Studi Aliran Daya TINJAUAN PUSTAKA

6 a b Gambar 2.1 a Sistem Kelistrikan Tradisional dan b Sistem Kelistrikan dengan Distributed Generation

2.2 Studi Aliran Daya

Studi aliran daya merupakan suatu bagian yang penting dalam analisis sistem tenaga. Studi Aliran Daya diperlukan untuk tahap perencanaan, pengaturan biaya, dan dapat menjadi peramalan untuk perencanaan pengembangan jaringan di masa depan. Beberapa parameter yang perlu diperhatikan dalam aliran daya adalah menentukan besar dan sudut fasa dari tegangan pada masing – masing bus, serta daya aktif dan reaktif yang mengalir pada setiap penyulang. Dalam penyelesaian sebuah aliran daya, sistem dioperasikan dalam keadaan seimbang. Besaran – besaran yang menjadi parameter dalam studi aliran daya adalah besar tegangan |�|, sudut fasa �, daya aktif P, dan daya reaktif Q. Universitas Sumatera Utara 7 Setiap bus dalam sistem tenaga listrik dikelompokkan menjadi 3 tipe bus, yaitu : 1. Bus beban. Bus beban adalah bus yang tidak memiliki unsur pembangkitan tenaga listrik generator, dan terhubung secara langsung dengan beban konsumen. Bus beban biasa disebut dengan P-Q bus, karena pada bus ini, yang dapat diatur adalah kapasitas daya yang terpasang. P merupakan daya aktif terpasang dalam satuan Watt W, sedangkan Q merupakan daya reaktif terpasang dalam satuan Volt Ampere Reaktif VAR. Hubungan antara daya aktif dan daya reaktif terhubung dengan nilai cos phi cos φ. 2. Bus generator Bus generator atau biasa disebut bus voltage controlled. Disebut demikian, karena tegangan pada bus ini biasanya dijaga konstan. Bus generator dihubungkan dengan generator yang dapat dikontrol daya aktif dan tegangannya. Pengaturan daya aktif pada bus ini diatur dengan mengontrol penggerak mula prime mover, sedangkan pengaturan tegangan pada bus ini diatur dengan mengontrol arus eksitasi pada generator. Oleh karena daya aktif P dan tegangan V yang dapat dikontrol, maka bus ini sering disebut sebagai P-V bus. 3. Bus referensi Pada bus referensi atau biasa disebut slack bus, adalah sebuah bus generator yang dianggap sebagai bus utama karena merupakan bus yang memiliki kapasitas daya yang paling besar. Oleh karena daya yang dapat disalurkan oleh bus ini besar, maka dari itu, pada bus ini hanya nilai tegangan dan sudut fasa yang bisa diatur, sedangakan besar daya aktif dan reaktifnya akan dicari dalam perhitungan. Universitas Sumatera Utara 8 Dalam sistem pemrograman, tipe bus identik dengan kode angka. Dimana kode untuk bus referensi adalah angka 1, kode untuk bus generator adalah angka 2, dan kode untuk bus beban adalah angka 3. Untuk lebih jelasnya dari pembagian tipe dan kode bus, dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini : Tabel 2.1 Tipe Bus Dalam Sistem Tenaga Listrik Tipe bus Kode Bus Nilai yang diketahui Nilai yang dihitung Bus beban 3 P, Q V, δ Bus generator 2 P, V Q, δ Bus referensi 1 V, δ P, Q Diagram satu garis beberapa bus dari suatu sistem tenaga diperlihatkan pada Gambar 2.2 Gambar 2.2 Diagram Satu Garis dari N-bus dalam Suatu Sistem Tenaga Universitas Sumatera Utara 9 Arus pada bus I dapat ditulis: = � � + � � − � + � � − � + … + � � � − � � = � + � + � + … + � � � − � � − � � − … − � � � � 2.1 Kemudian, didefinisikan: = � + � + � + … + � � = −� = −� ↓ � = −� � Dalam bentuk matriks admitansi dapat dinyatakan menjadi: = [ … � � ⋮ ⋮ ⋮ … � ] 2.2 Sehingga I i pada Persamaan 2.1 dapat ditulis menjadi: = � + � + � + … + � � � 2.3 Atau dapat ditulis: = � + ∑ � � � � �= �≠ 2.4 Persamaan daya pada bus I adalah: − = � ∗ ; dimana � ∗ adalah conjugate pada bus i = − � ∗ 2.5 Universitas Sumatera Utara 10 Dengan melakukan substitusi Persamaan 2.5 ke Persamaan 2.4 maka diperoleh: − � ∗ = � + ∑ � � � � �= �≠ 2.6 Dari Persamaan 2.6 terlihat bahwa persamaan aliran daya bersifat tidak linier dan harus diselesaikan dengan metode numerik. 