profit. Batasan tentang kepentingan umum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan pada bidang pertanahan berbeda dengan Keppres No. 55 Tahun 1993 ini, karena dalam keppres ini dipilih pendekatan berupa penyebutan kepentingan umum dalam suatu daftar kegiatan list provisions. 54 Dalam Keppres ini, kegiatan yang termasuk dalam kategori kepentingan umum sebagaimana yang diatur dalam Pasal 5 ayat 1 Keppres No. 55 Tahun 1993 meliputi 14 empat belasjenis kegiatan yang tidak memerlukan penafsiran lebih lanjut,yaitu meliputi; jalan umum, waduk, rumah sakit, pelabuhan bandar udara atau terminal, peribadatan, pendidikan, pasar umum, fasilitas pemakaman umum, pos dan telekomonikasi, sarana olah raga, stasiun penytar radio, kantor pemerintah, pasilitas angkatan bersenjata RI. 55 Jika diperhatikan dengan cermat dalam keppres ini tidak memuat suatu sanksi pidana jika terjadi penyelewengan yang dilakukan ataupun adanya manipulasi atau kejahatan ganti rugi tanah yang dilakukan oleh seorang pejabat yang mengatasnamakan kepentingan umum tetapi dalam kenyataannya untuk kepentingan swasta, demikian juga tidak ada sanksi pidana manakala proyek tersebut tidak jadi dilakukan, sedangkan tanahnya sudah dibebaskan atas dasar kepentingan umum, 54 Mansour Fakih, Tanah Rakyat dan Domokrasi, Forum LSM-LPSM DIY 1995, halaman 105. 55 Ediwarman, Op.cit, halaman 101 Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52PDT.G2004PN-LP, 2008. USU Repository © 2009 bagaimana apakah tanah tersebut dikembalikan kepada pemilik semula atau bisa saja pemerintah menetapkan untuk kegiatan lainnya. 56 Sedangkan dalam Pepres No. 36 tahun 2005 kepentingan diartikan sebagai kepentingan sebagian besar masyarakat. Dalam perpres ini yang disebut dengan pembangunan untuk kepentingan umum sengaja dikaburkan dan memungkinkan proyek-proyek swasta yang bekejasama dengan pemerintah yang memeng bertujuan untuk mencari keuntungan dapat disebut sebagi pembangunan untuk kepentingan umum. 57 Perpres No.36 Tahun 2006 memberikan kewenangan yang sangat luas bagi pemerintah dan pengusaha untuk mencabut hak kepemilikan rakyat atas tanah. Jika pemerintah membutuhkan tanah, rakyat tidak bisa menolak. Dalam waktu 90 hari sejak musyawarah pertama dengan masyarakat tidak terjasi kesepakatan, pemerintah cukup memberikan uang titipan ganti rugi kepada pengadilan negri. Dan sudah dapat melakukan penggusuran. Pemerintah hanya perlu membuat satu kali musyawarah, dan setelah 90 hari pengusuran dapat dilakukan tanpa ditempuh kesepakatan dengan pemilikpemegamg hak atas tanah. 58 Didalam Perpres No.65 tahun 2006 tenggang waktu melakukan musyawarah adalah 120 hari. Jika tidak dicapai kata sepakat dalam musyawarah untuk menetapkan besarnya ganti kerugian maka panitia pengadaan tanah menitipkan ganti rugi kepada pengadilan negri yang wilayah hukumnyameliputi lokasi tanah yang bersangkutan. 56 Ediwarman, Op-cit, halaman 107 57 www. upccentrin.net.id , diakses pada tanggal 28 Februari 2008. 58 Ibid. Juanda Panjaitan : Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52PDT.G2004PN-LP, 2008. USU Repository © 2009 Dalam perpres ini lebih menunjukkan dan mengutamakan agar musyawarah diutamakan dalam proses pengadaan tanah dan penetapan ganti kerugian. 59 Budaya hukum adalah unsur dari sikap sosial dan nilai. Legal Culture budaya hukum ini merupakan sebagai budaya masyarakat anglo-saxon yang kemudian ditrasformasi kedalam bentuk hukum kebiasaan custumary law atau kebiasaan hukum legal customs. Dalam perkembangannya budaya hukum anglo-saxon menjadi tradisi common law, sedangkan hukum kebiasaan tetap ada dan berkembang dalam masyarakat sederhana. Kebiasaan hukum merupakan aturan hukum yang tidak dibentuk oleh legislatif atau hakim, melainkan lahir dari opini-opini populer dan diperkuat oleh sanksi yang bersifat kebiasaan yang telah berkembang lama.

C. Analisis Komponen Kultural

Dokumen yang terkait

Analisa Hukum Penetapan Ahli Waris (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Medan No. 1229/Pdt.G/2010/PA/Mdn)

10 177 117

Tinjauan Yuridis Terhadap Kepastian Hukum Pelaksanaan Pengadaan Tanah : Studi Kasus Pelaksanaan Pembebasan Tanah Jalan Arteri Bandara Kualanamu

5 129 124

Tinjauan Yuridis Terhadap Kewarisan Anak Li’an Dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Putusan Pengadilan Agama Nomor 1595/PDT.G/2010/PA Sidoarjo)

1 68 141

Analisis Hukum Putusan Pengadilan Agama Yang Memutuskan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah Tidak Berkekuatan Hukum (Studi Kasus : Putusan Pengadilan Agama Tebing Tinggi No. 52/Pdt.G/2008/PA-TTD jo. Putusan Pengadilan Tinggi Agama Sumatera Utara No. 145/Pdt.G

3 62 135

Analisis Yuridis Kompetensi Pengadilan Niaga Dalam Perkara Kepailitan (Studi Kasus Terhadap Putusan Nomor 65/PAILIT/2010/PN.NIAGA.JKT.PST)

1 81 151

Tinjuan Yuridis Penerapan Hukum Dalam Pengadaan Tanah Berdasarkan Keppres No. 55 Tahun 1993 (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 52/PDT.G/2004/PN-LP)

11 59 85

Tinjauan Yuridis Pembatalan Putusan Arbitrase Oleh Pengadilan Negeri (Studi Kasus Perkara No. 167/Pdt.P/2000/PN-Jak.Sel)

2 51 168

Perbuatan Menjual Tanah Wakaf Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Positif (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor Perkara : 995 K/Pdt/2002)

3 14 87

Analisis Putusan Pengadilan Tentang Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi (Studi Kasus Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK dan Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK)

1 9 63

Tinjauan Yuridis Terhadap Proses Tuntutan Ganti Kerugian Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 2730/Pid.B/2001/PN.Mdn)

0 2 130