Pengaruh Gambaran Tubuh terhadap Depresi pada Remaja Awal

(1)

PENGARUH GAMBARAN TUBUH TERHADAP DEPRESI

PADA REMAJA AWAL

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh:

Anita Zahra

041301043

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

GENAP, 2007/2008


(2)

dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Penyusunan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi Fakultas Psikologi USU Medan. Adapun judul skripsi ini adalah: “Pengaruh Gambaran Tubuh terhadap Depresi pada Remaja Awal”.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, baik dari masa perkuliahan sampai penyusunan skripsi ini sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

Saya sangat mengucapkan terimakasih kepada banyak pihak yang telah membantu dalm menyelesaikan skripsi ini. Terkhusus kepada orang tua saya yang selama ini mendukung saya baik melalui doa dan materi, dukungan agar selalu bersemangat dan tidak menjadikan beban dalam menyelesaikan skripsi ini. Saya pun tak lupa ingin mengucapkan terimakasih kepada banyak pihak yang membantu langkah penulis dalam menggapai gelar sarjana psikologi. Izinkan saya menyebutkan mereka yaitu:

1. Prof.dr.Chairul Yoel, Sp.A(K) selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

2. Ibu Lili Garliah, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi saya yang telah cukup sabar dalam membimbing saya dan meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas bantuan,


(3)

ii

petunjuk, bimbingan, dan saran yang Ibu berikan setiap saat, baik sebelum maupun selama bimbingan penulisan skripsi saya ini. Terima kasih Ibu untuk kesediaannya dan kesabaran serta keramahan yang ibu berikan selama membimbing saya.

3. Ibu Sukaesi Marianti, M.Si selaku dosen penguji ketika seminar dan juga telah meluangkan waktunya dalam memberikan saran-saran, masukan-masukan, dan dapat berdiskusi dengan Ibu kapan saja. Berdiskusi dengan Ibu membuat pikiran saya menjadi lebih terbuka sehingga menjadi lebih dapat memahami apa yang harus dilakukan dengan penelitian saya ini.

4. Ibu Ika Sari Dewi, S.Psi, Psi selaku dosen penguji ketika seminar yang telah memberikan masukan dan bimbingannya.

5. Ibu Hasnida, M.Si selaku dosen pembimbing akademik dan juga telah memberikan masukan-masukan yang sangat bermanfaat bagi saya.

6. Ibu Etti Rahmawati, M.Si yang sedikit banyak telah memberikan masukan dan bimbingannya.

7. Kepala Sekolah SMP Taman Siswa Medan beserta para staf. 8. Kepala Sekolah SMP Kesatria Medan beserta para staf.

9. Kepala Sekolah SMP Muhammadiyah 1 Medan beserta para staf. 10.Kepala Sekolah SMP Negeri 13 Medan beserta para staf.

11.Kedua orangtua yang sangat saya sayangi dan cintai yang selama ini telah mendukung saya baik melalui doa dan materi, dukungan agar selalu bersemangat dan tidak menjadikan beban dalam menyelesaikan skripsi ini.


(4)

12.Saudara-saudaraku yaitu abang dan adik-adik penulis yaitu Bang Hakim, Iyun juga Rivi.

13.Teman-teman dan semuanya yang selalu memberikan semangat dan dukungan untuk terus menyelesaikan tugas ini, khususnya kepada Misbah, Farahdiba, Laila Maya, Mardian, Manaf, dan sepupu penulis yaitu Apriliyanti.

Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan saudara-saudara semua. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi rekan-rekan semua.

Medan, Juni 2008


(5)

iv

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

1. Manfaat teoritis ... 8

2. Manfaat praktis ... 9

E. Sistematika Penulisan ... 9

BAB II LANDASAN TEORI ... 10

A. Gambaran Tubuh ... 10

1. Definisi gambaran tubuh ... 10

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan gambaran tubuh ... 11

3. Pengukuran gambaran tubuh ... 14

B. Depresi ... 15

1. Definisi depresi ... 15

2. Pengukuran depresi ... 16

3. Gejala depresi ... 17

4. Penyebab depresi ... 19


(6)

C. Remaja ... 19

1. Definisi remaja ... 19

2. Pembagian masa remaja ... 20

3. Tanda masa remaja awal ... 21

4. Perkembangan fisik remaja awal ... 22

D. Pengaruh gambaran tubuh terhadap depresi pada remaja awal ... 22

E. Hipotesa ... 25

BAB III METODE PENELITIAN ... 26

A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 26

B. Definisi Operasional ... 26

1. Gambaran tubuh ... 26

2. Depresi ... 27

C. Subjek Penelitian ... 28

1. Populasi dan sampel ... 28

2. Sampel dan teknik pengambilan sampel ... 29

D. Instrumen/Alat Ukur yang digunakan ... 30

1. Skala gambaran tubuh ... 30

2. Skala depresi ... 35

a. Perkembangan skala CES-D ... 37

E. Validitas, Reliabilitas Alat Ukur, dan Uji Daya Beda Aitem ... 40

1. Uji validitas ... 40


(7)

vi

3. Uji daya beda aitem ... 42

4. Hasil uji coba alat ukur ... 42

a. Skala gambaran tubuh ... 42

b. Skala depresi ... 46

F. Prosedur Penelitian ... 47

1. Tahap persiapan penelitian ... 47

a. Persiapan alat ukur ... 47

b. Perizinan ... 48

c. Proses adaptasi skala ... 49

2. Tahap pelaksanaan penelitian ... 50

3. Tahap pengolahan data ... 50

F. Metode Analisa Data ... 50

1. Uji daya beda aitem ... 50

2. Reliabilitas ... 51

3. Uji normalitas sebaran... 51

4. Uji linieritas hubungan ... 51

5. Uji korelasi ... 51

6. Analisa regresi ... 52

BAB IV ANALISA DAN INTERPRETASI DATA ... 53

A. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 53

1. Jenis kelamin subjek penelitian ... 54

2. Usia subjek penelitian ... 54

3. Kelas subjek penelitian ... 55


(8)

B. Hasil Penelitian ... 55

1. Uji asumsi ... 55

2. Hasil utama penelitian ... 57

3. Deskripsi data penelitian ... 58

a. Variabel gambaran tubuh ... 59

b. Variabel depresi ... 60

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN ... 62

A. Kesimpulan ... 62

B. Diskusi ... 63

C. Saran ... 65


(9)

Pengaruh Gambaran Tubuh terhadap Depresi pada Remaja Awal Anita Zahra

ABSTRAK

Depresi sudah menjadi wabah dalam kehidupan modern dan sudah menjadi masalah emosi yang umum. Depresi merupakan salah satu gangguan psikologis yang sifatnya universal dan dapat terjadi pada siapapun. Saat ini depresi umum ditemui pada orang-orang dengan usia yang lebih muda dan remaja merupakan orang-orang yang mudah terserang depresi

Manifestasi depresi pada masa remaja terlihat dalam bentuk substance

abuse (penyalahgunaan narkotika, obat terlarang, alkohol), perilaku agresif seperti

tawuran pelajar dan kekerasan di sekolah, dan penurunan prestasi belajar, bahkan ekstrimnya pada munculnya ide bunuh diri. Hal ini terkait dengan ketidakbahagian yang mereka rasakan. Ketidakbahagiaan juga dapat terjadi karena perubahan fisik yang mereka alami. Pada masa remaja, khususnya remaja awal terjadi perubahan yang relatif cepat yang membuat mereka merasa canggung dan menimbulkan respon tersendiri sehingga mereka memiliki pandangan sendiri mengenai tubuh mereka. Hal inilah yang dikenal dengan body image gambaran tubuh.

Penelitian menggunakan pendekatan korelasional yaitu untuk mengetahui pengaruh gambaran tubuh terhadap depresi pada remaja awal. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode cluster random sampling dengan jumlah subjek sebanyak 151 orang berusia 12 – 15 tahun. Metode pengumpulan data dengan menggunakan dua buah skala yaitu skala gambaran tubuh yang disusun berdasarkan dimensi-dimensi yang dikemukakan oleh Cash dan dengan mengadaptasi skala depresi yaitu CES-D yang dikembangkan oleh Radloff.

Hasil pengujian hipotesa menunjukkan hubungan yang negatif antara gambaran tubuh dengan depresi dengan nilai r=-0,214. Sumbangan efektif variabel gambaran tubuh terhadap variable depresi sebesar 4,6%.

Kata kunci: gambaran tubuh, depresi


(10)

ABSTRAK

Depresi sudah menjadi wabah dalam kehidupan modern dan sudah menjadi masalah emosi yang umum. Depresi merupakan salah satu gangguan psikologis yang sifatnya universal dan dapat terjadi pada siapapun. Saat ini depresi umum ditemui pada orang-orang dengan usia yang lebih muda dan remaja merupakan orang-orang yang mudah terserang depresi

Manifestasi depresi pada masa remaja terlihat dalam bentuk substance

abuse (penyalahgunaan narkotika, obat terlarang, alkohol), perilaku agresif seperti

tawuran pelajar dan kekerasan di sekolah, dan penurunan prestasi belajar, bahkan ekstrimnya pada munculnya ide bunuh diri. Hal ini terkait dengan ketidakbahagian yang mereka rasakan. Ketidakbahagiaan juga dapat terjadi karena perubahan fisik yang mereka alami. Pada masa remaja, khususnya remaja awal terjadi perubahan yang relatif cepat yang membuat mereka merasa canggung dan menimbulkan respon tersendiri sehingga mereka memiliki pandangan sendiri mengenai tubuh mereka. Hal inilah yang dikenal dengan body image gambaran tubuh.

Penelitian menggunakan pendekatan korelasional yaitu untuk mengetahui pengaruh gambaran tubuh terhadap depresi pada remaja awal. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode cluster random sampling dengan jumlah subjek sebanyak 151 orang berusia 12 – 15 tahun. Metode pengumpulan data dengan menggunakan dua buah skala yaitu skala gambaran tubuh yang disusun berdasarkan dimensi-dimensi yang dikemukakan oleh Cash dan dengan mengadaptasi skala depresi yaitu CES-D yang dikembangkan oleh Radloff.

Hasil pengujian hipotesa menunjukkan hubungan yang negatif antara gambaran tubuh dengan depresi dengan nilai r=-0,214. Sumbangan efektif variabel gambaran tubuh terhadap variable depresi sebesar 4,6%.


(11)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini, depresi sudah menjadi wabah dalam kehidupan modern dan sudah menjadi masalah emosi yang umum. Depresi merupakan salah satu gangguan psikologis yang sifatnya universal dan dapat terjadi pada siapapun karena depresi tidak mengenal batas usia, jenis kelamin, kedudukan, suku, maupun ras. Saat ini depresi umum ditemui pada orang-orang dengan usia yang lebih muda dan jumlah yang besar ditemui pada remaja. Remaja merupakan orang-orang yang mudah terserang depresi (dalam Newman, 2006).

Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak ke masa dewasa. Berkaitan dengan masa ini, remaja mengalami perkembangan mencapai kematangan fisik, mental, sosial, dan emosional. Umumnya, masa ini berlangsung sekitar masa di mana individu duduk di bangku sekolah menengah (Ali&Asrori, 2004).

Pada masa remaja individu mengalami perubahan-perubahan jasmani, kepribadian, intelektual, dan peranan di dalam keluarga maupun di lingkungan. Sebagian besar remaja mengalami ketidakstabilan sebagai konsekuensi dari masa peralihan atau masa transisi ini (Gunarsa, 2003). Dengan kata lain, terjadi gejolak dalam diri remaja.