2.2.1 Metode Newton Raphson Kecepatan relatif dari bermacam-macam metode analisis aliran beban sukar dipastikan. Salah satu metoda untuk menghitung aliran daya adalah metode Newton-Raphson . Metode ini memiliki perhitungan lebih baik untuk sistem tenaga yang lebih besar dan tidak linier. Metode ini juga memiliki keuntungan dalam hal konvergensi yang jauh lebih cepat dan persamaan aluran daya yang dirumuskan dalam bentuk polar. Dimana penurunan rumus nya dapat dilihat sebagai berikut [4] Pada suatu bus dimana besarnya tegangan dan daya reaktif yang tidak diketahui, nilai real dan imajiner tegangan untuk setiap iterasi didapatkan dengan menghitung nilai daya reaktif terlebih dahulu. Dari Persamaan 2.5 diperoleh: − � ∗ = � + ∑ � � � � �= �≠ 2.7 Dimana i = n, sehingga diperoleh: − = � ∗ ∑ � � � � �= 2.8 = − { � ∗ ∑ � � � � �= } 2.9 Untuk menerapkan metode Newton-Raphson pada penyelesaian persamaan aliran kita menyatakan tegangan bus dan admitansi saluran dalam bentuk polar. Jika kita pilih bentuk polar dan kita uraikan Persamaan 2.7 ke dalam unsur real dan imajiner maka didapatkan: Universitas Sumatera Utara 11 � = |� | ∠� � � = |� � | ∠� � ; � = | � | ∠� � Sehingga didapatkan: − = ∑ | � � � � | � �= ∠� � + � � − � 2.9 = ∑ | � � � � | � �= cos � � + � � − � 2.10 = − ∑ | � � � � | � �= sin � � + � � − � 2.11 Persamaan 2.10 dan Persamaan 2.11 merupakan langkah awal perhitungan aliran daya dengan metode Newton-Raphson. Penyelesaian aliran menggunakan proses iterasi k+1. Untuk iterasi pertama menggunakan nilai k = 0 merupakan nilai perkiraan awal yang diterapkan sebelum dimulai perhitungan aliran daya. Hasil perhitungan daya menggunakan Persamaan 2.10 dan Persamaan 2.11 akan diperoleh nilai dan . Hasil ini digunakan untuk menghitung nilai ∆ dan ∆ menggunakan persamaan berikut: ∆ = � − 2.12 ∆ = � − 2.13 Hasil perhitungan Persamaan 2.12 dan Persamaan 2.13 digunakan untuk membentuk matriks Jacobian. Persamaan matriks Jacobian disusun sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara 12 [ ∆ : ∆ � ∆ : ∆ � ] = [ � �� … � �� : : : � �� … � �� � �|� | … � �|� | : : : � �|� | … � �|� | � �� … � �� : : : � �� … � �� � �|� | … � �|� | : : : � �|� | … � �|� | ] [ ∆� : ∆� ∆|� � | : ∆|� � |] 2.14 Secara umum Persamaan 2.14 dapat disederhanakan ke dalam bentuk: [∆∆ ] = [ ][ ∆� ∆|�| ] 2.15 Unsur Jacobian diperoleh dengan membuat turunan parsial dari Persamaan 2.10 dan Persamaan 2.11 dan memasukkan nilai tegangan perkiraan pada iterasi pertama. Dimana dalam menentukan matriks Jacobian adalah sebagai berikut: Jumlah baris dan kolom matriks dibuat berdasarkan dengan [2n-2-m x 2n- 2-m] dan jumlah baris dan kolom J1 dibuat berdasarkan [n-1 x n-1], jumlah baris dan kolom J2 dibuat berdasarkan [n-1 x n-1-m], jumlah baris dan kolom j3 dibuat berdasarkan [n-1-m x n-1], lalu jumlah baris dan kolom j4 dibuat berdasarkan [n-1-m x n-1-m]. Komponen diagonal dan off diagonal dari J1 adalah : � �� = ∑ | � � � � | � �≠ cos � � + � � − � 2.16 � �� = −| � � � � | cos � � + � � − � j ≠ 1 2.17 Komponen diagonal dan off diagonal dari J2 adalah : � �� = |� cos � + ∑ | � | � �≠ cos � � + � � − � 2.18 � �� = −| � � | cos � � + � � − � j ≠ 1 2.19 Komponen diagonal dan off diagonal dari J3 adalah : Universitas Sumatera Utara 13 � �� = ∑ | � � � � | � �≠ cos � � − � � + � 2.20 � �� = −| � � � � | cos � � − � � + � j ≠ 1 2.21 Komponen diagonal dan off diagonal dari J4 adalah : � �� = − |� sin � − ∑ | � | � �≠ sin � � + � � + � 2.22 � �� = −| � � | sin � � + � � − � j ≠ 1 2.23 Setelah mendapatkan nilai matriks Jacobian selanjutnya dilakukan perhitungan pada nilai ∆� dan ∆|�| dengan cara melakukan inverse matriks Jacobian , sehingga diperoleh bentuk sebagai berikut: [ ∆� ∆|�| ] = [ ] − [∆∆ ] 2.24 Setelah nilai ∆� dan ∆|�| didapat, kita dapat menghitung nilai tersebut untuk iterasi berikutnya, yaitu dengan menambahkan nilai ∆� dan ∆|�| , sehingga diperoleh persamaan berikut: � + = � + ∆� 2.25 |�| + = |�| + ∆|�| 2.26 Hasil perhitungan Persamaan 2.19 dan Persamaan 2.20 digunakan lagi dalam proses iterasi selanjutnya, yaitu dengan memasukkan nilai hasil ke dalam Persamaan 2.10 dan Persamaan 2.11 sebagai langkah awal perhitungan aliran daya. Proses ini dilakukan secara terus menerus sampai diperoleh nilai yang konvergen. Secara