36 kontrol  dan  semakin  cepat  terjadinya  diare  maka  efek  antidiare  akan  semakin
lemah. Hasil  penentuan  saat  mulai  terjadinya  diare  dapat  di  lihat  pada  analisis
Duncan Lampiran 19, halaman 78. Pengujian  efek  antidiare  pada  penelitian  ini,  menggunakan  metode  yang
sama dengan penelitian yang telah dilakukan Winda 2010, yaitu metode defekasi dengan  menggunakan  oleum  ricini  sebagai  penginduksi.  Bedanya  terletak  pada
banyaknya oleum ricini, yang  mana waktu mulai terjadinya  diare pada  penelitian Winda yang di beri oleum ricini 0,5 mlekor adalah menit ke-129,2. Hasil tersebut
berbeda dengan  penelitian EEDG, yaitu pada menit ke-107,83 dengan pemberian oleum  ricini  2  mlekor.  Waktu  mulai  terjadinya  diare  tersebut  di  sebabkan  oleh
pengaruh  jumlah  oleum  ricini  yang  diberikan  pada  hewan  uji.  Semakin  banyak penginduksi  yang  diberikan,  maka  semakin  cepat  diare  yang  di  timbulkan  Tjay
dan Rahardja, 2002.
3.4.2 Penentuan konsistensi feses
A. Konsistensi feses diameter serapan air Pada  hasil  data  konsistensi  feses  diameter  serapan  air  yang  di  peroleh
dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Hasil data konsistensi feses diameter serapan air
Keterangan:  OR : oleum ricini; EEDG : ekstrak etanol daun gambir
SD  : standar deviasi No
Kelompok mgkg bb
Diameter serapan air berlendir
cm ± SD lembek
cm ± SD normal cm
± SD 1
OR + CMC 1 bb 3,41 ± 0,27
1,68 ± 0,14 0,26 ± 0,08
2 OR + Loperamid HCl 1
2,26 ± 0,21 1,16 ± 0,16
0,13 ± 0,05 3
OR + EEDG 25 3,28 ± 0,23
1,48 ± 0,14 0,20 ± 0,08
4 OR + EEDG 50
2,63 ± 0,18 1,50 ± 0,17
0,21 ± 0,07 5
OR + EEDG 75 2,21 ± 0,17
1,18 ± 0,14 0,13 ± 0,05
6 OR + EEDG 100
2,16 ± 0,16 1,13 ± 0,12
0,10 ± 0,00
Universitas Sumatera Utara
37
Gambar 4.2 Grafik diameter serapan air
Pada Tabel  4.4  dan Gambar 4.2  menunjukkan hubungan antara dosis  dan konsistensi  feses  diameter  serapan  air  setelah  pemberian  EEDG  dapat  dilihat
pada Lampiran 15, halaman 68. Pada  hasil  analisis  statistik  anava  p0,05  dilanjutkan  uji  beda  rata-rata
duncan  konsistensi  feses  diameter  serapan  air,  menunjukkan  diameter  serapan air  berlendir  yang  di  hasilkan  kelompok  dosis  50  mgkg  bb  yang  berbeda
signifikan  dengan  masing-masing  kelompok.  Perbedaan  yang  tidak  signifikan  di hasilkan  oleh  kelompok  pembanding,  dosis  75  dan  100  mgkg  bb,  juga  pada
kelompok dosis 25 mgkg  bb  dengan kelompok  kontrol tidak berbeda  signifikan. Hasil  diameter  serapan  air  lembek,  menunjukkan  kelompok  kontrol,  berbeda
secara  signifikan  terhadap  masing-masing  kelompok.  Efek  yang  tidak  berbeda secara  signifikan  di  hasilkan  oleh  kelompok  dosis  75,  100  mgkg  bb  dan
kelompok pembanding, juga kelompok dosis 25 mgkg bb dengan dosis 50 mgkg bb tidak berbeda signifikan. Terlihat pada Lampiran 19, halaman 78.
0.5 1
1.5
2
2.5 3
3.5
W a
k tu
Kelompok Diameter serapan air vs waktu
berlendir lembek
normal
Universitas Sumatera Utara
38 B. Konsistensi feses berat feses
Pada analisis  data konsistensi  feses berat  feses yang di  peroleh  dapat  di lihat pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5
Hasil analisis data berat feses
Keterangan:  OR : oleum ricini; EEDG : ekstrak etanol daun gambir
SD : standar deviasi
Gambar 4.3 Grafik berat feses
Penentuan  konsistensi  feses  di  lakukan  dengan  cara  melihat  bentuk  feses yang terjadi,  dapat di kategorikan ke dalam kelompok konsistensi  feses  berlendir
BL dengan diameter serapan air lebih besar dari 2 cm, konsistensi  feses lembek
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5 4
W a
k tu
Kelompok Berat feses  vs waktu
berlendir lembek
normal
No Kelompok
mgkg bb Berat feses
berlendir g ± SD
lembek g ± SD
normal g ± SD
1 OR + CMC 1 bb
3,57 ± 0,35 1,81 ± 0,15
0,26 ± 0,03 2
OR + Loperamid HCl 1 2,40 ± 0,22
1,30 ± 0,13 0,14 ± 0,02
3 OR + EEDG 25
3,43 ± 0,22 1,62 ± 0,14
0,19 ± 0,03 4
OR + EEDG 50 2,78 ± 0,20
1,64 ± 0,17 0,20 ± 0,04
5 OR + EEDG 75
2,36 ± 0,19 1,31 ± 0,16
0,15 ± 0,03 6
OR + EEDG 100 2,32 ± 0,16
1,27 ± 0,11 0,13 ± 0,03
Universitas Sumatera Utara
39 L  dengan  diameter  serapan  air  antara  1-2  cm,  konsistensi  feses  normal  N
dengan diameter serapan air lebih kecil dari 1 cm.
