commit to user
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan arus globalisasi yang begitu cepat telah membawa dampak pada perkembangan teknologi dan modernisasi yang semakin pesat.
Perkembangan tersebut juga membawa berbagai macam perubahan dalam hidup manusia. Mulai dari gaya hidup, realitas sosial yang terjadi saat ini, maraknya
kriminalitas dengan kekerasan, pergaulan bebas remaja, penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang membuat kekhawatiran orang tua semakin besar
terhadap masa depan putra putrinya dan mendorong orang tua untuk mencari sebuah bentuk pendidikan yang bisa menyelamatkan putra putri mereka dari
dampak negatif modernisasi serta mampu mengembangkan kepribadian dan karakter putra-putri mereka.
Pondok pesantren merupakan salah satu tempat pendidikan keagamaan yang populer di Indonesia yang dianggap mampu mengembangkan kepribadian santri
dan ikut serta dalam mencerdaskan bangsa. Pesantren yaitu suatu lembaga pendidikan yang menyediakan asrama atau pondok sebagai tempat tinggal
bersama sekaligus tempat belajar para santri dibawah bimbingan kyai Maksum, 2003. Selain sebagai lembaga pendidikan, pondok pesantren juga berfungsi
sebagai tempat penyiaran agama Islam dan pusat pengembangan masyarakat. Pesantren merupakan lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam
yang di dalamnya terjadi interaksi antara kyai atau ustadz sebagai guru dan para
1
commit to user
santri sebagai murid. Pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan agama Islam dengan sistem asrama atau kampus dimana santri-santri menerima
pendidikan agama islam melalui sistem madrasah yang sepenuhnya berada di bawah pimpinan seorang atau beberapa orang kyai Tim peneliti mahasiswa FIAI-
UMS, 1990. Sebagai lembaga pendidikan dengan sistem asrama, maka para santri diharuskan untuk tinggal 24 jam di lingkungan pondok pesantren.
Pondok pesantren Al-Muayyad merupakan pesantren yang menerapkan sistem asrama. Para santri diwajibkan untuk tinggal di pesantren selama 24 jam
untuk menerima pelajaran. Selain pelajaran agama, santri juga diberikan pelajaran umum, yaitu SMP, SMA, dan MA. Kegiatan santri dimulai setelah sholat Subuh,
yaitu mengaji Al-Qur’an yang diasuh oleh ustadz dan ustadzah, kemudian sekolah mulai jam tujuh pagi sampai jam dua belas siang, setelah itu masuk madrasah
diniyyah sampai jam empat sore, santri juga diberi kesempatan untuk mengembangkan bakat dan minatnya dengan memilih kegiatan ekstrakurikuler
yang mereka sukai. Setelah sholat maghrib santri mengaji Al-Qur’an lagi. Pengajian kitab dimulai setelah sholat isya’ sampai jam sembilan malam, setelah
itu santri diwajibkan belajar. Setelah belajar santri istirahat di kamar masing- masing dan dibangunkan untuk melakukan sholat tahajjud berjamaah jam tiga
pagi. Sistem pendidikan pesantren yang berlangsung sepanjang waktu secara
terus menerus sangat memungkinkan terjadinya komunikasi antara sesama santri maupun dengan ustadz yang lebih dari cukup. Dengan kondisi semacam itu, di
pesantren Al-Muayyad terasa sekali kekentalan hubungan dan interaksi yang
commit to user
hangat antara sesama santri maupun antara santri dengan ustadz. Agar dapat membina hubungan yang akrab dan interaksi yang hangat tersebut santri perlu
melakukan self disclosure. Menurut Altman dan Taylor self disclosure merupakan kemampuan seseorang untuk mengungkapkan informasi mengenai diri kepada
orang lain yang bertujuan untuk mencapai hubungan yang akrab dalam Gainau, 2009. Self disclosure merupakan salah satu faktor yang dibutuhkan dalam
hubungan interpersonal, karena dengan adanya pengungkapan diri seseorang dapat mengungkapkan pendapatnya, perasaannya, cita-citanya dan sebagainya,
sehingga memunculkan hubungan keterbukaan. Hubungan keterbukaan ini akan memunculkan hubungan timbal balik positif yang menghasilkan rasa aman,
adanya penerimaan diri, sehingga mampu menyelesaikan berbagai masalah hidup. Self disclosure
merupakan salah satu hal yang dipelajari oleh anak dari keluarga. Dalam keluarga orang tualah yang berperan mengasuh, membimbing,
dan mengarahkan anak. Di lingkungan keluarga biasanya individu mempunyai seorang figur attachment yaitu seseorang dimana individu mempunyai hubungan
emosional yang erat dengan figur tersebut. Pada umumnya figur attachment yang dimiliki individu adalah orang yang mengasuhnya, dalam hal ini adalah ibu atau
orang tua. Menurut Jones dalam Bashori, 2003 kualitas kelekatan atau attachment
individu dengan figur attachment memiliki pengaruh jangka panjang terhadap perkembangan gejala-gejala psikopatologi, kompetensi sosial dan
performansi anak di sekolah. Kelekatan atau attachment merupakan suatu ikatan emosional yang kuat
yang dikembangkan anak melalui interaksinya dengan orang yang mempunyai arti
commit to user
khusus dalam kehidupannya, biasanya orang tua Ervika, 2005. Berdasarkan kualitas hubungan anak dengan orang tua, maka anak akan mengembangkan
konstruksi mental mengenai diri dan orang lain yang akan akan menjadi mekanisme penilaian terhadap penerimaan lingkungan Bowlby dalam Ervika,
2005. Anak yang merasa yakin terhadap penerimaan lingkungan akan