ringkas, metode penyelesaian aliran daya menggunakan metode Newton-Raphson dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara 14 1. Tentukan nilai-nilai dan yang mengalir ke dalam sistem pada setiap bus untuk nilai yang diperkirakan dari besar tegangan V dan sudut fasanya δ untuk iterasi pertama atau nilai tegangan yang ditentukan paling akhir untuk iterasi berikutnya 2. Hitung � pada setiap rel 3. Hitung nilai-nilai untuk Jacobian dengan menggunakan nilai-nilai perkiraan atau yang ditentukan dari besar dan sudut fasa tegangan dalam persamaan untuk turunan parsial yang ditentukan dengan persamaan diferensial Persamaan 2.10 dan Persamaan 2.11 4. Inverse matriks Jacobian dan hitung koreksi-koreksi tegangan ∆� dan ∆|� | pada setiap rel 5. Hitung nilai yang baru dari |� | dan � dengan menambahkan nilai ∆� dan ∆|� | pada setiap rel 6. Kembali ke langkah 1 dan ulangi proses tersebut dengan menggunakan nilai besar dan sudut fasa tegangan yang ditentukan oleh nilai hasil terakhir sehingga semua nilai yang diperoleh lebih kecil dari indeks ketepatan yang dipilih. 2.2.2 Contoh Perhitungan Aliran Daya Dilakukan perhitungan aliran daya menggunakan metode Newton-Raphson seperti yang dijelaskan sebelumnya. Dimisalkan sebuah jaringan distribusi seperti digambarkan pada Gambar 2.3 mempunyai satu slack bus, satu bus generator dan satu bus beban. Universitas Sumatera Utara 15 Gambar 2.3 Single Line Diagram dengan 3 Bus Didapatkan nilai matriks Y dari jaringan distribusi tersebut sebagai berikut: = [ − − ] = [ − − + − + − + ± − + − + − + − ] Dengan menggunakan Persamaan 2.9, diperoleh: = |� ||� || | cos � − � + � + |� | |� | cos � − � + � + |� | | | cos � = −|� ||� || | sin � − � + � − |� | |� | sin � − � + � − |� | | | sin � = |� ||� || | cos � − � + � + |� | |� | cos � − � + � + |� | | | cos � Universitas Sumatera Utara 16 Setelah didapatkan nilai P 2 dan nilai Q 2 , dilakukan perhitungan untuk mendapatkan nilai ∆ dan ∆ sesuai Persamaan 2.12 dan Persamaan 2.13 sebagai berikut: ∆ = ℎ − ℎ � ∆ = ℎ − ℎ � Dimana matriks jacobian dibentuk dengan persamaan : � �� = |� ||� || | sin � − � + � + |� | |� | | | sin � − � + � | � �� = −|� | |� || | sin � − � + � � �� = |� || | cos � − � + � + |� || | cos � − � + � + |� | | | cos � � �� = −|� | |� | | | sin � − � + � � �� = |� ||� || | sin � − � + � + |� | |� | | | sin � − � + � | � �� = −|� | | | cos � − � + � � �� = |� ||� || | cos � − � + � + |� | |� | | | sin � − � + � | � �� = −|� | |� | | | cos � − � + � � �� = − |� || | cos � − � + � − |� || | sin � − � + � − |� | | | sin � ℎ = - + = − − . pu Universitas Sumatera Utara 17 ℎ = = 2 pu ∆ = ℎ − = -4 - -1,14 = -2,86 ∆ = ℎ − = -2,5--2,28 = -0,22 ∆ = ℎ − = 2 – 0,5616 = 1,4384 Lalu masukan semua nilai pada element matriks jacobian. [ − , , − , ] = [ , , , , , , , , , ] [ ∆� ∆� ∆� ] Dimana, hasil perhitungan dari atas akan didapatkan : ∆� = − , ∆� = , ∆� = − , Lalu hasil selisih di atas ditambahkan dengan nilai awal � = 0 + -0,045263 = 0,045263 � = + − , = , � = + − , = , Lalu nilai yang didapatkan di atas, dimasukan lagi ke dalam matriks jacobian untuk dilakukan perhitungan pada interasi ke 2, lalu dilanjutkan sampai nilai menjadi konvergen. Lalu nilai ahkir yang akan didapatkan adalah sebagai berikut : � = 0,047058 + -0,0000038 = 0,04706 � = , + − , = , � = , + − , = , Universitas Sumatera Utara 18 Lalu nilai di atas dimasukan ke dalam Persamaan 2.9 untuk mencari besar daya aktif dan daya reaktif pada bus 3 dan bus 1 = −|� ||� || | sin � − � + � − |� | |� | sin � − � + � − |� | | | sin � = |� ||� || | cos � − � + � + |� | |� | cos � − � + � + |� | | | cos � = −|� ||� || | sin � − � + � − |� | |� | sin � − � + � − |� | | | sin � Maka hasil yang didapatkan adalah sebagai berikut = 1,4085 pu = 2,1842 pu = 1,4617 pu Hasil perhitungan tersebut masih belum akurat sepenuhnya dan dibutuhkan iterasi lanjutan untuk menghasilkan data yang konvergen. Perhitungan iterasi yang terlalu banyak menjadi alasan digunakan simulasi menggunakan program komputer dalam melihat aliran daya pada suatu sistem kelistrikan.