(12)

Gejolak dalam diri remaja terjadi seiring dengan berkembangnya kemajuan zaman yang membuat remaja Indonesia menghadapi berbagai tantangan dan resiko yang sangat kompleks. Berbagai macam informasi dapat dengan mudah diperoleh melalui media komunikasi. Remaja dihadapkan dengan berbagai pilihan gaya hidup bahkan budaya asing kini telah memasuki pikiran remaja sehingga remaja dengan mudah mengadaptasinya dalam perilaku mereka sehari-hari. Hal ini menyebabkan kehidupan remaja semakin menjadi sorotan. Media komunikasi massa seperti televisi, radio, dan surat kabar, hampir setiap hari memberitakan berbagai masalah yang menjadi bagian dari kehidupan remaja.

“Saat ini minat belajar siswa makin rendah dari tahun ketahun, sampe-sampe standart nilai jadi turun”, kata salah seorang guru.

Persoalan remaja semakin hari semakin meningkat dan sangat memerlukan perhatian dari berbagai pihak. Saat ini sering dijumpai masalah penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba) dan diperkirakan tidak kurang dari dua juta jiwa di Indonesia mengalami ketergantungan narkoba. Sekitar 80 persen diantaranya dialami oleh anak sekolah atau remaja yang masih berusia sekolah (“diperkirakan…”, 2004).

Persoalan serius lainnya yang dialami remaja saat ini adalah kasus bunuh diri. Di Indonesia, kasus bunuh diri pada remaja sudah banyak dijumpai. Data resmi di Kepolisian Daerah Metor Jaya menyatakan, selama tahun 2003 tercatat 62 kasus bunuh diri dimana jumlah ini merupakan kelipatan tiga kali lebih banyak daripada angka tahun 2002 (“suasana hati…”, 2004). Diperkirakan 12% dari kematian pada kelompok anak dan remaja disebabkan karena bunuh diri.


(13)

3

Keberhasilan bunuh diri pada remaja putra lima kali lebih besar dibandingkan putri, meskipun untuk percobaan bunuh diri pada remaja putri tiga kali lebih banyak dibandingkan remaja putra. Ide-ide bunuh diri bukan merupakan fenomena yang statis dan dapat berubah dari waktu ke waktu. Keputusan untuk bunuh diri dapat muncul tiba-tiba tanpa banyak dipikirkan terlebih dahulu atau keputusan merupakan puncak dari kesulitan atau kebingungan yang berkepanjangan (Hikmah, edisi 13 Juni 2004).

Persoalan-persoalan yang dialami para remaja ini terlihat sebagai tanda-tanda terjadinya depresi pada remaja. Bentuk-bentuk perilaku seperti penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang dan bunuh diri merupakan manifestasi dari terjadinya depresi pada remaja. Ide bunuh diri merupakan masalah yang ekstrim yang terjadi berkaitan dengan keadaan depresi pada remaja (Aditomo & Retnowati, 2004).

Depresi dapat dilihat paling tidak dalam beberapa konteks yang berbeda, salah satunya adalah depressed mood yang mengarah pada perasaan sedih, kehilangan harapan, perasaan dibebani oleh permintaan-permintaan dunia, dan ketidakbahagiaan pada umumnya. Kebanyakan orang mengalami depresi jenis ini. Gejala-gejala yang dialami seperti kekhawatiran, mengalami perubahan mood, menangis, kehilangan nafsu makan, sulit tidur, kelelahan, kehilangan minat untuk beraktivitas, dan sulit berkonsentrasi. Depresssed mood dapat memprediksi masalah emosional yang serius namun depressed mood bukan merupakaan diagnosa klinis. Umumnya remaja mengalami depressed mood. Keadaan ini didukung dengan adanya hasil penelitian yang dilakukan oleh Achenbach dkk,


(14)

(dalam Santrock, 1998) yang menunjukkan bahwa 25% hingga 40% remaja putri dan 15% hingga 20% remaja putra mengalami depressed mood.

Berkaitan dengan keadaan remaja yang mengalami depressed mood, hasil survei memperlihatkan bahwa remaja sekarang cukup banyak yang kesepian dan pemurung, lebih kasar dan kurang menghargai sopan santun, lebih mudah cemas, serta lebih impulsif dan agresif. Tidak jarang mereka menarik diri dari pergaulan dan lebih suka menyendiri serta mengalami kesulitan utk berkonsentrasi (“Kejarlah”, 2004).

Rosenhan & Seligman (dalam Aditomo & Retnowati, 2004) mengatakan bahwa depresi adalah gangguan psikologis yang paling umum ditemui dan gejala depresi menurut Caron & Butcher (dalam Aditomo & Retnowati, 2004) merupakan respon normal terhadap pengalaman hidup negatif. Hal ini sejalan dengan kejadian sosial yang dialami oleh remaja, seperti kejadian-kejadian yang terjadi di sekolah, rumah, dan hubungan dengan teman sebaya yang dapat berdampak pada negatif afek (Santrock, 1998). Kejadian-kejadian ini dapat membuat mereka merasa tidak bahagia dan tidak puas dengan diri sendiri dan dengan kehidupan pada umumnya (Hurlock, 1999).

Ketidakbahagiaan atau ketidakpuasan ini juga dapat terjadi karena perubahan fisik yang mereka alami. Hal ini disebabkan karena terjadinya pubertas, yaitu masa atau periode yang singkat dalam pematangan fisik yang melibatkan perubahan hormonal dan tubuh yang dimulai sejak awal masa remaja (Santrock,1998). Menurut Hurlock (1999), perubahan fisik yang pesat menimbulkan respon tersendiri bagi remaja khususnya remaja awal. Respon


(15)

5

tersebut berupa tingkah laku yang sangat memperhatikan perubahan bentuk tubuhnya sehingga mereka memiliki pandangan sendiri mengenai tubuh mereka. Pandangan inilah yang disebut dengan body image oleh Hughes & Noppe (1985), selanjutnya dalam penelitian ini akan digunakan istilah gambaran tubuh dalam menjelaskan body image.

Menurut Cash & Deagle (dalam Jones, 2002), gambaran tubuh dapat juga didefinisikan sebagai derajat kepuasan seseorang terhadap dirinya secara fisik meliputi bentuk, ukuran, dan penampilan umum. Kepuasan ini jarang terjadi pada remaja. Menurut Hurlock (1999), pada masa remaja hanya sedikit remaja yang merasa puas dengan tubuhnya. Walaupun ketidakpuasan dengan tubuhnya lebih banyak dialami pada beberapa bagian tubuh tertentu. Rasa tidak puas ini juga dapat terjadi dengan adanya kejadian-kejadian yang terjadi di lingkungan mereka.

Kejadian-kejadian yang terjadi dengan teman sebaya atau terjadi di lingkungan sekolah memiliki pengaruh bagi remaja, termasuk yang berkaitan dengan keadaan fisik mereka. Davison (2002) mengatakan bahwa remaja mendapati penampilan fisik mereka menjadi fokus percakapan yang tidak menyenangkan dari teman-teman sebaya. Hal ini membuat remaja sangat sensitif terhadap penampilan fisik dan persepsi dari teman-teman mereka, sehingga mereka sangat memperhatikan daya tarik mereka dan menilai secara kritis tubuh mereka. Keadaan ini terutama terjadi pada remaja awal yang sangat peduli dengan tubuh mereka.

Perempuan secara umum menginginkan tubuh yang ramping dan laki-laki menginginkan tubuh yang lebih berotot. Harmatz, Gronendyke, & Thomas (dalam


(16)

Mills & D’Alfonso, 2007) menemukan bahwa pada berat badan yang normal, laki-laki mempersepsikan bahwa tubuh mereka lebih rendah atau ringan daripada yang sebenarnya, dan sebaliknya terjadi pada perempuan. Perempuan merasa tidak bahagia dengan bentuk tubuhnya dan berusaha untuk menurunkan berat badannya meskipun mereka sudah memiliki tubuh yang ideal.

Semua orang tentu menginginkan penampilan fisik yang menarik, termasuk para remaja baik laki-laki maupun perempuan. Dacey & Kenny (dalam Davison & McCabe, 2006) menjelaskan bahwa karakter fisik menjadi pusat dari

sense of self bagi remaja. Bagaimana mereka memandang diri mereka sangat

berperan dalam fungsi sehari-hari mereka.

Seperti berdasarkan wawancara dengan salah seorang guru mengatakan : “anak perempuannya adala yang suka ngerapi-rapiin rambutnya, nanti dikelas sibuk dengan rambutnya; sampe-sampe ibu bilang kalo masuk kelas ibu, diikat aja rambutnya. Selain itu waktu istirahat mereka juga sibuk pergi ke kamar mandi menyisir rambutnya dan pake wangi-wangian”. Ada juga beberapa yang coba-coba pake-pake rok span, baju ketat”.

“Kalo yang laki-laki gak nampak kali perilakunya, gak begitu keliatan, lebih keliatan yang perempuan”.

Simons, Rosenberg, & Rosenberg (dalam Davison & McCabe, 2006) mengatakan bahwa remaja awal dikarakteristikkan dengan adanya kesadaran dan kepedulian yang tinggi mengenai bagaimana evaluasi teman sebaya mengenai mereka. Davison & McCabe (2006) juga mengatakan bahwa evaluasi negatif mengenai penampilan dapat membuat mereka mengalami kesulitan dalam hubungan interpersonal karena yang dinilai menariklah yang akan mendapat penerimaan dalam interaksi sosial. Hal ini didukung dengan pendapat Hurlock (1999) yang mengatakan bahwa mereka menyadari bahwa daya tarik fisik


(17)

7

berperan penting dalam hubungan sosial dan bahwa mereka yang menarik biasanya diperlakukan dengan lebih baik daripada mereka yang kurang menarik.

Menurut Hurlock (1999), pada masa ini teman sebaya memiliki pengaruh yang besar bagi remaja, mereka menginginkan keadaan fisik yang tidak jauh berbeda dengan teman sebayanya sehingga penyesuaian diri dengan standar kelompok sangat penting. Yusuf (2004) mengatakan bahwa teman sebaya lebih besar pengaruhnya dalam lingkungan sekolah. Hal ini disebabkan karena para siswa, dalam hal ini remaja lebih banyak menghabiskan waktunya di sekolah daripada di tempat lain di luar rumah. Dalam pergaulan di sekolah, terdapat kelompok tertentu yang dipandang populer dan terdapat banyak kegiatan seperti dalam organisasi dan olahraga. Keadaan ini membuat mereka membandingkan dirinya dengan orang lain, termasuk melakukan perbandingan dalam menilai penampilan mereka.

Perbandingan ini mengacu pada cognitive judgment yang membandingkan diri mereka dengan orang lain karena mereka ingin dapat diterima oleh kelompok teman sebayanya Jones (2002). Mereka akan sangat menderita manakala suatu saat tidak diterima atau bahkan diasingkan oleh kelompok teman sebayanya (Ali & Asrori, 2004).

Respon negatif dari orang lain juga dapat merusak pembentukan diri, tidak kompeten, dan perasaan inferior (Breakey, 1997). Keadaan ini mengarah pada terjadinya depresi. Goleman (2001) juga mengatakan bahwa masalah hubungan dengan oranglain, terutama pada anak muda merupakan pemicu depresi. Kesulitannya seringkali terletak pada hubungan dengan teman sebaya. Penolakan


(18)

dari teman-teman sebaya juga dapat memicu skema negatif yang menurut teori Beck berperan penting dalam depresi (dalam Davison, 2002). Pendapat ini didukung oleh Nolen-Hoeksema dan Girgus (dalam Krenke & Stemmler, 2002) yang mengatakan bahwa perubahan hormonal dan hal-hal yang berkaitan dengan kensekuensi psikologis seperti ketidakpuasan pada bentuk tubuh dan faktor sosial pada remaja awal, seperti negative life event dapat menyebabkan depresi. Beberapa penelitian seperti penelitian yang dilakukan oleh Konstanski & Gullone pada tahun 1998 mengindikasikan bahwa terdapat hubungan antara gambaran tubuh dengan depresi pada remaja (dalam Davison & McCabe, 2006).

