1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini, depresi sudah menjadi wabah dalam kehidupan modern dan sudah menjadi masalah emosi yang umum. Depresi merupakan salah satu
gangguan psikologis yang sifatnya universal dan dapat terjadi pada siapapun karena depresi tidak mengenal batas usia, jenis kelamin, kedudukan, suku,
maupun ras. Saat ini depresi umum ditemui pada orang-orang dengan usia yang lebih muda dan jumlah yang besar ditemui pada remaja. Remaja merupakan
orang-orang yang mudah terserang depresi dalam Newman, 2006. Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak ke masa
dewasa. Berkaitan dengan masa ini, remaja mengalami perkembangan mencapai kematangan fisik, mental, sosial, dan emosional. Umumnya, masa ini berlangsung
sekitar masa di mana individu duduk di bangku sekolah menengah AliAsrori, 2004.
Pada masa remaja individu mengalami perubahan-perubahan jasmani, kepribadian, intelektual, dan peranan di dalam keluarga maupun di lingkungan.
Sebagian besar remaja mengalami ketidakstabilan sebagai konsekuensi dari masa peralihan atau masa transisi ini Gunarsa, 2003. Dengan kata lain, terjadi gejolak
dalam diri remaja.
Universitas Sumatera Utara
Gejolak dalam diri remaja terjadi seiring dengan berkembangnya kemajuan zaman yang membuat remaja Indonesia menghadapi berbagai tantangan
dan resiko yang sangat kompleks. Berbagai macam informasi dapat dengan mudah diperoleh melalui media komunikasi. Remaja dihadapkan dengan berbagai
pilihan gaya hidup bahkan budaya asing kini telah memasuki pikiran remaja sehingga remaja dengan mudah mengadaptasinya dalam perilaku mereka sehari-
hari. Hal ini menyebabkan kehidupan remaja semakin menjadi sorotan. Media komunikasi massa seperti televisi, radio, dan surat kabar, hampir setiap hari
memberitakan berbagai masalah yang menjadi bagian dari kehidupan remaja. “Saat ini minat belajar siswa makin rendah dari tahun ketahun, sampe-
sampe standart nilai jadi turun”, kata salah seorang guru. Persoalan remaja semakin hari semakin meningkat dan sangat memerlukan
perhatian dari berbagai pihak. Saat ini sering dijumpai masalah penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang narkoba dan diperkirakan tidak kurang dari
dua juta jiwa di Indonesia mengalami ketergantungan narkoba. Sekitar 80 persen diantaranya dialami oleh anak sekolah atau remaja yang masih berusia sekolah
“diperkirakan…”, 2004. Persoalan serius lainnya yang dialami remaja saat ini adalah kasus bunuh
diri. Di Indonesia, kasus bunuh diri pada remaja sudah banyak dijumpai. Data resmi di Kepolisian Daerah Metor Jaya menyatakan, selama tahun 2003 tercatat
62 kasus bunuh diri dimana jumlah ini merupakan kelipatan tiga kali lebih banyak daripada angka tahun 2002 “suasana hati…”, 2004. Diperkirakan 12 dari
kematian pada kelompok anak dan remaja disebabkan karena bunuh diri.
Universitas Sumatera Utara
Keberhasilan bunuh diri pada remaja putra lima kali lebih besar dibandingkan putri, meskipun untuk percobaan bunuh diri pada remaja putri tiga kali lebih
banyak dibandingkan remaja putra. Ide-ide bunuh diri bukan merupakan fenomena yang statis dan dapat berubah dari waktu ke waktu. Keputusan untuk
bunuh diri dapat muncul tiba-tiba tanpa banyak dipikirkan terlebih dahulu atau keputusan merupakan puncak dari kesulitan atau kebingungan yang
berkepanjangan Hikmah, edisi 13 Juni 2004. Persoalan-persoalan yang dialami para remaja ini terlihat sebagai tanda-
tanda terjadinya depresi pada remaja. Bentuk-bentuk perilaku seperti penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang dan bunuh diri merupakan
manifestasi dari terjadinya depresi pada remaja. Ide bunuh diri merupakan masalah yang ekstrim yang terjadi berkaitan dengan keadaan depresi pada remaja
Aditomo Retnowati, 2004. Depresi dapat dilihat paling tidak dalam beberapa konteks yang berbeda,
salah satunya adalah depressed mood yang mengarah pada perasaan sedih, kehilangan harapan, perasaan dibebani oleh permintaan-permintaan dunia, dan
ketidakbahagiaan pada umumnya. Kebanyakan orang mengalami depresi jenis ini. Gejala-gejala yang dialami seperti kekhawatiran, mengalami perubahan mood,
menangis, kehilangan nafsu makan, sulit tidur, kelelahan, kehilangan minat untuk beraktivitas, dan sulit berkonsentrasi. Depresssed mood dapat memprediksi
masalah emosional yang serius namun depressed mood bukan merupakaan diagnosa klinis. Umumnya remaja mengalami depressed mood. Keadaan ini
didukung dengan adanya hasil penelitian yang dilakukan oleh Achenbach dkk,
Universitas Sumatera Utara
dalam Santrock, 1998 yang menunjukkan bahwa 25 hingga 40 remaja putri dan 15 hingga 20 remaja putra mengalami depressed mood.
