Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

9

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Secara harfiah, kata sastra berasal dari bahasa Latin, yaitu littera yang berarti ‘tulisan’. Bahasa Indonesia mengambil pengertian sastra dari Sansekerta yang berarti ‘teks yang mengandung instruksi’. Sastra berkaitan erat dengan ekspresi dan kegiatan penciptaan sehingga hasil karya sastra banyak mengandung unsur kemanusiaan, antara lain : perasaan emosional, rasa kagum, solidaritas, dan lain-lain. Karya sastra pada dasarnya dibagi menjadi 2 macam, yakni karya sastra yang bersifat fiksi dan karya sastra yang bersifat non fiksi. Karya sastra yang bersifat fiksi berupa cerita pendek cerpen, cerita rakyat, essai dan novel. Sedangkan karya sastra yang bersifat non fiksi berupa drama, lagu dan puisi. Novel berasal dari bahasa Itali novella yang berarti ‘sebuah barang baru yang kecil’, lalu diartikan sebagai ‘cerita pendek dalam bentuk prosa’. Indonesia mengambil istilah novel dari bahasa Inggris novellet, artinya sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukup, tidak terlalu panjang namun juga tidak terlalu pendek. Menurut Tarigan 1990:164 novel adalah suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang tertentu, yang melukiskan para tokoh, gerak serta adegan kehidupan yang nyata dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau. Hal ini berarti di dalam sebuah novel menceritakan kisah nyata tentang suatu keadaan yang terjadi dalam masayarakat. Universitas Sumatera Utara 10 Sedangkan menurut Djacob Sumardjo 1999:11-12, novel merupakan genre sastra yang berupa cerita, mudah dibaca dan dicerna. Novel juga kebanyakan mengandung unsur suspense dalam alur ceritanya yang mudah menimbulkan sikap penasaran bagi pembacanya. Jadi di dalam novel terdapat bahasa sastra yang berusaha memengaruhi, membujuk dan akhirnya mengubah sikap pembaca. Pada umumnya, setiap karya sastra memiliki dua unsur yang berpengaruh dalam membangun karya sastra tersebut, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Yang dimaksud dengan unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang secara langsung membangun cerita, misalnya : latar, penokohan, plot, sudut pandang penceritaan, dan lain-lain. Sedangkan yang dimaksud dengan unsur ekstrinsik adalah unsur- unsur yang memengaruhi jalan cerita dalam sebuah karya sastra namun tidak menjadi bagian di dalamnya, misalnya : agama, ekonomi, psikologi, sosial, dan lain-lain. Kedua unsur tersebut yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik terdapat dalam novel. Unsur intrinsik dalam novel yang akan ditelaah adalah tokoh. Aminuddin 2000:79 mengatakan bahwa tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu menjalin sebuah cerita. Walaupun tokoh yang terdapat dalam sebuah karya sastra merupakan tokoh ciptaan pengarang, ia tetap seorang tokoh yang hidup seperti manusia yang memiliki akal, pikiran dan perasaan. Unsur ekstrinsik merupakan unsur yang sangat berpengaruh dalam terbentuknya bangun cerita dari sebuah karya sastra. Salah satunya adalah unsur psikologis. Psikologis sebuah tokoh yang terdapat dalam suatu karya sastra fiksi merupakan hak seorang pengarang untuk menampilkan bagaimana psikologis Universitas Sumatera Utara 11 tokohnya sehingga terdapat keserasian dan kesesuaian antara tokoh dan jalan cerita yang dibuat oleh si pengarang tersebut. Psikologis tokoh dapat kita lihat dari karakter tokoh dalam cerita fiksi tersebut. Secara harfiah, psikologi adalah ilmu yang mempelajari gejala-gejala kejiwaan. Psikologi dari bahasa Yunani Kuno terbentuk dari kata psyche ‘jiwa’ dan logos ‘ilmu’, sehingga dalam arti bebas psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa atau mental. Psikologi tidak mempelajari jiwamental itu secara langsung karena sifatnya yang abstrak, tetapi psikologi membatasi pada manifestasi dan ekspresi dari jiwamental tersebut yakni berupa tingkah laku dan proses atau kegiatannya, sehingga psikologi dapat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku dan proses mental. Psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sebagai aktivitas kejiwaan. Pengarang akan menggunakan cipta, rasa, dan karya dalam berkarya. Begitu pula pembaca, dalam menanggapi karya juga tak akan lupa dari kejiwaan masing-masing Kinayati, 2006:241. Menurut Rene Wellek dan Austin Warren 1995:90 bahwa pendekatan psikologi sastra dikaitkan dengan pengarang, proses kreatif, karya sastra, dan pembaca. Meskipun demikian, pendekatan psikologis pada dasarnya berhubungan dengan tiga gejala utama, yaitu pengarang, karya sastra, dan pembaca, dengan pertimbangan bahwa pendekatan psikologis lebih banyak berhubungan dengan pengarang dan karya sastra. Karya sastra biasanya menggambarkan kehidupan sosial manusia. Karakter tokohnya juga sama dengan karakter manusia di dunia nyata, sehingga karakter Universitas Sumatera Utara 12 tokoh dalam karya sastra pasti memiliki