Melalui pemaparan di atas peneliti tertarik untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh gambaran tubuh terhadap depresi yang terjadi pada remaja awal.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah apakah terdapat pengaruh gambaran tubuh terhadap depresi pada remaja awal?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan memiliki beberapa tujuan. Tujuan dilakukannya penelitian ini, adalah untuk memperoleh data mengenai gambaran tubuh pada remaja awal dan data mengenai depresi pada remaja awal. Setelah data mengenai gambaran tubuh dan depresi diperoleh, maka akan diteliti pula pengaruh gambaran tubuh terhadap depresi pada remaja awal.


(19)

9

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dalam memberikan informasi dan sumbangan pemikiran yang dapat bermanfaat untuk pengembangan kajian ilmu Psikologi, khususnya di bidang Psikologi Perkembangan yang membahas mengenai pengaruh gambaran tubuh terhadap depresi pada remaja awal.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan agar remaja khususnya remaja awal lebih menyadari pentingnya memiliki gambaran tubuh yang positif atau pentingnya memiliki kepuasan terhadap tubuh sehingga dapat mengurangi potensi terjadinya depresi.

Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberi masukan dan bahan pertimbangan bagi orangtua dan guru dalam mendidik, memberi dukungan, bimbingan dan konseling kepada para remaja terkait dengan perkembangan mereka.

E. Sistematika Penulisan

Penelitian ini dirancang dengan susunan sebagai berikut: Bab I Pendahuluan

Bab I berisikan latar belakang masalah penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika penulisan.


(20)

Bab II Landasan Teori

Bab II memuat tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam pembahasan masalah. Teori- teori yang dinyatakan adalah teori-teori yang berhubungan dengan gambaran tubuh, depresi, dan remaja; pengaruh gambaran tubuh terhadap depresi pada remaja awal, serta mengemukakan hipotesa penelitian.

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III akan menjelaskan tentang variabel penelitian, subjek penelitian, teknik pengambilan sampel, metode pengumpulan data, dan metode analisa data.

Bab IV Hasil dan Interpretasi

Dalam bab ini akan dikemukakan tentang gambaran subjek penelitian, hasil utama penelitian, dan deskripsi data penelitian.

Bab V Kesimpulan, Diskusi dan Saran

Dalam bab ini, peneliti akan menyimpulkan hasil-hasil penelitian yang kemudian akan dibahas sesuai dengan teori-teori yang berkaitan.


(21)

10

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Gambaran Tubuh

Terdapat beberapa pengertian gambaran tubuh yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Setiap ahli memiliki pendapat yang berbeda dalam mendefinisikan gambaran tubuh. Untuk lebih jelasnya, berikut ini terdapat beberapa pengertian gambaran tubuh yang dikemukakan oleh beberapa orang ahli.

1. Definisi Gambaran Tubuh

Hughes & Noppe (1985) berpendapat bahwa gambaran tubuh adalah pandangan seseorang mengenai tubuhnya. Cash & Deagle (dalam Jones, 2002) mendefinisikan gambaran tubuh sebagai derajat kepuasan individu terhadap dirinya secara fisik yang mencakup ukuran, bentuk, dan penampilan umum. Menurut Salkin (dalam Frey & Carlock, 1984) gambaran tubuh adalah gambaran atau representasi individu mengenai tubuhnya sendiri baik dalam keadaan diam maupun bergerak. Hal ini diperoleh dari sensasi internal, perubahan postural, hubungan dengan objek luar dan orang lain, pengalaman dan fantasi emosional. Pengertian gambaran tubuh menurut Dacey & Kenny (2001) adalah bagaimana keyakinan individu mengenai bagaimana mereka dilihat oleh orang lain. Pendapat ini didukung dengan definisi dari Chaplin (2002) yang menjelaskan bahwa gambaran tubuh adalah ide seseorang mengenai betapa penampilan badannya di hadapan orang atau bagi orang lain. Pengertian gambaran tubuh lainnya dikemukakan oleh Grogan (dalam Bergstrom & Neighbors, 2006) yang


(22)

mendefinisikan gambaran tubuh sebagai persepsi, pikiran, dan perasaan seseorang mengenai tubuhnya. Menurut Cash & Pruzinsky (2002) gambaran tubuh merupakan sikap yang dimiliki seseorang terhadap tubuhnya yang dapat berupa penilaian positif dan negatif. Cash dkk., (dalam Seawell & Danoff-Burg, 2005) juga menjelaskan bahwa gambaran tubuh adalah konstruk yang multidimensional yang terdiri dari persepsi, kognisi, emosi, dan perilaku yang berkaitan dengan atribut fisik.

Berdasarkan pemaparan dari definisi di atas, terdapat perbedaan pendapat yang dikemukakan oleh beberapa ahli dalam mendefinisikan gambaran tubuh. Terdapat ahli yang menitikberatkan gambaran tubuh pada derajat kepuasan pada tubuh, ada juga ahli yang menyatakan gambaran tubuh sebagai gambaran individu mengenai tubuh karena adanya pengaruh dari luar. Tokoh lainnya, menyatakan bahwa gambaran tubuh adalah persepsi, pikiran, perasaan mengenai tubuh yang dapat dinilai positif atau negatif.

Melalui defenisi di atas, dapat disimpulkan bahwa gambaran tubuh adalah gambaran mental, pandangan, sikap dan evaluasi yang dimiliki seseorang mengenai tubuhnya meliputi ukuran tubuh, bentuk tubuh, dan berat tubuh yang mengarah kepada penampilan fisik yang dapat bersifat positif maupun negatif atau puas atau tidak puas.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Gambaran Tubuh Beberapa ahli seperti Cash & Pruzinsky (2002) menyatakan bahwa gambaran tubuh dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan gambaran tubuh antara lain adalah sebagai berikut:


(23)

12

a. Media Massa

Tiggemann (dalam Cash & Pruzinsky, 2002) mengatakan bahwa media yang muncul dimana-dimana memberikan gambaran ideal mengenai figur perempuan dan laki-laki yang dapat mempengaruhi gambaran tubuh seseorang. Tiggemann (dalam Cash & Pruzinsky, 2002) juga menyatakan telah ditemukan bahwa media massa menjadi pengaruh yang paling kuat dalam budaya sosial.

Anak-anak dan remaja lebih banyak menghabiskan waktunya dengan menonton televisi. Konsumsi media yang tinggi dapat mempengaruhi konsumen. Isi tayangan media sering menggambarkan bahwa standar kecantikan perempuan adalah tubuh yang kurus dan hal ini berarti dengan level kekurusan yang dimiliki, kebanyakan perempuan percaya bahwa mereka adalah orang-orang yang sehat. Media juga memberikan gambaran ideal bagi laki-laki adalah dengan memiliki tubuh yang berotot.

b. Keluarga

Menurut teori social learning, orangtua merupakan model yang penting dalam proses sosialisasi sehingga mempengaruhi gambaran tubuh anak-anaknya melalui modeling, feedback dan instruksi. Fisher, Fisher dan Stark (dalam Cash & Pruzinsky, 2002) menyatakan bahwa gambaran tubuh melibatkan bagaimana orangtua menerima keadaan bayinya baik terhadap jenis kelamin bayinya dan bagaimana wajah bayinya kelak. Ketika bayinya lahir, orangtua menyambut bayi tersebut dengan pengharapan akan adanya bayi ideal dan membandingkannya dengan penampilan bayi sebenarnya. Kebutuhan emosional bayi adalah disayangi lingkungan yang dapat mempengaruhi harga diri seseorang. Harapan fisik bayi


(24)

oleh orangtua juga sama seperti harapan anggota keluarga lain yaitu tidak cacat tubuh. Ikeda and Narworski (dalam Cash & Pruzinsky, 2002) menyatakan bahwa komentar yang dibuat orangtua dan anggota keluarga mempunyai pengaruh yang besar dalam gambaran tubuh anak-anak. Orangtua yang secara konstan melakukan diet dan berbicara tentang berat mereka dari sisi negatif akan memberikan pesan kepada anak bahwa mengkhawatrirkan berat badan adalah sesuatu yang normal. c. Hubungan Interpersonal

Hubungan interpersonal membuat seseorang cenderung membandingkan diri dengan orang lain dan feedback yang diterima mempengaruhi konsep diri termasuk mempengaruhi bagaimana perasaan terhadap penampilan fisik. Hal inilah yang sering membuat seseorang merasa cemas mengenai penampilannya dan gugup ketika orang lain melakukan evaluasi terhadap dirinya. Rosen dan koleganya (dalam Cash & Pruzinsky, 2002) menyatakan bahwa feedback terhadap penampilan dan kompetisi teman sebaya dan keluarga dalam hubungan interpersonal dapat mempengaruhi bagaimana pandangan dan perasaan mengenai tubuh.

Menurut Dunn & Gokee (dalam Cash & Pruzinsky, 2002), menerima

feedback mengenai penampilan fisik berarti seseorang mengembangkan persepsi

tentang bagaimana oranglain memandang dirinya. Keadaan tersebut dapat membuat mereka melakukan perbandingan sosial yang merupakan salah satu proses pembentukan dalam penilaian diri mengenai daya tarik fisik.

Pikiran dan perasaan mengenai tubuh bermula dari adanya reaksi oranglain. Dalam konteks perkembangan, gambaran tubuh berasal dari hubungan


(25)

14

interpersonal. Perkembangan emosional dan pikiran individu juga berkontribusi pada bagaimana seseorang melihat dirinya. Maka, bagaimana seseorang berpikir dan merasa mengenai tubuhnya dapat mempengaruhi hubungan dan karakteristik psikologis (Chase, 2001).

3. Pengukuran Gambaran Tubuh

Beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai gambaran tubuh pada umumnya menggunakan Multidimensional Body Self-Relation

Questionnaire-Appearance Scales (MBSRQ-AS) yang dikemukakan oleh Cash. Pengukuran

gambaran tubuh dalam penelitian ini menggunakan dimensi-dimensi pada alat ukur yang dikemukakan oleh Cash dkk, (dalam Seawell & Danoff-Burg, 2005).

Dimensi-dimensi tersebut terdiri dari: a. Evaluasi penampilan

Mengukur evaluasi dari penampilan secara keseluruhan dan perasaan menarik atau tidak menarik.

b. Orientasi penampilan

Mengukur derajat kepentingan dan memberi perhatian terhadap penampilan yang berkaitan dengan perilaku untuk berusaha menjaga dan memperbaiki penampilan.

c. Kepuasan area tubuh

Mengukur kepuasan individu terhadap aspek-aspek tertentu dari penampilannya. Adapun aspek-aspek tersebut adalah wajah, rambut, tubuh bagian bawah (pantat, paha, pinggul, kaki), tubuh bagian tengah (pinggang,


(26)

perut), tubuh bagian atas (dada, bahu, lengan), tampilan otot, berat, tinggi, penampilan secara keseluruhan.

d. Kecemasan menjadi gemuk

Mengukur kecemasan terhadap kegemukan, kewaspadaan akan berat badan, kecenderungan melakukan diet untuk menurunkan berat badan dan membatasi pola makan.

e. Pengkategorian ukuran tubuh

Mengukur bagaimana individu mempersepsi dan menilai berat badannya, dari sangat kurus sampai sangat gemuk.