Pada Tabel 4.5  dan Gambar  4.3  menunjukkan hubungan antara dosis  dan konsistensi  feses  berat  feses  setelah  pemberian  EEDG  dapat  di  lihat  pada
Lampiran 15, halaman 68. Pada  hasil  analisis  statistik  anava  p0,05  di  lanjutkan  uji  beda  rata-rata
Duncan konsistensi feses berat feses, menunjukkan berat feses berlendir yang di hasilkan  kelompok  dosis  50  mgkg  bb  memiliki  efek  yang  berbeda  secara
signifikan  terhadap  masing-masing kelompok. Perbedaan efek  yang  signifikan di hasilkan kelompok 75,100 mgkg bb dan kelompok pembanding,  juga kelompok
dosis 25 mgkg bb dan kelompok kontrol. Hasil  berat feses lembek, menunjukkan kelompok kontrol, kelompok dosis 25 dan 50 mgkg bb berbeda secara signifikan
terhadap  kelompok  dosis  75,  100  mgkg  bb  dan  kelompok  pembanding.  Uji Duncan berat  feses  normal,  menunjukkan hasil kelompok kontrol berbeda  secara
signifikan terhadap masing-masing kelompok. Efek yang tidak berbeda signifikan kelompok  dosis  75,  100  mgkg  bb  dan  kelompok  pembanding,  juga  kelompok
dosis  25  dan  50  mgkg  bb  tidak  berbeda  signifikan.  Terlihat  pada  Lampiran  19, halaman 79.
Pada  tabel  4.6  dapat  di  lihat  hubungan  antara  dosis,  waktu  defekasi  dan konsistensi  feses  feses  berlendirberair,  feses  lembek  dan  feses  normal  pada
hewan uji setelah pemberian EEDG.
Universitas Sumatera Utara
40
Tabel 4.6 Waktu defekasi setiap 30 menit selama 6 jam pengamatan setelah diberi
oleum ricini
Keterangan: : feses berlendir
: feses lembek : feses normal
I    : 0-30; II    : 30-60;
III   : 60-90; IV : 90-120;                   V   : 120-150;           VI  :150-180;
VII: 180-210;                VIII: 210-240;           IX  :240-270; X  : 270-300                   XI  : 300-330;            XII : 330-360
Pada  kelompok  kontrol,  defekasi  berlendir  terjadi  pada  menit  56-174,
defekasi  lembek  terjadi  pada  menit  191-293  dan  defekasi  normal  terjadi  pada menit 315-358. Pada kelompok pembanding, defekasi berlendir terjadi pada menit
Kelompok Tikus
Menit ke- I
II III
IV V
VI VII
VIII IX
X XI
XII
CMC 1 bb
1 60
75 137
168 205
233 282
325 2
59 80
142 174
197 255
279 318
341
3 58
110 147
172 237
262 330
4 56
140 200
260 288
352
5 60
82 107
167 200
230 257
293
358
6 57
100 135
191 223
275 315
347
Lop.HCl 1 mgkg bb
1 110
148 169
237 2
102 135
173 240
3 85
120 150
170 203
224 246
4 105
163 233
5 90
105 137
201 250
6 117
144 167
205 240
EEDG 25 mgkg bb
1 60
79 107
170 207
251 321
2 69
101 133
175 181
256 293
325
3 59
88 160
185 288
330 4
60 110
169 227
254 338
5 58
90 144
197 234
281
343
6 72
116 203
236 266
326 EEDG 50
mgkg bb 1
88 145
160 172
200 256
320 2
60 87
113 172
228 266
300 3
78 116
137 189
230 268
293 4
55 84
142 178
201 252
5 60
99 148
180 202
258 6
58 89
117 156
234 274
EEDG 75 mgkg bb
1 85
118 175
204 238
2 122
150 172
245 3
109 141
200 229
4 90
174 204
235 5
117 136
198 233
258 6
90 149
228 237
EEDG 100 mgkg bb
1 115
140 180
200 230
2 88
116 142
175 207
3 115
137 169
240 4
117 173
236 5
103 144
175 193
215 6
120 140
173 200
225
Universitas Sumatera Utara
41 85-120,  defekasi  lembek  terjadi  pada  menit  135-205  dan  defekasi  normal  terjadi
pada menit 224-250 .
Pada kelompok dosis 25 mgkg bb, defekasi berlendir terjadi pada  menit    58-133,  defekasi  lembek  terjadi  pada  menit  144-293  dan  defekasi
normal  terjadi  pada  menit  321-343.  Pada  kelompok  dosis  50  mgkg  bb,  defekasi berlendir terjadi pada menit 55-148, defekasi lembek terjadi  pada menit 137-266
dan  defekasi  normal  terjadi  pada menit  252-320. Pada kelompok dosis 75 mgkg bb,  defekasi  berlendir  terjadi  pada  menit  88-136,  defekasi  lembek  terjadi  pada
menit 141-233, dan  defekasi  normal terjadi  pada  menit 229-258. Pada kelompok dosis  100  mgkg  bb,  defekasi  berlendir  terjadi  pada  menit  88-144,  defekasi
lembek pada menit 140-180 dan defekasi normal terjadi pada menit 193-240. EEDG  dosis  75  mgkg  bb  dapat  membentuk  defekasi  normal  yang  tidak
berbeda  signifikan  p0,05  dengan  kelompok  pembanding.  Pada  hasil  tersebut dapat  di  simpulkan  bahwa  semakin  cepat  terbentuk  defekasi  normal,  maka
semakin kuat efek anti diare yang dimilikinya.
4.4.3 Penentuan frekuensi diare