5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tumbuhan
Tumbuhan gambir Uncaria gambir Roxb. termasuk dalam suku kopi- kopian, berasal dari tumbuhan perdu yang membelit dan memiliki batang keras.
Tinggi 1-3 cm, batang tegak, bulat, percabangan simpodial warna coklat pucat. Daun tunggal, berhadapan, bentuk elips, tepi bergerigi, pangkal bulat, ujung
meruncung, panjang 8-13 cm, lebar 4-7 cm, warna hijau, bunga majemuk, bentuk lonceng, diketiak daun, panjang lebih kurang 5 cm, mahkota 5 helai berbentuk
lonceng, tongkol bulat terdiri dari bunga kecil-kecil yang berwarna putih. Buah berbentuk bulat telur, panjang lebih kurang 1,5 cm berwarna hitam Haryanto,
2009; Mardisiswojo, 1968.
2.1.1 Sistematika tumbuhan
Sistematika tumbuhan gambir Uncaria gambir Roxb. Haryanto, 2009 sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Rubiales
Famili : Rubiaceae
Genus : Uncaria
Spesies : Uncaria gambir Hunter Roxb.
Universitas Sumatera Utara
6
2.1.2 Manfaat tumbuhan
Gambir dapat merangsang keluarnya getah empedu sehingga membantu kelancaran proses diperut dan usus. Fungsi gambir sebagai campuran obat seperti
luka bakar, obat diare, obat disentri, obat kumur-kumur, obat sariawan. Selain itu gambir di gunakan sebagai ramuan untuk makan sirih dan obat untuk sakit perut
Ermiati, 2004.
2.1.3 Kandungan kimia daun gambir
Senyawa kimia tumbuhan yang terdapat pada daun gambir adalah alkaloida, flavonoida, glikosida, tanin, saponin, steroidatriterpenoida.
1. Alkaloida Alkaloida merupakan senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau
lebih atom nitrogen, bersifat optis aktif. Kebanyakan alkaloida berbentuk Kristal dan hanya sedikit yang berupa cairan pada suhu kamar. Sebagian besar alkaloida
berasa pahit. Alkaloida sering kali beracun bagi manusia dan banyak yang mempunyai kegiatan fisiologi yang menonjol, jadi banyak di gunakan secara luas
dalam bidang pengobatan Harborne, 1973. Alkaloida juga terdapat di alam sebagai garam yang merupakan hasil
reaksi antara basa alkaloida dan asam misalnya asam sulfat untuk memberikan sulfat, atau asam klorida untuk memberikan hidroklorida Heinrich, 2009.
2. Flavonoida Flavonoida mengandung 15 atom karbon dalam inti dasarnya mempunyai
struktur C6-C3-C6 yaitu dua cincin aromatik yang di hubungkan oleh tiga atom karbon yang merupakan rantai alifatik Markham, 1988. Flavonoida mencakup
banyak pigmen yang paling umum dan terdapat pada seluruh tumbuhan mulai dari
Universitas Sumatera Utara
7 fungsi sampai angiospermae. Beberapa fungsi flavonoida untuk tumbuhan yaitu
pengaturan tumbuh, pengaturan fotosintesis, kerja antimikroba dan antivirus Robinson, 1991.
Menurut perkiraan, kira-kira 2 dari seluruh karbon yang di fotosisntesis oleh tumbuhan di ubah menjadi flavonoida atau senyawa yang berkaitan erat
dengannya. Sebagian besar tanin berasal dari flavonoida yang merupakan salah satu golongan fenol alam yang terbesar Markham, 1988.
3. Glikosida Glikosida adalah suatu senyawa bila di hidrolisis akan terurai menjadi gula
glikon dan senyawa lain aglikon atau genin. Glikosida yang gulanya berupa glukosa adalah glukosida. Glikosida di
bedakan menjadi α-glikosida dan β- glikosida. Pada tanaman, glikosida biasanya terdapat dalam bentuk beta.
Pembagian glikosida paling banyak berdasarkan aglikonnya. Umumnya glikosida mudah terhidrolisis oleh asam mineral atau enzim. Hidrolisis oleh asam
memerlukan panas dan hidrolisis oleh enzim tidak memerlukan panas Sirait, 2007.