B. Depresi

Depresi dapat dialami oleh setiap orang yang dapat dilihat melalui emosi, fungsi tubuh, perilaku, dan pikiran (dalam Nolen-Hoeksema, 2001). Oleh sebab itu, untuk lebih jelasnya berikut terdapat beberapa definisi depresi yang dikemukakan oleh beberapa orang ahli.

1. Definisi Depresi

APA (Association Psychologist American) (dalam Aditomo & Retnowati, 2004) mendefinisikan depresi sebagai gangguan yang terutama ditandai oleh kondisi emosi sedih dan muram serta terkait dengan gejala-gejala kognitif, fisik, dan interpersonal. Davison, dkk, (2005), menyatakan bahwa depresi merupakan kondisi emosional yang biasanya ditandai dengan kesedihan yang amat sangat, perasaan tidak berarti dan bersalah, kehilangan minat serta kesenangan dalam aktivitas yang biasa dilakukan.


(27)

16

Pengertian lainnya mengenai depresi dikemukakan oleh Rubenstein, Shaver, & Peplau (Brehm, 2002) yang mengatakan bahwa depresi merupakan perasaan emosional yang tertekan secara terus-menerus yang ditandai dengan perasaan bersalah, menarik diri dari orang lain. Chaplin (2002) mendefinisikan depresi pada dua keadaan, yaitu pada orang normal dan pada kasus patologis. Pada orang normal, depresi merupakan keadaan kemurungan (kesedihan, kepatahan semangat) yang ditandai dengan perasaan tidak pas, menurunnya kegiatan, dan pesimisme menghadapi masa yang akan datang. Pada kasus patologis, depresi merupakan ketidakmauan ekstrim untuk mereaksi terhadap perangsang, disertai menurunnya nilai diri, delusi ketidakpasan, tidak mampu dan putus asa.

Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa depresi adalah gangguan emosional yang ditandai dengan perasaan tertekan, perasaan bersalah, kesedihan, kehilangan minat, dan menarik diri dari orang lain yang dapat berpengaruh pada hubungan interpersonal.

2. Pengukuran Depresi

Pengukuran depresi dilakukan dengan mengadaptasi The Center for

Epidemiological Studies-Depression Scale (CES-D) yang dikembangkan oleh

Radloff melalui National Institute of Mental Health. Skala ini terdiri dari 20 aitem yang disusun berdasar empat faktor, yaitu :

- Depressed affect/negative affect (blues, depressed, lonely, cry sad).

- Somatic symptoms (bothered, appetite, effort, sleep, get going).

- Positive affect (good, hopeful, happy, enjoy).


(28)

- Interpersonal relations (unfriendly, dislike).

Faktor-faktor di atas diperoleh melalui analisis faktor (Radloff,1977). Aitem-aitem CES-D dipilih dari sekelompok aitem dari skala depresi sebelumnya. Komponen utama gejala depresi ditemukan dari literatur klinis dan penelitian analisis faktor. Komponen-komponen ini termasuk depressed mood, perasaan bersalah dan tidak berharga (feelings of guilt and worthlessness), perasaan tidak tertolong dan tidak memiliki harapan (feelings of helplessness and hopelessness), retardasi psikomotor (psychomotor retardation), kehilangan nafsu makan (loss of

appetite), dan gangguan tidur (sleep disturbance).

3. Gejala Depresi

Dalam DSM-IV-TR (Diagnostic and Statistical Manual of Mental

Disorders fourth edition Text Revision) dituliskan kriteria depresi mayor yang

ditetapkan apabila sedikitnya 5 dari gejala di bawah ini telah ditemukan dalam jangka waktu 2 minggu yang sama dan merupakan satu perubahan pola fungsi dari sebelumnya, paling tidak satu gejalanya ialah salah satu dari mood tertekan atau hilangnya minat atau kesenangan (tidak termasuk gejala-gejala yang jelas yang disebabkan kondisi medis umum, atau mood delusi atau halusinasi yang tidak kongruen).

a. mood tertekan hampir sepanjang hari, hampir setiap hari, sebagaimana

ditunjukkan oleh laporan subjektif atau pengamatan dari orang lain.

b. ditandai dengan berkurangnya minat dan kesenangan dalam semua, atau hampir semua aktivitas hampir sepanjang hari, hampir setiap hari


(29)

18

(ditunjukkan baik oleh perimbangan subjektif atau pengamatan dari orang lain).

c. berkurangnya berat badan secara signifikan tanpa diet atau bertambahnya berat badan (seperti perubahan lebih dari 5% berat badan dalam sebulan), atau berkurang atau bertambahnya nafsu makan hampir setiap hari (pada kanak-kanak, pertimbangkan juga kegagalan untuk mendapatkan tambahan berat badan).

d. insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari.

e. agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari (dapat diamati oleh orang lain, tidak hanya perasaan subjektif tentang kegelisahan atau terasa terhambat).

f. lelah atau kehilangan tenaga hampir setiap hari.

g. perasaan tidak berharga atau rasa bersalah yang berlebihan atau tidak sesuai (yang mencapai taraf delusional) hampir setiap hari (tidak hanya menyalahkan diri sendiri atau rasa bersalah karena sakitnya).

h. menurunnya kemampuan berpikir atau konsentrasi, atau ragu-ragu, hampir setiap hari (baik atas pertimbangan subjektif atau hasil pengamatan orang lain).

i. pikiran tentang kematian yang berulang (tidak hanya takut akan kematian), gagasan ingin bunuh diri yang berulang tanpa rencana yang spesifik, atau usaha bunuh diri atau adanya suatu rencana spesifik untuk bunuh diri.


(30)

4. Penyebab Depresi

Terdapat tiga kategori penyebab dari gejala depresi menurut Nolen-Hoeksema dan Girgus (dalam Krenke & Stemmler, 2002). Tiga kategori penyebab dari gejala depresi tersebut adalah:

a. Faktor kepribadian, seperti orang yang dependent, memiliki harga diri yang rendah, tidak asertif, dan menggunakan ruminative coping.

Nolen-Hoeksema dan Girgus juga mengatakan bahwa ketika seseorang merasa tertekan akan cenderung fokus pada tekanan yang mereka rasa dan secara pasif merenung daripada mengalihkannya atau melakukan aktivitas untuk merubah situasi.

b. Faktor biologis, seperti perubahan hormonal dan hal-hal yang berkaitan dengan kensekuensi psikologis, seperti ketidakpuasan pada bentuk tubuh. c. Faktor sosial, seperti negative life event dan adanya pengharapan dari orangtua

dan teman sebaya.

C. Remaja

Masa remaja biasanya dirasakan sebagai masa sulit, baik bagi remaja sendiri maupun bagi keluarga atau lingkungannya (Ali & Asrori, 2004). Untuk mengetahui bagaimana masa remaja, maka terlebih dahulu diketahui definisi dari remaja. Berikut terdapat definisi remaja yang dikemukakan oleh beberapa ahli. 1. Definisi Remaja

Masa remaja sering disebut adolesensi yang berasal dari bahasa Latin yaitu adolescere dan adultus yang berarti menjadi dewasa atau dalam


(31)

20

perkembangan menjadi dewasa (Monks, 2001). Lazimnya masa remaja dianggap mulai pada saat anak secara seksual menjadi matang dan berakhir saat ia mencapai usia matang secara hukum (Hurlock, 1999). Remaja menurut Santrock (1998) adalah suatu periode dalam perkembangan individu yang merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, meliputi perubahan-perubahan biologis, kognitif dan psikososial.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan masa remaja merupakan masa dimana individu mulai berada dalam perkembangan menjadi dewasa, ditandai dengan kematangan secara seksual dan matang secara hukum yang diikuti dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan psikososial.

2. Pembagian Masa Remaja

Menurut Monks (2001) batasan usia remaja adalah antara 12 tahun sampai 21 tahun. Monks membagi batasan usia ini dalam tiga fase, yaitu :

1. Fase remaja awal : usia 12 tahun sampai 15 tahun 2. Fase remaja pertengahan : usia 15 tahun sampai 18 tahun 3. Fase remaja akhir : usia 18 tahun sampai 21 tahun

Batasan usia remaja untuk masyarakat Indonesia adalah antara usia 11 tahun sampai 24 tahun. Pertimbangan bahwa usia 11 tahun adalah usia dimana pada umumnya tanda-tanda seksual sekunder mulai tampak dan batasan usia 24 tahun merupakan batas maksimal untuk individu yang belum dapat memenuhi persyaratan kedewasaan secara sosial maupun psikologis. Individu yang sudah menikah dianggap dan diperlakukan sebagai individu dewasa penuh sehingga


(32)

tidak lagi digolongkan sebagai remaja (Sarwono, 2006). Santrock (1998) berpendapat bahwa masa remaja diawali pada usia berkisar antara 10-13 tahun dan berakhir usia 18-22 tahun.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa rata-rata batasan usia remaja berkisar antara 12 hingga 24 tahun, dengan pembagian fase remaja awal berkisar antara 12 -15 tahun, fase remaja tengah berkisar antara 15 – 18 tahun dan fase remaja akhir bekisar antara 18 – 21 tahun. Batasan maksimum usia 24 tahun, untuk individu yang belum dapat memenuhi persyaratan kedewasaan secara sosial maupun psikologis.

3. Tanda Masa Remaja Awal

Masa remaja awal menurut Sulaeman (1995) ditandai oleh beberapa hal, yaitu: a. Pertumbuhan fisik berjalan secara cepat dibandingkan dengan masa-masa

sebelumnya, terutama pertumbuhan tinggi dan berat badan serta perubahan-perubahan secara umum dalam proporsi dari berbagai bagian tubuh.

b. Remaja mulai mengadakan penyesuaian sosial dan senang hidup berkelompok.

c. Mulai mempertimbangkan nilai-nilai. Kepalsuan serta kebohongan akan cepat diketahui remaja. Dalam setiap tindakan yang dilakukan menginginkan dibenarkan oleh orangtua.

d. Banyak melakukan penyelidikan dalam dunia musik, kesenian, kerajinan tangan, seni drama, dan lain-lain dalam kegiatan sekolah.


(33)

22

4. Perkembangan Fisik Remaja Awal

Masa remaja dimulai dengan terjadinya pubertas, yaitu masa atau periode yang singkat dalam pematangan fisik yang melibatkan perubahan hormonal dan tubuh yang dimulai sejak awal masa remaja. Perubahan hormonal tersebut menyebabkan terjadinya perubahan fisik pada tubuh (Santrock, 1998).

Perubahan fisik yang terbesar pengaruhnya pada perkembangan jiwa remaja adalah pertumbuhan tubuh yaitu badan menjadi semakin panjang dan tinggi. Selanjutnya, mulai berfungsinya alat-alat reproduksi yang ditandai dengan haid pada perempuan dan mimpi basah pada laki-laki. Perubahan-perubahan fisik itu menyebabkan kecanggungan bagi remaja karena ia harus menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi pada dirinya (Sarwono, 2006).

D. Pengaruh Gambaran Tubuh terhadap Depresi pada Remaja Awal

Masa remaja adalah masa transisi atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Keadaan ini diawali dengan terjadinya pubertas. Pubertas menurut Santrock (1998) adalah masa atau periode yang singkat dalam pematangan fisik yang melibatkan perubahan hormonal dan tubuh yang dimulai sejak awal masa remaja.

Pada masa remaja, khususnya remaja awal terjadi perubahan fisik yang pesat sehingga menimbulkan respon tersendiri bagi remaja yang berupa tingkah laku yang sangat memperhatikan perubahan bentuk tubuhnya (Hurlock, 1999). Pertumbuhan anggota-anggota badan pada masa ini lebih cepat daripada badan,


(34)

hal ini membuat remaja memiliki proporsi tubuh yang tidak seimbang. Tangan dan kakinya lebih panjang dalam perbandingan dengan badannya (Monks, 2001).