mengembangkan kelekatan yang aman dengan figur lekatnya secure attachment dan mengembangkan rasa percaya tidak saja pada ibu juga pada lingkungan. Hal
ini akan membawa pengaruh positif dalam proses perkembangannya. Beberapa penelitian membuktikan bahwa anak yang memiliki secure attachment akan
mampu mengatasi tekanan dalam hidupnya Schore, 2001 dan menunjukkan kompetensi sosial yang baik pada masa kanak-kanak serta bisa melakukan
penyesuaian dengan baik di sekolah Wilkinson dan Kraljevic, 2004. Anak-anak ini juga lebih mampu membina hubungan persahabatan yang intens, interaksi
yang harmonis, lebih responsif dan tidak mendominasi. Sementara itu Grosman dan Grosman dalam Ervika, 2005 menemukan bahwa anak dengan kualitas
kelekatan aman lebih mampu menangani tugas yang sulit dan tidak cepat berputus asa. Kelekatan yang terbentuk pada diri anak sangat penting karena merupakan
titik permulaan dari hubungan individu dengan individu lainnya. Apa yang dipelajari dari hubungan attachment antara ibu dan anak akan mempengaruhi
kemampuan anak dalam menjalin hubungan dengan orang lain di kemudian hari. Masuk dalam pesantren berarti harus berpisah dengan orang tua dan tinggal
dipondok dalam waktu yang lama. Hal ini akan menyebabkan individu merasa
commit to user
stres dan merasa kesepian karena berpisah dengan keluarganya. Individu yang mengalami stres dan kesepian tidak memiliki ketrampilan sosial dan kompetensi
sosial yang diperlukan untuk memulai dan mengembangkan hubungan yang akrab dengan orang lain Wei dkk., 2005. Agar dapat membina hubungan akrab dengan
orang lain santri perlu mengurangi rasa kesepian dan depresi, salah satu cara yang dapat membantu mengurangi rasa kesepian dan depresi adalah dengan melakukan
pengungkapan diri. Tidak semua santri dapat dengan mudah melakukan self disclosure
. Santri yang memiliki secure attachment memiliki rasa percaya kepada orang lain dan tidak merasa takut dekat dengan orang lain Yessy, 2003. Hal itu
akan membuat santri lebih mudah untuk melakukan self disclosure. Sebagian besar santri pondok pesantren Al-Muayyad berusia remaja, yang
merupakan masa peralihan dari anak-anak menjadi dewasa. Pada masa ini remaja dihadapkan pada perubahan-perubahan yang membuatnya bingung. Menurut
Hurlock 1993 pada masa ini remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan orang dewasa. Kalau remaja berperilaku seperti anak-anak ia akan diajari untuk
bertindak sesuai umurnya, sedangkan apabila berperilaku seperti orang dewasa ia seringkali dimarahi karena mencoba bertindak seperti orang dewasa. Perubahan-
perubahan ini membuat remaja mengalami kebingungan. Sehingga sebagian besar remaja menghadapi masalah baik itu dengan orang tua, teman, pacar maupun
dengan kehidupan di sekolah. Seperti remaja pada umumnya, santri juga mengalami masalah, bahkan
lebih dari remaja yang lain karena santri hidup di lingkungan yang berbeda dengan lingkungan di rumah. Di pesantren santri jauh dari orang tua dan saudara-
commit to user
saudaranya dan harus hidup mandiri tanpa bergantung pada orang lain. Masalah- masalah tersebut bisa membuat santri mengalami stres atau merasa tertekan
sehingga akan mengganggu kehidupannya. Dalam menghadapi masalahnya santri membutuhkan bantuan dari orang lain misalnya orang tua, teman, guru, dan
ustadz atau kyai. Keberadaan orang lain membuat individu merasa lebih mudah dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Seseorang yang mendapatkan
banyak dukungan dari orang disekitarnya akan lebih kecil kemungkinannya untuk mengalami depresi, serta lebih kecil kemungkinannya untuk terlibat dalam
perilaku menyimpang seperti mengkonsumsi obat-obatan terlarang, minum- minuman beralkohol dan melakukan tindakan kriminal Rahardjo dkk., 2008.
Self disclosure merupakan salah satu bentuk komunikasi interpersonal yang
pelaksanaannya melibatkan orang lain. Kehadiran orang lain didalam kehidupan pribadi seseorang begitu diperlukan untuk saling memberi perhatian, membantu,
mendukung, dan bekerja sama dalam menghadapi tantangan kehidupan. Bantuan sekelompok individu terhadap individu atau kelompok disebut dukungan sosial.
Individu membutuhkan dukungan sosial baik yang berasal dari teman maupun keluarga. Dukungan sosial diartikan sebagai kesenangan, bantuan, yang diterima
seseorang melalui hubungan formal dan informal dengan yang lain atau kelompok Gibson dalam Andarika, 2004.
Melalui dukungan sosial individu merasakan adanya kedekatan, perasaan memiliki, penghargaan, serta adanya ikatan yang dapat dipercaya yang dapat
memberikan bantuan dalam berbagai keadaan Ruwaida dkk., 2006. Santri yang mendapatkan banyak dukungan akan merasa bahwa dirinya diperhatikan, dicintai
commit to user
dan dihargai Hartanti, 2002. Self disclosure dapat dilakukan jika individu mau membuka daerah tersembunyi dengan cara memberikan informasi yang bersifat
pribadi dan rahasia kepada orang lain. Kesediaan membuka diri tersebut berawal dari adanya penilaian positif terhadap orang lain. Dengan adanya dukungan sosial
yang diterimanya diharapkan akan membantu santri melakukan self disclosure karena memiliki rasa percaya kepada orang lain untuk berbagi perasaan dan
masalah yang santri alami, serta bersedia membantunya.
B. Perumusan Masalah