4. Tanin Tanin adalah zat-zat penciut adstringensia yang berfungsi menciutkan
selaput lendir usus dan mengecilkan pori sehingga akan menghambat sekresi cairan dan elektrolit yang di perkirakan dapat menghalangi penyerapan kuman
dan toksin sekaligus mengurangi pengeluaran cairan berlebihan Tan dan Rahardja, 2002.
Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae terdapat khusus dalam jaringan kayu. Menurut batasannya, tanin dapat bereaksi
Universitas Sumatera Utara
8 dengan protein membentuk kopolimer mantap yang larut dalam air Robinson,
1991. Golongan tanin dalam makanan dan tanaman memberikan rasa kesat dan
pahit. Golongan ini terdiri atas senyawa polifenol larut-air, yang dapat memiliki bobot molekul berat. Secara garis besar, tanin terbagi menjadi dua golongan yaitu
tanin dapat-terhidrolisis, yang terbentuk dari esterifikasi gula dengan asam fenolat sederhana yang merupakan tanin turunan-sikamat misalnya asam galat, dan
tidak dapat-terhidrolisis, yang kadang di sebut tanin terkondensasi yang berasal dari polimerisasi kondensasi antar flavonoid. Tanin membentuk lapisan
pelindung yang terbentuk dari protein yang terkoagulasi pada sepanjang dinding usus sebelah proksimal stimulus yang menambah aktivitas peristaltik. Akibatnya
mukosa akan terikat lebih erat sehingga menjadi kurang permeable, suatu proses yang disebut adstrigensia. Tanin yang mendukung aktivitas adstrigensia, di mana
tanin juga yang menghambat kelangsungan mikroorganisme yang menginfeksi, mengurangi hipersekresi cairan dan menetralisir protein inflamasi. Adanya
afinitas terhadap protein bebas maka tanin akan berkonsentrasi pada area yang rusak. Tanin kondensasi mampu mengikat dan menonaktifkan aktifitas
hipersekresi toksin Sudarsono, 2002; Mills dan Bone, 2000. 5. Saponin
Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat dapat menimbulkan busa jika dikocok dalam air dan pada konsentrasi yang rendah, dapat
menyebabkan haemolisis sel darah merah. Beberapa saponin bekerja sebagai antimikroba Robinson, 1991. Keberadaan saponin sangat mudah di tandai
dengan pembentukan larutan koloidal dengan air apabila di kocok menimbulkan
Universitas Sumatera Utara
9 buih yang stabil. Pembentukan busa yang mantap sewaktu mengekstraksi
tumbuhan atau pada waktu memekatkan ekstrak tumbuhan merupakan terpercaya akan adanya saponin Harborne, 1973.
6. Steroidatriterpenoida Steroida adalah triterpenoida yang kerangka dasarnya cincin siklopentana
perhidrofenantren. Uji yang biasa di gunakan adalah reaksi Liebermann-Burchard yang dengan kebanyakan steroida dan triterpenoida memberikan warna hijau-biru
Harborne, 1973. Triterpenoida adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam
satuan isoprene dan secara biosintesis di turunkan dari hidrokarbon C30 asiklik. Senyawa ini berstruktur siklik yang rumit, kebanyakan berupa alkohol, aldehid
atau asam karboksilat, berupa senyawa tahan warna, berbentuk kristal. Triterpenoida dapat dibagi menjadi empat golongan senyawa yaitu triterpenoida
sebenarnya, steroida, saponin, dan glikosida jantung. Saponin dan glikosida jantung merupakan triterpenoida dan steroida yang terutama terdapat sebagai
glikosida Harborne, 1973.
2.2 Simplisia dan Ekstrak
2.2.1 Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang di gunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga kecuali di katakan lain, berupa bahan yang
telah di keringkan. Simplisia terdiri dari simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia mineral pelikan. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa
tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat. Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari selnya atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara
Universitas Sumatera Utara
10 tertentu di pisahkan dari tanamannya. Simplisia hewani adalah simplisia yang
berupa hewan utuh atau zat-zat yang berguna yang di hasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni. Simplisia mineral atau pelikan adalah simplisia
yang berupa bahan pelikan atau mineral yang belum di olah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni Ditjen POM, 2000.