Menurut Monks (2001), seringkali penyimpangan dari bentuk badan khas perempuan atau khas laki-laki menimbulkan kegusaran batin yang cukup mendalam karena pada masa ini perhatian remaja sangat besar terhadap penampilan dirinya. Dacey & Kenny (Davison & McCabe, 2006) menjelaskan bahwa karakter fisik menjadi pusat dari sense of self bagi remaja. Bagaimana mereka memandang diri mereka sangat berperan dalam fungsi sehari-hari mereka. Mereka memiliki pandangan sendiri mengenai tubuh mereka. Pandangan inilah yang disebut dengan gambaran tubuh oleh Hughes & Noppe (1985). Menurut Cash & Deagle (dalam Jones, 2002) gambaran tubuh dapat juga didefinisikan sebagai derajat kepuasan seseorang terhadap dirinya secara fisik meliputi bentuk, ukuran, dan penampilan umum. Pada masa ini, hanya sedikit remaja yang merasa puas dengan tubuhnya (Hurlock, 1999).

Simons, Rosenberg, & Rosenberg (Davison & McCabe, 2006) juga mengatakan bahwa remaja awal dikarakteristikkan dengan adanya kesadaran dan kepedulian yang tinggi mengenai bagaimana evaluasi teman sebaya mengenai mereka. Pendapat ini didukung oleh Hili dan Monks (dalam Monks, 2001) yang menyatakan bahwa remaja sendiri merupakan salah satu penilai yang penting terhadap badannya sendiri sebagai rangsang sosial.

Kejadian-kejadian yang terjadi dengan teman sebaya memiliki pengaruh bagi remaja, termasuk yang berkaitan dengan keadaan fisik mereka. Davison (2002) mengatakan bahwa remaja mendapati penampilan fisik mereka menjadi


(35)

24

fokus percakapan yang tidak menyenangkan dari teman-teman sebaya. Hal ini membuat remaja sangat sensitif terhadap penampilan fisik dan juga terhadap persepsi dari teman-teman mereka, sehingga mereka sangat memperhatikan daya tarik mereka dan secara kritis menilai tubuh mereka.

Evaluasi negatif mengenai penampilan dapat membuat mereka mengalami kesulitan dalam hubungan interpersonal karena yang dinilai menariklah yang akan mendapat penerimaan dalam interaksi sosial (Davison & McCabe, 2006). Mereka menyadari bahwa daya tarik fisik berperan penting dalam hubungan sosial dan bahwa mereka yang menarik biasanya diperlakukan dengan lebih baik daripada mereka yang kurang menarik (Hurlock, 1999). Mereka akan sangat menderita manakala suatu saat tidak diterima atau bahkan diasingkan oleh kelompok teman sebayanya (Ali & Asrori, 2004). Teman sebaya lebih besar pengaruhnya dalam lingkungan sekolah. Hal ini disebabkan karena para remaja lebih banyak menghabiskan waktunya di sekolah daripada di tempat lain di luar rumah (Yusuf, 2004). Dalam pergaulan di sekolah, terdapat kelompok tertentu yang dipandang populer dan terdapat banyak kegiatan seperti dalam organisasi dan olahraga. Respon negatif dari orang lain juga dapat merusak pembentukan diri, tidak kompeten, dan perasaan inferior (Breakey, 1997). Keadaan ini mengarah pada terjadinya depresi.

Penolakan dari teman-teman sebaya juga dapat memicu skema negatif yang menurut teori Beck berperan penting dalam depresi (Davison, 2002). Pendapat ini didukung oleh Nolen-Hoeksema dan Girgus (dalam Krenke & Stemmler, 2002) yang mengatakan bahwa perubahan hormonal dan hal-hal yang


(36)

berkaitan dengan kensekuensi psikologis seperti ketidakpuasan pada bentuk tubuh dan faktor sosial pada remaja awal, seperti negative life event dapat menyebabkan depresi. Ali dan Asrori (2004) juga menyatakan bahwa tidak setiap remaja dapat menerima perubahan kondisi tubuhnya, sehingga tidak jarang menyebabkan remaja cenderung menyendiri, merasa terasing, kurang perhatian dari orang lain, atau bahkan merasa tidak ada yang mau mempedulikannya. Hal ini terlihat sebagai munculnya gejala depresi, yaitu depressed/negative affect atau perasaan-perasaan negatif. Beberapa penelitian seperti penelitian yang dilakukan oleh Konstanski & Gullone pada tahun 1998 (dalam Davison & McCabe, 2006) juga mengindikasikan bahwa terdapat hubungan antara gambaran tubuh dengan depresi pada remaja. Menurut Monks (2001), pada remaja yang mengerti bahwa badannya memenuhi persyaratan, maka hal ini berakibat positif terhadap penilaian dirinya. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh Hurlock (1999) bahwa bagi remaja yg menerima perubahan fisik yg terjadi pada dirinya, menganggap hal tersebut merupakan suatu hal yang wajar karena memang akan dialami oleh semua orang yang melalui masa pubertas

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat diketahui bahwa gambaran tubuh memiliki pengaruh terhadap depresi pada remaja awal. Gambaran tubuh yang negatif akan berdampak terjadinya depresi pada remaja awal.

E. Hipotesa

Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh gambaran tubuh terhadap depresi pada remaja awal.


(37)

26

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan unsur penting dalam sebuah penelitian ilmiah sehingga metode yang digunakan dalam penelitian dapat menentukan apakah hasil penelitian tersebut dapat dipertanggungjawabkan (Hadi, 2000). Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan pendekatan korelasional yang dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh gambaran tubuh terhadap depresi pada remaja awal.

A. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel Bebas : Gambaran tubuh

2. Variabel Tergantung : Depresi .

B. Definisi Operasional 1. Gambaran Tubuh

Gambaran tubuh adalah gambaran mental, pandangan, sikap dan evaluasi

yang dimiliki seseorang mengenai tubuhnya meliputi ukuran tubuh, bentuk tubuh, dan berat tubuh yang mengarah kepada penampilan fisik yang dapat bersifat positif maupun negatif atau puas atau tidak puas. Gambaran tubuh individu dapat diketahui melalui evaluasi penampilan, orientasi penampilan, kepuasan area


(38)

tubuh, kecemasan menjadi gemuk, dan pengkategorian ukuran tubuh yang dilakukan individu.

a. Evaluasi penampilan, yaitu bagaimana evaluasi seseorang dari penampilan

secara keseluruhan dan perasaan menarik atau tidak menarik.

b. Orientasi penampilan, yaitu derajat kepentingan dan memberi perhatian

terhadap penampilan yang berkaitan dengan perilaku untuk berusaha menjaga dan memperbaiki penampilan.

c. Kepuasan area tubuh, yaitu kepuasan individu terhadap aspek-aspek tertentu dari penampilannya. Adapun aspek-aspek tersebut adalah wajah, rambut, tubuh bagian bawah (pantat, paha, pinggul, kaki), tubuh bagian tengah (pinggang, perut), tubuh bagian atas (dada, bahu, lengan), tampilan otot, berat, tinggi, penampilan secara keseluruhan.

d. Kecemasan menjadi gemuk, yaitu kecemasan seseorang terhadap kegemukan,

kewaspadaan akan berat badan, kecenderungan melakukan diet untuk menurunkan berat badan dan membatasi pola makan.

e. Pengkategorian ukuran tubuh, yaitu bagaimana individu mempersepsi dan

menilai berat badannya, dari sangat kurus sampai sangat gemuk.

Gambaran tubuh diukur dengan menggunakan dimensi-dimensi gambaran tubuh yang dikemukakan oleh Cash dkk, (dalam Seawell & Danoff-Burg, 2005). 2. Depresi

Depresi adalah gangguan emosional yang ditandai dengan perasaan bersalah, kesedihan, kehilangan minat, dan menarik diri dari orang lain yang dapat berpengaruh pada hubungan interpersonal. Individu yang depresi mengalami


(39)

28

gejala-gejala seperti afek negatif dan kurangnya afek yang positif, gejala somatis, dan kesulitan dalam hubungan interpersonal. Depresi dalam penelitian ini merupakan gejala-gejala yang dialami dalam rentang waktu satu minggu.

- Depressed affect/negative affect (blues, depressed, lonely, cry sad).

- Somatic symptoms (bothered, appetite, effort, sleep, get going).

- Positive affect (good, hopeful, happy, enjoy).

- Interpersonal relations (unfriendly, dislike).

Depresi diukur dengan mengadaptasi dan memodifikasi The Center for

Epidemiological Studies-Depression Scale (CES-D) yang dikembangkan oleh

Radloff (1977) melalui National Institute of Mental Health. Skor yang diperoleh dari data penelitian akan dibuat menjadi tiga kategorisasi, yaitu rendah, sedang, dan tinggi.

C. Subjek Penelitian 1. Populasi dan Sampel

Populasi adalah seluruh objek yang dimaksud untuk diteliti. Populasi dibatasi sebagai sejumlah atau individu yang paling sedikit dan memilki satu sifat yang sama (Hadi, 2000).

Menyadari luasnya keseluruhan populasi dan keterbatasan yang dimiliki peneliti, maka subjek penelitian yang dipilih adalah sebagian dari keseluruhan

populasi yang dinamakan sampel. Sampel adalah sebagian dari populasi atau

sejumlah penduduk yang jumlahnya kurang dari jumlah populasi dan harus mempunyai paling sedikit satu sifat yang sama (Hadi, 2000).


(40)

Karakteristik populasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Remaja awal berusia 12-15 tahun

2. Tidak cacat tubuh/fisik, yaitu anggota tubuh yang lengkap, tidak putus

atau tidak mengalami amputasi.

3. Bersekolah

4. Kecamatan Medan Area Kota Medan

Adapun alasan salah satu karakteristik populasi adalah tidak cacat tubuh/fisik karena beberapa penelitian telah menemukan bahwa individu penyandang cacat mengalami masalah psikologis khususnya depresi serta masalah perilaku dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang normal (Nixdorf, dalam Saragih & Sutatmiingsih, 2007).

2. Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagian dari siswa yang bersekolah di Kecamatan Medan Area. Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai hal, baik yang bersifat teoritis dimaksudkan untuk memperoleh derajat kecermatan statistik yang maksimal, maupun yang bersifat praktis didasarkan pada keterbatasan peneliti, antara lain keterbatasan waktu dan dana.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pengambilan sampel acak klaster (cluster random sampling). Dalam teknik

pengambilan sampel ini, sampel diambil secara acak terhadap kelompok, bukan terhadap subjek secara individual (Azwar, 2004). Pengambilan sampel dilakukan


(41)

30

secara acak terhadap cluster bukan terhadap individu, melainkan dari kelompok-kelompok individu. Sampling ini dipandang ekonomis, lebih mudah dan lebih murah.

Prosedur random pertama sekali dilakukan terhadap 21 buah sekolah yang ada di Kecamatan Medan Area dengan mengambil dua buah sekolah. Selanjutnya dilakukan prosedur random terhadap kelas-kelas yang ada pada sekolah-sekolah yang telah terpilih.

D. Instrumen/Alat Ukur yang digunakan

Dalam usaha mengumpulkan data penelitian diperlukan suatu metode. Prosedur yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala.

Skala adalah suatu prosedur pengambilan data yang merupakan suatu alat ukur aspek afektif yang merupakan konstruk atau konsep psikologis yang menggambarkanaspek kepribadian individu (Azwar, 2001). Terdapat dua skala yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu dan skala gambaran tubuh dan skala depresi.

