34 efek  terhadap  penurunan  diare.  Sedangkan  untuk  dosis  10  mg  dan  20  mgkg  bb
tidak  digunakan  karena  tidak  memberikan  efek  yang  signifikan  terhadap penurunan diare.
Tikus  yang  telah  dipuasakan  18  jam  sebelum  penelitian,  di  kelompokkan menjadi 6  yang kemudian di berikan oleum ricini  sebanyak 2 ml  setiap ekornya.
Satu  jam  setelah  pemberian  oleum  ricini  masing-masing  kelompok  di  beri perlakuan yaitu kelompok kontrol negatif di berikan suspensi CMC dosis 1 bb,
kelompok kontrol positif di berikan suspensi loperamid HCl dosis 1 mgkg bb dan kelompok bahan uji di berikan suspensi EEDG yang terdiri dari empat dosis yaitu
25,  50,  75  dan  100  mgkg  bb.  Penentuan  efek  antidiare  dari  ekstrak  etanol  daun gambir di lakukan dengan cara mengamati saat mulai terjadinya diare, konsistensi
feses, frekuensi diare dan lama terjadinya diare.
4.4.1 Penentuan saat mulai terjadinya diare
Pada  hasil  data  saat  mulai  terjadinya  diare  yang  diperoleh  dapat  dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Hasil data saat mulai terjadinya diare
Keterangan:  OR : oleum ricini; EEDG : ekstrak etanol daun gambir
Pada Tabel 4.3 dapat dilihat adanya perubahan yang nyata p0,05 antara dosis dan rata-rata waktu mulai terjadinya diare setelah pemberian EEDG sebagai
antidiare. Pemberian CMC diperoleh waktu saat mulai terjadinya diare pada menit Kel
Perlakuan Saat mulai terjadinya diare
menit ke-±SD 1
OR + CMC 1 bb 60,83 ± 4,44
2 OR + Loperamid HCl 1 mgkg bb
107,83 ± 10,08 3
OR + EEDG 25 mgkg bb 68,66 ± 10,61
4 OR + EEDG 50 mgkg bb
77,83 ± 11,61 5
OR + EEDG 75 mgkg bb 99,50 ± 12,14
6 OR + EEDG 100 mgkg bb
115,17 ± 3,71
Universitas Sumatera Utara
35 60,83  ±  4,44  yang  menggambarkan  ada  tidaknya  pengaruh  pembawa  terhadap
penginduksi,  namun  setelah  pemberian  EEDG  dengan  dosis  yang  bervariasi terlihat  adanya  perubahan  waktu  mulai  terjadinya  diare.  Hal  ini  memperlihatkan
EEDG dosis 100 mgkg bb 115,17 ± 3,71 memiliki waktu mulai terjadinya diare paling  lama  di  bandingkan  dengan  EEDG  dosis  50  mgkg  bb  77,83  ±  11,61,
dosis 25 mgkg bb 68,66 ± 10,61 dan dosis 75 mgkg bb 99,50 ± 12,14.
Gambar 4.1 Grafik saat mulai terjadinya diare
Pada  Gambar  4.1  dapat  di  lihat  perbedaan  grafik  dari  masing-masing
kelompok  perlakuan.  Pemberian  loperamid  HCl  dosis  1  mgkg  bb  menyebabkan perubahan  waktu  yang  sangat  berarti  yaitu  pada  menit  107,83  ±  10,08,  di  mana
waktu mulai terjadinya diare lebih lama di banding dengan EEDG dosis 25 dan 50 mgkg  bb.  Berdasarkan  uji  statistik,  EEDG  dosis  75  mgkg  bb  tidak  berbeda
signifikan  dengan  loperamid  HCl  dosis  1  mgkg  bb,  tetapi  berbeda  signifikan terhadap  kelompok  dosis  100  mgkg  bb.  Sampel  uji  dinyatakan  memiliki  efek
antidiare,  jika  waktu  mulai  terjadi  diare  yang  diperoleh  lebih  lama  daripada
20 40
60 80
100 120
140
OR + CMC 1 bb
OR + Loperamid 1
mgkg bb OR + EEDG 25
mgkg bb OR + EEDG 50
mgkg bb OR + EEDG 75
mgkg bb OR + EEDG
100 mgkg bb
W a
k tu
Kelompok Saat mulai terjadinya  diare vs waktu
Universitas Sumatera Utara
36 kontrol  dan  semakin  cepat  terjadinya  diare  maka  efek  antidiare  akan  semakin
lemah. Hasil  penentuan  saat  mulai  terjadinya  diare  dapat  di  lihat  pada  analisis
Duncan Lampiran 19, halaman 78. Pengujian  efek  antidiare  pada  penelitian  ini,  menggunakan  metode  yang
sama dengan penelitian yang telah dilakukan Winda 2010, yaitu metode defekasi dengan  menggunakan  oleum  ricini  sebagai  penginduksi.  Bedanya  terletak  pada
banyaknya oleum ricini, yang  mana waktu mulai terjadinya  diare pada  penelitian Winda yang di beri oleum ricini 0,5 mlekor adalah menit ke-129,2. Hasil tersebut
berbeda dengan  penelitian EEDG, yaitu pada menit ke-107,83 dengan pemberian oleum  ricini  2  mlekor.  Waktu  mulai  terjadinya  diare  tersebut  di  sebabkan  oleh
pengaruh  jumlah  oleum  ricini  yang  diberikan  pada  hewan  uji.  Semakin  banyak penginduksi  yang  diberikan,  maka  semakin  cepat  diare  yang  di  timbulkan  Tjay
dan Rahardja, 2002.
3.4.2 Penentuan konsistensi feses