Berkaitan dengan keadaan remaja yang mengalami depressed mood, hasil survei memperlihatkan bahwa remaja sekarang cukup banyak yang kesepian dan
pemurung, lebih kasar dan kurang menghargai sopan santun, lebih mudah cemas, serta lebih impulsif dan agresif. Tidak jarang mereka menarik diri dari pergaulan
dan lebih suka menyendiri serta mengalami kesulitan utk berkonsentrasi “Kejarlah”, 2004.
Rosenhan Seligman dalam Aditomo Retnowati, 2004 mengatakan bahwa depresi adalah gangguan psikologis yang paling umum ditemui dan gejala
depresi menurut Caron Butcher dalam Aditomo Retnowati, 2004 merupakan respon normal terhadap pengalaman hidup negatif. Hal ini sejalan
dengan kejadian sosial yang dialami oleh remaja, seperti kejadian-kejadian yang terjadi di sekolah, rumah, dan hubungan dengan teman sebaya yang dapat
berdampak pada negatif afek Santrock, 1998. Kejadian-kejadian ini dapat membuat mereka merasa tidak bahagia dan tidak puas dengan diri sendiri dan
dengan kehidupan pada umumnya Hurlock, 1999. Ketidakbahagiaan atau ketidakpuasan ini juga dapat terjadi karena
perubahan fisik yang mereka alami. Hal ini disebabkan karena terjadinya pubertas, yaitu masa atau periode yang singkat dalam pematangan fisik yang
melibatkan perubahan hormonal dan tubuh yang dimulai sejak awal masa remaja Santrock,1998. Menurut Hurlock 1999, perubahan fisik yang pesat
menimbulkan respon tersendiri bagi remaja khususnya remaja awal. Respon
Universitas Sumatera Utara
tersebut berupa tingkah laku yang sangat memperhatikan perubahan bentuk tubuhnya sehingga mereka memiliki pandangan sendiri mengenai tubuh mereka.
Pandangan inilah yang disebut dengan body image oleh Hughes Noppe 1985, selanjutnya dalam penelitian ini akan digunakan istilah gambaran tubuh dalam
menjelaskan body image. Menurut Cash Deagle dalam Jones, 2002, gambaran tubuh dapat juga
didefinisikan sebagai derajat kepuasan seseorang terhadap dirinya secara fisik meliputi bentuk, ukuran, dan penampilan umum. Kepuasan ini jarang terjadi pada
remaja. Menurut Hurlock 1999, pada masa remaja hanya sedikit remaja yang merasa puas dengan tubuhnya. Walaupun ketidakpuasan dengan tubuhnya lebih
banyak dialami pada beberapa bagian tubuh tertentu. Rasa tidak puas ini juga dapat terjadi dengan adanya kejadian-kejadian yang terjadi di lingkungan mereka.
Kejadian-kejadian yang terjadi dengan teman sebaya atau terjadi di lingkungan sekolah memiliki pengaruh bagi remaja, termasuk yang berkaitan
dengan keadaan fisik mereka. Davison 2002 mengatakan bahwa remaja mendapati penampilan fisik mereka menjadi fokus percakapan yang tidak
menyenangkan dari teman-teman sebaya. Hal ini membuat remaja sangat sensitif terhadap penampilan fisik dan persepsi dari teman-teman mereka, sehingga
mereka sangat memperhatikan daya tarik mereka dan menilai secara kritis tubuh mereka. Keadaan ini terutama terjadi pada remaja awal yang sangat peduli dengan
tubuh mereka. Perempuan secara umum menginginkan tubuh yang ramping dan laki-laki
menginginkan tubuh yang lebih berotot. Harmatz, Gronendyke, Thomas dalam
Universitas Sumatera Utara
Mills D’Alfonso, 2007 menemukan bahwa pada berat badan yang normal, laki-laki mempersepsikan bahwa tubuh mereka lebih rendah atau ringan daripada
yang sebenarnya, dan sebaliknya terjadi pada perempuan. Perempuan merasa tidak bahagia dengan bentuk tubuhnya dan berusaha untuk menurunkan berat
badannya meskipun mereka sudah memiliki tubuh yang ideal. Semua orang tentu menginginkan penampilan fisik yang menarik,
termasuk para remaja baik laki-laki maupun perempuan. Dacey Kenny dalam Davison McCabe, 2006 menjelaskan bahwa karakter fisik menjadi pusat dari
sense of self bagi remaja. Bagaimana mereka memandang diri mereka sangat berperan dalam fungsi sehari-hari mereka.