1. Skala Gambaran Tubuh

Skala gambaran tubuh disusun dengan menggunakan dimensi-dimensi

gambaran tubuh yang dikemukakan oleh Cash dkk, (Seawell & Danoff-Burg, 2005), yaitu evaluasi penampilan, orientasi penampilan, kepuasan area tubuh, kecemasan menjadi gemuk, dan pengkategorian ukuran tubuh.


(42)

Semakin tinggi skor yang diperoleh oleh subjek penelitian, maka semakin positif gambaran tubuh yang dimiliki. Sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh subjek penelitian, maka semakin negatif gambaran tubuh yang dimiliki.

Skala gambaran tubuh ini menggunakan skala Likert. Skala terdiri dari pernyataan dengan menggunakan empat pilihan jawaban, yaitu: Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Untuk pernyataan mengenai dimensi ”kepuasan area tubuh”, pilihan jawaban yang digunakan adalah: Sangat Puas (SP), Puas (P), Tdak Puas (TP), dan Sangat Tidak Puas (STP). Skala disajikan dalam bentuk pernyataan favorable (pernyataan yang mendukung dimensi yang ingin diukur) dan unfavorable (pernyataan yang tidak mendukung dimensi yang ingin diukur).

Respon subjek untuk setiap pernyataan akan diberi skor yang bergerak dari

1 sampai 4. Untuk lebih jelasnya, cara penilaian skala gambaran tubuh yang

digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1, 2, 3, dan 4.

Berikut adalah cara penilaian skala gambaran tubuh dimensi ”evaluasi penampilan” yang digunakan dalam penelitian ini.

Tabel 1. Cara penilaian skala gambaran tubuh dimensi ”evaluasi penampilan” Bentuk Pernyataan

Favorable Unfavorable Respon Skor Respon Skor

STS 1 SS 1

TS 2 S 2

S 3 TS 3 SS 4 STS 4


(43)

32

Berikut adalah cara penilaian skala gambaran tubuh dimensi ”kepuasan area tubuh” yang digunakan dalam penelitian ini.

Tabel 2. Cara penilaian skala gambaran tubuh dimensi “kepuasan area tubuh” Bentuk Pernyataan

Favorable Unfavorable Respon Skor Respon Skor

STP 1 SP 1

TP 2 P 2

P 3 TP 3 SP 4 STP 4 Berikut adalah cara penilaian skala gambaran tubuh dimensi ”orientasi penampilan” dan ”kecemasan menjadi gemuk” yang digunakan dalam penelitian ini.

Tabel 3. Cara penilaian skala gambaran tubuh dimensi “orientasi penampilan” dan dimensi “kecemasan menjadi gemuk”

Bentuk Pernyataan

Favorable Unfavorable Respon Skor Respon Skor

SS 1 STS 1 S 2 TS 2 TS 3 S 3 STS 4 SS 4 Berikut adalah cara penilaian skala gambaran tubuh dimensi ”evaluasi

penampilan” yang digunakan dalam penelitian ini.


(44)

Tabel 4. Cara penilaian skala gambaran tubuh dimensi “pengkategorian ukuran tubuh”

Dimensi Indikator Respon Skor

Berat Badan

Gemuk

Sangat Gemuk 1

Gemuk 2

Agak Gemuk 3

Normal 4

Kurus

Sangat Kurus 1

Kurus 2

Agak Kurus 3

Normal 4

Tinggi Badan

Tinggi

Sangat Tinggi 1

Tinggi 2

Agak Tinggi 3

Normal 4

Pendek

Sangat Pendek 1

Pendek 2

Agak Pendek 3

Normal 4

Skala gambaran tubuh disusun berdasarkan dimensi-dimensi yang

dikemukakan oleh Cash dkk, (dalam Seawell & Danoff-Burg, 2005) dengan distribusi aitem-aitem pada tabel 5.


(45)

34

Tabel 5. Distribusi aitem-aitemuji coba skala gambaran tubuh

No Dimensi Indikator Aitem Jumlah

Favorable Unfavorable 1 Evaluasi

penampilan

- Evaluasi dari oranglain

terhadap penampilan 1, 7, 13, 17 11

10 - Evaluasi dari pribadi

terhadap penampilan 2, 8 12, 18, 26 2 Orientasi

penampilan

- Kepentingan terhadap

penampilan 3 22

13 - Perhatian yang

didasarkan terhadap menjaga penampilan

4, 9, 14, 30 19, 32 - Perilaku memperbaiki

penampilan

5, 10, 28,

33 16

3 Kepuasan area tubuh

Kepuasan terhadap

wajah 34 -

9 - Kepuasan terhadap

rambut 35 -

- Kepuasan terhadap

tubuh bagian bawah 36 -

- Kepuasan terhadap

tubuh bagian tengah 37 -

- Kepuasan terhadap

tubuh bagian atas 38 -

- Kepuasan terhadap

tampilan otot 39 -

- Kepuasan terhadap

berat badan 40 -

- Kepuasan terhadap

tinggi badan 41 -

- Kepuasan terhadap keseluruhan penampilan

42 - 4 Kecemasan

menjadi gemuk

- Cemas akan

kegemukan 25 20

10 - Waspada akan berat

badan 23 29

- Diet 6, 27 31

- Pembatasan pola

makan 15, 24 21

5 Pengkategorian ukuran tubuh

- Berat badan 43, 44 -

4

- Tinggi badan 45, 46 -

Total 46


(46)

2. Skala Depresi

Skala depresi disusun dengan mengadaptasi dan memodifikasi The Center

for Epidemiological Studies-Depression Scale (CES-D) dikembangkan oleh

Radloff (1977) melalui National Institute of Mental Health. Skala ini terdiri dari 20 aitem dan dimodifikasi menjadi 24 aitem yang disusun atas empat faktor yaitu

depressed affect, somatic symptoms, positive affect, dan interpersonal relations.

Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek penelitian, maka semakin tinggi depresinya, sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh subjek penelitian maka semakin rendah depresinya.

Skala depresi mengunakan skala model Likert. Skala terdiri dari pernyataan dengan menggunakan empat pilihan jawaban yaitu : Tidak Pernah (TP), Kadang-Kadang (KD), Agak Sering (AS), Sering (S). Skala disajikan dalam

bentuk pernyataan favorable (pernyataan yang mendukung faktor yang ingin

diukur). Respon subjek untuk setiap pernyataan akan diberi skor yang bergerak dari 0 sampai 3. Respon subjek untuk setiap pernyataan, yaitu TP=0, KD=1, AS=2, S=3.

Untuk lebih jelasnya, cara penilaian skala depresi yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 6 sebagai berikut:

Tabel 6. Cara Penilaian Skala Depresi Bentuk Pernyataan

Respon Skor TP 0 KD 1

AS 2 S 3


(47)

36

Untuk aitem-aitem yang termasuk dalam faktor “positive affect”; cara

penilaiannya dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Cara penilaian Skala Depresi faktor positive affect

Bentuk Pernyataan

Respon Skor S 0 AS 1 KD 2 TP 3

Distribusi aitem-aitem skala depresi The Center for Epidemiological

Studies-Depression Scale (CES-D) dilihat pada tabel.

Tabel 8. Distribusi aitem-aitem skala depresi sebelum dimodifikasi No. Faktor depresi Nomor Aitem Jumlah Persentase

1 Depressive affect 3, 6, 9, 10, 14, 17, 18 7 35

2 Somatic symptoms 1, 2, 5, 7, 11, 13, 20 7 35

3 Positive affect 4, 8, 12, 16 4 20

4 Interpersonal relations 15, 19 2 10

Total 20 100

Selanjutnya dilakukan penambahan aitem yang dilakukan oleh peneliti terhadap skala depresi. Untuk lebih jelasnya, distribusi aitem-aitem skala depresi The

Center for Epidemiological Studies-Depression Scale (CES-D) dilihat pada tabel

9.


(48)

Tabel 9. Distribusi aitem-aitem skala depresi sebelum uji coba No. Faktor depresi Nomor Aitem

Lama

Nomor

Aitem Baru Jumlah Persentase

1 Depressive affect 3

6 9 10 14 17 18 3 8 11 13 18 21 22 7 29

2 Somatic symptoms 1

2 5 7 11 13 20 1 2 7 9 14 17 24 7 29

3 Positive affect 4

8 12 16 6 10 15 20 4* 5 21

4 Interpersonal

relations 15 19 19 23 5* 12* 16* 5 21

Total 24 100

Keterangan: tanda * menunjukkan aitem tambahan oleh peneliti

a. Perkembangan skala CES-D

Skala CES-D merupakan skala self-report yang pendek yang dirancang

untuk mengukur gejala depresi pada populasi umum. Aitem-aitem skala ini berisi gejala-gejala depresi yang ada sebelumnya pada skala-skala yang lebih lengkanp. Skala ini diuji dalam penelitian melalui wawancara keseharian dan dalam konteks psikiatris.


(49)

38

Dalam wawancara keseharian dilakukan tiga kali survei. Pada survei pertama sampel yang digunakan pada komunitas di Kansas City, Missouri dan di Washington County, Maryland. Pada survei kedua sampel yang digunakan adalah pada komunitas di Washington County saja. Pada survei ketiga sampel yang digunakan adalah semua sampel pada survei pertama dan kedua. Survei ketiga dilakukan setelah tiga sampai dua belas bulan dari wawancara pertama dilakukan. Diperoleh data jika dalam rentang antara wawancara pertama hingga kedua dilakukan terjadi peristiwa hidup yang negatif, maka korelasi test retest lebih rendah daripada subjek yang dalam rentang wawancara pertama hingga kedua tidak terjadi peristiwa hidup yang negatif.

Dalam konteks psikiatris, sampel yang digunakan adalah pasien rumah sakit jiwa di Washington County sebanyak 70 subjek. Diperoleh bahwa skor yang diperoleh pada sampel ini secara signifikan lebih tinggi daripada pada sampel populasi umum dengan tidak ada skor dibawah 16.

Diperoleh nilai internal consistency dan test retest yang sangat tinggi dan adekuat. Validitas diperoleh dengan mengkorelasikan alat ukur CES-D dengan penilaian atau alat ukur depresi yang bersifat klinis dan dengan variabel-variabel yang mendukung validitas konstruk. Pada sampel populasi umum dengan karakteristik demografis yang bervariasi diperoleh reliabilitas, validitas, dan struktur faktor yang serupa.

Skala CES-D dikembangkan untuk digunakan dalam penelitian epidemiologik dari gejala depresi pada populasi umum. Tujuannya berbeda dari skala depresi sebelumnya yang telah digunakan untuk diagnosa masalah klinis dan


(50)

evaluasi tingkat keparahan penyakit selama masa penyembuhan. CES-D dirancang untuk mengukur tingkat gejala depresi, dengan menekankan pada komponen afektif, depressedmood (Radloff,1977).

Aitem-aitem CES-D dipilih dari sekelompok aitem dari skala depresi sebelumnya. Komponen utama gejala depresi ditemukan dari literatur klinis dan

penelitian dengan analisis faktor. Komponen-komponen ini termasuk depressed

mood, perasaan bersalah dan tidak berharga (feelings of guilt and worthlessness),

perasaan tidak tertolong dan tidak memiliki harapan (feelings of helplessness and

hopelessness), retardasi psikomotor (psychomotor retardation), kehilangan nafsu

makan (loss of appetite), dan gangguan tidur (sleep disturbance) (Radloff,1977). Skala CES-D didasarkan pada gejala-gejala depresi yang dilihat dalam kasus klinis sehingga skala ini dapat dengan kuat membedakan antara kelompok pasien dengan populasi umum dan sangat sensitif terhadap tingkat keparahan depresi. Skala CES-D berisi 20 gejala yang terkadang juga dialami oleh orang-orang yang sehat, namun orang-orang dengan depresi serius akan banyak mengalami gejala ini. Pada populasi sehat, positif afek & negatif afek memiliki korelasi yang rendah atau negatif (Radloff,1977). Pada penelitian Radloff (1977) diperoleh reliabilitas dengan pengukuran internal consistency menggunakan koefisien alpha spearman brown dan split-half pada populaasi umum sebesar 0,80 dan pada sampel pasien sebesar 0,90.


