Hubungan Tekanan Darah Sistolik Pada Penderita Infark Miokard Akut Elevasi Segmen ST Dibawah 12 jam Saat Masuk Dengan Mortalitas Di RSUP H. Adam Malik

(1)

HUBUNGAN TEKANAN DARAH SISTOLIK PADA PENDERITA

INFARK MIOKARD AKUT SEGMEN ST ELEVASI ONSET < 12 JAM

SAAT MASUK DENGAN MORTALITAS DI RSUP H. ADAM MALIK

TESIS MAGISTER

Oleh

ARY AGUNG PERMANA NIM : 117115004

DEPARTEMEN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

Judul Proposal Tesis : Hubungan Tekanan Darah Sistolik Pada Penderita Infark Miokard Akut Elevasi Segmen ST Dibawah 12 jam Saat Masuk Dengan Mortalitas Di RSUP H. Adam Malik

Nama Mahasiswa : Ary Agung Permana

Nomor Registrasi : 117115004

Program Studi : Kardiologi dan Kedokteran Vaskular

Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. dr. Haris Hasan, SpPD, SpJP(K)

NIP. 195604051983031004 NIP. 195911071986101001 dr. Parlindungan Manik, SpJP(K)

Mengetahui / Mengesahkan

Ketua Program Studi Ketua Departemen

SMF Ilmu Penyakit Jantung SMF Ilmu Penyakit Jantung FK-USU / RSUP HAM Medan FK-USU / RSUP HAM Medan

DR. dr. Zulfikri Mukhtar, SpJP (K) Prof. dr. A. Afif Siregar, SpA(K), SpJP(K) NIP. 195610261983121001 NIP. 195004161977111001


(3)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan... i

Daftar Isi ... ii

Daftar Gambar ... iv

Daftar Tabel... v

Daftar Singkatan dan Lambang ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Pertanyaan Penelitian ... 2

1.3Hipotesis Penelitian ... 2

1.4Tujuan Penelitian ... 3

1.5Manfaat Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Tekanan Darah ... 4

2.1.1 Sistem Sirkulasi ... 4

2.1.2 Menentukan Tekanan Darah ... 6

2.1.3 Regulasi Tekanan Darah ... 8

2.1.4 Pemeriksaan Tekanan Darah ... 9

2.1.5 Sirkulasi Pembuluh Darah Koroner ... 10

2.1.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi pembuluh darah koroner ... 11

2.1.6. A Konsumsi oksigen miokardium... ... 11

2.1.6. B Autoregulasi koroner... . 12

2.1.6 C Modulasi Tonus Koroner di Endotel... . 15

2.1.6 D Resistensi Vaskular Koroner... 16

2.1.7 Pengaruh Hipertensi terhadap IMA... . 17

2.1.8 Fungsi Sistolik Ventrikel Kiri pada IMA... 18

2.1.9 Pengaruh IMA Terhadap Tekanan Darah... ... 19

2.1.12 Pengukuran Tekanan Darah Pada Pasien Sindrom Koroner Akut... ... 20

2.2 Sindrom Koroner Akut... 22


(4)

2.2.2 Diagnosis Sindrom Koroner Akut... 22

2.3 Kerangka Teori... 22

2.4 Kerangka Konsep... 23

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 24

3.1 Desain Penelitian ... 24

3.2 Tempat dan Waktu ... 24

3.3 Populasi dan Sampel ... 24

3.4 Besar Sampel ... 24

3.5 Kriteria Inklusi dan Ekslusi ... 25

3.6 Definisi Operasional ... 25

3.7 Identifikasi Variabel ... 26

3.8 Alur Penelitian ... 27

3.9 Analisa Data ... 27

3.10 Etika Penelitian ... 28

3.11 Perkiraan Biaya ... 28

BAB IV HASIL PENELITIAN... 29

4.1 Karakteristik Responden Penelitian... ..29

4.2 Perbedaan Karakteristik Demografi, Laboratorium, dan Klinik terhadap Mortalitas di Rumah Sakit... ..30

4.3 Hasil Analisis Bivariat Variabel-Variabel yang dapat Memprediksi Mortalitas di Rumah Sakit...33

BAB V PEMBAHASAN...35

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 39


(5)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1 Sirkulasi sistemik dan pulmonal ... ... 4

2.2 Tekanan intra arteri dari arteri brachialis... ... 6

2.3 Distribusi tekanan dan volume dalam sirkulasi sistemik... ... 7

2.4 Pengukuran tekanan darah sistolik dan diastolik... ... 8

2.5 Tekanan darah dan faktor yang mempengaruhinya... ... 9

2.6 Fase coronary arterial inflow dan venous outflow... ... 11

2.7 Persamaan Fick dan hubungan dengan denyut jantung – tekanan Darah sistolik dan konsumsi oksigen miokard... ... 12

2.8 Gambaran autoregulasi... ... 13

2.9 Variasi transmural pada autoregulasi koroner ... .... 14

2.10 Skema komponen resistensi vaskular koroner... ... 16

2.11 Paradigma syok klasik... ... 19

2.12 Sistem renin angiotensin aldosteron... 20

2.13 Pengaruh fungsi ventrikel kiri terhadap survival... ... 20

2.14 Diagnosis SKA... 23

2.15 Diagram kerangka teori... 23

2.16 Diagram kerangka konsep... 24

3.1 Diagram alur penelitian... 29

4.1 Forest Plot Variabel Perbandingan Antara Killip 2 dan 3 yang Dapat Memprediksi Kematian di Rumah Sakit... 36


(6)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1 Endothelium-dependent dan efek langsung stimulus, autocoid, dan

Vasodilator. ... ... ... 15

4.1 Karakteristik Demografi Subjek Penelitian saat Pasien Masuk Rumah

Sakit... ... 29

4.2 Perbedaan Karakteristik Demografi, Laboratorium dan Klinik terhadap Mortalitas di

Rumah Sakit... ... 31


(7)

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

SINGKATAN NAMA

APS : Angina Pektoris Stabil

APTS : Angina Pektoris Tidak Stabil

CBF : Coronary Blood Flow

CK : Creatine Kinase

CKMB : Creatine Kinase Myocardial Band

CO : Cardiac Output

EKG : Elektrokardiografi

HR : Heart Rate

IMA : Infark Miokard Akut

IMA NSTE : Infark Miokard Akut Non ST Segmen Elevation

IMA STE : Infark Miokard Akut ST Segmen Elevation

MAP : Mean Arterial Pressure

MVO2 : Myocardial Oxygen Consumption

PaO2 : Arterial Oxygen Content

PCWP : Pulmonary Capillary Wedge Pressure

PJK : Penyakit Jantung Koroner

Pvo2 : Coronary Venous Oxygen Tension

RAAS : Renin Angiotensin Aldosteron System

RS HAM : Rumah Sakit Haji Adam Malik

SBP : Systolic Blood Pressure

SKA : Sindrom Koroner Akut

STEMI : ST elevasi miokard infark

SV : Stroke Volume

TPR : Total Paripheral Resistance

UGD :Unit Gawat Darurat


(8)

LAMBANG

n = jumlah sampel

po = proporsi mortalitas di rumah sakit = 25,7 % = 0,26

qo = 1 – po

pa = 0.2 + po

qa = 1 – pa

Zα = kesalahan tipe I


(9)

Organisasi kesehatan dunia (WHO) memprediksi bahwa penyakit kardiovaskuler, terutama infark miokard akut (IMA) akan menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas di negara-negara berkembang sebelum tahun 2020 (Katz, 2006). Pada tahun 2007 sedikitnya 17,3 juta atau setara dengan 30 % kematian diseluruh dunia disebabkan oleh penyakit kardiovaskular. Dari angka kematian ini diperkirakan 7.3 juta yang meninggal akibat penyakit jantung koroner. Baik laki-laki dan perempuan mendekati jumlah yang hampir sama. Jumlahnya akan terus meningkat pada tahun 2030 mencapai 23.3 juta orang (WHO, 2011). Sindroma koroner akut merupakan kumpulan gangguan yang heterogen disertai dengan berbagai faktor resiko. Faktor resiko tersebut merupakan langkah penting dalam mengambil keputusan dalam penanganan penderita. Resiko dinilai dengan beberapa penelitian mengenai angina tidak stabil / non ST elevasi (Steg G, 2012).


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Organisasi kesehatan dunia (WHO) memprediksi bahwa penyakit kardiovaskuler, terutama infark miokard akut (IMA) akan menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas di negara-negara berkembang sebelum tahun 2020 (Katz, 2006). Pada tahun 2007 sedikitnya 17,3 juta atau setara dengan 30 % kematian diseluruh dunia disebabkan oleh penyakit kardiovaskular. Dari angka kematian ini diperkirakan 7.3 juta yang meninggal akibat penyakit jantung koroner. Baik laki-laki dan perempuan mendekati jumlah yang hampir sama. Jumlahnya akan terus meningkat pada tahun 2030 mencapai 23.3 juta orang (WHO, 2011). Sindroma koroner akut merupakan kumpulan gangguan yang heterogen disertai dengan berbagai faktor resiko. Faktor resiko tersebut merupakan langkah penting dalam mengambil keputusan dalam penanganan penderita. Resiko dinilai dengan beberapa penelitian mengenai angina tidak stabil / non ST elevasi (Steg G, 2012).

Di Amerika Serikat, pada tahun 1998, penyakit jantung koroner merupakan penyebab kematian utama dengan persentase sebesar 48% dan pada tahun 2004 didapatkan angka kematian akibat penyakit jantung koroner di Amerika Serikat sebesar 450.000 kematian. Angka mortalitas dalam rawatan di rumah sakit pada infark miokard akut ST elevasi (IMA-STE) dibanding infark miokard akut non ST elevasi (IMA non STE) adalah 7% dibandingkan 4%, tetapi pada jangka panjang (4 tahun), angka kematian pasien IMA non STE ternyata 2 kali lebih tinggi dibanding pasien IMA-STE (GRACE, 2001).

Beberapa studi telah menunjukkan bahwa kejadian IMA akan mempengaruhi tekanan darah. Shiraishi dkk tahun 2011 menunjukkan pada penderita IMA dengan tekanan darah sistolik

< 106 mmHg, dialami pada usia tua, killip ≥ 3, mengenai pembuluh darah koroner kanan atau

pembuluh darah utama kiri (left main) dan banyak pembuluh darah yang stenosis, sedikit Di Indonesia, menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007 menunjukkan PJK menempati peringkat ke-3 penyebab kematian setelah stroke dan hipertensi (DEPKES RI, 2008).


(11)

ditangani dengan trombolitik pra kateterisasi jantung, kadar enzim creatin kinase yang lebih tinggi, dan mortalitasnya lebih tinggi selama rawatan di rumah sakit. Huang, dkk tahun 2014 pada studi observasi membandingkan tekanan darah sistolik saat masuk rumah sakit pasien-pasien dengan sindrom koroner akut onset < 12 jam dengan kejadian kejadian mayor kardiovaskular, menunjukkan pada tekanan darah normal (100-139 mmHg), tekanan darah tinggi

sedang (140-179 mmHg), dan tekanan darah tinggi berat (≥ 180 mmHg) tidak menunjukkan

resiko jangka pendek 7 hari dan 30 hari kematian dan pendarahan. Studi oleh Psaty tahun 2001 tentang hubungan level tekanan darah dan resiko IMA, stroke, dan mortalitas menunjukkan bahwa tekanan darah sistolik, diastolik, dan tekanan pols berhubungan dengan insidensi IMA dan stroke. Hanya tekanan darah sistolik yang berhubungan dengan mortalitas dan merupakan prediktor penting dalam kejadian kardiovaskular dibandingkan tekanan darah diastolik dan tekanan pols.

Pada studi SHOCK (Hochman, 2000), melibatkan 1190 pasien dari berbagai negara dimana sebanyak 53% memiliki riwayat hipertensi. Syok kardiogenik merupakan komplikasi mekanik pasien-pasien yang mengalami infark miokard akut sebesar 12 % berupa gagal jantung kiri (78.2 %), gagal jantung kanan (2.8% ), mitral regurgitasi berat (6.9%), ruptur septal ventrikel (3.9%), dan tamponade (1.4 %).

Melihat beberapa penelitian diatas, peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian di rumah sakit umum pusat (RSUP) Adam Malik Medan untuk melihat hubungan tekanan darah sistolik pada penderita IMA-STE < 12 jam saat masuk dengan mortalitas di rumah sakit.