2.2.2 Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan cair yang di peroleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir semua pelarut di uapkan dan massa atau serbuk yang tersisa di perlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah di
tetapkan Ditjen POM, 1995. Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia yang akan di ekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa
yang tidak dapat larut dan mempunyai struktur yang berbeda-beda. Metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut dapat di bagi dua cara
yaitu: a. Cara dingin
1. Maserasi Proses pengekstrakan simplisia menggunakan pelarut dengan beberapa
kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan kamar. Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada
keseimbangan. Maserasi kinetik berarti di lakukan pengadukan yang kontinu
Universitas Sumatera Utara
11 terus menerus. Remaserasi berarti di lakukan pengulangan penambahan pelarut
setelah di lakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya. 2. Perkolasi
Ekstraksi dengan pelarut yang baru sampai sempurna yang umumnya di lakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan
bahan, tahap maserasi antara tahap perkolasi sebenarnya penetesanpenampungan ekstrak, terus menerus sampai di peroleh ekstrak perkolat yang jumlahnya 1-5
kali bertahan. b. Cara Panas
1. Refluks Ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu
tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya di lakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5
kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna. 2. Soxhlet
Ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya di lakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah
pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik. 3. Digesti
Proses maserasi kinetik dengan pengadukan kontinu pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan kamar yaitu secara umum di lakukan
pada temperatur 40-50ºC. 4. Infus
Ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air bejana infus
Universitas Sumatera Utara
12 tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98ºC selama waktu
tertentu 15-20 menit.
5. Dekok Proses infus pada waktu yang lebih lama ≥ 30 menit dan temperatur
sampai titik didih air Ditjen POM, 2000.
2.3 Uraian Diare
Diare adalah keadaan buang air besar dengan frekuensi tidak normal meningkat dengan konsistensi tinja yang lembek atau cair dan merupakan gejala
dari penyakit tertentu atau gangguan lainnya Tan dan Rahardja, 2002. Kandungan cairan merupakan penentuan utama volume dan konsistensi feses dan
air umumnya 70 sampai 80 dari berat feses total. Pada orang yang sehat, makanan dicerna hingga menjadi bubur chymus,
kemudian di teruskan ke usus halus untuk di uraikan lebih lanjut oleh enzim- enzim. Setelah terjadi proses resorpsi, sisa chymus yang terdiri atas 90 air dan
sisa-sisa makanan yang sulit di cerna di dorong masuk ke usus besar. Dengan bantuan bakteri pengurai yang terdapat di usus besar sebagian besar sisa makanan
masih dapat di serap dan air di resorpsi kembali, sehingga isi usus menjadi lebih padat Endang dan Puspadewi, 2012.
2.3.1 Patofisiologi diare
Terdapat empat mekanisme patofisiologi diare yang mengganggu keseimbangan air dan elektrolit mengakibatkan terjadinya diare yaitu:
1. perubahan transport ion aktif yang di sebabkan oleh penurunan absorpsi natrium atau peningkatan sekresi klorida.
2. perubahan motilitas usus.
Universitas Sumatera Utara
13 3. peningkatan osmolaritas luminal.
4. peningkatan tekanan hidrostatik jaringan. Mekanisme tersebut sebagai dasar pengelompokkan diare secara klinik
yaitu: 1. Secretory diarrhea, terjadi ketika adanya rangsangan dari substansi seperti
vasoactive intestinal peptide VIP, pencahar atau toksin bakteri, hal tersebut dapat meningkatkan sekresi atau menurunkan absorpsi air dan elektrolit dalam
jumlah besar. 2. Osmotic diarrhea, di sebabkan oleh absorpsi zat-zat yang mempertahankan
cairan intestinal. 3. Exudative diarrhea, di sebabkan oleh infeksi saluran pencernaan yang
mengeluarkan darah ke dalam saluran pencernaan. 4. Motilitas usus, suatu kondisi peristaltik usus yang mengakibatkan
berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan.
2.3.2 Klasifikasi diare