(51)

40

E. Validitas, Reliabilitas Alat Ukur dan Uji Daya Beda Aitem

Validitas dan reliabilitas alat ukur yang digunakan dalam sebuah penelitian sangat menetukan keakuratan dan keobjektifan hasil penelitian yang dilakukan. Suatu alat ukur yang tidak valid dan tidak reliabel akan memberikan informasi yang tidak akurat mengenai keadaan subjek atau individu yang dikenai tes ini (Azwar, 2001).

Peneliti akan melakukan uji coba pada kedua skala terhadap sejumlah responden, dengan tujuan memperoleh alat ukur yang valid dan reliabel. Hadi (2000) mengemukakan beberapa tujuan dari uji cobaadalah sebagai berikut :

1. Menghindari pernyataan-pernyataan yang kurang jelas maksudnya

2. Menghindari penggunaan kata-kata yang terlalu asing, terlalu akademik,

ataupun kata-kata yang menimbulkan kecurigaan.

3. Memperbaiki pernyataan-pernyataan yang biasa dilewati (dihindari) atau

hanya menimbullkan jawaban-jawaban dangkal.

4. Menambah aitem yang sangat perlu ataupun meniadakan aitem yang

ternyata tidak relevan dengan tujuan penelitian. 1. Uji Validitas

Uji validitas dilakukan dengan tujuan untuk menguji coba alat ukur dalam menjalankan fungsinya. Terdapat dua tujuan dilakukannya uji validitas. Tujuan pertama adalah untuk mengetahui seberapa jauh alat ukur skala gambaran tubuh dan skala depresi mengukur atau mengungkap dengan tepat pada remaja. Tujuan kedua adalah untuk mengetahui seberapa jauh alat ukur menunjukkan kecermatan


(52)

atau ketelitian pengukuran atau dengan kata lain dapat menunjukkan keadaan yang sebenarnya (Azwar, 2000).

Validitas isi adalah sejauh mana suatu tes yang merupakan seperangkat soal, dilihat dari isinya benar-benar mengukur apa yang dimaksudkan untuk diukur (Hadi, 2000). Validitas isi juga merupakan validitas yang diestimasi melalui pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional dan melalui

professional judgement (Azwar, 2004). Dalam penelitian ini, peneliti meminta

professional judgement dari dosen eksperimen dan dosen pembimbing peneliti di

Fakultas Psikologi USU. 2. Reliabilitas

Uji reliabilitas dilakukan untuk melihat reliabilitas alat ukur yang menunjukkan derajat keajegan atau konsistensi alat ukur yang bersangkutan bila diterapkan beberapa kali pada kesempatan yang berbeda (Hadi, 2000). Reliabilitas alat ukur yang dapat dilihat dari koefisien reliabilitas merupakan indikator konsistensi aitem-aitem tes dalam menjalankan fungsi ukurnya bersama-sama. Reliabilitas alat ukur ini sebenarnya mengacu pada konsistensi atau kepercayaan hasil ukur yang mengandung makna kecermatan pengukuran (Azwar, 2000).

Uji reliabilitas alat ukur dalam penelitian ini diperoleh lewat penyajian skala yang dikenakan atau diberikan hanya sekali saja pada sekelompok individu sebagai subjek. Pendekatan ini dipandang ekonomis, praktis dan berefisiensi tinggi (Azwar, 2000). Pengujian reliabilitas dengan metode konsistensi internal

dilakukan dengan menggunakan koefisien Alpha Cronbach yang diperoleh


(53)

42

3. Uji Daya Beda Aitem

Uji daya beda aitem akan dilakukan pada alat ukur dalam penelitian yaitu

skala gambaran tubuh dan skala depresi. Uji daya beda aitem dilakukan untuk

melihat sejauh mana aitem mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki dan tidak memiliki atribut yang diukur. Dasar kerja yang digunakan dalam analisis aitem ini adalah dengan memilih aitem-aitem yang fungsi ukurnya selaras atau sesuai dengan fungsi ukur tes. Dengan kata lain, memilih aitem yang mengukur hal yang sama dengan apa yang diukur oleh tes secara keseluruhan. (Azwar, 2001).

Pengujian daya beda aitem ini dilakukan dengan komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor pada aitem dengan suatu kriteria yang relevan yaitu

skor aitem dikorelasikan dengan skor total tes. Prosedur pengujian ini akan

menghasilkan koefisien korelasi aitem total yang dikenal dengan indeks diskriminasi aitem (Azwar, 2004). Pengujian daya beda aitem ini dilakukan

dengan menggunakan SPSS 13.0 for Windows.

4. Hasil Uji Coba Alat Ukur a. Skala gambaran tubuh

Uji coba skala gambaran tubuh dilakukan terhadap 77 orang subjek remaja awal yang bersekolah yang terdiri dari perempuan dan laki-laki. Adapun distribusi hasil uji coba skala akan dijelaskan pada tabel 10.


(54)

Tabel 10. Distribusi aitem-aitem skala gambaran tubuh setelah uji coba

No Dimensi Indikator Aitem Jumlah

Favorable Unfavorable 1 Evaluasi

penampilan

- Evaluasi dari oranglain

terhadap penampilan 7, 17 11

4 - Evaluasi dari pribadi

terhadap penampilan 18

2 Orientasi penampilan

- Kepentingan terhadap

penampilan 3

4 - Perhatian yang

didasarkan terhadap menjaga penampilan

4, 9

- Perilaku memperbaiki

penampilan 28

3 Kepuasan area tubuh

Kepuasan terhadap

wajah 34

5 - Kepuasan terhadap

rambut 35

- Kepuasan terhadap tubuh bagian bawah - Kepuasan terhadap

tubuh bagian tengah - Kepuasan terhadap

tubuh bagian atas 38 - Kepuasan terhadap

tampilan otot - Kepuasan terhadap

berat badan 40

- Kepuasan terhadap tinggi badan - Kepuasan terhadap

keseluruhan penampilan

42

4 Kecemasan menjadi gemuk

- Cemas akan

kegemukan 25

7 - Waspada akan berat

badan 29

- Diet 6, 27 31

- Pembatasan pola

makan 15, 24

5 Pengkategorian ukuran tubuh

- Berat badan 43

4 - Tinggi badan


(55)

44

Berdasarkan distribusi aitem-aitem di atas, diketahui setelah uji coba dari 46 aitem skala gambaran tubuh dengan 77 orang subjek terdapat 21 aitem yang memiliki koefisien korelasi yang memenuhi syarat untuk dapat digunakan dalam penelitian (r 0,275) dengan reliabilitas alpha () sebesar 0,905 dengan koefisien determinasi aitem-aitem yang berkisar antara 0,275 hingga 0,694.

Pada skala ini dilakukan perubahan tata letak urutan nomor aitem-aitem. Hal ini dilakukan karena aitem yang gugur tidak diikut sertakan lagi dalam skala penelitian. Distribusi aitem-aitem yang akan digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada tabel 11.


(56)

Tabel 11. Distribusi aitem-aitem skala gambaran tubuh yang digunakan saat penelitian

No Dimensi Indikator Aitem Jumlah

Favorable Unfavorable 1 Evaluasi

penampilan

- Evaluasi dari oranglain

terhadap penampilan 4, 8 6

4 - Evaluasi dari pribadi

terhadap penampilan 9

2 Orientasi penampilan

- Kepentingan terhadap

penampilan 1

4 - Perhatian yang

didasarkan terhadap menjaga penampilan

2, 5 - Perilaku memperbaiki

penampilan 13

3 Kepuasan area tubuh

Kepuasan terhadap

wajah 16

5 - Kepuasan terhadap

rambut 17

- Kepuasan terhadap tubuh bagian bawah - Kepuasan terhadap

tubuh bagian tengah - Kepuasan terhadap

tubuh bagian atas 18

- Kepuasan terhadap tampilan otot - Kepuasan terhadap

berat badan 19

- Kepuasan terhadap tinggi badan - Kepuasan terhadap

keseluruhan penampilan

20 4 Kecemasan

menjadi gemuk

- Cemas akan

kegemukan 11

7 - Waspada akan berat

badan 14

- Diet 3, 12 15

- Pembatasan pola

makan 7, 10

5 Pengkategorian ukuran tubuh

- Berat badan 21

4 - Tinggi badan


(57)

46

b. Skala depresi

Uji coba skala depresi dilakukan terhadap 118 orang subjek remaja awal yang bersekolah yang terdiri dari perempuan dan laki-laki. Adapun distribusi hasil uji coba skala akan dijelaskan pada tabel 12 berikut ini :

Tabel 12. Distribusi aitem-aitem skala depresi setelah uji coba No. Faktor depresi Nomor Aitem Jumlah

1 Depressive affect 3, 8, 11, 13, 18, 21, 22 7

2 Somatic symptoms 17 1

3 Positive affect 15, 4* 2

4 Interpersonal relations 19, 23, 5*, 12*, 16* 5

Jumlah 15

Keterangan: Tanda * menunjukkan aitem tambahan oleh peneliti

Berdasarkan distribusi aitem-aitem di atas, diketahui setelah uji coba dari 24 aitem skala depresi dengan 118 orang subjek terdapat 15 aitem yang memiliki koefisien korelasi yang memenuhi syarat untuk dapat digunakan dalam penelitian (r 0,275) dengan reliabilitas alpha () sebesar 0,851 dan dengan koefisien determinasi aitem-aitem yang berkisar antara 0,349 hingga 0,674.

Pada skala ini dilakukan perubahan tata letak urutan nomor aitem-aitem. Hal ini dilakukan karena aitem yang gugur tidak diikut sertakan lagi dalam skala penelitian. Distribusi aitem-aitem yang akan digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada tabel 13.


(58)

Tabel 13. Distribusi aitem-aitem skala depresi yang digunakan saat penelitian

No. Faktor depresi Nomor Aitem Lama

Nomor Aitem

Baru Jumlah

1 Depressive affect

3 8 11 13 18 21 22 1 4 5 7 11 13 14 7

2 Somatic symptoms 17 10 1

3 Positive affect 15

4*

8

2 2

4 Interpersonal

relations 19 23 5* 12* 16* 12 15 3 6 9 5

Jumlah 15

Keterangan: Tanda * menunjukkan aitem tambahan oleh peneliti

F. Prosedur Penelitian

1. Tahap Persiapan Penelitian a. Persiapan alat ukur

Sebelum melakukan uji coba alat ukur, peneliti terlebih dahulu menyiapkan alat ukur yang akan digunakan. Alat ukur yang digunakan terdiri dari dua buah skala yaitu skala gambaran tubuh dan skala depresi. Penyusunan skala

ini didahului dengan membuat blue print yang kemudian dilanjutkan dengan

operasionalisisasi dalam bentuk aitem-aitem pernyataan yang jumlah aitemnya masing-masing 46 buah aitem dan 24 buah aitem.