1.2. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian di atas, maka pertanyaan penelitian adalah : apakah ada hubungan tekanan darah sistolik pada penderita IMA STE onset < 12 jam saat masuk dengan mortalitas di RSUP HAM ?

1.3. Hipotesis

Dijumpai hubungan tekanan darah sistolik pada penderita IMA STE onset < 12 jam saat masuk dengan mortalitas selama dirawat di rumah sakit.


(12)

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan tekanan darah sistolik saat tiba di rumah sakit (RS) dan manifestasi klinisnya penderita IMA STE onset < 12 jam dengan mortalitas di selama dirawat di rumah sakit.

1.4.2. Tujuan Khusus

Untuk mengetahui pada tekanan darah sistolik berapa dan manifestasi klinis apa yang terjadi pada penderita IMA STE onset < 12 jam yang dapat menyebabkan mortalitas yang tinggi di selama penderita dirawat di RS H Adam Malik.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Kepentingan Akademik

Hasil penelitian ini diharapkan akan memberi manfaat ilmiah tentang pentingnya mengetahui tanda vital dan manifestasi klinis penderita IMA STE onset < 12 jam sehingga klinisi bisa memprediksi mortalitas penderita selama dirawat di rumah sakit.

1.5.2. Kepentingan Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan akan memberi manfaat ilmiah kepada masyarakat agar dapat mengetahui tentang IMA dan komplikasi yang dapat menyertainya sehingga dapat meningkatkan kewaspadaan terhadap terjadinya penyakit jantung koroner (PJK).


(13)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tekanan Darah 2.1.1. Sistem Sirkulasi

Tekanan darah berperan penting pada sistem sirkulasi tubuh manusia dan berjalan dalam keadaan homeostasis.Perubahan tekanan darah akan mempengaruhi sistem homeostasis ini, bahkan bisa mengganggu sistem transportasi oksigen, karbondioksida, nutrien, dan zat metabolisme lainnya. Bila hal ini terjadi fungsi organ-organ tubuh vitalakanterganggu seperti jantung, otak dan ginjal. Tanpa aliran yang konstan kepada organ-organ ini, kematian jaringan akan mengancam dalam hitungan menit, jam, atau hari. (Porth, 2011)

Gambar 2.1.Tekanan intra arteri dari arteri brachialis.Tekanan nadi adalah perbedaan antara tekanan darah sistolik dengan diastolik. Pada daerah yang lebih gelap

menunjukkan tekanan arteri rata-rata (mean arterial pressure = MAP).

Tekanan darah arteri menunjukkan ejeksi ritmis darah dari ventrikel kiri ke aorta. Tekanan akan naik saat sistolik dan berkurang saat diastolik.Pada gambar 2.1 ditunjukkan perubahan tekanan arteri pembuluh darah besar di sirkulasi sistemik.Terdapat kenaikan yang tajam saat kontraksi ventrikel kiri mencapai puncak secara perlahan.Kira-kira 70% darah


(14)

notch atau takik saat tekanan ventrikel turun dibawah tekanan aorta. Saat katup aorta tertutup, tekanan sedikit meninggi yang merupakan kontraksi aorta dan pembuluh darah besar melawan penutupan katup. Ketika ventrikel relaksasi dan darah menuju ke pembuluh darah perifer saat diastolik, tekanan arteri turun tajam dan perlahan (Porth, 2011)

Pada orang dewasa sehat, tekanan darah sistolik < 120 mmHg dan tekanan darah diastolik < 80 mmHg.Selisih antara kedua tekanan disebut tekanan nadi (kira-kira 40 mmHg).Tekanan arteri rata-rata (MAP) normal sekitar 90-100 mmHg yang menunjukkan tekanan rata-rata sistem arteri saat kontraksi dan relaksasi ventrikel. Rumus MAP (Porth, 2011) :

Kebanyakan penulis menetukan suatu keadaan hipotensi sistolik < 90 mmHg, MAP ≤ 65

-70 mmHg.Hipotensi menyebabkan distribusi aliran darah ke seluruh organ untuk menjaga autoregulasi terganggu(Kruger, 2009; Hasdai 2002).

2.1.2.Menentukan Tekanan Darah

Komponen sistolik dan diastolik dari tekanan darah ditentukan oleh keluaran jantung (cardiac output = CO) dan resistensi vaskular perifer (vascular peripheral resistance = TPR) dengan rumus :

Nilai tekanan darah tersebut dapat berubah-ubahsesuai dengan faktor yang berpengaruh padanya seperti curah jantung,isi sekuncup, denyut jantung, tahanan perifer dan sebagainya maupun padakeadaan olah raga, usia lanjut, jenis kelamin, suku bangsa, iklim,

danpenyakit-penyakit jantung atau pembuluh darahnya.Sedangkan keluaran jantung (cardiac output) adalah

hasil perkalian antara volume sekuncup (stroke volume = SV) dengan denyut jantung (heart rate

= HR), sesuai dengan rumus (Ibnu, 1996; Kruger, 2009):

MAP = TD sistolik + 2(TD diastolik) 3

Tekanan darah (TD) = CO x TPR


(15)

Sistem sirkulasi dibagi menjadi 2 bagian, yaitu sirkulasi pulmonal yang merupakan tepat pertukaran gas dengan tekanan dan sirkulasi sistemik yang membawa oksigen dan nutrien ke seluruh jaringan.Komponen sistem sirkulasi ini terdiri dari jantung yang memompa darah, sistem arteri yang mendistribusikan darah teroksigenasi ke jaringan, sistem kapiler tempat pertukaran gas, nutrien dan zat sisa, serta sistem vena yang mengembalikan darah deoksigenasi ke jantung (Porth, 2011).

Meskipun sistem sirkulasi pulmonal dan sistemik memiliki fungsi yang sama namun pada sistem sirkulasi pulmonal memiliki tekanan arteri rata-rata 12 mmHg memungkinkan darah mengalir ke bagian pulmonal secara perlahan. Sistem sirkulasi sistemik memiliki tekanan arteri rata-rata 90-100 mmHg untuk mengaliri darah ke seluruh jaringan dan melawan efek gravitasi. Jantung memiliki dua fungsi pompa, jantung bagian kanan memompa darah ke sistem pulmonal dan jantung bagian kiri memompa darah ke sistem sistemik. Untuk mendapatkan fungsi yang baik dan efektif, kedua bagian jantung memompa darah dalam jumlah yang sama dalam satu waktu. Jika CO jantung kiri lebih rendah dari jantung kanan maka darah akan terakumulasi di paru-paru, jika keluaran jantung kanan menurun maka darah akan terakumulasi di sistemik (Porth, 2011; Ibnu, 1996)


(16)

Aliran darah dalam sirkulasi tergantung dari volume darah dan perbedaan tekanan untuk memudahkan perpindahan darah ke jaringan. Sekitar 4% jantung kiri dapat menampung volume darah, 16% di arteri dan arteriol, 4% di kapiler, 64% di venula dan vena, dan 4% di jantung kanan seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.3. Arteri dan arteriol memiliki dinding yang tebal, elastis, dan memiliki tekanan yang tinggi. Sedangkan kapiler berukuran kecil, berdinding tipis, menghubungkan arteri dan vena. Venula dan vena berdinding tipis serta bertekanan rendah. Perbedaan tekanan arteri dan vena berkisar 84 mmHg yang memberi kekuatan aliran darah ke sistemik (Porth, 2011).

Tekanan darah sistolik menggambarkan tekanan darah yang dikeluarkan ke aorta dan melawan regangan dinding aorta. Tekanan darah sistolik meningkat jika SV meningkat atau

aorta dalam keadaan kaku atau rigid misalnya pada orang tua. Tekanan darah diastolik berasal

dari energi dinding pembuluh aorta yang elastik, resistensi arteriol, dan kompetensi katup aorta. Semakin kecil sistem arteriol maka resistensi semakin besar.

Gambar 2.3. Distribusi tekanan dan volume dalam sirkulasi sistemik. Pada grafik ditunjukkan hubungan terbalik tekanan internal dan volume dalam porsi yang berbeda di sirkulasi sistemik (Smith, 1990)

Saat PVR semakin besar sistem simpatis teraktifasi dan tekanan darah diastolik meningkat. Katup aorta berperan dalam mengatur tekanan darah diastolik. Jika katup aorta tidak


(17)

menutup sempurna, darah yang dipompa jantung saat sistolik akan masuk kembali ke ventrikel kiri sehingga menurunkan tekanan darah diastolik(Porth, 2011).

Gambar 2.4. A) Tekanan darah sistolik menunjukkan darah diejeksikan ke aorta, merefleksikan SV, distensibilitas aorta, dan kecepatan darah yang dipompa. B)Tekanan darah diastolik merefleksikan tekanan darah arteri saat diastolik yang ditentukan oleh PVR (Porth, 2011).

2.1.3. Regulasi Tekanan Darah

Menurut Ibnu Masud (1996),terdapat beberapa pusat yang mengawasi dan mengatur perubahan tekanan darah, yaitu :

1) Sistem saraf, yang terdiri dari pusat-pusat saraf yang terdapat di batang otak, misalnya pusat vasomotor dan diluar susunan saraf pusat, misalnya baroreseptor dan kemoreseptor.

2) Sistem humoral atau kimia, yang dapat berlangsung lokal atau sistemik, misalnya renin-angiotensin, vasopressin, epinefrin, norepinefrin, asetilkolin, serotonin, adenosin dan kalsium, magnesium, hidrogen, kalium, dan sebagainya.


(18)

3) Sistem hemodinamik, yang lebih banyak dipengaruhi oleh volume darah, susunan kapiler, serta perubahan tekanan osmotik dan hidrostatik di bagian dalam dan di luar sistem vaskuler. Hampir semua sistem tersebut sukar dipisahkan mekanismenya pada peristiwa pengendalian tekanan darah dan tampaknya bekerja secara simultan dan saling melengkapi satu sama lain.

Gambar 2.5.Tekanan darah dan faktor yang mempengaruhinya (Ibnu, 1996; Cohn, 1984).

2.1.4. Pemeriksaan Tekanan Darah

Pada dasarnya pengukuran tekanan darah dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Pengukuran tekanan darah secara langsung dapat dilakukan dengan memasukkan kanul atau jarum steril intra arteri kemudian dilihat perubahan tekanan pada manometer air raksa. Hal ini tidak mungkin dilakukan oleh karena berbahaya, dapat terjadi pendarahan, infeksi, dan komplikasi lain. Di lain pihak pemeriksaannya tidak mudah dan memerlukan keterampilan tersendiri dan hanya mungkin dilakukan di meja operasi dengan segala perlengkapan dan persyaratannya (Ibnu, 1996).

Mengukur tekanan darah secara tidak langsung dapat dilakukan menggunakan metode palpasi atau auskultasi menggunakan sfigmomanometer. Metode ini dapat mengukur tekanan


(19)

darah sistolik dan diastolik. Secara auskultasi, manset dipasang pada lengan atas dengan jarak sekitar 3 cm dari tepi bawah manset ke fossa cubiti, setelah itu raba arteri brachialis dan letakkan stetoskop diatasnya. Selanjutnya karet dipompakan udara ke dalam manset yang diikuti oleh kenaikan air raksa pada tabung manometer sampai dengan angka tertentu sehingga menyebabkan arteri terkompresi sehingga darah tidak mengalir sedemikian rupa. Jika udara didalam manset dikeluarkan perlahan, aliran udara keluar, dan disaat bersamaan terlihat penurunan air raksa dalam tabungnya. Suatu saaat akan terdengar suara letupan halus semakin mengeras dan jelas didengar. Desakan tersebut menimbulkan getaran pada dinding pembuluh darah dan gelombang fibrasinya terdengar di stetoskop. Suara letupan mengeras mulai melemah dan akhirnya menghilang sama sekali disebabkan darah mengalir tanpa hambatan sehingga hampir tidak menimbulkan suara fibrasi dinding pembuluh darah. Manifestasi terdengarnya letupan suara yang pertama kali terdengar merupakan tekanan darah sistolik dan menghilangnya suara letupan merupakan tekanan darah diastolik (Ibnu, 1996; Berg 2006).

Dengan metode palpasi pengukuran tekanan darah juga dapat dilakukan, namun memiliki kelemahan. Metode ini tidak dapat digunakan mengukur tekanan darah diastolik namun keunggulannya dengan cara palpasi dapat memeriksa tekanan paling rendah pada sistem sirkulasi umum yang terjadi seperti pada keadaan syok sirkulasi (Ibnu, 1996; Berg 2006).