Seperti berdasarkan wawancara dengan salah seorang guru mengatakan : “anak perempuannya adala yang suka ngerapi-rapiin rambutnya, nanti dikelas
sibuk dengan rambutnya; sampe-sampe ibu bilang kalo masuk kelas ibu, diikat aja rambutnya. Selain itu waktu istirahat mereka juga sibuk pergi ke kamar mandi
menyisir rambutnya dan pake wangi-wangian”. Ada juga beberapa yang coba- coba pake-pake rok span, baju ketat”.
“Kalo yang laki-laki gak nampak kali perilakunya, gak begitu keliatan, lebih keliatan yang perempuan”.
Simons, Rosenberg, Rosenberg dalam Davison McCabe, 2006
mengatakan bahwa remaja awal dikarakteristikkan dengan adanya kesadaran dan kepedulian yang tinggi mengenai bagaimana evaluasi teman sebaya mengenai
mereka. Davison McCabe 2006 juga mengatakan bahwa evaluasi negatif mengenai penampilan dapat membuat mereka mengalami kesulitan dalam
hubungan interpersonal karena yang dinilai menariklah yang akan mendapat penerimaan dalam interaksi sosial. Hal ini didukung dengan pendapat Hurlock
1999 yang mengatakan bahwa mereka menyadari bahwa daya tarik fisik
Universitas Sumatera Utara
berperan penting dalam hubungan sosial dan bahwa mereka yang menarik biasanya diperlakukan dengan lebih baik daripada mereka yang kurang menarik.
Menurut Hurlock 1999, pada masa ini teman sebaya memiliki pengaruh yang besar bagi remaja, mereka menginginkan keadaan fisik yang tidak jauh
berbeda dengan teman sebayanya sehingga penyesuaian diri dengan standar kelompok sangat penting. Yusuf 2004 mengatakan bahwa teman sebaya lebih
besar pengaruhnya dalam lingkungan sekolah. Hal ini disebabkan karena para siswa, dalam hal ini remaja lebih banyak menghabiskan waktunya di sekolah
daripada di tempat lain di luar rumah. Dalam pergaulan di sekolah, terdapat kelompok tertentu yang dipandang populer dan terdapat banyak kegiatan seperti
dalam organisasi dan olahraga. Keadaan ini membuat mereka membandingkan dirinya dengan orang lain, termasuk melakukan perbandingan dalam menilai
penampilan mereka. Perbandingan ini mengacu pada cognitive judgment yang membandingkan
diri mereka dengan orang lain karena mereka ingin dapat diterima oleh kelompok teman sebayanya Jones 2002. Mereka akan sangat menderita manakala suatu
saat tidak diterima atau bahkan diasingkan oleh kelompok teman sebayanya Ali Asrori, 2004.
Respon negatif dari orang lain juga dapat merusak pembentukan diri, tidak kompeten, dan perasaan inferior Breakey, 1997. Keadaan ini mengarah pada
terjadinya depresi. Goleman 2001 juga mengatakan bahwa masalah hubungan dengan oranglain, terutama pada anak muda merupakan pemicu depresi.
Kesulitannya seringkali terletak pada hubungan dengan teman sebaya. Penolakan
Universitas Sumatera Utara
dari teman-teman sebaya juga dapat memicu skema negatif yang menurut teori Beck berperan penting dalam depresi dalam Davison, 2002. Pendapat ini
didukung oleh Nolen-Hoeksema dan Girgus dalam Krenke Stemmler, 2002 yang mengatakan bahwa perubahan hormonal dan hal-hal yang berkaitan dengan
kensekuensi psikologis seperti ketidakpuasan pada bentuk tubuh dan faktor sosial pada remaja awal, seperti negative life event dapat menyebabkan depresi.
Beberapa penelitian seperti penelitian yang dilakukan oleh Konstanski Gullone pada tahun 1998 mengindikasikan bahwa terdapat hubungan antara gambaran
tubuh dengan depresi pada remaja dalam Davison McCabe, 2006. Melalui pemaparan di atas peneliti tertarik untuk mengetahui apakah
terdapat pengaruh gambaran tubuh terhadap depresi yang terjadi pada remaja awal.
B. Rumusan Masalah