Skala gambaran tubuh yang digunakan merupakan skala yang disusun oleh peneliti berdasarkan dimensi-dimensi gambaran tubuh yang dikemukakan oleh


(59)

48

Cash (dalam Seawell & Danoff-Burg, 2005). Skala depresi yang digunakan dalam penelitian ini merupakan skala CES-D yang dikembangkan oleh Radloff (1977) dan diadaptasi dan dimodifikasi oleh peneliti.

Sebelum skala tersebut dijadikan alat ukur yang sebenarnya dalam penelitian, maka terlebih dahulu skala tersebut diujicobakan kepada sejumlah remaja laki-laki. Jumlah skala yang dipersiapkan untuk disebarkan adalah sebanyak 135 skala. Uji coba skala gambaran tubuh dilaksanakan pada tanggal 11 April 2008 pada siswa dan siswi SMP Negeri 13 Medan dan untuk uji coba skala depresi dilaksanakan pada tanggal 17 April 2008 pada siswa dan siswi SMP Muhammaadiyah 1 Medan.

Setelah skala diujicobakan, maka data yang diperoleh selanjutnya diolah untuk menentukan aitem-aitem mana saja yang dapat digunakan sebagai aitem dalam penelitian yang sebenarnya.

b. Perizinan

Untuk melakukan penelitian ini, maka terlebih dahulu yang dilakukan adalah proses persiapan dalam hal perizinan untuk melakukan penelitian. Proses perizinan dimulai dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, dalam hal ini pihak Fakultas Psikologi atas nama koordinator pendidikan Fakultas Psikologi, mengajukan surat permohonan izin penelitian kepada pihak Kecamatan Medan Area Kota Medan. Surat permohonan ini diberikan langsung oleh peneliti kepada pihak Kecamatan Medan Area.

Setelah diperoleh data mengenai sekolah-sekolah yang terdapat di Kecamatan Medan Area, maka dipilih beberapa sekolah yang akan menjadi


(1)

umum gambaran tubuh subjek penelitian lebih rendah menurut standar skala yang dibuat peneliti.

4. Berdasarkan deskripsi data penelitian depresi, diperoleh mean empirik skala depresi adalah 11,85 dan mean hipotetiknya adalah 22,5. Dari perbandingan mean empirik dan mean hipotetik terlihat bahwa mean hipotetik lebih besar dari mean empirik, yang berarti bahwa secara umum depresi subjek penelitian lebih rendah menurut standar skala yang dibuat peneliti

5. Berdasarkan deskripsi data penelitian gambaran tubuh, diperoleh bahwa jumlah subjek penelitian terbanyak berada pada kategori sedang, dengan kata lain jumlah subjek penelitian terbanyak memiliki gambaran tubuh yang berada di antara positif dan negatif yaitu sebanyak 92,71 %.

6. Berdasarkan deskripsi data penelitian depresi, diperoleh bahwa jumlah subjek penelitian terbanyak berada pada kategori rendah yaitu sebanyak 70,2 %.

B. DISKUSI

Hasil analisa korelasi antara gambaran tubuh dengan depresi pada remaja awal menghasilkan koefisien korelasi negatif yang signifikan antara gambaran tubuh dengan depresi, artinya semakin positif gambaran tubuh yang dimiliki remaja awal maka semakin rendah depresi yang dialami remaja awal tersebut dan juga memiliki arti bahwa semakin negatif gambaran tubuh yang dimiliki remaja awal maka semakin tinggi depresi yang dialami remaja awal tersebut. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Konstanski dan Gullone pada tahun 1998 (dalam Davison & Mc Cabe, 2006) yang mengindikasikan adanya hubungan gambaran tubuh dengan afek negatif yang menjadi gejala depresi. Penelitian lain


(2)

seperti penelitian Mc Cabe, Ricciardelli, dan Banfield pada tahun 2001 (dalam Davison & Mc Cabe, 2006) mengindikasikan bahwa perempuan yang tidak puas dengan tubuhnya memiliki resiko mengalami gejala-gejala negatif afek.

Berdasarkan perhitungan koefisien determinasi (r2), didapat bahwa sumbangan efektif variabel gambaran tubuh terhadap depresi sebesar 4,6 %. Sedangkan 95,4 % menunjukkan besarnya pengaruh keberadaan variabel lainnya dalam menimbulkan depresi. Dengan demikian dalam penelitian ini variabel gambaran tubuh tidak sepenuhnya sebagai suatu konstruk yang dapat menyebabkan depresi pada remaja awal.

Nolen-Hoeksema dan Girgus (dalam Krenke & Stemmler, 2002) menyatakan bahwa peneyebab terjadinya depresi dapat dikarenakan tiga kategori. Faktor-faktor tersebut adalah (1) faktor kepribadian; (2) faktor biologis; dan (3) faktor sosial. Dalam penelitian ini, depresi tersebut dapat terjadi dengan adanya faktor biologis seperti hal-hal yang berkaitan dengan konsekuensi psikologis yaitu ketidakpuasan pada bentuk tubuh.

Subjek yang berada pada kategori depresi rendah memiliki ciri-ciri sedikit merasakan afek negatif dan lebih merasakan afek positif dan memiliki hubungan interpersonal yang baik yaitu tidak merasakan gangguan dalam hubungan interpersonal, dan sedikit atau tidak mengalami gejala somatis. Hal yang sebaliknya terjadi pada subjek yag berada pada kategori depresi tinggi. Mereka lebih merasakan afek negatif dan sedikit merasakan afek positif, merasakan gangguan dalam hubungan interpersonal dan mengalami gejala somatis. Subjek yang berada pada kategori depresi sedang mengalami gejala-gejala diantara


(3)

kategori rendah dan tinggi. Hurlock (1999) menyatakan bahwa penampilan yang menarik merupakan potensi kuat dalam pergaulan dan penampilan yang tidak menarik akan menghambat pergaulan. Mathes dan Kahn (dalam Hurlock, 1999) menyatakan bahwa dalam interaksi sosial, penampilan fisik yang menarik merupakan potensi yang menguntungkan dan dapat dimanfaatkan untuk memperoleh berbagai hasil yang menyenangkan bagi pemiliknya. Salah satu keuntungan yang sering diperoleh ialah bahwa ia mudah berteman.

Berdasarkan kategorisasi data empirik penelitian diperoleh bahwa gambaran tubuh berada pada kategori sedang dan depresi berada pada kategori rendah. Bagi remaja yg bentuk tubuhnya tidak ideal, sering menolak kenyataan perubahan fisiknya sehingga mereka tampak mengasingkan diri karena merasa minder dan bagi remaja yg menerima perubahan fisik yg terjadi pada dirinya, menganggap hal tersebut merupakan suatu hal yg wajar karena memang akan dialami oleh semua orang yg melalui masa pubertas (Hurlock, 1999). Rasa minder itu timbul karena remaja menyadari bahwa daya tarik fisik berperan penting dalam hubungan sosial

C. SARAN

1. Saran Metodologis

Melalui penelitian yang telah dilakukan dan kesimpulan yang dikemukakan, maka peneliti mengemukakan beberapa saran. Saran–saran ini diharapkan dapat berguna bagi peneliti selanjutnya yang membahas mengenai gambaran tubuh maupun depresi.


(4)

a. Berdasarkan koefisien determinasi diketahui bahwa sumbangan efektif dari hasil penelitian variabel gambaran tubuh terhadap depresi sebesar 4,6 %, selebihnya dipengaruhi oleh variable lain yang tidak diteiliti dalam penelitian ini. Bagi para peneliti selanjutnya yang mengambil topik depresi disarankan untuk melihat faktor-faktor lain yang turut berpengaruh pada terjadinya depresi, seperti faktor kepribadian, faktor-faktor sosial yang ada atau dengan lebih memfokuskan pada satu peristiwa yang dialami individu.

2. Saran Praktis

a. Melihat bahwa gambaran tubuh yang negatif dapat menyebabkan terjadinya depresi pada remaja awal, maka para remaja diharapkan lebih dapat menerima kondisi fisiknya agar dapat mengurangi potensi terjadinya depresi.

b. Pihak orangtua dan sekolah dapat memberikan kesempatan pada remaja untuk mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki melalui kegiatan-kegiatan yang positif.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Aditomo, A. & Retnowati, S. (2004). Perfeksionisme, harga diri, dan kecenderungan depresi pada remaja akhir. Jurnal Psikologi(1) , 1-15.

Ali, M., & Asrori, M. (2004). Psikologi Remaja: Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : PT. Bumi Aksara.

Azwar, S. (2000). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azwar, S. (2001). Methodology Research. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Bergstorm & Neighbors. (2006). Body Image Disturbance and the Social Norms Approach: An Integrative Review of the literature. Journal of Social and

Clinical Psychology. 25(9), 975-1000.

Cash, T.F., & Pruzinsky, T. (2002). A Handbook of Theory, Research, and

Clinical Practice. Guildford Press.

Akses: 20 September 2007

Chaplin, J.P. (2002). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Chase, M.E. (2001). Identity Development and Body Image Dissatisfaction in

College Females. (50).

Dacey, J., & Kenny, M. (2001). Adolescent Development. (2nd ed). USA: Brown

& Benchmark Publishers.

Davison, G.C., Neale, J.M., & Kring, A.M. (2002). Psikologi Abnormal. Edisi 9. Rajawali Pers.

Davison, T.E., & McCabe, M.P. (2006). Adolescent Body Image And Psychosocial Functioning. The journal of social psychology, 146(1),

15-30.

Frey, D. & Carlock, C.J. (1984). Enhancing Self Esteem. USA: Accelerated Development Incorporated.

Hadi, S. (2000). Metodologi Research (Jilid 1). Yogyakarta: Penerbit Andi Offset Hadi, S. (2000). Metodologi Research (Jilid 2). Yogyakarta: Penerbit Andi Offset


(6)

Hikmah. (2004). “Mengapa Remaja Bunuh Diri”, diakses pada tanggal 19 November 2007, dari

www.pikiran-rakyat.co/cetak/0604/13/hikmah/konsultasi.htm.

Hughes, F.P., & Noppe, L.D. (1985). Human development: Across the Life Span. St. Pau, Minnesota: West Publishing CO.

Hurlock, E.B. (1999). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang

Rentang Kehidupan (Edisi ke-5). Jakarta: Penerbit Erlangga.

Jones, D.C. (2002). Social comparison and body image: Attractiveness comparisons to models and peers among adolescent girls and boys. Sex

Roles; Academic Research Library, 45(9/10), 645-664.

Krenke, I.S., & Stemmler, M. (2002). Factors Contributing to Gender Differences in Depressive Symptoms:A Test of Three Developmental Models. Journal

of Youth and Adolescence, 31(6), 405-417).

Mills, J.S., & D’Alfonso, S.R.,. (2007). Competition and male body image: increased drive for muscularity following failure to a female. Journal of

social and clinical Psychology, 26(4), 505-519.

Radloff, L.S. (1977). The CES-D Scale: A Self-Report Depression Scale for Research in the General Population. Applied Psychological Measurement,

1, 385-401.

Santrock, J.W. (1998). Adolescence (7th ed). USA: McGraw-Hill.

Sarwono, S. W. (2003), Psikologi Remaja. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada Seawell, A.H. & Danoff-Burg. S. (2005). Body Image and Sexuality in Women

With and Without Systemic Lupus Erythematosus. Sex Roles, 5(11/12),

865-876.

Sulaeman, D. (1995). Psikologi Remaja: Dimensi-dimensi Perkembangan. Bandung: Penerbit Mandar Maju.

Tim La Haye. (1993). Depresi: Upaya dan Cara Mengatasinya. Semarang: Dahara Publishing.

Utomo, T.H.B. (1991). Depresi dan ide bunuh diri pada remaja delikuen dan remaja non-delikuen. Universitas Gadjah Mada: Jurnal Psikologi, (1),