2.1.5. Sirkulasi Pembuluh Darah Koroner

Sirkulasi koroner bertanggung jawab mengatur tekanan arteri yang diperlukan untuk perfusi sirkulasi sistemik dan pada saat yang sama memiliki mekanisme penghambat saat fase sistolik dalam siklus jantung. Kontraksi miokardium berhubungan dengan aliran darah koroner dan pasokan oksigen, dan keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen merupakan faktor penentu fungsi kontraksi jantung. Ketika hubungan ini terganggu tiba-tiba akan mempengaruhi keseimbangan tersebut, menyebabkan disfungsi miokard, mengakibatkan hipotensi, dan iskemik miokard. (Canon, 2012; Jeremias, 2010).

Saat fase sistolik dan diastolik dalam siklus jantung terjadi perubahan aliran koroner (gambar 2.6).Kontraksi jantung saat fase sistolik meningkatkan tekanan jaringan untuk mencukupi perfusi dari subendokardium ke subepikardium jantung sehingga aliran darah koroner


(20)

mencapai titik terendah. Pada saat yang sama kompresi sistolik menurunkan mikrosirkulasi pembuluh darah intramiokard (arteriol, kapiler, dan venula) dan meningkatkan aliran darah keluar vena koroner mencapai titik puncak. Saat fase diastolik, aliran darah masuk ke dalam intra koroner dengan gradien transmural menyokong perfusi ke pembuluh darah subendokardium sehingga aliran darah vena koroner berkurang (Canon, 2012; Klocke, 1983).

Gambar 2.6.Fase coronary arterial inflow dan venous outflow pada keadaan istirahat dan

pemberian adenosin vasodilatasi.Aretrial inflow secara primer muncul saat fase diastolik.

Saat fase sistolik (garis putus-putus vertikal), arterial inflow menurun pada saat

bersamaan venous outflow mencapai puncak, merefleksikan kompresi pembuluh darah

mikrosirkular. Setelah pemberian adenosine, fase venous outflow lebih menonjol

(Canty,1990)

2.1.6. Penentuan Konsumsi Oksigen Miokardium

Penarikan oksigen miokardium mendekati nilai maksimal saat istirahat kira-kira 75% dari kadar oksigen arteri. Kemampuan untuk menarik oksigen untuk mencukupi kebutuhan miokardium terbatas pada aktifasi sistem simpatis dan pada keadaan iskemia subendokardium.

Namun demikian coronary venous oxygen tension (Pvo2) hanya dapat menurun dari 25 sampai

kira-kira 15 torr. Penarikan oksigen miokard saat istirahat meningkatkan konsumsi oksigen miokardium dan dapat ditunjukkan oleh peningkatan proporsi aliran koroner dan penghantaran oksigen pada gambar 2.7. Sebagai tambahan aliran koroner, hantaran oksigen ditentukan oleharterial oxygen content (PaO2). Hal ini sama dengan produk konsentrasi hemoglobin dan saturasi oksigen arteri ditambah sejumlah kecil oksigen terlarut dalam plasma yang berhubungan langsung terhadap PaO2. Untuk jumlah aliran berapa pun, keadaan anemia akan mengurangi


(21)

hantaran oksigen dimana kurva disosiasi oksigen non linier menunjukkan berkurangnya kadar oksigen sampai PaO2 jatuh seperti yang ditunjukkan pada kurva tersebut (< 50 torr).

Gambar 2.7.Persamaan Fick dan hubungan denyut jantung (HR) – tekanan darah sistolik (SBP) dan konsumsi oksigen miokardium (MVO2). A) MVO2 meningkat diimbangi oleh peningkatan

aliran darah koroner secara linier berhubungan dengan produk ganda (double product).

Peningkatan sebanyak 2 x lipat denyut jantung, tekanan darah sistolik, atau kontraktilitas akan meningkatkan 50% konsumsi oksigen miokardium. B) Pemberian B bloker berguna untuk menurunkan keluaran jantung dengan cara menurunkan produk ganda dan kontraktilitas. CaO2 = coronary arterial oxygen content; CBF = coronary blood flow; CvO2 = coronary venous oxygen content (Canon, 2012).

Konsumsi oksigen miokardium ditentukan oleh denyut jantung, tekanan darah sistolik

(myocardial wall stress), dan kontraktilitas ventrikel kiri. Secara eksperimen, area tekanan-volume sistolik sebanding dengan kerja miokardium dan secara linier berhubungan konsumsi oksigen miokardium. Kebutuhan basal oksigen miokardium diperlukan untuk menjaga fungsi membran saat paling rendah, kira-kira 15% konsumsi oksigen saat istrahat (Canon, 2012; Homoud, 2008).

2.1.7. Autoregulasi Koroner

Autoregulasi berfungsi melakukan proteksi perfusi organ akibat tekanan darah yang berfluktuasi. Sistem autoregulasi menjaga tekanan darah saat hipotensi di otak. Di miokardium menjaga aliran koroner yang terdapat stenosis saat hipotensi, dan pada ginjal menjaga perfusi rerata filtrasi glomerulus dan tekanan kapiler glomerulus (Levick, 2010). Aliran darah koroner regional dijaga agar tetap konstan dimana tekanan arteri koroner berada dibawah tekanan aorta


(22)

dan konsumsi oksigen miokardium dipertahankan konstan (Canin, 2012; Kruger, 2009). Fenomena ini disebut autoregulasi (gambar 2.8).

Gambar 2.8.Gambaran autoregulasi dalam keadaan basal diikuti keadaan stres metabolik (seperti takikardi). Pada jantung yang normal menjaga aliran darah koroner tetap konstan (gambar kiri) sebagai tekanan koroner regional yang bervariasi sesuai kebutuhan oksigen global (garis merah). Dibawah batas tekanan autoregulasi (± 40 mmHg), pembuluh darah subendokardium akan vasodilatasi maksimal dan terbentuk iskemik miokard. Aliran darah koroner berkurang pada

tekanan lebih tinggi dari tekanan atrium kanan (PRA) disebut tekanan aliran nol (Pf=0

Saat tekanan berkurang dibawah ambang autoregulasi, resistensi arteri koroner berada

dalam keadaan vasodilatasi maksimal dan aliran darah menjadi flow-dependent menghasilkan

keadaan iskemia miokardium. Dalam keadaan hemodinamik yang normal, aliran darah koroner saat istirahat kira-kira 0.7-1.0 ml/menit/gr dan dapat meningkat 4-5x lipat saat vasodilatasi. Kemampuan dalam meningkatkan aliran darah melewati ambang batas saat istirahat sebagai

respon vasodilatasi farmakologi disebut cadangan koroner (coronary reserve).Aliran darah saat

vasodilatasi maksimal tergantung dari tekanan arteri koroner. Perfusi maksimal dan cadangan koronerberkurang saat perfusi subendokardium menurun (takikardi) saat fase diastolik atau

), yang merupakan aliran darah balik tanpa ada kolateral koroner. (gambar kanan) Dalam keadaan stres, takikardi akan meningkatkan kompresi resistensi koroner dengan menurunkan waktu perfusi diastolik dan mengurangi efek vasodilatasi maksimal. Sebagai tambahan, jika kebutuhan oksigen miokardium yang bertambah atau berkurangnya konten oksigen arteri meningkatkan aliran istirahat. Perubahan ini mengurangi cadangan aliran koroner, perbandingan antara aliran koroner saat dilatasi dan istirahat, dan menyebabkan terjadinya iskemik dengan tekanan koroner yang tinggi (Canon, 2012).


(23)

preload meningkat. Cadangan koroner bisa berkurang pada keadaan apapun yang bisa meningkatkan aliran saat istirahat yaitu konsumsi oksigen saat tekanan sistolik naik, denyut jantung bertambah, dan perubahan kontraktilitas, serta berkurangnya suplai oksigen arteri (pada anemia, hipoksia). Namun dalam keadaan normal, keadaan dapat berubah menjadi iskemik subendokardium. Meskipun pada studi awal menunjukkan tekanan darah yang rendah membatasi autoregulasi menjadi 70 mmHg, studi pada binatang percobaan pada keadaan basal memperlihatkan bahwa aliran darah koroner dapat di autoregulasi menjadi tekanan koroner rata-rata sampai posisi terendah 40 mmHg (tekanan darah diastolik 30 mmHg).

Gambar 2.9. Variasi transmural pada autoregulasi koroner dan metabolisme miokardium. Meningkatnya kerentanan subendokardium (ENDO) versus subepikardium (EPI) terhadap iskemia menggambarkan sistem autoregulasi mencapai titik lemah pada tekanan koroner tinggi (40 versus 25 mmHg). Ini dihasilkan dari aliran tinggi saat istirahat dan kebutuhan oksigen di subendokardium dan meningkatnya sensitifitas kompresi sistolik, oleh karena aliran subendokardium hanya berlangsung saat fase diastolik. Pembuluh darah subendokardium menjadi vasodilatasi maksimal sebelum di subepikardium bersamaan dengan berkurangnya tekanan arteri koroner. Perbedaan transmural ini dapat bertambah saat

takikardi atau preload yang besar yang mengurangi perfusi maksimal subendokardium

(Canon, 2012).

Tekanan darah koroner ini sama seperti pada manusia tanpa simtom iskemia, oklusi kronik distal, menggunakan tekanan mikromanometer. Takikardi akan meningkatkan batas tekanan auroregulasi yang rendah akibat kebutuhan aliran yang meningkat seiring berkurangnya waktu yang tersedia untuk perfusi (Canon, 2012).


(24)

Gambar 2.9 adalah ilustrasi vasiasi transmural pada batas tekanan autoregulasi yang rendah yang menghasilkan iskemik subendokardium. Aliran darah subendokardium berlangsung saat fase diastolik dan berkurang dibawah tekanan koroner rata-rata 40 mmHg. Hal ini berbeda dengan aliran darah subepikardium, berlangsung saat siklus jantung dan terjaga sampai tekanan darah koroner 25 mmHg. Perbedaan ini oleh karena kebutuhan oksigen di subendokardium lebih tinggi. Perbedaan transmural pada tekanan autoregulasi rendah menyebabkan subendokardium rentan terhdap iskemia dengan adanya stenosis koroner (Canon, 2012).

2.1.8. Modulasi Tonus Koroner di Endotel

Arteri di pembuluh darah epikardium tidak secara normal berperan terhadap resistensi vaskular koroner namun diameter arteri dimodulasi oleh sejumlah faktor parakrin yang dilepas oleh platelet, demikian juga dari agonis neurohormonal yang ada di sirkulasi, tonus neural, dan

kontrol lokal vaskular shear stress. Faktor-faktor tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 1. Endothelium-dependent dan efek langsung stimulus neural, autacoid, dan vasodilator


(25)

ADP = adenosine diphosphate; EDHF = endothelium-dependent hyperpolarizing factor (Canty, 1990).

Menurut Levick, 2010, tonus vaskular dipengaruhi oleh 3 hirarki atau susunan, yaitu : Susunan dasar : merupakan sistem autoregulasi; susunan pertengahan : agen vasoaktif intrinsik

yang diproduksi jaringan seperti vasodilator (adenosin, K+, CO2, laktat, fosfat, hiperosmolaritas,

H2O2), sekresi endotel (nictric oxide, endothelium derived hyperpolarizing factor, prostasiklin,

endotelin), mediator inflamasi autacoid (histamin, bradikinin, platelet activating factor, leukotrien), dan vasospaame (serotonin, tromboxane); susunan teratas : regulasi ekstrinsik oleh sistem saraf simpatis, parasimpatis, dan sirkulasi hormon (adrenalin, angiotensin II, vasopressin).

2.1.9. Resistensi Vaskular Koroner

Resistensi aliran darah koroner dibagi menjadi 3 komponen (gambar 2.10) dalam keadaan

normal tidak dijumpai tekanan yang rendah di arteri epikardial disebut negligible conduit

resistance (R1). Komponen kedua adalah coronary resistance (R2) yang dinamis dan secara primer berasal dari resistensi mikrosirkulasi arteri dan arteriol, didistribusikan melalui -

Gambar 2.10. Skema komponen resistensi vaskular koroner dengan atau tanpa stenosis


(26)

sekunder terhadap metabolik dan perubahan autoregulasi aliran koroner dan muncul di

arteriol dan resistensi arteri; dan R3 adalah compressive resistance yang lebih tinggi di

subendokardium daripada di epikardium. Pada jantung normal , R2>R3>R1.