2.3 Pengaturan Tegangan

Dokumen yang terkait

Penentuan Titik Interkoneksi Distributed Generation Pada Jaringan Distribusi 20 Kv Dengan Bantuan Metode Artificial Bee Colony (Studi Kasus : Pltmh Aek Silau 2)

9 87 165

Studi Koordinasi Fuse Dan Recloser Pada Jaringan Distribusi 20 Kv Yang Terhubung Dengan Distributed Generation (Studi Kasus: Penyulang PM. 6 Gardu Induk Pematangsiantar)

3 8 220

Studi Koordinasi Fuse Dan Recloser Pada Jaringan Distribusi 20 Kv Yang Terhubung Dengan Distributed Generation (Studi Kasus: Penyulang PM. 6 Gardu Induk Pematangsiantar)

0 0 25

Studi Koordinasi Fuse Dan Recloser Pada Jaringan Distribusi 20 Kv Yang Terhubung Dengan Distributed Generation (Studi Kasus: Penyulang PM. 6 Gardu Induk Pematangsiantar)

0 0 25

Studi Regulasi Tegangan Menggunakan Step Voltage Regulator pada Jaringan Distribusi 20 kV yang Terhubung dengan Distributed Generation

0 0 14

Studi Regulasi Tegangan Menggunakan Step Voltage Regulator pada Jaringan Distribusi 20 kV yang Terhubung dengan Distributed Generation

0 0 1

Studi Regulasi Tegangan Menggunakan Step Voltage Regulator pada Jaringan Distribusi 20 kV yang Terhubung dengan Distributed Generation

0 0 3

Studi Regulasi Tegangan Menggunakan Step Voltage Regulator pada Jaringan Distribusi 20 kV yang Terhubung dengan Distributed Generation

0 0 41

Studi Regulasi Tegangan Menggunakan Step Voltage Regulator pada Jaringan Distribusi 20 kV yang Terhubung dengan Distributed Generation

0 1 2

Studi Regulasi Tegangan Menggunakan Step Voltage Regulator pada Jaringan Distribusi 20 kV yang Terhubung dengan Distributed Generation

0 0 56