masalah psikologis yang sama dengan karakter manusia biasa. Ada pula hubungan antara pengarang atau sastrawan dengan segala jenis gejala psikologisnya, baik yang telah terlihat maupun terungkap kemudian di dalam sebuah karya sastra. Dengan demikian, maka bisa dikatakan bahwa sastra dan psikologi memiliki kaitan yang erat. Psikoanalisa adalah wilayah kajian psikologi sastra. Teori psikoanalisa ini dimunculkan pertama kali oleh Sigmund Freud. Dalam kajian psikologi sastra akan berusaha diungkapkan psikoanalisa kepribadian yang dipandang meliputi tiga unsur kejiwaan, yaitu Id, Ego dan Super Ego. Ketiga sistem kepribadian ini saling berkaitan dan membentuk totalitas serta tingkah laku manusia yang tidak lain merupakan produk interaksi ketiganya Endraswara, 2003:101. Hasil karya sastra berupa novel yang berhubungan dengan sistem kepribadian Sigmund Freud salah satunya adalah novel berjudul “The Devil’s Whisper” karangan Miyuki Miyabe. Miyuki Miyabe adalah seorang penulis misteri terkenal di Jepang. Keunggulan karya-karyanya terletak pada penggambaran peristiwa yang detil dan karakter tokoh yang unik. Kebanyakan novelnya merupakan fiksi dan sangat laris di pasaran. Novel fiksi ini menceritakan tentang kisah hidup Mamoru Kusaka, seorang remaja laki-laki yang masih berusia 16 tahun. Mamoru lahir dari sebuah keluarga yang bahagia, hidup berkecukupan dengan kasih sayang yang melimpah dari kedua orangtuanya. Hidupnya berubah drastis sejak ayahnya yang menghilang, tuduhan tentang ayahnya yang mencuri dana masyarakat sebesar 5 juta yen yang menyebabkan Universitas Sumatera Utara 13 Mamoru dan ibunya dikucilkan oleh masyarakat. Hal itu terjadi ketika Mamoru dan ibunya sedang melintasi jalan rumah beberapa warga, yang dengan sigap langsung menutup pintu keras-keras dan berteriak mengucapkan kata-kata kasar. Belum lagi keadaan dimana Mamoru berusaha mengikuti berbagai permainan yang sedang dimainkan oleh anak-anak seusianya, misalnya bermain bola tetapi tak ada seorang pun anak yang mengajaknya bermain. Ketika Mamoru asyik bermain sendirian pun banyak anak-anak yang berlaku jahil. Pesawat kertas yang diterbangkan Mamoru dirusak oleh anak-anak nakal tersebut. Namun hati nurani Mamoru berhasil membujuk Mamoru untuk tidak membalas mereka. Ia lebih memilih untuk diam saja dan membuat pesawat kertas yang baru. Ketika ibunya meninggal, Mamoru yang sudah beranjak remaja memutuskan untuk tinggal dengan bibinya yang telah berkeluarga, terjadi sebuah kasus dimana suami bibinya yang bernama Taizo Asano, berprofesi sebagai supir taksi, menabrak seorang mahasiswi hingga tewas. Mamoru sangat yakin sang paman tak bersalah. Taizo adalah satu-satunya supir taksi yang tak pernah memiliki catatan pelanggaran lalu lintas sedikit pun. Sangat mustahil bagi Mamoru melihat Taizo yang selalu berhati-hati itu bisa menabrak seorang gadis dengan sangat fatal. Dia melakukan penyelidikan secara pribadi demi membebaskan pamannya dari tuduhan polisi. Ia mendapati bahwa gadis yang tertabrak taksi dan dua orang gadis lainnya yang “bunuh diri” berkaitan. Ketiganya pernah terlibat dalam praktik penipuan. Mamoru terkejut ketika menyadari bahwa ketiga wanita tersebut bunuh diri karena hipnotis dari salah satu kerabat korban penipuan. Ketika mencari gadis keempat, Mamoru malah bertemu dengan saksi mata penting dalam kasus pamannya. Saksi mata ini bernama Koichi Universitas Sumatera Utara 14 Yoshitake. Mamoru mengira Yoshitake memang orang baik yang sayang pada Mamoru, sampai akhirnya Mamoru tahu bahwa Yoshitake-lah yang menabrak ayah Mamoru hingga tewas, tepat ketika ia ingin menyerahkan diri ke polisi karena telah mencuri dana masyarakat. Hal ini tentu saja berdampak terhadap kondisi psikologis Mamoru Kusaka. Karena pengucilan dan perlakuan kasar dari masyarakat sekitar, Mamoru menjadi anak yang kuper dan pemalu. Tetapi ia mampu mengatasi rasa takut akibat beban psikologis yang secara tidak langsung disebabkan oleh perilaku orang-orang yang mengucilkannya. Dari uraian di atas, pen ulis memilih judul ‘Analisis Psikologis Tokoh Utama dalam Novel “The Devil’s Whisper” Karya Miyuki Miyabe” karena penulis tertarik untuk membahas psikologis tokoh utama dalam novel tersebut. Penulis lebih memilih unsur psikologis sebagai pendekatan dalam penelitian ini, karena pendekatan psikologis lebih menekankan pada penelitian tentang kejiwaan. Penelitian ini ingin membahas lebih dalam unsur konflik dan kepribadian yang merupakan bagian dari unsur kejiwaan sehingga penulis memilih pendekatan psikologis daripada pendekatan lainnya. Selain itu, penulis juga merasa tertarik karena kemampuan tokoh utama yang bisa bangkit dari keterpurukan dan hatinya yang mulia bisa memaafkan orang-orang yang telah menyakitinya dan keluarganya. Perbuatan Id dari tokoh cerita ada banyak di dalam novel ini dan menjadi cermin bagi para pembaca. Hal ini akan dibahas lebih lanjut pada bab selanjutnya.

1.2 Perumusan Masalah