Perkembangan stenosis arteri koroner proksimal atau vasodilatasi farmakologi

menurunkan resistensi arteriolar (R2).Pada keadaan epicardium mengalami stenosis yang

berat R1>R3>R2 (Canty, 1990).

miokardium melewati resistensi pembuluh darah yang luas. Komponen ketiga adalah

compressive reisitance (R3) tergantung siklus jantung dan berhubungan dengan kontraksi jantung dan tekanan sistolik di ventrikel kiri. Pada gagal jantung, efek kompresi akibat tekanan diastolik ventrikel yang meningkat akan mengganggu perfusi koroner melalui kompresi pasif

pembuluh mikrosirkulasi dengan meningkatkan tekanan ekstravaskular jaringan. Preload yang

meningkat menaikkan tekanan balik koroner diatas level tekanan vena koroner (Canty, 1990).

2.1.10. Fungsi Sistolik Ventrikel Kiri

Terganggunya aliran arteri koroner epikardium, membuat miokardium kehilangan kemampuan untuk memperpendek dan melakukan fungsi kontraksi (gambar 2.11) dengan 4 pola kontraksi abnormal : 1) dissinkroni, merupakan dissosiasi waktu kontraksi pada segmen yang berdekatan; 2) hipokinetik, berkurangnya jarak pemendekan otot miokardium; 3) akinetik,

penghentian pemendekan otot; 4) diskinetik, pengembangan otot yang paradoks dan systolic

bulging. Peningkatan gerakan otot jantung pada daerah non infark bertahan selama 2 minggu,

selama beberapa bagian otot jantung yang mendapat reperfusi akan menyembuh dan myocardial

stunning menghilang (Hochman, 2003).

Penderita STEMI menunjukkan berkurangnya fungsi kontraksi miokardium pada daerah non infark.Penemuan ini menunjukkan riwayat obstruksi arteri koroner sebelumnya yang menyuplai daerah non infark di ventrikel dan tidak mendapat cukup darah dari pembuluh darah kolateral sehingga disebut iskemia. Adanya kolateral yang terbentuk sebelum proses STEMI menyediakan suplai darah yang adekuat untuk fungsi sistolik pada daerah pembuluh darah arteri yang tersumbat dan mampu memperbaiki fraksi ejeksi ventrikel kiri segera setelah infark (Hochman, 2003).


(27)

Gambar 2.11.Paradigma syok klasik (garis hitam). Pengaruh respon inflamasi (garis merah). iNOS = inducible nitric oxide synthase; LVEDP = LV end-diastolic pressure; NO = nitric oxide;

SVR = systemic vascular resistance.(Hochman, 2003).

Namun jika sejumlah besar miokardium terjadi cedera iskemia, fraksi ejeksi ventrikel kiri akan menurun, CO, SV, tekanan darah, puncak dP/dt menurun (dP/dt merupakan perubahan tekanan maksimum dan minimum pada ventrikel saat kontraksi isovolumik secara ekokardiografi), dan volume akhir sistolik meningkat. Volume akhir sistolik yang meningkat mungkin prediktor hemodinamik terhadap mortalitas pada pasien-pasien STEMI. Ekspansi sistolik yang paradoks tersebut akan menurunkan SV ventrikel kiri. Miosit yang nekrotik tertarik satu sama lain sehingga daerah yang infark akan menipis dan memanjang, khususnya pasien dengan infark di anterior luas, menghasilkan semakin luasnya proses dilatasi. Tingkat dilatasi ventrikel tergantung luas infark, patensi arteri yang mensuplai daerah infark, dan aktivasi sistem renin-angiotensin aldosteron (RAAS).


(28)

Gambar 2.12.Sistem renin angiotensin aldosteron (Hochman, 2003).

2.1.11. Pengaruh Iskemia Miokard Terhadap Sirkulasi

Pasien STEMI terjadi gangguan regulasi sirkulasi. Proses ini berawal dari obstruksi fungsional pembuluh darah koroner menghasilkan iskemia miokard regional sehingga menurunkan fungsi ventrikel kiri dan SV namun tekanan pengisian bertambah. Tekanan aorta menurun dan mengurangi perfusi koroner sehingga akan menambah berat iskemia dan merupakan lingkaran setan. Inflamasi sistemik sekunder dari proses infark akan melepas sitokin sehingga menyebabkan vasodilatasi dan menurunkan resistensi vaskular sistemik (gambar 2.11).

Ketidakmampuan ventrikel kiri mengeluarkan SV juga meningkatkan preload sehingga ventrikel

kiri berdilatasi dengan baik jika masih berkompensasi.Mekanisme kompensasi ini bertujuan mengembalikan SV mendekati normal dalam keadaan fraksi ejeksi yang sudah menurun.Dilatasi


(29)

ventrikel kiri juga meningkatkan afterload, menurut hukum Laplace pada tekanan arteri tertentu

ventrikel kiri harus berdilatasi melawan wall tension yang lebih tinggi.Hal ini bukan hanya

menambah afterload namun juga menambah kebutuhan oksigen miokardium, yang mana

miokardium sudah dalam keadaan iskemia (Hochman, 2003).

2.1.12. Pengukuran Tekanan Darah Pada Pasien Sindrom Koroner Akut

Saat fase prehospital STEMI, monitor hemodinamik tidak ada dan mengenal keadaan ini

harus dilakukan penilaian secara klinis dan mengukur tekanan darah dengan cuff.Hipotensi

berhubungan dengan bradikardi sering menggambarkan vagotonia. Hipovolume relatif atau absolut sering dijumpai saat hipotensi baik dengan denyut jantung normal maupun takikardi..Keringat dingin, kurang minum, atau muntah sebelum keadaan infark menyertai STEMI ini menyokong terbentuknya hipovolemia.Walaupun dengan volume vaskular yang normal, hipovolemia relatif dapat muncul akibat fraksi ejeksi yang menurun dan tekanan pengisian ventrikel kiri meningkat setinggi 20 mmHg (Canon, 2012).

Mengenal hipovolemia sangatlah penting pada pasien STEMI yang hipotensi, tak jarang tersembunyi jika tidak disertai monitor hemodinamik. Hipotensi menjadi absolut dengan tekanan pengisian ventrikel kiri 8 mmHg, atau relatif, dengan normal (8-12 mmHg) atau sedikit meningkat (13-18 mmHg).

Pasien dengan hipotensi memiliki pulmonary capillary wedge pressure (PCWP)< 18

mmHg. Khusus untuk infark ventrikel kanan, hipotensi tekanan pengisian ventrikel kiri yang normal, rendah, dan sedikit meningkat (Canon, 2012).

Gambar 2.13.Pengaruh fungsi ventrikel kiri terhadap survival pasien dengan infark


(30)

Disfungsi ventrikel kiri merupakan prediktor tunggal mortalitas pada pasien STEMI (gambar 2.13) Pasien dengan STEMI dapat terjadi disfungsi sistolik atau sistolik dan diastolik.Disfungsi diastolik ventrikel kiri dapat menyebabkan udem paru. Manifestasi klinis gagal jantung kiri semakin menonjol jika luas infark bertambah, pasien usia tua, dan diabetes.

2.2. Definisi dan Klasifikasi Sindrom Koroner Akut

Sindrom koroner akut (SKA) adalah istilah untuk mendeskripsikan gejala yang disebabkan iskemik miokard akut. Iskemik akut disebabkan, namun tidak selalu, oleh karena ruptur plak aterosklerosis, fisura, erosi, atau kombinasi proses thrombosis intrakoroner, dan berhubungan dengan peningkatan kematian otot jantung (infark) yang terdiri dari infark miokard akut elevasi segmen ST (IMA-STE), infark miokard non elevasi segmen ST (IMA-NSTE), dan angina pektoris tidak stabil. Mengenal penderita dengan SKA sangatlah penting di suatu unit gawat darurat rumah sakit (RS) dan harus dilakukan triase dengan melakukan pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) dan interpretasi yang akurat dalam waktu 10 menit sehingga diperoleh penanganan yang tepat (Bender, 2011; Fuster, 2012).

2.2.1. Diagnosis Sindrom Koroner Akut

Diagnosis IMA STE ditegakkan apabila dijumpai nyeri dada khas infark, elevasi segmen

ST yang persisten atau dijumpai left bundle branch block (LBBB) yang dianggap baru,

peningkatan enzim jantung serial akibat nekrosis miokard (CKMB dan troponin) dan dijumpai

abnormalitas wall motion regional yang baru pada pemeriksaan ekokardiografi (Van de Werf,

2008).

SKA yang tidak disertai dengan elevasi segmen ST digolongkan menjadi angina pektoris tidak stabil dan IMA NSTE. Jika dijumpai peningkatan enzim jantung, maka penderita digolongkan ke dalam IMA NSTE dan jika enzim jantung normal maka kondisi ini disebut angina pektoris tidak stabil (Van de Werf, 2008; Bender, 2011; Antman, 2008).


(31)

Gambar 2.14. Diagnosis SKA (Fuster, 2012) 2.3. Kerangka Teori

Gambar 2.15. Diagram kerangka teori, NO = nictric oxide; iNOS = inducible nitric oxide

synthase; SVR = systemic vascular resisitance; LVEDP = left ventricle end diastolic pressure;

CO = cardiac output; SV = stroke volume.

Infark Miokard

Vasodilatasi SVR ↓ Inflamasi

sitokin ↑ Inflamasi

Sistemik

Perfusi koroner ↓

Perfusi sistemik ↓ Peroksinitrit

↑NO ↑, iNOS Disfungsi

miokard

CO ↓, SV ↓

Hipotensi Iskemia

Kematian Kompensasi

Vasokonstriksi

LVEDP ↓,


(32)

2.4. Kerangka Konsep

Gambar 2.16. Diagram kerangka konsep Penderita dengan diagnosis STEMI

onset < 12 jam

UGD RSHAM

Pengukuran tekanan darah sistolik : grup I TDS 90-139 mmHg, grup II TDS

140-180 mmHg

Kematian di RS

Manifestasi klinis : killip, denyut jantung


(33)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan studi prospektif yang menilai hubungan tekanan darah sistolik pada penderita IMA-STE onset < 12 jam dengan saat masuk dengan mortalitas di rumah sakit.

3.2. Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan terhadap pasien-pasien dengan diagnosis IMA STE onset < 12 jam yang masuk melalui UGD Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan (RSHAM) mulai 1 November 2014 sampai 31 Januari 2015.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi target adalah pasien-pasien dengan diagnosis IMA STE onset < 12 jam yang masuk melalui UGD RSHAM. Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

3.4. Besar Sampel

Besar sampel dihitung menggunakan rumus besar sampel yaitu :

n = pa - po

���.�� + Z��.��P

2


(34)

qo = 1 – po

pa – po = 0,2 → pa – 0,26 = 0,2

pa = 0.46

qa = 1 – pa → qa = 1 – 0,46

qa = 0,54

Zα = kesalahan tipe I = 5 % = 1,96

Zβ = kesalahan tipe II = 20 % = 0,842

n =

0,46 – 0,26

1.96√0.26 .0,74 + 0.842�0,46 .0,54P

2

= 40,919

Dengan menggunakan rumus tersebut diatas, maka didapat jumlah sampel minimal untuk penelitian adalah 41 orang.

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.5.1. Kriteria Inklusi

Semua pasien dengan diagnosa IMA- STE onset < 12 jam dengan trombolitik. 3.5.2. Kriteria Eksklusi

Semua pasien dengan gagal jantung kronik, gagal ginjal kronik, syok kardiogenik, dan intra koroner perkutan primer.

3.6. Definisi Operasional

1. IMA-STE adalah subset dari sindrom koroner akut yang ditandai pada pemeriksaan EKG

dijumpai gelombang q patologis dan atau ST elevasi atau depresi pada pemeriksaan serialnya, atau adanya angina pektoris tipikal atau atipikal disertai perubahan EKG dan peningkatan enzim jantung atau riwayat angina pektoris tipikal dan peningkatan enzim


(35)

jantung tanpa perubahan EKG atau ada bukti oklusi koroner infark miokard baru pada kematian mendadak (WHO, 2008).

2. Pemeriksaan klinis dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain diluar sindrom koroner

akut contohnya pneumonia, tuberculosis, nyeri dada non kardiak, pleuritis, pneumotoraks.

3. Pasien dengan PJK adalah pasien yang pada pemeriksaan EKG dijumpai gelombang Q

patologis, atau dengan riwayat SKA sebelumnya atau telah dilakukan angiografi koroner sebelumnya dan terbukti memiliki stenosis arteri koroner 50% atau lebih.

4. Riwayat hipertensi didefenisikan apabila memenuhi minimal salah satu kriteria berikut

(Karlsberg dkk, 2011) :

- Riwayat pernah didiagnosis oleh dokter menderita hipertensi dan telah diberikan obat anti hipertensi serta advis diet dan olah raga.

- Pada anamnesis dijumpai riwayat pemakaian obat anti hipertensi.

5. Syok kardiogenik adalah hipoperfusi oleh karena gagal jantung dengan parameter

hemodinamik hipotensi dengan tekanan darah sistolik < 80 mmHg atau mean arterial

pressure < 30 mmHg, cardiac index < 1.8 L/menit/m2

6. Killip didefinisikan, killip 1 tidak dijumpai ronki basah basal, killip 2 dijumpai ronki

basah basal, killip 3 dijumpai ronki lebih dari setengah lapangan paru, killip 4 syok kardiogenik (Van de Werf, 2008).

, dan left ventricle end diiastolic

pressure > 18 mmHg (Reynolds, 2008)

7. Hipotensi didefinisikan sebagai tekanan darah antara 80 - 90 mmHg dengan perfusi ke

seluruh jaringan berjalan baik tanpa tanda-tanda syok.

8. Intra koroner perkutan primer didefinisikan tindakan invasif kateterisasi pembuluh darah

koroner pada IMA-STE onset < 12 jam dengan masa persiapan tindakan yang tidak lebih dari 60 menit.

9. Mortalitas didefinisikan sebagai kematian yang disebabkan akibat penyakit IMA-STE

yang terjadi selama pasien dirawat di RS.

10.Pengukuran TDS saat masuk didefinisikan sebagai pengukuran tekanan darah sistolik

yang pertama sekali dilakukan pada saat pasien tiba di UGD RSUP H Adam Malik sebanyak 3 x pengukuran, dan dirata-ratakan.


(36)

3.7. Identifikasi Variabel

Variabel independen adalah tekanan darah sistolik dan manifestasi klinis. Variabel dependen adalah mortalitas.

3.8. Alur Penelitian

Semua pasien yang mempunyai keluhan nyeri dada atau angina equivalent. Peneliti

memeriksa semua rekam medis pasien untuk melihat anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan IMA STE, data dasar dicatat secara lengkap.

Pemeriksaan tekanan darah sistolik dan diastolik diukur saat pertama kali pasien tiba di UGD dengan sfigmomanometer merk SPIRIT, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium. Pasien dengan kriteria eksklusi dikeluarkan pada penelitian ini. Pasien dicatat tekanan darah sistoliknya sebanyak 3x pengukuran kemudian diambil rata-rata tekanan darah sistolik lalu dikelompokkan menjadi 2 grup, yaitu 90-139 mmHg dan 140-180 mmHg dengan pemeriksaan fisik berupa killip dan denyut jantung. Selama masa rawatan di RS akan dipantau angka kematiannya.

Gambar 3.1 Diagram alur penelitian

Pasien dengan diagnosa IMA-STE

Pengukuran tekanan darah, pemeriksaan fisik, elektrokardiografi, dan laboratorium saat tiba di RS

Mortalitas selama perawatan di RS Memenuhi kriteria inklusi


(37)

3.9. Analisa Data

Dalam data penelitian, perbedaan karakteristik demografi, laboratorium dan klinik

terhadap mortalitas di rumah sakit menggunakan uji statistik Fisher’s Exact, Mann-Whitney,

Kruskal-Wallis. Variabel-variabel yang dapat memprediksi mortalitas di rumah sakit digunakan analisis bivariat. Odds ratio dan 95% confidence interval menilai resiko kematian di rumah sakit. Dalam semua analisis, secara statistik dikatakan signifikan jika p < 0,05.

3.10. EtikaPenelitian

Penelitian ini akan meminta persetujuan dari komite etik Fakultas Kedokteran USU.

3.11. PerkiraanBiaya

Pengadaan alat tulis dan fotokopi Rp. 1.000.000,-

Pengumpulan dan pengolahan data Rp. 1.500.000,-

Biaya tidak terduga Rp. 500.000,-


(38)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Karakteristik Responden Penelitian

Penelitian ini diikuti oleh sebanyak 43 orang pasien yang didiagnosis dengan IMA STE dengan onset < 12 jam yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Karakteristik demografi, klinik dan faktor risiko ditampilkan dalam tabel 4.1.

Tabel 4.1 Karakteristik Demografi Subjek Penelitian saat Pasien Masuk Rumah Sakit

Karakteristik Demografi Nilai (n=43)

Jenis kelamin, n (%)

Laki-laki 36 (83,7)

Perempuan 7 (16,3)

Umur, rerata (SB), tahun 55,6 (9,7)

Faktor risiko

Merokok, n (%)

Ya 28 (34,9)

Tidak 15 (65,1)

Hipertensi, n (%)

Ya 24 (55,8)

Tidak 19 (44,2)

Diabetes, n (%)

Ya 11 (25,6)

Tidak 32 (74,4)

Riwayat keluarga, n (%)

Ya 7 (16,3)

Tidak 36 (83,7)

Dislipidemia, n (%)

Ya 6 (14)

Tidak 37 (86)

Umur, n (%)

≥ 45 tahun 39 (90,7)

< 45 tahun 4 (9,3)

Karakteristik Laboratorium dan Klinik Nilai

Leukosit, n (%)

Naik 29 (67,4)

Tidak naik 14 (32,6)

CKMB, n (%)


(39)

Tidak naik 10 (23,3) Troponin T, n (%)

Naik 31 (72,1)

Tidak naik 12 (27,9)

Kadar gula darah, n (%)

Naik 25 (58,1)

Tidak naik 18 (41,9)

KILLIP, n (%)

1 29 (67,4)

2 10 (23,3)

3 4 (9,3)

Diagnosis, n (%)

Anterior 2 (4,7)

Inferior 15 (34,9)

Inferoposterior 3 (7)

Anterolateral 5 (11,6)

Anteroseptal 11 (25,6)

Anteroekstensif 6 (13,9)

Lateral 1 (2,3)

Riwayat Infark Miokard, n (%)

Ya 2 (4,6)

Tidak 41 (95,4)

Meninggal

Ya 6 (14)

Tidak 37 (86)

Onset, rerata (SB), jam 7,38 (3,67)

Pada tabel 4.1 didapati jumlah sampel pada penelitian ini terdiri dari laki-laki sebanyak 36 orang (83,7 %) dan perempuan sebanyak 7 orang (16,3 %), dengan rata-rata usia 55.6 tahun. Faktor resiko terbanyak dari semua sampel adalah hipertensi sebanyak 24 orang (55,8 %) dan usia lebih dari 45 tahun sebanyak 39 orang (90,7 %). Pada data laboratorium didapat kadar CKMB naik sebanyak 23 orang (76,7 %), troponin T naik sebanyak 31 orang (72,1%), lekosit naik sebanyak 29 orang (67,4%), dan kadar gula darah naik sebanyak 25 orang (58,1%). Dari data klinis didapat bahwa pasien dengan killip I sebanyak 29 orang (67,4 %), diagnosis terbanyak adalah STEMI inferior sebanyak 15 orang (34,9 %) dan onset rata-rata 7,38 jam. Jumlah pasien yang meninggal selama dirawat di rumah sakit sebanyak 6 orang (14%).


(40)

4.2. Perbedaan Karakteristik Demografi, Laboratorium, dan Klinik terhadap Mortalitas di Rumah Sakit

Perbedaan karakteristik demografi, laboratorium, dan klinis terhadap mortalitas di rumah sakit disajikan pada tabel 4.2 di bawah ini.

Tabel 4.2 Perbedaan Karakteristik Demografi, Laboratorium dan Klinik terhadap Mortalitas di Rumah Sakit

Karakteristik Responden Meninggal (n=6) Tidak Meninggal (n=37) p

Karakteristik Demografi

Jenis kelamin, n (%)

Laki-laki 6 (16,7) 30 (83,3) 0,567

Perempuan

a

0 (0) 7 (100)

Umur, rerata (SB), tahun 59,38 (7,43) 55,23 (10,47) 0,297

Faktor risiko

b

Merokok, n (%)

Ya 5 (17,9) 23 (82,1) 0,403

Tidak

a

1 (6,7) 14 (93,3)

Hipertensi, n (%)

Ya 2 (8,3) 22 (91,7) 0,380

Tidak

a

4 (21,1) 15 (78,9)

Diabetes, n (%)

Ya 1 (9,1) 10 (90,1) 1,000

Tidak

a

5 (15,6) 27 (84,4)

Riwayat keluarga, n (%)

Ya 0 (0) 7 (100) 0,567

Tidak

a

6 (16,7) 30 (83,3)

Dislipidemia, n (%)

Ya 0 (0) 6 (100) 0,571

Tidak

a

6 (16,2) 31 (83,8)

Umur, n (%)

≥ 45 tahun 6 (15,4) 33 (84,6) 1,000

< 45 tahun

a

0 (0) 4 (100)

Karakteristik Laboratorium dan Klinik

Leukosit, n (%)

Naik 4 (13,8) 25 (86,2) 1,000

Tidak naik

a

2 (14,8) 12 (85,7)

CKMB, n (%)

Naik 5 (15,1) 28 (84,9) 1,000

Tidak naik

a


(41)

Troponin T, n (%)

Naik 4 (12,9) 27 (87,1) 1,000

Tidak naik

a

2 (16,7) 10 (83,3)

Kadar gula darah, n (%)

Naik 5 (20) 20 (80) 0,375

Tidak naik

a

1 (5,6) 17 (93,4)

Riwayat Infark Miokard, n (%)

Ya 0 (0) 2 (100) 1,000

Tidak

a

6 (14,6) 35 (85,4)

Tek. Darah sistolik, rerata (SB), mmHg

101,7 (23,16) 124,7 (25,56) 0,028

Tek. Darah diastolik, rerata (SB), mmHg

b

71,6 (18,35) 76,5 (14,18) 0,304

Heart Rate, rerata (SB), x/menit

b

78,8 (24,9) 73,7 (13,31) 0,537

Onset, rerata (SB), jam

b

7,16 (1,83) 7,42 (3,91)

Kategori Sistolik

140-180 mmHg 1 (6,7) 14 (93,3) 0,403

90-139 mmHg

a

5 (17,9) 23 (82,1) 0,777

Fraksi ejeksi b Normal Abnormal 0 (0) 6 (17,6) 9 (100) 28( 82,4) 0,315 Killip 1 2 3 1 (3,5) 2 (20) 3 (75) 28 (96,5) 8 (80) 1 (25) 0,001c a

Fisher’s Exact, b Mann-Whitney, c

Pada tabel 4.2 didapat pasien dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak yang meninggal yaitu sebanyak 6 orang (16,7 %) sedangkan pasien berjenis kelamin perempuan yang meninggal tidak ada (0%) dengan nilai p = 0,567. Rerata umur pasien yang meninggal berumur 59,38 tahun (7,43 %) dan pasien yang tidak meninggal berumur 55,23 tahun (10,47 %) dengan nilai p = 0,297.

Kruskal-Wallis

Pada pasien yang meninggal, didapati faktor risiko umur ≥ 45 tahun sebanyak 6 orang

(15,4 %) dengan nilai p = 1,000, faktor risiko merokok sebanyak 5 orang (17,9 %), faktor risiko hipertensi sebanyak 2 orang dengan nilai p = 0,380, faktor risiko diabetes mellitus sebanyak 1 orang (9,1 %) dengan nilai p = 1,000, faktor risiko riwayat keluarga tidak dijumpai (0 %) dengan nilai p = 0,567, dan faktor risiko dislipidemia tidak dijumpai (0 %) dengan nilai p = 0,571. Dimana faktor risiko ini tidak dijumpai perbedaan yang signifikan secara statistik namun secara klinis bermakna.


(42)

Pada karakteristik laboratorium pasien yang meninggal dijumpai kadar leukosit naik sebanyak 4 orang (13,8 %) dengan nilai p = 1,000, kadar CKMB naik sebanyak 5 orang (15,1 %) dengan nilai p = 1,000, kadar troponin T naik sebanyak 4 orang (12,9 %) dengan nilai p = 1,000, kadar gula darah naik sebanyak 2 orang (20 %) dengan nilai p = 0,375, riwayat infark miokard tidak dijumpai (0 %) dengan nilai p = 1,000. Pada data laboratorium dan riwayat infark miokard pasien yang meninggal tidak dijumpai perbedaan yang signifikan namun secara klinis bermakna.

Dari karakteristik klinik, yaitu pemeriksaan tekanan darah sistolik pada pasien yang meninggal dijumpai sebesar 101,7 mmHg (23,16 %) dan yang tidak meninggal sebesar 124,7 mmHg (25,56 %). Pada tekanan darah sistolik dijumpai perbedaan secara statistik antara kedua grup dengan nilai p = 0,028. Namun apabila tekanan darah sistolik dikategorikan menjadi 2 grup didapatkan pada pasien yang meninggal memiliki tekanan darah sistolik 139-180 mmHg sebanyak 1 orang (6,7 %) dan yang tidak meninggal sebanyak 14 orang (93,3 %) dengan nilai p = 0,403. Pada pasien dengan tekanan darah sistolik 90-139 mmHg yang meninggal sebanyak 5 orang (17,9 %) dan yang tidak meninggal sebanyak 23 orang (82,1 %) dengan nilai p = 0,777. Dari kedua kategori tekanan darah sistolik ini secara statistik tidak dijumpai perbedaan yang signifikan. Dari rerata denyut jantung pasien yang meninggal adalah 78,8 x/menit (24,9 %) dibanding dengan pasien yang tidak meninggal sebesar 73,7 x/menit (13,31 %) dengan nilai p = 0,537. Dari kedua kategori denyut jantung ini tidak dijumpai perbedaan yang signifikan secara statistik, namun frekuensi denyut jantung lebih cepat dari kelompok pasien yang meninggal.

Gambar 4.1 Perbandingan tekanan darah sistolik dengan mortalitas

Tekanan Darah Sistolik (mmHg)


(43)

Dari karakteristik klinik killip 1, 2, dan 3 dijumpai perbedaan yang signifikan dengan p = 0,001 dengan menggunakan perhitungan Kruskal Wallis diantara kedua grup.

Dari gambar 4.2 dibawah ini, hubungan TDS antara kedua grup dengan onset terjadinya IMA-STE didapati bahwa pada grup 1 (TDS 90-139 mmHg) semakin lama onset IMA-STE atau semakin lama pasien dengan grup 1 datang ke RS maka angka mortalitas di RS semakin tinggi dibandingkan dengan grup 2 (TDS 140-180 mmHg).

Gambar 4.2 Hubungan Tekanan Darah Sistolik Antara Kedua Grup Dengan Onset Terjadinya IMA-STE


(44)

Tabel 4.3 Hubungan Tekanan Darah Sistolik Dengan Denyut Jantung

Dari tabel 4.3 menunjukkan bahwa TDS tidak berhubungan secara statistik dengan denyut jantung dengan nilai p = 0.245.

Tabel 4.4 Hubungan Tekanan Darah Sistolik Dengan Killip

_ c o n s 6 1 . 7 1 3 4 1 1 1 . 0 0 2 4 9 5 . 6 1 0 . 0 0 0 3 9 . 4 9 3 4 3 8 3 . 9 3 3 4 s i s t o l . 1 0 4 2 6 8 3 . 0 8 8 4 6 7 1 1 . 1 8 0 . 2 4 5 - . 0 7 4 3 9 4 7 . 2 8 2 9 3 1 2 HR Co e f . St d . Er r . t P>| t | [ 9 5 % Co n f . I n t e r v a l ] To t a l 9 6 1 6 . 2 7 9 0 7 4 2 2 2 8 . 9 5 9 0 2 5 Ro o t MSE = 1 5 . 0 6 2 Ad j R- s q u a r e d = 0 . 0 0 9 2 Re s i d u a l 9 3 0 1 . 1 4 6 3 4 4 1 2 2 6 . 8 5 7 2 2 8 R- s q u a r e d = 0 . 0 3 2 8 Mo d e l 3 1 5 . 1 3 2 7 2 8 1 3 1 5 . 1 3 2 7 2 8 Pr o b > F = 0 . 2 4 5 3 F( 1 , 4 1 ) = 1 . 3 9 So u r c e SS d f MS Nu mb e r o f o b s = 4 3 . r e g r e s s HR s i s t o l

s i s t o l 0 . 1 8 1 0 1 . 0 0 0 0 HR 1 . 0 0 0 0

HR s i s t o l ( o b s =4 3 )

. c o r HR s i s t o l

s i s t o l 4 9 0 0 9 0 9 0 Va r i a b l e Ob s Me a n St d . De v . Mi n Ma x - > k i l l i p = k i l l i p 3

s i s t o l 1 0 1 2 5 2 7 . 1 8 2 5 1 1 0 0 1 8 0

Va r i a b l e Ob s Me a n St d . De v . Mi n Ma x - > k i l l i p = k i l l i p 2

s i s t o l 2 9 1 2 4 . 8 2 7 6 2 5 . 3 0 1 1 4 8 0 1 7 0

Va r i a b l e Ob s Me a n St d . De v . Mi n Ma x - > k i l l i p = k i l l i p 1

. b y s o r t k i l l i p : s u m s i s t o l

0 . 0 4 1 0 . 0 7 0 k i l l i p 3 - 3 4 . 8 2 7 6 - 3 5

1 . 0 0 0 k i l l i p 2 . 1 7 2 4 1 4

Co l Me a n k i l l i p 1 k i l l i p 2 Ro w Me a n -

( Sc h e f f e )

Co mp a r i s o n o f TD s i s t o l b y k i l l i p 1 mu l t i p l e - o b s e r v a t i o n c e l l s n o t u s e d

n o t e : Ba r t l e t t ' s t e s t p e r f o r me d o n c e l l s wi t h p o s i t i v e v a r i a n c e :

Ba r t l e t t ' s t e s t f o r e q u a l v a r i a n c e s : c h i 2 ( 1 ) = 0 . 0 6 9 0 Pr o b >c h i 2 = 0 . 7 9 3 To t a l 2 8 9 8 6 . 0 4 6 5 4 2 6 9 0 . 1 4 3 9 6 5

Wi t h i n g r o u p s 2 4 5 7 4 . 1 3 7 9 4 0 6 1 4 . 3 5 3 4 4 8

Be t we e n g r o u p s 4 4 1 1 . 9 0 8 5 8 2 2 2 0 5 . 9 5 4 2 9 3 . 5 9 0 . 0 3 6 8 So u r c e SS d f MS F Pr o b > F An a l y s i s o f Va r i a n c e


(45)

Dari tabel 4.4 TDS tidak berhubungan dengan killip 1 secara statistik dengan nilai p = 1.000, namun TDS berhubungan dengan killip 3 dengan nilai p = 0.041.

4.3. Hasil Analisis Bivariat Variabel-Variabel yang dapat Memprediksi Mortalitas di

Rumah Sakit

Tabel 4.5 Variabel-Variabel yang Memprediksi Mortalitas di Rumah Sakit

Karakteristik RR 95% IK P

Kategori Sistolik 140-180 mmHg 90-139 mmHg

1 2,68

0,344-20,878 0,403

Fraksi Ejeksi N.A* N.A* 0,315

Killip 1 2 3 1 3,94 11,91 0,356-43,439 1,230-115,288 0,06

*Not Applicable

Dari tabel 4.5 tentang variabel-variabel yang memprediksi mortalitas, apabila tekanan darah sistolik dikategorikan menjadi 2 kategori, yaitu 140-180 mmHg dan 90-139 mmHg didapatkan pada kategori sistolik 90-139 mmHg memiliki 2,68 kali menyebabkan mortalitas. Namun hal ini tidak bermakna secara statistik dengan p value = 0,403.

Fraksi ejeksi tidak dapat dihitung sebagai variabel-variabel yang dapat memprediksi mortalitas di rumah sakit oleh karena tidak didapati jumlah pasien yang meninggal dengan fraksi ejeksi normal.

Secara umum tidak didapati perbedaan yang bermakna pada hubungan killip dan kematian (p=0,06). Namun jika secara khusus dibandingkan antara killip 3 dan killip 1, didapati perbedaan secara klinis dan statistik seperti terlihat pada gambar 4.1.


(46)

Gambar 4.3 Forest Plot Variabel Perbandingan Antara Killip 2 dan 3 yang Dapat Memprediksi Kematian di Rumah Sakit

Pada gambar 4.3 tersebut didapati bahwa pasien dengan killip 3, 11,9 kali lebih berisiko menyebabkan kematian dibandingkan dengan pasien killip 1. Perbandingan risiko antara killip 2 dan killip 1 adalah 3,93 lebih besar. Perbandingan nilai risiko antara killip 2 dan killip 1 tidak bermakna secara statistik.

Jika killip 3 dibandingkan killip 2 maka pasien dengan killip 3 didapati 3,02 kali lebih besar menyebabkan kematian di rumah sakit. Namun perbandingan risiko antara pasien dengan killip 3 dan killip 2 juga tidak bermakna secara statistik. Hal ini dilihat dari interval kepercayaan killip 2 dan killip 3 yang tumpang tindih.


(47)

BAB V

PEMBAHASAN

Penelitian ini merupakan studi prospektif yang menilai hubungan tekanan darah sistolik pada penderita IMA-STE onset < 12 jam dengan saat masuk dengan mortalitas di rumah sakit. Dari hasil penelitian diperoleh rerata umur pasien yang meninggal berumur 59,38 tahun (7,43 %) dan pasien yang tidak meninggal berumur 55,23 tahun (10,47 %) dengan nilai p = 0,297. Secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antara kedua grup, secara klinis jumlah pasien yang meninggal lebih banyak didominasi pada pasien dengan usia yang lebih tua. Hal ini sesuai dengan penelitian Shiraisi, dkk (2011) dengan sampel penelitian sebanyak 1211 orang, dengan diagnosa IMA-STE onset < 12 jam pasien dilakukan IKPP dalam penelitiannya menyebutkan pasien dengan usia 70,6 ± 11,7 tahun lebih banyak yang meninggal. Namun studi yang dilakukan oleh Huang, dkk (2014) dengan sampel penelitian sebanyak 6591 orang, dengan diagnosa IMA-STE onset < 12 jam dengan IKPP menyatakan bahwa tidak ada perbedaan secara statistik menurut umur pasien.

Pada pasien yang meninggal, didapati faktor risiko umur ≥ 45 tahun sebanyak 6 orang

(15,4 %) dengan nilai p = 1,000, faktor risiko merokok sebanyak 5 orang (17,9 %) dengan nilai p = 0,403, faktor risiko hipertensi sebanyak 2 orang (8,3 %) dengan nilai p = 0,380, faktor risiko diabetes mellitus sebanyak 1 orang (9,1 %) dengan nilai p = 1,000, faktor risiko riwayat keluarga tidak dijumpai (0 %) dengan nilai p = 0,567, dan faktor risiko dislipidemia tidak dijumpai (0 %) dengan nilai p = 0,571. Dimana faktor risiko ini tidak dijumpai perbedaan yang signifikan secara statistik namun secara klinis bermakna. Studi oleh Shiraisi, dkk (2011) menyatakan faktor risiko usia, hipertensi, dan denyut jantung memiliki perbedaan yang signifikan secara statistik dengan p = 0.001, namun diabetes mellitus tidak, dengan nilai p = 0,029. Studi oleh Huang, dkk (2014) menyatakan bahwa hipertensi dan denyut jantung memiliki perbedaan yang signifikan secara statistik dengan nilai p < 0.001, namun diabetes mellitus tidak, dengan nilai p = 0,202.

Pada karakteristik laboratorium pasien yang meninggal dijumpai kadar leukosit naik sebanyak 4 orang (13,8 %) dengan nilai p = 1,000, kadar CKMB naik sebanyak 5 orang (15,1 %) dengan nilai p = 1,000, kadar troponin T naik sebanyak 4 orang (12,9 %) dengan nilai p =


(48)

1,000, kadar gula darah naik sebanyak 2 orang (20 %) dengan nilai p = 0,375, riwayat infark miokard tidak dijumpai (0 %) dengan nilai p = 1,000. Pada data laboratorium dan riwayat infark miokard pasien yang meninggal tidak dijumpai perbedaan yang signifikan namun secara klinis bermakna. Hal ini sesuai dengan studi oleh Huang, dkk (2014) bahwa kadar gula darah dan riwayat IMA sebelumnya tidak menunjukkan perbedaan secara statistik dengan nilai p = 0,008.

Namun pada studi Shiraisi, dkk (2011) menyatakan kadar enzim jantung Creatin kinase

menunjukkan perbedaan secara statistik dengan nilai p < 0,001 dan studi oleh Palmerini, dkk (2011) menyatakan bahwa leukosit merupakan prediktor independen luas infark dan angka kematian 1 tahun.

Pada pengukuran fraksi ejeksi abnormal (< 50 %) pasien yang meninggal didapat sebanyak 6 orang (17,6 %) dengan nilai p = 0, 315 diperoleh secara statistik tidak dijumpai perbedaan. Namun berbeda halnya dengan studi oleh Rasoul, dkk (2009) menyatakan bahwa fraksi ejeksi < 30 % merupakan prediktor kuat terhadap mortalitas 30 hari dan 1 tahun.

Dari hasil penelitian, rerata denyut jantung pasien yang meninggal adalah 78,8 x/menit (24,9 %) dibanding dengan pasien yang tidak meninggal sebesar 73,7 x/menit (13,31 %) dengan nilai p = 0,537. Dari kedua kategori denyut jantung ini secara statistik tidak dijumpai perbedaan yang signifikan secara statistik, namun secara klinik bermakna. Dalam penelitian Shiraisi, dkk (2011) yang menyatakan semakin tinggi denyut jantung, semakin banyak komplikasi yang terjadi.

Dari hasil penelitian, pemeriksaan tekanan darah sistolik pada pasien yang meninggal dijumpai sebesar 101,7 mmHg (23,16 %) dan yang tidak meninggal sebesar 124,7 mmHg (25,56 %) sehingga dijumpai perbedaan secara statistik antara kedua grup dengan nilai p = 0,028. Namun apabila tekanan darah sistolik dikategorikan menjadi 2 grup, pada pasien yang meninggal memiliki tekanan darah sistolik 139-180 mmHg sebanyak 1 orang (6,7 %) dan yang tidak meninggal sebanyak 14 orang (93,3 %) dengan nilai p = 0,403. Pada pasien dengan tekanan darah sistolik 90-139 mmHg yang meninggal sebanyak 5 orang (17,9 %) dan yang tidak meninggal sebanyak 23 orang (82,1 %) dengan nilai p = 0,777. Dari kedua kategori tekanan darah sistolik ini secara statistik tidak dijumpai perbedaan yang signifikan. Pada hasil analisis bivariat, tekanan darah sistolik 90-139 mmHg memiliki 2,68 kali menyebabkan mortalitas dengan p value = 0,403. Hasil ini tidak berbeda secara statistik. Hal ini sesuai dengan studi oleh


(49)

Huang, dkk (2014) pada studi observasi membandingkan tekanan darah sistolik saat masuk, pasien-pasien dengan sindrom koroner akut onset < 12 jam dengan kejadian kejadian mayor kardiovaskular, tidak menunjukkan risiko jangka pendek kematian 7 hari, 30 hari, dan pendarahan. Namun studi oleh Psaty, dkk (2001) dengan jumlah sampel 4902 orang tentang hubungan level tekanan darah dan risiko IMA, stroke, dan mortalitas menunjukkan bahwa tekanan darah sistolik merupakan prediktor tunggal terhadap mortalitas. Studi lain oleh Shiraisi, dkk (2011) menyatakan jumlah pasien dengan tekanan darah sistolik < 106 mmHg yang meninggal sebanyak 62 orang (25,7 %) dengan nilai p < 0,001, sehingga secara statistik signifikan. Studi oleh Kang DG, dkk (2009) dengan sampel 3375 orang penderita hipertensi yang mengalami infark miokard akut di Korea selama dirawat inap terjadi gagal ginjal akut, syok, dan kejadian serebrovaskular lebih sering daripada yang non hipertensi. Secara multivariate usia tua,

killip ≥ 3, tekanan darah sistolik ≤ 90 mmHg, fraksi ejeksi ventrikel kiri < 45 % saat masuk,

riwayat hipertensi merupakan prediktor independen kematian di rumah sakit.

Dari hasil penelitian tidak dijumpai hubungan secara statistik antara TDS dengan denyut jantung dengan nilai p = 0.245, dan tidak dijumpai hubungan TDS dengan killip I dengan nilai p = 1.000. Namun jika TDS dibandingkan dengan killip 3 akan bermakna secara statistik dengan nilai p = 0.041. Dari gambar Kaplan Meier, hubungan TDS antara kedua grup dengan onset terjadinya IMA-STE didapati bahwa pada grup I (TDS 90-139 mmHg) semakin lama onset IMA-STE atau semakin lama pasien dengan grup I datang ke RS maka angka mortalitas di RS semakin tinggi dibandingkan dengan grup II (TDS 140-180 mmHg).

Dari karakteristik klinik killip 1, 2, dan 3 dijumpai perbedaan yang signifikan secara statistik dengan p = 0,001 menggunakan perhitungan Kruskal Wallis. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Shiraisi, dkk (2011) yang menyatakan jumlah pasien yang

meninggal paling banyak dijumpai pada pasien dengan killip ≥ 3 dengan nilai p < 0,001. Namun

bila dilakukan analisa bivariat untuk memprediksi variabel-variabel yang dapat menyebabkan kematian baik TDS, fraksi ejeksi, dan killip tidak berbeda secara signifikan.


(50)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Tekanan darah sistolik penderita IMA-STE onset < 12 jam saat masuk berhubungan

dengan mortalitas selama dirawat di rumah sakit.

2. Tekanan darah sistolik 101,7 mmHg dan killip 3 saat masuk merupakan penyebab

mortalitas selama dirawat di rumah sakit pada penderita IMA-STE onset < 12 jam.

6.2. Keterbatasan Penelitian

Penelitian memiliki keterbatasan diantaranya jumlah sampel penelitian yang kecil sehingga apabila perhitungan tekanan darah sistolik dikategorikan dan uji bivariat dilakukan menjadi tidak bermakna secara statistik. Pasien-pasien IMA-STE telah mendapat pengobatan sesuai dengan panduan penatalaksaan pasien sindrom koroner akut sehingga angka kematian di rumah sakit rendah.

6.3. Saran

Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut dengan sampel yang lebih besar oleh karena beberapa variabel menunjukkan hasil secara klinis bermakna walaupun tidak bermakna secara statistik.


(51)

DAFTAR PUSTAKA

Antman EM. ST-Segment Elevation Myocardial Infarction: pathology, Pathophysiology, and Clinical Features. Dalam Bonow RO, Mann DL, Zipes DP, Libby P. Braunwald’s Heart Disease, A Textbook of Cardiovascular Medicine. Edisi 9. Philadelphia. Elsevier Saunders. 2012.

Bender SB, Tune JD, Borbouse L, dkk. Altered Mechanism of Adenosine-Induced Coronary

Arteriolar Dilation in Early-Stage Metabolic Syndrome ExpBiol Med (Maywood).June

2009 234: 683-692.

Canon CP, Braunwald E. Coronary Blood Flow in Myocardial Ischaemia.Chapter 52.DalamBonow RO, Mann DL, ZipesDP, Libby P.Braunwald’s Heart Disease,a Textbook of Cardiovascular Medicine. Edisi 9. Philadelphia. Elsevier Saunders. 2012. Hal 1049-1067.

Berg D, Worzala K. Cardiovascular Examination. Dalam :Atlas of Adults Physical Diagnosis. Edisi 1. Lippincott William Wilkins. 2006. Hal 76-78.

Canty JM Jr, Brooks A. Phasic Volumetric Coronary Venous Outflow Patterns in Conscious Dogs. Am J Physiol. 1990; 258:1457.

Cohn, Davis RC, Hobbs FDR, Lip GYH, dkk. The Diagram of The Process of Ventricular Remodelling. Dalam ABC of Heart Failure. N Engl J Med 1984. 311:819-23.

Fuster, Rourke, Walsh. ST Segment Myocardial Infarction. Chapter 60. Dalam Hurst the Heart. Edisi 12. Mc Graw Hill. 2008.

GRACE investigator. Rationale and design of the GRACE (Global Registry of Acute Coronary Events) Project: A Multinational Registry of Patients Hospitalized With Acute Coronary

syndromes

Hasdai, dkk. Cardiogenic Shock Diagnosis and Treatment. Humana Press. Totowa, New Jersey. 2002. Hal 3-4.


(52)

Hochman J. Cardiogenic Shock Complicating Acute Myocardial Infarction: Expanding the paradigm. Circulation. 2003. 107:2998.

Homoud MK. Consequences of Reduced Blood Flow to The Myocardium. Dalam : Coronary Artery Disease. New England Medical Center. 2008.

Huang B, Yang Y, Zhu J, Liang Y, Tan H. Clinical Characteristics and Short-Term Outcomes in Patients With Elevated Admission Systolic Blood Pressure After Acute ST-Elevation Myocardial Infarction: A Population Based Study. BMJ. 2014.

Ibnu M. Dasar-Dasar Fisiologi Kardiovaskuler. Jakarta : EGC, 1996. Hal 112-135

Jeremias A, Brown DL. Cardiac Intensive Care. Chapter 7. Dalam : Coronary Physiology and Pathophysiology. Saunders. Edisi 2. Philadelphia. 2010. Hal 69-71

Kang DG, Jeong MH, Ahn Y, Chae SC, Hur SH, Hong TJ, dkk. Clinical Effects of Hypertension on the Mortality of Patients with Acute Myocardial Infarction. J Korean Med Sci 2009; 24: 800-6

Karlsberg RP, Tcheng JE, Boris JR, dkk. ACCF/AHA 2011 Key Data Elements and Defenitions

of a Base Cardiovascular Vocabulary for Electronic Health Record.J Am CollCardiol.

2011;58(2):202-222

Katz AM. Physiology of The Heart. Wolter Kluwer, Lippincot William Wilkins. Philadelphia. 2006

Kruger W, Ludman AJ. Acute Heart Failure. Switzerland. 2009. Hal 20-21

Klocke FJ. Measurement of Coronary Blood Flow and Degree of Stenosis: Current Clinical

Implication and Continuing Uncertainties. J Am CollCardiol. 1983;1:31-41.

Levick JR. Control of Blood Vessel: Intrinsic Control. Chapter 13.Dalam : An Introduction to Cardiovascular Physiology. Hodder Arnold. London. 2010. Hal 240-275.

Mehran R, Nicolsky E. Definition, Epidemiology, and Patient at Risk. Kidney Intl Supp. 2006;100:11-15.


(53)

Palmerini T, Mehran R, Dangas G, Nikolsky E, Witzenbichler, dkk. Impact of Leukocyte Count on Mortality and Bleeding in Patients With Myocardial Infarction Undergoing Primary

Percutaneous Coronary Interventions. Circulation. 2011;123:2829-2837.

Perk J, Backer GD, Gohlke H, Reiner Z Verschuren WMM, dkk. European Guidelines on

Cardiovascular Disease Prevention in Clinical Practice (version 2012). European Heart

Journal. 2012;37:1-12.

Picariello C, Lazzeri C, Attana P, dkk. The Impact of Hypertension in Patients With Acute Coronary Syndrome. SAGE-Hindawi Access to Research International Journal of Hypertension Volume 2011, Article ID 563657.

Porth C, dkk . Alteration in Blood Pressure. Essentials of Pathophysiology: Concepts of Altered

Health States. Wolters Kluwer/Lippincott Williams & Wilkins.2011. Hal 274-279.

Psaty BM, Furberg CD, Kuller LH, dkk. Association Between Blood Pressure Level and The Risk of Myocardial Infarction, Stroke, and Total Mortality: The Cardiovascular Health

Study. Arch Intern Med. 2001;161:1183-1192.

Rasoul S, Ottervanger JP, De Boer MJ, Dambrink JH, Gosselink M, dkk. Predictors of 30-days and 1-year Mortality after Primary Percutaneous Coronary Intervention for ST-Elevation

in Myocardial Infarction. Pubmed. 2009;(6):415-21.

Reynolds HR, Hochman JS. Cardiogenic Shock: Current Concepts and Improving Outcomes.

Circulation.2008;117:686-697.

Smith JJ, Kampine JP. Circulatory physiology: The Essentials. Edisi 3. Baltimore: Williams &Wilkins. 1990.

Shiraishi J, Sawada T, Kimura M, dkk. Systolic Blood Pressure at Admission, Clinical Manifestation, and In-hospital Outcomes in Patients with Acute Myocardial Infarction.

Journal of Cardiology. 2011.58,54-60.

Steg G, James S, Atar G, Badano L, dkk. ESC Guidelines for the Management of Acute Myocardial Infarction in Patients Presenting With ST-Segment Elevation. European Heart Journal (2012) 33, 2569–2619.


(54)

Swedberg K, Cleland J, Hull, Dargie H, Drexler H, Follath F, dkk. Guidelines or The Diagnosis and Treatment of Chronic Heart Failure. Eur Heart J. 2005;26:1115-1140.

Van de Werf F, Bax J, Betriu A, dkk. Management of Acute Myocardial Infarction in Patient Presenting with Persistent ST Segment Elevation, The Task Force on The Management

of ST-Segment Elevation Acute Myocardial Infarction. Euopean Heart

Journal.2012;33:2551-2567.

Volpi A, De Vita C, Franzosi MG, dkk. Determinants of 6-Month Mortality in Survivors of

Myocardial Infarction After Thrombolysis. Results of the GISSI-2 data base.Circulation.

1993. 88:416.

Wijns W, Kolh P, Danchin N, Di Mario C, Falk V, dkk. Guidelines of Myocardial Revascularization. European Heart Journal (2010), 1-55.

WHO Media Center.Global Atlas on Cardiovascular Disease Prevention and Control. Diunduh


(55)

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN Lampiran 1

Yth. Bapak / Ibu ……….

1. Sebelumnya saya ingin memperkenalkan diri. Nama saya dokter Ary Agung Permana,

bertugas di divisi Kardiologi & Kedokteran Vaskular FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan. Saat ini, saya sedang melaksanakan penelitian tentang : Hubungan Tekanan Darah Sistolik Pada Penderita Infark Miokard Akut Elevasi Segmen ST Dibawah 12 jam Saat Masuk Dengan Mortalitas Di RSUP H. Adam Malik.

2. Bapak / Ibu, pertama saya akan menjelaskan apa yang disebut sebagai infark miokard

akut yaitu sindroma klinis dengan karakteristik adanya rasa tidak nyaman di dada, rahang, bahu, punggung, atau lengan yang semakin memberat bila beraktivitas atau adanya stres emosional yang diketahui dari perubahan gelombang ST dari pemeriksaan elektrokardiografi dan hasil enzim jantung yang positif. Saat pertma sekali Bapak/Ibu masuk rumah sakit, akan dilakukan pemeriksaan tekanan darah oleh dokter menggunakan alat sfigmomanometer merkuri merk “SPIRIT”. Hal ini sangat penting dilakukan untuk mengetahui kondisi kesehatan secara menyeluruh saat terjadinya serangan jantung, sehingga dokter dapat melakukan penanganan yang tepat. Bapak/Ibu akan dirawat dan diamati komplikasi yang mungkin akan terjadi selama masa rawatan.

3. Biaya penelitian ditanggung oleh peneliti sepenuhnya.

4. Untuk info lebih lanjut, dapat menghubungi nomor telepon peneliti. Demikian,

mudah-mudahan keterangan saya diatas dapat dimengerti dan atas kesediaan Bapak/Ibu berpartisipasi dalam penelitian ini saya ucapkan terima kasih.

Medan, 2014 Peneliti

dr. Ary Agung Permana HP. 0812 6436 6565


(56)

PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP) Lampiran 2

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :

Jenis kelamin :

Umur :

Alamat :

Setelah mendapat keterangan secara terperinci dan jelas mengenai penelitian “Hubungan Tekanan Darah Sistolik Pada Penderita Infark Miokard Akut Elevasi Segmen ST < 12 jam Saat Masuk Dengan Mortalitas Di RSUP H. Adam Malik” dan setelah mendapat kesempatan tanya jawab tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan penelitian tersebut, maka dengan ini saya secara sadar dan sukarela, tanpa paksaan menyatakan bersedia ikut menjadi peserta di dalam penelitian tersebut, dan dapat mengundurkan diri sewaktu-waktu atau menolak.

Medan, ……… 2014 Yang membuat pernyataan persetujuan


(57)

DATA PASIEN

Lampiran 3

Nama Pasien : ... Umur : ... tahun

No. MR : ... Jenis Kelamin : L / P

Tgl. Masuk RS/Tgl. Keluar : .../...

Diagnosa : ... No. Telepon : ...

...

KU :

FRPJK : laki-laki/perempuan usia > .... thn, smoker ( ), HT ( ), DM ( ), dislipidemia ( ), FH ( )

RPT : ... RPO : ...

Vital Sign : Sens : ... TD : .../... mmHg HR : ...x/i RR : ...x/i T : ...C

PF : normal / rh basah basal / rh basah / edem pretibial

EKG 1 : ... EKG 2 : ... Foto Toraks : ... Lab : Hb ... Ht ... Leu ... Plt ...KGD ...KGDp ...KGD2jpp ...

Hba1c ... Ureum ... Creat ... Na ... K ... Cl ... CKMB ... Trop T ....

Cath : ... ... Kesan : ...

Kesimpulan : ...

Komplikasi selama rawatan : ADHF /ALO / Syok kardiogenik / Hipertensi emergensi Hasil Akhir : PBJ / meninggal


(58)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Lampiran 4

I. KETERANGAN PERORANGAN

a. Nama Lengkap : dr. Ary Agung Permana

b. NIM : 117115004

c. Tempat/Tanggal Lahir : Medan/ 4 Juli 1979

d. Jenis kelamin : Pria

e. Bangsa : Indonesia

f. Agama : Islam

g. Status Perkawinan : Menikah

h. Tempat Tinggal : Jl. Ibrahim Umar gg. Pendidikan No. 4 Medan

II. PENDIDIKAN

a. SD Kemala Bhayangkari I Medan, Tamat tahun 1990

b. SMP Harapan 2 Medan, Tamat tahun 1995

c. SMU Harapan Medan, Tamat Tahun 1997

d. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan, Tamat Tahun 2003

e. Mulai pendidikan kardiologi FK USU : 1 juli 2011

III.KARYA ILMIAH

Penulis pembantu:


(59)

(60)

(1)

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

Lampiran 1

Yth. Bapak / Ibu ……….

1. Sebelumnya saya ingin memperkenalkan diri. Nama saya dokter Ary Agung Permana,

bertugas di divisi Kardiologi & Kedokteran Vaskular FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan. Saat ini, saya sedang melaksanakan penelitian tentang : Hubungan Tekanan Darah Sistolik Pada Penderita Infark Miokard Akut Elevasi Segmen ST Dibawah 12 jam Saat Masuk Dengan Mortalitas Di RSUP H. Adam Malik.

2. Bapak / Ibu, pertama saya akan menjelaskan apa yang disebut sebagai infark miokard

akut yaitu sindroma klinis dengan karakteristik adanya rasa tidak nyaman di dada, rahang, bahu, punggung, atau lengan yang semakin memberat bila beraktivitas atau adanya stres emosional yang diketahui dari perubahan gelombang ST dari pemeriksaan elektrokardiografi dan hasil enzim jantung yang positif. Saat pertma sekali Bapak/Ibu masuk rumah sakit, akan dilakukan pemeriksaan tekanan darah oleh dokter menggunakan alat sfigmomanometer merkuri merk “SPIRIT”. Hal ini sangat penting dilakukan untuk mengetahui kondisi kesehatan secara menyeluruh saat terjadinya serangan jantung, sehingga dokter dapat melakukan penanganan yang tepat. Bapak/Ibu akan dirawat dan diamati komplikasi yang mungkin akan terjadi selama masa rawatan.

3. Biaya penelitian ditanggung oleh peneliti sepenuhnya.

4. Untuk info lebih lanjut, dapat menghubungi nomor telepon peneliti. Demikian,

mudah-mudahan keterangan saya diatas dapat dimengerti dan atas kesediaan Bapak/Ibu berpartisipasi dalam penelitian ini saya ucapkan terima kasih.

Medan, 2014 Peneliti


(2)

PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP)

Lampiran 2

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :

Jenis kelamin :

Umur :

Alamat :

Setelah mendapat keterangan secara terperinci dan jelas mengenai penelitian “Hubungan Tekanan Darah Sistolik Pada Penderita Infark Miokard Akut Elevasi Segmen ST < 12 jam Saat Masuk Dengan Mortalitas Di RSUP H. Adam Malik” dan setelah mendapat kesempatan tanya jawab tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan penelitian tersebut, maka dengan ini saya secara sadar dan sukarela, tanpa paksaan menyatakan bersedia ikut menjadi peserta di dalam penelitian tersebut, dan dapat mengundurkan diri sewaktu-waktu atau menolak.

Medan, ……… 2014

Yang membuat pernyataan persetujuan


(3)

DATA PASIEN

Lampiran 3

Nama Pasien : ... Umur : ... tahun No. MR : ... Jenis Kelamin : L / P

Tgl. Masuk RS/Tgl. Keluar : .../...

Diagnosa : ... No. Telepon : ... ...

KU :

FRPJK : laki-laki/perempuan usia > .... thn, smoker ( ), HT ( ), DM ( ), dislipidemia ( ), FH ( ) RPT : ... RPO : ... Vital Sign : Sens : ... TD : .../... mmHg HR : ...x/i RR : ...x/i T : ...C PF : normal / rh basah basal / rh basah / edem pretibial

EKG 1 : ... EKG 2 : ... Foto Toraks : ... Lab : Hb ... Ht ... Leu ... Plt ...KGD ...KGDp ...KGD2jpp ...

Hba1c ... Ureum ... Creat ... Na ... K ... Cl ... CKMB ... Trop T ....

Cath : ... ... Kesan : ...

Kesimpulan : ...

Komplikasi selama rawatan : ADHF /ALO / Syok kardiogenik / Hipertensi emergensi Hasil Akhir : PBJ / meninggal


(4)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Lampiran 4

I. KETERANGAN PERORANGAN

a. Nama Lengkap : dr. Ary Agung Permana

b. NIM : 117115004

c. Tempat/Tanggal Lahir : Medan/ 4 Juli 1979

d. Jenis kelamin : Pria

e. Bangsa : Indonesia f. Agama : Islam

g. Status Perkawinan : Menikah

h. Tempat Tinggal : Jl. Ibrahim Umar gg. Pendidikan No. 4 Medan

II. PENDIDIKAN

a. SD Kemala Bhayangkari I Medan, Tamat tahun 1990

b. SMP Harapan 2 Medan, Tamat tahun 1995

c. SMU Harapan Medan, Tamat Tahun 1997

d. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan, Tamat Tahun 2003

e. Mulai pendidikan kardiologi FK USU : 1 juli 2011

III.KARYA ILMIAH

Penulis pembantu:


(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Karakteristik Komplikasi Pada Pasien Miokard Infark Dengan ST-Segmen Elevasi Di RSUP H. Adam Malik Tahun 2013

2 53 95

PERBEDAAN KADAR GLUKOSA DARAH SEWAKTU PADA PENDERITA ST ELEVASI MIOKARD INFARK (STEMI) DAN NON-ST Perbedaan Kadar Glukosa Darah Sewaktu Pada Penderita St Elevasi Miokard Infark (Stemi) Dan Non-St Elevasi Miokard Infark (Nstemi) Di Rsud Dr. Moewardi.

0 2 18

Infark Miokard Tanpa Elevasi Segmen St (Nstemi)

0 0 24

Perbandingan Angka Kejadian Kardiovaskular Mayor Pada Penderita Infark Miokard Akut Elevasi Segmen ST Anterior Dengan Dan Tanpa Depresi Segmen ST Inferior Di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan

0 1 15

Perbandingan Angka Kejadian Kardiovaskular Mayor Pada Penderita Infark Miokard Akut Elevasi Segmen ST Anterior Dengan Dan Tanpa Depresi Segmen ST Inferior Di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan

0 0 2

Perbandingan Angka Kejadian Kardiovaskular Mayor Pada Penderita Infark Miokard Akut Elevasi Segmen ST Anterior Dengan Dan Tanpa Depresi Segmen ST Inferior Di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan

0 0 4

Perbandingan Angka Kejadian Kardiovaskular Mayor Pada Penderita Infark Miokard Akut Elevasi Segmen ST Anterior Dengan Dan Tanpa Depresi Segmen ST Inferior Di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan

0 0 13

Perbandingan Angka Kejadian Kardiovaskular Mayor Pada Penderita Infark Miokard Akut Elevasi Segmen ST Anterior Dengan Dan Tanpa Depresi Segmen ST Inferior Di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan Chapter III VI

0 0 17

Perbandingan Angka Kejadian Kardiovaskular Mayor Pada Penderita Infark Miokard Akut Elevasi Segmen ST Anterior Dengan Dan Tanpa Depresi Segmen ST Inferior Di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan

0 0 4

Perbandingan Angka Kejadian Kardiovaskular Mayor Pada Penderita Infark Miokard Akut Elevasi Segmen ST Anterior Dengan Dan Tanpa Depresi Segmen ST Inferior Di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan

0 1 3